Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“SISTEM PEMILU PRESIDENT 2014 YANG


TRANSPARANT,JUJUR DAN ADIL”

NAMA : MAXIMILIANUS LOLO OLEH


NIM : 18022000207

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

MALANG 2019
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Penulisan
BAB III PEMBAHASAN
1. Pemilihan Umum
2. Tujuan Pemilihan Umum
3. Manfaat Pemilu
4. Sistem Pemilu Umum
5. Periodesasi Sistem Pemilu Indonesia
6. pelaksanaan penyelenggaraan pemilu diindonesia
7. Asas-asas Pemilihan Umum
8. Sistem Pemilihan Umum Yang Cocok Untuk Indonesia
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah SWT yang
telah memberkati penulis untuk menulis dan menyelesaikan makalah ini.terima kasih serta
salam penulis panjatkan kepada bapak dosen,keluarga, sahabat.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan.
Kurangnya ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam hal menulis memang tidak dapat dipungkiri.
Oleh karena itu, kritikan dan saran yang membangun sangat penulis nantikan untuk kesempurnaan
di masa yang akan datang.

Malang 27 juni 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus tolak
ukur dari sebuah demokrasi. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana
keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan
walaupun tidak begitu akurat, partisipasi dan kebebasan masyarakat. Sekalipun demikian, disadari
bahwa pemilihan umum (PEMILU) tidak merupakan satu-satunya tolak ukur dan perlu dilengkapi
dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan, seperti
partisipasi dalam kegiatan partai, lobbying, dan sebagainya.
Di banyak negara berkembang beberapa kebebasan seperti yang dikenal di dunia barat
kurang diindahkan. Seperti Indonesia, perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami
pasang surut. Selama 67 tahun berdirinya Republik Indonesia ternyata masalah pokok yang kita
hadapi adalah bagaimana dalam masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya dapat
mempertinggi tingkat kehidupan ekonomi disamping membina suatu kehidupan sosial dan politik
yang demokratis.pada pokok masalah ini berkisar pada penyusunan suatu sistem politik dimana
kepemimpinaan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi serta nation building,
dengan partisipasi rakyat seraya menghindarkan timbulnya diktator.
Pemilihan umum juga menunjukkan seberapa besar partisipasi politik masyarakat,
terutama di negara berkembang. Kebanyakan negara ini ingin cepat mengadakan pembangunan
untuk mengejar keterbelakangannya, karena dianggap bahwa berhasil-tidaknya pembangunan
banyak bergantung pada partisipasi rakyat. Ikut sertanya masyarakat akan membantu penanganan
masalah-masalah yang ditimbulkan oleh perbedaan-perbedaan etnis, budaya, status sosial,
ekonomi, budaya, dan sebagainya. Integritas nasional, pembentukan identitas nasional, serta
loyalitas terhadap negara diharapkan akan ditunjang pertumbuhannya melalui partisipasi politik.
Di beberapa negara berkembang partisipasi yang bersifat otonom, artinya lahir dari mereka
sendiri, masih terbatas. Di beberapa negara yang rakyatnya apatis, pemerintah menghadapi
masalah bagaimana meningkatkan partisipasi itu, sebab jika partisipasi mengalami jalan buntu ,
dapat terjadi dua hal yaitu “anomi” atau justru “ revolusi”. Maka melalui pemilihan umum yang
sering didefenisikan sebagai “ pesta kedaulatan rakyat”, masyarakat dapat secara aktif
menyuarakan aspirasi mereka baik itu ikut berpartisipasi dalam kegiatan partai, ataupun
“menitipkan” dan “mempercayakan” aspirasi mereka pada salah satu partai peserta PEMILU yang
dianggap dapat memenuhi , serta menjalankan aspirasi masyarakat tyang telah dipercayakan pada
partai tersebut.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dan juga sebagai demokrasi yang sedang
berusaha mencapai stabilitas nasional dan memantapkan kehidupan politik juga mengalami
gejolak-gejolak sosial dan politikdalam proses pemilihan umum. Hal inilah yang menjadi latar
belakang penulis dalam menulis makalah (papers) ini, selain sebagai pemenuhan tugas sistem
politik indonesia. Dalam perkembangan kehidupan politiknya, indonesia selalu berusaha
memperbaharui sistem pemlihan umumbaik itu dengan mengadopsi sistem yang ada di dunia barat
( walaupun tidak semuanya bekerja efektif di dalam negeri kita) untuk mencapai stabilitas nasional
dan politik.

