Anda di halaman 1dari 10

RESUME LATAR BELAKANG BERDIRINYA

MUHAMMADIYAH

OLEH

NAMA : MASIAH

NPM : 12020016

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG (MPL)
2012/2013
RESUME LATAR BELAKANG BERDIRINYA
MUHAMMADIYAH

Oleh
MASIAH

Makalah
Diajukan sabagai salah satu tugas mata kuliah
Kemuhammadiyahan

Pada
Jurusan Ilmu Pendidikan
Program Studi Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Dosen Pengampu
Drs. Hasym Ashari

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2012/2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, karunia, serta
hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Namun, penulis
menyasdari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan baik isi maupun
bentuknya. Umtik itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
yang membengun demi kesempurnaan makalah ini di masa datang. Makalah ini
disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah “Kemuhammadiyahan” pasa
program studi Bimbingan san Konseling.

Penulis dalam menyelesaikan makalah ini bnyak dibantu oleh berbagai pihak,
terutama dosen pembimbing. Oleh karena itu, pemulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Dr. Tri Yuni Hendrowati, M.Pd selaku ketua STKIP Muhammadiyah
Pringsewu Lampung.
2. Bapak Drs. Hasym Ashari selaku dosen Kemuhammadiyahan.

Teman-teman yang selalu memberikan motivasi dalam penyusunan makalah ini.


Semoga semua amal ibadah Bapak, Ibu, dan saudara dibalas oleh Allah SWT.
dengan pahala yang setimpal. Penulis pergarap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Pringsewu, 5 Januari 2013


Penulis,
A. LATAR BELAKANG BERDIRINYA MUHAMMDIYAH

Terdapat cukup banyak penjelasan tentang faktor-faktor yang


melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah, kalau penjelasan-penjelasan ini
diasumsikan sebagai teori, maka Djindar Tamimi berpendapat bahwa faktor-
faktor subjektif dan objektif adalah mendorong berdirinya Muhammdiyah.
Faktor subjektif berkenaan dengan pribadi KH Ahmad Dahlan sendiri.
Sedangkan faktor objektif dibedakan atas dua macam, yaitu intern dan
ekstern. Teori lain yang hanya mempertimbangkan aspek realitas sosial yang
mendorong lahirnya Muhammadiyah yaitu hanya ada dua faktor, internal dan
eksternal. Faktor Internal berkenaan dengan kondisi keberagamaan umat
Islam di Jawa, sedangkan faktor eksternalnya adalah adanya pengaruh
gerakan pembaruan Islam di Timur Tengah dan politik Islam-Belanda
terhadap kaum muslimin di Indonesia.
Selain itu, terdapat teori lain yang mengatakan bahwa telaah mengenai
latar belakang berdirinya Muhammadiyah berhubungan dengan masalah yang
saling terkait, yaitu aspirasi Islam KH Ahmad Dahlan, realitas sosio-agama di
Indonesia, realitas sosio-pendidikan di Indonesia dan relitas politik Islam
Hindia-Belanda.
Dan selanjutnya adalah teori yang mengatakan ada tiga faktor yang
mendorong berdirinya Muhammadiyah, yaitu gagasan pembaruan Islam di
Timur Tengah, Pertentangan internal dalam masyarakat jawa dan yang paling
penting adalah penetrasi misi Kristen di Indonesia. Faktor yang terkhir
dianggap yang paling menentukan dilihat dari berbagai kebijakan politik
pemerintah kolonial terhadap Islam dan proteksinya terhadap Nasrani,
misalnya adalah ordonansi guru, pelanggaran-pelanggarannya terhadap
kebudayaan lokal dan pembentukan freemasonry.
Berikut pembahasan yang lebih rinci tentang beberapa teori mengenai latar
belakang lahirnya Muhammadiyah :
1. Teori yang dikemukakan oleh Djindar Tamimy
Faktor yang mendorong berdirinya Muhammdiyah ada dua, yaitu:
a. Faktor Subyektif

