Anda di halaman 1dari 6

1

RESUME

MASYARAKAT SEBAGAI PRODUK SENI:


Seni Sebagai Kritik Sosial

(Sumber: Hauser, Arnold. 1982:308-328. The Sosiology of Art, Chicago and


London: The University of Chicago Press)

Ida Nurul Chasanah

Seni selalu berada dalam konteks pencapaiannya sendiri, sementara sains terus

berputar-putar pada keadaan tak pernah ada penyelesaian tuntasnya. Pada waktu

masyarakat Yunani mengklasifikasikan bahwa tidak ada bidang seperti seni sebagai

alat yang berhubungan dengan pendidikan yang lebih bebas dan ekspresif daripada

tradisi Plato dan pernyataannnya sebagai seorang filosofi, ketika itu di sana tidak ada

lagi kekurangan, orang yang menentang kepada seni. Hal tersebut sangat berguna bagi

pengetahuan estetis. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, perbaikan

moral, dan perbaikan masyarakat. Argumen Plato dengan kebiasaan dustanya dari

paham ilusi dan pengkhianatannya dari ide-ide yang sejak lama menjadi tidak relevan;

Thesisnya tentang kenikmatan, gambaran artistic dan kecocokan untuk pikiran yang

memabukkan, menurun dan dipihak lain diutamakan kebenarannya.

Pertahanan Byzantine dengan teorinya diambil dari doktrin Plato, ide dan

pertentangannya. “Pemujaan berhala” yang dimaksudkan sebagai gambaran ibadah

dari kespriritualan yang bersifat keTuhanan, permusuhan dari semua aliran dari Zaman
2

Pertengahan dan dari banyak reformis, prinsip Plato adalah rasional dan idealistik,

dinyatakannya untuk memperluas pikiran yang berkembang. Bagaimanapun rasional

dan realistik bertentangan lagi dengan gereja Roman. Latar belakang ideologi

perjuangan menjadi dan malah menjadi bersih di rangkaian perkembangan sejarah dan

hal ini tidak diragukan dalam rangka pencerahan, ketika peraturan dari platonism,

dengan seni sebagai musuhnya telah diambil alih oleh Rousseau dengan

permusuhannya dengan kebudayaan. Sejak itu, ada kecenderungan seni dipakai untuk

berpolitik, sehingga penyajiannya menjadi dicurigai, meskipun terkadang seni juga

dipakai untuk upaya perdamaian.

Estetis barat lebih berkembang dan terjadi pergulatan untuk dominasi kehidupan oleh

seni yang berkembang. Dengan segala perlawanan, keberatan, dan keraguan seni

berkembang dengan kreasi individu. Hal ini terlihat ketika berbicara tentang dugaan

yang kurang antara estetik dan efek praktikal, orang orang sedikit berpikir tentang

fakta bisa lebih cerah dari artistik, pikiran yang berarti ada seni yang digunakan seperti

kebalikan, dengan nama dan kemungkinan intensifikasi nilai estetis bisa berkurang

atau mencegah moral mereka. Ini adalah periode kebingunan estetik. Sebuah ide yang

akan datang yaitu seni dari sang master yang telah membangun dirinya dan

pengetahuan itu efek dari perkembangan seni dengan artistik yang bermanfaat. Pada

pertengahan abad, tidak ada moral yang dianggap sebagai kualitas estetik. Misal,

pikiran mereka harus lebih sensitif dan terlihat lebih berbeda diantara nilai-nilai

lainnya. Ilmu keagamaan yang menolak di setiap kondisi dan duniawi sebaik mungkin.
3

Seperti peraturan spiritual yang mana dimaksudkan untuk digunakan dalam arti

propaganda bukanlah menilai berdasarkan nilai estetisnya. Hanya seperti penolakan

terhadap seni yang tidak memerlukan tanda dari ketidakmauan untuk daya tariknya,

jadi majikan artistik dan pelindung seni tidaklah selalu orang yang ahli dalam seni.

Berlawanan dengan iconoclasm, yang menolak seni dari awal, itu bukanlah di dalam

pikiran sosiologi, para astetikus, siapa yang menilai kehidupan berdasarkan ukuran

dari seni dan meninggalkan kehidupan demi untuk kesenian. Memang, mereka

mengingkari dan menumbangkan hubungan langsung apa saja antar seni dan

kemasyarakatan, mereka yang terdapat di tempat yang sama seperti apostles.

Dari pembagian nilai nilai, tidak ada dari mereka yang percaya bahwa didalam

pengetahuan estetis manusia atau kemungkinan untuk membentuk masyarakat seni.