2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Apakah yang dimaksud dengan pemilihan umum?
2) Apa itu sistem pemilihan umum?
3) Bagaimanakah jalannya sistem pemilihan umum di Indonesia yang transparan adil dan jujur?
4) Apa sistem pemilihan umum yang cocok di terapkan di Indonesia?

3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan pemilihan umum.
2) Untuk mengetahi apa itu sistem pemilihan umum
3) Untuk mengetahui jalannya sistem pemilihan umum di Indonesia
4) Untuk mengetahui sistem pemilihan umum yang cocok di terapkan di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pemilihan Umum
Salah satu wujud demokrasi adalah dengan Pemilihan Umum. Dalam kata lain, Pemilu
adalah pengejawantahan penting dari “demokrasi prosedural”. Berkaitan dengan ini, Samuel P.
Huntington dalam Sahid gatara (2008: 207) menyebutkan bahwa prosedur utama demokrasi adalah
pemilihan para pemimpin secara kompetitif oleh rakyat yang bakal mereka pimpin. Selain itu,
Pemilu sangat sejalan dengan semangat demokrasi secara subtansi atau “demokrasi subtansial”,
yakni demokrasi dalam pengertian pemerintah yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Artinya, rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi.
Pemilu adalah lembaga sekaligus prosedur praktik politik untuk mewujudkan kedaulatan
rakyat yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan (representative
government). Secara sederhana, Pemilihan Umum didefinisikan sebagai suatu cara atau sarana
untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan pemerintahan.
Dalam pemilihan umum, biasanya para kandidat akan melakukan kampanye sebelum
pemungutan suara dilakukan selama selang waktu yang telah dientukan. Dalam kampanye tersebut
para kandidat akan berusaha menarik perhatian masyarakat secara persuasif, menyatakan visi dan
misinya untuk memajukan dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat.

2. Tujuan Pemilihan Umum


Tujuan diselenggarkannya Pemilihan Umum adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil
daerah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan dari
rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.
3. Manfaat Pemilu
Pemilu dipandang sebagai bentuk paling nyata dari kedaulatan yang berada di tangan
rakyat serta wujud paling konkret partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena
itu,sistem dan penyelenggaraan pemilu selalu menjadi perhatian utama karena melalui penataan,
sistem dan kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan
pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.