Bersifat subyek, ialah pelakunya sendiri. Dan ini merupakan


faktor sentral, sedangkan faktor yang lain hanya menjadi
penunjang saja. Yang dimaksudkan disini ialah, kalau mau
mendirikan Muhammadiyah maka harus dimulai dari orangnya
sendiri. Kalau tidak, maka Muhammadiyah bisa dibawa kemana
saja,
Lahirnya Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dengan KH
Ahmad Dahlan, tokoh kontroversial pada zamannya. Ia dilahirkan
tahun 1868 dan wafat tahun 1923 m, dimakamkan di pemakaman
Karangkajen, Yogyakarta hayat yang dikecap selama 55 tahun,
berarti meninggal dalam usia relative muda. Sudah sejak kanak-
kanak beliau diberikan pelajaran dan pendidikan agama oleh
orang tuanya, oleh para guru (ulama) yang ada dalam masyarakat
lingkungannya. Ini menunjukkan rasa keagaman KH Ahmad
Dahlan tidak hanya berdasarkan naluri, melainkan juga melalui
ilmu-ilmu yang diajarkan kepadanya.
Dikala mudanya, beliau terkenal memiliki pikiran yang
cerdas dan bebas serta memiliki akal budi yang bersih dan baik.
Pendidikan agama yang diterimanya dipilih secara selektif. Tidak
hanya itu, tetapi sesudah dipikirkan, dibawa dalam perenungan-
perenungan dan ingin dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Disinilah yang menentukan KH Ahmad Dahlan sebagai subjek
yang nantinya mendorong berdirinya Muhammadiyah.
Namun faham dan keyakinan agamanya barulah menemukan
wujud dan bentuknya yang mantap sesudah menunaikan ibadah
hajinya yang kedua (1902 M) dan sempat bermukim beberapa
tahun di tanah suci. Waktu itu beliau sudah mampu dan
berkesempatan membaca ataupun mengkaji kitab-kitab yang
disusun oleh alaim ulama yang mempunyai aliran hendak kembali
kepada Al-Qur’an dan As- Sunnah dengan menggunakan akal
yang cerdas dan bebas. Faham dan keyakinan agama yang
dilengkapi dengan penghayatan dan pengalaman agamanya inilah
yang mendorong kelahiran Muhammadiyah.

b. Faktor Obyektif

Faktor obyektif yang dimaksud ialah keadaan dan


kenyataan yang berkembang saat itu. Hal ini merupakan
pendorong lebih lanjut dari permulaan yang telah ditetapkan
hendak dilakukan subyek. Faktor ini dibagi menjadi dua, yaitu
intern umat Islam dan ekstern umat Islam.
Faktor obyektif intern umat Islam ialah kenyataan bahwa
ajaran agama Islam yang masuk di Indonesia ternyata sebagai
akibat perkembangan Agama Islam pada umumnya sudah tidak
utuh dan tidak murni lagi. Kalau ajaran sudah tidak murni, tidak
diambil dari sumbernya yang asli, sudah dicampur dengan ajaran-
ajaran yang lain (sinkretisme), kemudian yang dikaji bukan Islam
seutuhnya melainkan hanya bagian-bagian yang dianggap sesuai
dengan kebudayaan setempat, maka ketika Islam yang seperti itu
difahami dan dilaksanakan, sudah tidak bisa memberikan manfaat
yang dijanjikan oleh Islam terhadap pemeluknya.
Faktor obyektif yang seperti itu lebih mendorong Ahmad
Dahlan segera mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah untuk
dijadikan sarana memperbaiki Agama dan umat Islam Indonesia.
Selanjutnya ialah faktor obyektif Ekstern umat Islam. Pemerintah
Hindia-Belanda merupakan keadaan obyektif ekstern umat Islam
pertama yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah.
Pemerintah Hindia-Belanda memegang kekuasaan yang
menentukan segala-galanya. Agama Pemerintah Belanda yang
resmi ialah protestan yang dengan sendirinya tidak menghendaki
Agama Islam.
Pemerintah Belanda mempunyai pendirian untuk menjaga
kelangsungan kekuasaan di tanah jajahan, terutama tanah jajahan
yang penduduknya mayoritas Islam. Demi kelngsungan
kekuasaannya di Indonesia, pemerintah penjajah Hindia-Belanda
berpendirian bahwa ajaran Agama Islam yang utuh dan murni
tidak boleh hidup dan berkembang di tanah jajahan. Maka ajaran
Agama Islam (yang tidak utuh dan murni lagi itulah yang
dikehendaki. Ajaran Isalam yang seperti itu untuk hidup terus dan
berkembang lebih lanjut.
Faktor obyektif di luar ummat islam lainnya ialah dari
anagkatan muda yang sudah mendapat pendidikan Barat yang
mengadakan gerakan-gerakan yang untuk memusuhi apa yang
menjadi maksud gerakan Muhammadiayah. Itu semua yang
mendorong KH Ahmad Dahlan memperjuangkan faham dan
keyakinan agamanya dengan mendirikan Persyarikatan
Muhammadiyah.