Karena keduanya estetis dan iconoclasm dipisahkan dari dua lainnya, tidak ada yang

demikian yang bisa diambil tempatnya. Seni menyatakan dirinya seperti keefektifan

dengan masyarakat di dalam positif atau negatif, merusak atau membangun,

apologetic atau kritikan hanya ketika ditujukan kepada fakta. Tapi bukan ketika hal ini

ditemukan dirinya berhadapan dikekosongan sosial oleh manusia, seperti estetik dan

iconoclast yang diimpikan. Seni itu tidak ada yang menyehatkan atau berbahaya, tapi

dengan tanda yang sama, tidak ada kekhususan dalam style atau kualitas yang unik

yang mana itu dapat membuktikan berbahayanya atau bergunanya bagi satu sama lain.

Dari beberapa kondisi itu bagaimanapun, seni tidak hanya menggambarkan realitas
4

sosial., tetapi juga celaan masyarakat. Hal ini dibentuk untuk diagnosa dan obat obatan

dari berbagai penyakit.

Bagian dari seni yang dimainkan dalam ormas kemasyarakatan tidak selalu penting

dan membimbing. Master Yunani dan kastil berhantu bukanlah leonardo dan

micheleangelo, rubens dan rembrandt. Tidak juga kebanyakan manipulator dari virus

estetik sejak umum, seprti lebrun atau vandyke, yang merubah karakteristik dari

kebanyakan masyarakat fundamental dan nyata, tetapi kritik sosial seperti breughel,

callot, hoghart, goya, millet, dan daumier. Di tempat mereka, sebuah pertanyaan

tentang kritik sosial di dalam sistem sosial seperti keseluruhan atau di kelas individual,

keterangan institusi dan konvensi, penyalahgunaan, dan bahan cusation yang dibuat

dan diberikan dari percobaan untuk merusak kemasyarakatan dengan bersih dan lebih

sukses daripada yang pertama dan terkemuka, yang mana tepatnya diterima apa yang

ada didalam kemasyarakatan atau dukungan apa yang sedang diproses untuk

dikembangkan. Di dalam kecenderungan yang dibawakan untuk menyuluhi yang

mana telah siap untuk diberikan kepada masyarakat. Pekerjaan ini adalah hasil dan

bukanlha penghasil dari keadaan. Hanya di dalam jangka panjang, seperti reaksinya

sejak masyarakat dengan pergerakannya telah diterima darinya dan dipersiapkan. Oleh

adanya pembantahan dan konflik. Seperti halnya, di setiap kritik sosial, mengingatkan

dirinya akan masyarakat yang kritis.. Matthew Arnold rupanya tidak berpikir dari

beberapa macam kritik sosial. Dalam pengertian ini ketika dia memanggil kesustraan

”criticism of life”. Dia khawatir dengan penggantian dari beberapa sistem sosial
5

dengan sistem lainnya, tidak dengan pemeriksaaan dari kekurangan yang bisa dilepas

dari semuanya. Dia cukup percaya bahwa kesustraan dari awal dan tanpa pengertian

untuk mencari idealnya, adanya khayalan dan adanya keadaan untuk tidak bisa

mengubah kebohongan dirinya sendiri, berdasarkan sama sama berperan pasif dalam

sebuah proses. Kesustraan telah sedikit dirubah di intisarinya oleh kehidupan seperti

kehidupan oleh kesustraan. Kehidupan mengingatkan. Objek yang membutuhkan

kritikan, kesustran adalah organ dari kesenian. Menurut Oscar Wildes, bahwa seni

tidak menyama-nyamai kehidupan tapi rupanya sifat buruk ini berpindah ke level yang

sungguh berbeda dari keputusan kesustraan yaitu ”criticism of life”.

Orang orang memperingatkan dan tepatnya menikmati keindahan alam, kesadaran

ditubuhnya, merasa bahwa kehidupan di kota, telah memiliki daya tarik seperti

kemajuan teknologi. Mereka merasa daya tarik yang mereka temukan juga didalam

penyusutan dunia, hanya setelah pelukis dan penyair telah menemukan fakta untuk

mereka, hanya seperti mereka berhutang pengertian mereka tentang psikologi

(keterlibatan) konflik moral, kepedulian sosial, dan krisis tepatnya kepada penulis

mereka. Fungsi dari seni memberikan pencerahan kehidupan sosial, pikiran

manusiawi, dan pencerahan artistik.

Sementara itu, seni itu normatif dan patut dicontoh bagi masyarakat tidak hanya ketika

mengesahkan ideal dan norma humanistik. Tetapi juga saat itu membuat kebiasaaan

baru, moral, dan penerimaan perasaan, dan penghormatan. Bentuk kehidupan ini tidak
6

lagi berasal dari artistik kreatifitas secara spontan daripada melakukan ideologi yang

dikondisikan oleh kelas tetapi mereka memberikan arti dengan rasa simpati mereka.

Model pengajaran dan kecenderungan rasa, jalan perasaan, dan nilai nilai standard

yang menemukan ekspresi, teori humanism kebingungan, bahwa pemborosan dari

kelakuan, dan konsep kehormatan dari tragedi klasik rationalism dari pencerahan, dan

kedermawaan pada zaman Victorian.

Anda mungkin juga menyukai