4. Sistem Pemilihan Umum


Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem Pemilihan Umum dengan berbagai
variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:
a. Sistem Distrk
Sistem ini merupakan sistem pemilihan umum yang paling tua dan didasarkan atas
kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya
daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu,
negara dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam dewan perwakilan
rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Calon yang di dalam satu distrik memperoleh suara
terbanyak dikatakan pemenang, sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon-calon lain
dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimanapun kecilnya selisih kekalahannya.
1) Keuntungan Sistem Distrik ·
Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena kursi yang
diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan mendorong partai-partai
untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerja sama, sekurang-
kurangnya menjelang pemilihan umum, antara lain melalui stembus accord.
Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk partai baru dapat dibendung; malahan
sistem ini bisa mendorong ke arah penyederhanaan partai secara alami dan tanpa paksaan.
Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh komunitasnya,
sehingga hubungan denga konstituen lebih erat. Dengan demikian si wakil akan lebih cenderung
untuk memperjuangkan kepentingan distriknya.
Bagi partai besar system ini menguntungkan karena melalui distortion effect dapat meraih
suara dari pemilih-pemilih lain, sehingga memperoleh kedudukan mayoritas. Dengan demikian,
sedikit banyak partai pemenang dapat mengendalikan parlemen.
Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen,
sehingga tidak perlu diadakan koalisi dengan partai lain. hal ini mendukung stabilitas nasional.
Sistem ini sederhana dan mudah untuk diselenggarakan.
2) Kelemahan Sistem Distrik
System ini kurang memperhatikan kepentingan partai-partai kecil dan golongan minoritas,
apalagi jika golongan-golongan ini terpencar dalam berbagai distrik.
Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa partai yang calonnya kalah dalam suatu
distrik kehilangan suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang
tidak diperhitungkan sama sekali, atau terbuang sia-sia. Dan jika banyak partai mengadu kekuatan,
maka jumlah suara yang hilang dapat mencapai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak
adil terhadap partai dan golongan yang dirugikan.
Sistem distrik dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang plural karena terbagi dalam
kelompok etnis, religius, dan tribal, sehingga menimbulkan anggapan bahwa kebudayaan nasional
yang terpadu secara ideologis dan etnis mungkin merupakan prasyarat bagi suksesnya sistem ini.
Ada kemungkinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan distrik serta
warga distriknya, daripada kepentingan nasional.
b. Sistem Perwakilan Berimbang atau Sistem proporsional
Sistem ini dianut oleh Indonesia. Pemilu tidaklah langsung memilih calon yang
didukungnya, karena para calon ditentukan berdasarkan nomor urut calon-calon dari masing-
masing parpol atau organisasi social politik (orsospol). Para pemilih adalah memilih tanda gambar
atau lambing sustu orsospol. Perhitungan suara untuk menentukan jumlah kursi raihan masing-
m,asing orsospol, ditentukan melalui pejumlahan suara secara nasional atau penjumlahan pada
suatu daerah (provinsi). Masing-masing daerah diberi jatah kursi berdasarkan jumlah penduduk
dan kepadatan penduduk di daerah yang bersagkutan.
Banyak atau sedikitnya kursi yang diraih adalah ditentukan oleh jumlah suara yang diraih
masing-masing parpol atau orsospol peserta pemilihan umum. Calon terpilih untuk menjadi wakil
rakyat duitenukan berdasarkan nomor urut calon yang disusun guna mewakili orsospol pada
masing-masing daerah. Inilah yang disebut perhitungan suara secara proporsional, bukan menurut
distrik pemilihan (yang pada setiap distrik hanya aka nada satu calon yang terpilih).
1) Keuntungan sistem proporsional
Dianggap lebih representative karena persentase perolehan suara setiap partai sesuai
dengan persentase perolehan kursinya di parlemen. Tidak ada distorsi antara perolehan suara dan
perolehan kursi.
Setiap suara dihitung dan tidak ada yang hilang. Partai kecil dan golongan minoritas diberi
kesempatan untuk menempatkan wakilnya di parlemen. Karena itu masyarakat yang heterogen dan
pluralis lebih tertarik pada system ini.
2) Kelemahan
Kurang mendorong partai-partai yang berintegrasi satu sama lain, malah sebaliknya
cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan diantara mereka. Bertambahnya jumlah partai
dapat menghambat proses integrasi diantara berbagai golongan di masyarakat yang sifatnya
pluralis. Hal ini mempermudah fragmenrasi dan berdirinya partai baru yang pluralis.
Wakil rakyat kurang erat hubungannya dengan konstituennya, tetapi lebih erat dengan
partainya (termasuk dalam hal akuntabilitas). Peranan partai lebih menonjol daripada kepribadian
seorang wakil rakyat. Akibatnya, system ini member kedudukan kuat kepada pimpinan partai
untuk menentukan wakilnya di parlemen melaluin Stelsel daftar (List System).
Banyaknya partai yang bersaing mempersukar satu partai untuk mencapai mayoritas di
parlemen. Dalam system pemerintahan parlementer, hal ini mempersulit terbentuknya
pemerintahan yang stabil karena harus mendasarkan diri pada koalisi.