2. Teori yang Hanya Mempertimbangkan Aspek Realitas Sosial


a. Faktor Internal

Yang dimaksud faktor internal ialah faktor yang berkaitan


dengan kondisi keagamaan kaum muslimin Indonesia sendiri yang
telah menyimpang dari ajaran Islam yang benar. Sebelum Islamm
datang, terlebih dahulu di Indonesia sudah bercokol Agama Hindu
dan Budha yang cukup berpengaruh dalam mewarnai keruhanian
penduduk Indonesia. Kehidupan keagamaan yang tampak ketika
itu ialah sinkretisme, yaitu campuran antara kepercayaan
tradisional yang telah menjelma menjdi adat kebiasaan yang yang
bersifat agamis dengan bentuk mistik yang dijiwai oleh Agama
Hindu atau Budha.
Kemudian Islam datang pada abad VII atau VIII Masehi,
maka sinkretisme itu bertambah dengan unsur Islam. Inilah faktor
internal yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah.

b. Faktor Eksternal

 Politik Islam Belanda Terhadap Kaum Muslimin di Indonesia


Politik Islam Belanda yang didasarkan pada konsep Snouck
Hurgronje sangat bermusuhan kepada Islam dan ummat Islam
Indonesia. Adapun realisasi politik Islam Belanda antara lain
dalam bentuk pembatasan-pembatasan kepada setiap aktivitas
kaum muslimin, sperti dilarang mendirikan organisasi politik,
disensornya semua penerbitan yang datang dari luar dan
dibatasinya jamaah haji Indonesia.
 Pengaruh Ide dan Gerakan Pembaruan Islam di Timur Tengah
Pengaruh Makkah masuk ke Indonesia melalui orang-orang
Indonesia yang menunaikan ibadah haji. Sewaktu di Makkah,
mereka mempelajari Islam dengan memperdalam beberapa
aspek ajaran isla, terutama fikih. Khusus tentang hajinya
Ahmad dahlan ke tanah suci dan tinggal disana untuk studi
Islam beberapa tahun, menjadikan beliau makin terbiasa
dengan ide pembaruan. Pengamatan langsung terhadap daerah
pusat Islam yang banyak terpengaruh ole hide pembaruan ini,
akhirnya mendorong K.H. Ahmad dahlan untuk mendirikan
gerakan pembaruan Islam Indonesia, yaitu Muhammadiyah.
3. Teori yang mengatakan berdirinya Muhammadiyah berhubungsan
erat dengan tiga masalah pokok, yaitu:
- Pemikiran Islam Ahmad Dahlan
Aksi sosial Ahmad Dahlan bukan semata gerakan keagamaan
dalam arti ritual, melainkan bisa disebut sebagai “revolusi
kebudayaan”. Berbagai gagasan dan aksi sosial Ahmad Dahlan tidak
hanya mencerminkan nalar kritisnya, melainkan juga menunjukkan
kepedulian pada nasib rakyat kebanyakan yang menderita, tidak
berpendidikan dan miskin.
Aktualisasi Islam tidak hanya secara pribadi, manusia
diwajibkan menegakkan Islam ditengah-tengah masyarakat. Ahmad
Dahlan tidak menginginkan masyarakat Islam yang seperti dahulu,
ataupun masyarakat baru yang membentuk budaya Islam baru. Jalan