5. Periodesasi Sistem Pemilu Indonesia


a. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1958)
Sebenarnya pemilu sudah direncanakan sejak bulan oktober 1945, tetapi baru dilaksanakan
oleh kabinet Burhanuddin Harahap pada tahun 1955. Sistem pemilu yang digunakan adalah sistem
proporsional. Pada waktu sistem itu, sebagaimana yang dicontohkan oleh Belanda, merupakan
satu-satunya sistem pemilu yang dikenal dan dimengerti oleh para pemimpin negara. Pada pemilu
ini pemungutan suara dilakukan dua kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota DPR pada
bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember.
Sistem yang digunakan pada masa ini adalah sistem proporsional.
Pemilihan umum dilakukan dalam suasana khidmat, karena merupakan pemilihan pertama
sejak awal kemerdekaan. Pemilihan umum berlangsung secara demokratis, tidak ada pembatasan
partai, dan tidak ada usaha interversi dari pemerintah terhadap partai-partai sekalipun kampanye
berlangsung seru, terutama antara Masyumi dan PNI. Serta administrasi teknis berjalan lancar dan
jujur.
Pemilihan umum menghasilkan 27 partai dan satu partai perseorangan, dengan jumlah total
257 kursi. Namun stabilitas politik yang diharapkan dari pemilihan umum tidak terwujud. Kabinet
Ali (I dan II) yang memerinth selama 2 tahun dan yang terdiri atas koalisi tga besar ,namun ternyata
tidak kompak dalam menghadapi persoalan, terutama yang terkait dengan konsepsi presiden yang
diumumkan pada tanggal 21 Februari 1957.
Namun stabilitas politik yang sangat diharapkan dari pemilu tidak terwujud. Kabinet Ali (I
dan II) yang memerintah selama dua tahun dan yang terdiri atas koalisi tiga besar: Masyumi, PNI,
dan NU ternyata tidak kompak dalam menghadapi beberapa persoalan terutama yang terkait
dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi Parlementer berakhir.
b. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Sesudah mencabut maklumat pemerintah November 1945 tentang kebebasan mendirikan
partai , presiden soekarno mengurangi jumlah partai menjadi 10. Kesepuluh ini antara lain : PNI,
Masyumi,NU,PKI, Partai Katolik, Partindo,Partai Murba, PSIIArudji, IPKI, dan Partai Islam,
kemudian ikut dalam pemilu 1971 di masa orde baru. Di zaman demokrasi terpimpintidak
diadakan pemilihan umum.
c. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Sesudah runtuhnya rezim demokrasi terpimpin yang semi otoriter ada harapan besar
dikalangan masyarakat untuk dapat mendirikansuatu sistem politik yang demokratis dan stabil.
Salah satu caranya ialah melalui sistem pemilihan umum. pada saat itu diperbincangkan tidak
hanya sistem proporsional yang sudah dikenal lama, tetapi juga sistem distrik yang di Indonesia
masih sangat baru.
Pendapat yang dihasilkan dari seminar tersebut menyatakan bahwa sistem distrik dapat
mengurangi jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan harapan partai-partai kecil
akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam usaha meraih kursi dalam suatu distrik.
Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan akan membawa stabilitas politik dan pemerintah
akan lebih berdaya untuk melaksanakan kebijakan-kebijakannya, terutama di bidang ekonomi.
Jika meninjau sistem pemilihan umum di Indonesia dapat ditarik berbagai kesimpulan.
Pertama, keputusan untuk tetap menggunakan sistem proporsional pada tahun 1967 adalah
keputusan yang tepat karena tidak ada distorsi atau kesenjangan antara perolehan suara nasional
dengan jumlah kursi dalam DPR. Kedua, ketentuan di dalam UUD 12945 bahwa DPR dan presiden
tidak dapat saling menjatuhkan merupakan keuntungan, karena tidak ada lagi fragmentasi karena
yang dibenarkan eksistensinya hanya tiga partai saja. Usaha untuk mendirikan partai baru tidak
bermanfaat dan tidak diperbolehkan. Dengan demikian sejumlah kelemahan dari sistem
proporsional telah teratasi.
Namun beberapa kelemahan masih melekat pada sistem politik ini. Pertama, masih kurang
dekatnya hubungan antara wakil pemerintah dan konstituennya tetap ada. Kedua, dengan
dibatasinya jumlah partai menjadi tiga telah terjadi penyempitan dalam kesempatan untuk memilih
menurut selera dan pendapat masing-masing sehingga dapat dipertanyakan apakah sipemilih
benar-benar mencerminkan, kecenderungan, atau ada pertimbangan lain yang menjadi
pedomannya. Ditambah lagi masalah golput, bagaimanapun juga gerakan golput telah
menunjukkan salah satu kelemahan dari sistem otoriter orde dan hal itu patut dihargai.
Karena gagal menyederhanakan sistem partai lewat sistem pemilihan umum, Presiden
Soeharto mulai mengadakan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan
pertama yang dilakukan adalah mengadakan fusi diantara partai-partai, mengelompokkan partai-
partai dalam tiga golongan yaitu Golongan Spiritual (PPP), Golongan Nasional (PDI), dan
Golongan Karya (Golkar). Pemilihan umum tahun1977 diselenggarakan dengan menyertakan tiga
partai, dalam perolehan suara terbanyak Golkar selalu memenangkannya.
d. Zaman Reformasi (1998-sekarang)
Seperti dibidang-bidang lain, reformasi membawa beberapa perubahan fundamental.
Pertama, dibukanya kesempatan kembali untuk bergeraknya partai politik secara bebas, termasuk
medirikan partai baru. Kedua, pada pemilu 2004 untuk pertama kalinya dalam sejarah
indonesiadiadakan pemilihan presiden dan wakil presiden dipilih melaluiMPR. Ketiga,
diadakannya pemilihan umum untuk suatu badan baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah yang akan
mewakili kepentingan daerah secara khusus. Keempat, diadakannya “electoral thresold “ , yaitu
ketentuan bahwa untuk pememilihan legislatif setiap partai harus meraih minimal 3% jumlah kursi
anggota badan legislatif pusat.
Ada satu lembaga baru di dalam lembaga legislatife, yaitu DPD ( dewan perwakilan daerah
). Untuk itu pemilihan umum anggota DPD digunakan Sistem Distrik tetapi dengan wakil banyak
( 4 kursi untuk setiap propinsi). Untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD digunakan system
proposional dengan daftar terbuka, sehingga pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung
kepada calon yang dipilih. Dan pada tahun 2004, untuk pertama kalinya diadakan pemilihan
presiden dan wakil presiden secara langsung, bukan melalui MPR lagi.

6. Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia


a. Pemilu 1995
Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia dan
diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yangpaling
demokratis.
Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif;
beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia)
khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan
polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan.
Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.
Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Jumlah kursi
DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali
lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah. Pemilu ini
dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali
Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah
dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
b. Pemilu 1971
Pemilihan Umum pertama sejak orde baru atau Pemilu kedua sejak Indonesia merdeka,
yakni Pemilu 1971 diikuti oleh 10 Organisasi Peserta Pemilu (OPP), yakni 9 partai politik dan satu
Golongan Karya. Undang-undang yang menjadi landasan hukumnya adalah UU No. 15 tahun 1969
tentang Pemilihan Umum dan UU No. 16 tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan PR, DPR
dan DPRD.
c. Pemilu 1977
Pemilu 1977 diselenggarkan dengan berlandaskan pada Undang-Undang No. 4 tahun1975 tentang
Pemilihan Umum pengganti UU No. 15 tahun 1969, dan UU No. 5 tahun 1975 pengganti UU No.
16 tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan PR, DPR dan DPRD. Selain kedua UU tersebut,
Pemilu 1977 juga menggunakan UU No. 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan karya.
Berdasarkan ketiga UU itulah diselenggarakan Pemilihan Umum pada tanggal 3 Mei 1977 dengan
diikuti oleh 3 Organisasi Peserta Pemilu (OPP), yakni dua Partai Politik dan satu Golongan Karya.
d. Pemilu 1982
Dengan UU No. 2 tahun 1980 pengganti UU No. 4 tahun 1975 tentang Pemilihan Umum,
Indonesia kembali menyelenggarakan Pemilihan Umumnya yang keempat pada tanggal 4 Mei
1982.
e. Pemilu 1987
Dengan UU No. 1 tahun 1985 penggantinUU No. 2 tahun 1980, Indonesia
menyelenggarakan Pemilihan Umum yang kelima tahun 1987. Pemungutan suara Pemilu 1987
secara serentak dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987.
f. Pemilu 1992
Mengingat UU No. 1 yahun 1985 ini dianggap masih sesuai dengan perkebangan politik
Orde Baru, tahun 1992 diselenggarakan Pemilu keenam di Indonesia berdasarkan paying hokum
yang sama dengan paying hokum Pemilu sebelumnya. Pemungutan suara diselenggarakan secara
serentak pada tanggal 9 Juni 1992.
g. Pemilu 1997
Dengan payung hukum (undang-undang Pemilu) yang sama dengan Pemilun sebelumnya,
Indonesia kembalinmenyelenggarakan Pemilu yang ketujuh.
h. Pemilu 1999
Pemilihan Umum 1999 ditujukan untuk memilih anggota DPR dan DPRD. Pemungutan
suaranya dilaksanakan pada taggal 7 Juni 1999. Pemilu ini diikuti oleh 48 Partai dengan
berlandaskan UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik dan Ubdang-Undang No. 3 tahun 1999
tentang Pemilihan Umum. Pemilu 1999 ini disebut oleh banyak kalangan sebagai Pemilu paling
Demokratis setelah Pemilu 1955. Cara pembagian kursi hasil Pemilu kali ini tetap menggunakan
system proporsional dengan mengikuti Varian Roget. Dalam system ini, sebuah partai
memperoleh kursi seimbang dengan suara yang diperolehnya di daerah pemilihan, termasuk
perolehan kursi berdasarkan the largest remainder.
i. Pemilu 2004
Pemilu ini berbeda dengan pemilu sebelumnya, termasuk Pemilu 1999. Hal ini dikarenakan
selain demokratis dan bertujuan memilih anggota DPR dan DORD, Pemilu 2004 juga memilih
Dewan Perwakilan daerah (DPD) dan memilih Presiden dan Wakil Presiden tidak dilakukan secara
terpisah. Pada Pemilu ini, yang terpilih adalah pasangan calon (pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden). Bukan calon Presiden dan calon Wakil Presiden secara terpisah.
j. Pemilu 2009
Sama halnya dengan Pemilihan Umum 2004, Pemilihan Umum 2009 juga dibagi menjadi
tiga tahapan.
a) Tahap pertama merupakan Pemilihan Umum yang ditujuan untuk memilih anggota DPR, DPD
dan DPRD, atau biasa disebut Pemilu Legislatif 2009. Pemilu ini diikuti oleh 38 partai yang
memenuhi criteria untuk ikut serta dalam Pemilihan Umum 2009. Pemilu ini diselenggarakan
secara serentak di hamper seluruh wilayah Indonesia pada Tanggal 9 April 2009, yang seharusnya
dijadwalkan berlangsung tanggal 5 April 2009.
b) Tahap kedua atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran pertama adalah untuk memilih
pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Tahap kedua ini dilaksanakan pada
tanggal 8 Juli 2009.
c) Tahap ketiga atau Pemilu Presidan dan Wakil Presiden tahap puturan kedua adalah babak terakir
yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap kedua, belum ada pasangan calon yang mendapatkan
suara lebih dari 50% (bila keadaannya demikian, dua pasangan calon yang mendapatkan suara
terbanyak akan diikutsertakan pada Pemilu Presiden putaran kedua. Akan tetapi apabila pada
Pemilu Presiden putaran pertama sudah ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50
persen, pasangan calon tersebut akan langsung diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Tahap ketiga ini dilaksanakan pada taggal 8 September 2009.

7. Asas-asas Pemilihan Umum


Meskipun Undang-Undang Politik tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dari Pemilu ke
Pemilu beberapa kali mengalami perubahan, perubahan itu ternyata tidak bersifat
mendasar. Secara umum, asas-asas dari Pemilu ke Pemilu di Indonesia dapat digambarkan sebagai
berikut :
a) Langsung, yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara
langsung, sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
b) Umum, yaitu pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan
undang-undang berhak mengikuti Pemilu. Pemilihan yang bersifat umum menjamin kesempatan
yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama,
ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan status sosial.
c) Bebas, yaitu setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa
tekanan dan paksaan dari pihak manapun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara
dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai kehendak hati nuarani dan kepentingannya.
d) Rahasia, yaitu dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan
diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat
suara tanpa dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.
e) Jujur, yaitu setiap penyelenggara Pemilu, aparat pemerintah, peserta Pemilu, pengawas Pemilu,
pemantau Pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
f) Adil, yaitu setiap pemilih dan peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari
kecurangan pihak mana pun.
8. Sistem Pemilihan Umum Yang Cocok Untuk Indonesia
Pemilihan umum merupakan proses politik yang secara konstitusional bersifat nyata bagi
negara demokrasi. Sebagai sistem, demokrasi nyata-nyatanya telah teruji dan diakui paling
realistik san rasional untuyk mewujudkan tatanan soaial, politik, ekonomi yang populalis, adil dan
beradab, kendati bukan tanpa kelemahan. Begitu tak terbantahkannya tesis-tesis demokrasi
sehingga hampir semua penguasa otoriter dan tiran menyebut sitem yang digunakannya sebagai
sistem demokratis.
Disamping menjadi prasyarat demokrasi, pemilu juga menjadi pintu masuk atau tahap awal
dari proses perkembangan demokratis. Perjalanan panjang Indonesia dalam menyelenggarakan
pemilu sejak tahun 1955 memberi pelajaran berharga untuk menata kehidupan bangsa kedepan
menuju kehidupan yang lebih baik. Bangsa Indonesia mempunyai komitmen yang kuat untuk
menyelenggarakan pemilu 2004 dengan format berbeda dengan sebelumnya, sehingga azas
langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dapat dilaksanakan secara benar, konsekuen dan
dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum, moral, maupun politis.
Dilihat dari sisi keanekaragaman masyarakat Indonesia dan kondisinya saat ini sistem
proporsional tertutup lebih cocok. Mengutip pendapat dari Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk
pemilu dan demokrasi (PERLUDEM) bahwa sistem pemilu proprosional untuk fenomena politik
Indonesia saat ini lebih menguntungkan. Walaupun sistem pemilu tidak ada yang terbaik untuk
suatu negara, yang terpernting adalah mencari sistem pemilu yang cocok dan pas dengan suatu
negara. Sebelum memutuskan hal tersebut , juga harus pas dengan instrumen yang lain. Dengan
sistem proprosional tertutup nanti biaya bisa ditekan karena partai politik menjadi satu-satunya
pengendali dana kampanye. Selain itu juga bisa menutup terbukanya peluang persaingan yang
tidak sehat antara para caleg. Bukan berarti sistem proporsional tertutup itu tanpa prasyarat, kalau
tidak nantinya akan terjadi oligarkhi. Meski dibilang tertutup bukan berarti publik tidak tahu sama