yang ditempuh Ahmad Dahlan adalah dengan menggembirakan umat
Islam Indonesia untuk beramal dan berbakti sesuai dengan ajaran
Islam. Bidang pendidikan misalnya, Ahmad dahlan mengadopsi
sistem pendidikan Belanda karena diangap efektif. Bahkan membuka
peluang bagi wanita Islam untuk sekolah, padahal di Arab, India dan
Pakistan ini menjadi masalah. Sedangkan dibidang sosial Ahmad
Dahlan mendirikan panti asuhan untuk memelihara anak yatim dan
anak-anak terlantar lainnya. Yang kemudian banyak berkembang
Yayasan-yayasan Yatim Piatu Muhammadiyah, Rumahsakit PKU
Muhammadiyah, dan tersbesar adalah lembaga pendidikan
Muhammadiyah baik TK, SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi
Muhammadiyah yang jumlahnya terbesar di Indonesia.
- Realitas Sosial Agama di Indonesia
Kondisi masyarakat yang masih sangat kental dengan
kebudayaan Hindu dan Budha, memunculkan kepercayaan dan
praktik Ibadah yang menyimpang dari Islam. Kepercayaan dan
praktik ibadah tersebut dikenal dengan sitilah Bid’ah dan Khurafat.
Khurafat adalah kepercayaan tanpa pedoman yang sah menurut
Alquran dan al hadits, hanya ikut-ikutan orang tua atau nenek
moyang mereka. Sedangkan bid’ah adalah bentuk ibadah yang
dilakukan tanpa dasar pedoman yang jelas, melainkan hanya ikut-
ikutan orangtua atau nenek moyang saja.
Melihat realitas sosio-agama ini mendorong Ahmad Dahlan
untuk mendirikan Muhammadiyah . Namun, gerakan pemurniannya
dalam arti pemurnian ajaran Islam dari bid’ah dan khurafat baru
dilakukan pada tahun 1916. Dalam konteks sosio-agama ini,
Muhammadiyah merupakan gerakan pemurnian yang menginginkan
pembersihan Islam dari semua sinkretisme dan praktik ibadah yang
terlebih tanpa dasar akaran Islam (Takhayul, Bid’ah, Khurafat).
- Realitas sosio-Pendidikan di Indonesia
Ahmad Dahlan mengetahui bahwa pendidikan di Indonesia
terpecah menjadi dua yaitu pendidikan pesantren yang hanya
mengajarkan ajaran-ajaran agama dan pendidikan Barat yang
sekuler. Kondisi ini menjadi jurang pemisah antara golongan yang
mendapat pendidikan agama dengan golongan yang mendapatkan
pendidikan sekuler. Kesenjangan ini termanifestasi dalam bentuk
berbusana, berbicara, hidup dan berpikir. Ahmad Dahlan mengkaji
secara mendalam dua sistem pendidikan yang sangat kontras ini.
Dualisme sistem pendidikan diatas membuat prihatin Ahmad
Dahlan, oleh karena itu cita-cita pendidikan Ahmad Dahlan ialah
melahirkan manusia yang berpandangan luas dan memiliki
pengetahuan umum, sekaligus yang bersedia untuk kemajuan
masyarakatnya. Cita-cita ini dilakukan dengan mendirikan lembaga
pendidikan dengan kurikulum yang menggabungkan antara Imtak
danIptek.

Anda mungkin juga menyukai