sekali. Tetap ada daftar caleg yang disampaikan kepada KPU untuk diumumkan. Sistem
parliamentary thresold (PT) akan mengurangi drastis jumlah partai di parlemen. Namun dalam
multipartai sederhana tidak berkaitan dengan besaran parliamentary thresold . tujuan adanya PT
adalah ingin menyederhanakan partai dan juga proprosionalitas.
Yang diperketat untuk pemerintahan efektif adalah ambang batas fraksi di parlemen
ketimbang angka PT tinggi. Makin tinggi PT maka indeks ketidak proporsionalan makin tinggi.
Selain itu perlu adanya transparansi keuangan partai. Sebelumnya, memena setiap pemilu rasanya
negeri ini diancam taring-taring perbedaan landasan yang menjadi basis setiap organisasi pesreta
pemilu. Yang satu mengatasnamakan agama, yang satu mengatasnamakan pancasila dan yang
satunya lagi mengatasnamakan nasionalis. Meski ketiganya juga bersikeras sebagai kekuatan
politiik pancasila. Kompetensi politik dengan demikian lebih mempunyai potensi untuk
terbentuknya konflik politik. Tidak ada yang lebih mengerikan bagi setiap negara berkembang dari
pada itu.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Di kebanyakan negara demokrasi, pemilu dianggap sebagai lambang dan tolak ukur
demokrasi. Pemilu yang terbuka, bebas berpendapat dan bebas berserikat mencerminkan
demokrasi walaupun tidak beguitu akurat. Pemilihan umum ialah suatu proses pemilihan orang-
orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Dalam ilmu politik dikenal berbagai macam
sistem pemilu dengan berbagai variasi, tetapi umumnya berkisdar pada dua prinsip pokok, yaitu :
sistem distrik dan sistem proprosional.
Sejak awal kemerdekaan Indonesia telah mengalami pasang surut dalam sistem pemilu.
Dari pemilu terdahulu hingga sekarang dapat diketahui bahwa adanya upaya untuk mencari sistem
pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia . sejak awal pemerintahan yaitu demokrasi
parlementer, terpimpin, pancasila dan reformasi, dalam kurun waktu itulah Indonesia telah banyak
mengalami transformasi politik dan sistem pemilu.
Melihat fenomena politik Indonesia, sistem pemilihan umum proprosinal tertutup memang
lebih menguntungkan , tetapi harus diikuti dengan transparansi terhadap publik kalau tidak akan
menimbulkan oligarki pemerintahan. Pada akhirnya konsilidasi partai politik dan sistem pemilihan
umum sudsah berjalan denganm baik. Akan tetapi, itu belum berarti kehidupan kepartaian
Indonesia juga sudah benar-benar siap untuk memasuki zaman global. Sejumlah kelemahan yang
bisa diinventarisir dari kepartaian kita adalah rekrutmen politik, kemandirian secara pendanaan,
kohesivitas internal,dan kepemimpinan.
Dari materi diatas setidaknya ada beberapa poin yang dapat disarikan dalam tema singkat
tentang “pemilu” ini:
a. Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
b. Dalam pembagian tipe demokrasi modern, saat ini Negara Republik Indonesia sedang berada
dalam tahap demokrasi dengan pengawasan langsung oleh rakyat. Pengawasan oleh rakyat dalam
hal ini, diwujudkan dalam sebuah penyelenggaraan pemilu yang demokratis.
c. Disusunnya undang-undang tentang pemilu, partai politik, serta susunan dan kedudukan lembaga
legislatif yang baru menjadikan masyarakat kita lebih mudah untuk memulai belajar berdemokrasi.
d. Cepat atau lambat, rakyat Indonesia akan dapat memahami bagaimana caranya berdemokrasi yang
benar di dalam sebuah republik.
e. Pemahaman ini akan timbul secara bertahap seiring dengan terus dijalankannya proses pendidikan
politik, khususnya demokrasi di Indonesia, secara konsisten.

2. Saran
Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan kehidupan politik Indonesia semakin
kompleks. Diharapkan dengan semakin banyaknya pengalaman dan perkembangan politik
Indonesia dapat menciptakan stabilitas nasional. Tugas pembangunan kehidupan politik pada masa
yang akan datang bukan hanya tugas partai politik saja, tetapi semua elemen pemerintahan dan
tidak ketinggalan masyarakat juga harus ikut berpartisipasi mengembangkan perpolitikan di
Indonesia. Manejemen dan kepemimpinan juga haruis terus ditingkatkan, ongkos politik yang
tidak terlalu mahal dan transparansi terhadap publik harus dekembangkan dan ditumbuhkan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara agar stabilitas nasional dan politik kita semakin kokoh.
Bagi pemerintah, hendaknya merumuskan kebijakan mengenai Pemilu dengan sebaik-
baiknya, menyeleksi jumlah partai dengan ketat, dan melakukan sosialisasi politik secara
maksimal kepada masyarakat dan sebaiknya pemerintah membuat pembenahan misalnya
pendidikan dan pemberian informasi yang lengkap terhadap masyarakat sebagai pemilih.
Bagi partai politik, hendaknnya memaksimalkan fungsi-fungsi partai yang berkaitan
dengan komunikasi, partisipasi, dan sosialisasi untuk melakukan pendidikan politik kepada
masyarakatdan tidak melakukan praktek money politic.
Bagi masyarakat, supaya tidak mau menerima praktek money politic yang dilakukan oleh
partai politik, agar tidak menyesal untuk kedepannya dan tidak golput dalam pemilihan dan juga
harus peka terhadap partai politik.
Bagi praja, seharusnya praja lebih peduli terhadap informasi terkait dengan perkembangan
perpolitikan di Indonesia untuk meningkatkan pandangan dan pemikiran aktual mengenai kondisi
bangsa sehingga dapat menularkan ilmu yang didapat kepada orang-orang yang disekitarnya yang
belum mengerti tentang pemilu.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (edisi revisi), Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2008
Prihatmoko dkk, Menang Pemilu Ditengah Oligarki Partai, Pustaka Pelajar,Yogyakarta, 2008

Internet/Website
http://www.academia.edu/8312446/Makalah_Demokrasi_dan_Pemilu_di_Indonesia
http://blognyapakarilmu.blogspot.com/2014/10/contoh-makalah-pemilu.html
http://www.pemilu.com/berita/2014/11/lagi-dkpp-pecat-penyelenggara-pemilu/
http://www.distrodoc.com/3205-makalah-sistem-pemilihan-umum-di-indonesia
http://sensorku.blogspot.com/2013/10/makalah-tentang-pemilu.html

Anda mungkin juga menyukai