Anda di halaman 1dari 16

BAHAN AJAR

SISTEM POLITIK INDONESIA

OLEH:
ARIE SULISTYOKO, S.Sos., MH
NIP. 197901182005011004

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
BANJARMASIN
2014
BAB I
PENGANTAR SISTEM POLITIK INDONESIA

A. PENGERTIAN DAN DEFINISI SERTA RUANG LINGKUP SISTEM


1. Pengertian Sistem
Secara Etimologis, Sistem Politik Indonesia berasal dari tiga kata yaitu Sistem, Politik dan
Indonesia. Sistem berasal dari bahasa yunani, yaitu “sistema” yang berarti :
a. Suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian (Shrode dan Voich, 1974 :P.115)
b. Hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen secara teratur (Awad,
1979 :P.4).
Jadi dengan kata lain “Sistema” itu mengandung arti sehimpunan bagian atau komponen
yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan satu keseluruhan (a whole). Dalam
perkembangannya istilah itu kemudian mengalami pembiasan sehingga memiliki banyak arti,
tergantung pada obyek dan cakupan pembicaraan. Tetapi tiap definisi mewujudkan gagasan dari
sekelompok obyek atau unsur yang berada di dalam hubungan struktural dan karakteristik
masing-masing yang satu sama lain berinteraksi pada dasar karakteristik tertentu.
Istilah “ Sistem “ sebenarnya diadopsi secara analogi dari biologi dan ilmu alam, seperti
misalnya :
a. Sistem Peredaran Darah
b. Sistem Tatasurya
c. Sistem saraf ( Morton R. Davis)
Sistem tatasurya, misalnya, diartikan sebagai mekanisme yang konsisten dari unsur-
unsurnya Seperti diketahui, matahari dikitari oleh sembilan planet. Sembilan planet tersebut,
antara lain bumi, mengitari matahari secara ritmik menurut hukum tertentu , sehingga terjadi
ketertiban dan keteraturan. Satu sama lain berfungsi sehingga tidak menyimpang dari jalannya.
Jadi dalam suatu sistem bisa saja terdapat beberapa sistem kecil ( secondary sistem, subsistems).
2. Definisi Sistem
Beberapa para ahli yang mengemukakan definisi sistem, adalah antara lain :
a. Menurut Campbell (1979 :3), Sistem adalah himpunan komponen atau bagian yang saling
berkaitan yang bersama-sama berfungsi untuk mencapai sesuatu tujuan.
b. Awad (1979 :4), lebih menekankan memasukan unsur rencana kedalamnya, sehingga sistem
adalah sehimpunan komponen atau sub sistem yang terorganisasikan dan berkaitan sesuai
dengan rencana untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu.
c. Konontz dan O,Donnell (1976 : 14), Sistem adalah bukan wujud fisik, melainkan Ilmu
Pengetahuan juga disebut sebagai suatu sistem yang terdiri dari fakta, prinsip, doktrin dan
sejenisnya.
3. Ciri-ciri sistem
Menurut Elias M. Awad (1979:5-8), menyebutkan bahwa ciri-ciri sistem meliputi :
a. Terbuka
b. Terdiri dari dua atau lebih subsistem
c. Saling Ketergantungan
d. Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya
e. Kemampuan untuk mengatur diri sendiri
f. Tujuan dan sasaran
4. Ciri-ciri pokok dari sistem
Sistem mempunyai ciri-ciri pokok sebagai berikut :
a. Setiap sistem mempunyai tujuan.
b. Setiap sistem mempunyai batas (boundaries).
c. Walaupun terbatas sistem memiliki sifat terbuka dalam arti berinteraksi dengan lingkungan.
d. Suatu sistem terdiri dari berbagai unsur atau komponen (sub sistem) yang saling tergantung
dan berhubungan.
e. Setiap sistem melakukan kegiatan atau proses trasformasi atau proses mengubah masukan
menjadi keluaran (processor or transformator).
f. Setiap sistem memiliki mekanisme kontrol dengan memanfaatkan umpan balik. Dengan
demikian setiap sistem mempunyai kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Dengan ciri umum ini jelas, bahwa inti dari sistem adalah berorientasi pada tujuan dan
perilakunya atau segala kegiatannya bertujuan. Maka secara umum tujuan sistem adalah
menciptakan atau mencapai sesuatu yang berharga, sesuatu yang mempunyai nilai.
5. Sistem, Unsur dan tujuan Sistem
Secara sederhana sistem itu merupakan sehimpunan unsur-unsur yang saling berkaitan
untuk mencapai tujuan bersama. Pengertian ini dapat digambarkan dengan beberapa contoh
sistem, unsur-unsurnya, dan tujuannya seperti yang terlihat pada bagan berikut (berdasarkan
Mudrick dan Ross, 1982 dan Bagan, Sistem, Unsur-unsur dan Tujuannya).
B. Pengertian dan definisi Politik
1. Pengertian Politik
Politik berasal dari kata “polis”yang berarti negara dan “Taia” berarti urusan. Jadi apakah
yang dimaksud dengan Sistem Politik? Secara Etimologis, Sistem Politik adalah “Suatu
keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian yang berkaitan dengan urusan negara”.
Atau dengan kata lain, Sistem Politik adalah kumpulan Elemen/unsur yang satu sama lain saling
terkait dalam urusan negara yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka suatu sistem politik memiliki unsur-unsur yang
meliputi;
a. kumpulan elemen/unsur,
b. saling terkait
c. urusan negara,
d. bekerjasama, dan
e. tujuan bersama.
Sejak awal hingga akhir perkembangannya, sekurangnya ada 5 pandangan tentang politik:
a) Politik sebagai usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan
mewujudkan kebaikan bersama
b) Politik sebagai segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan
c) Politik sebagai segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan
kekuasaan dalam masyarakat.
d) Politik sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum
e) Politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan atau mempertahankan sumber-sumber yang
dianggap penting.

2. Definisi Sistem Politik


Menurut Robert A. Dahl, Sistem Politic is as any persistent pattern of human relationship
that involves, to a significant extent, control, influence, power, or authority. Menurut G.A.
Almond, dan G.B. Powell adalah sebagai usaha untuk mengadakan pencarian kearah 1. ruang
lingkup yang lebih luas, 2. realisme, 3. persisi, 4. ketertiban dalam teori politik agar hubungan
yang terputus antara comparative government dengan political theory dapat ditata kembali.
Secara harfiah, Sistem politik adalah kumpulan elemen–elemen dalam urusan Negara yang satu
sama lain saling terkait.
C. Perbedaan Sistem Politik Indonesia dengan Sistem Politik di Indonesia.
Sistem Politik Indonesia adalah sistem Politik yang yang berlaku di Indonesia sedangkan Sistem
politik di Indonesia adalah sistem politik yang pernah berlaku di Indonesia (bersifat sempit)
Konsep-konsep Pokok Kajian Politik dan pengertiannya :

Konsep : Pengertian Konsep :


1. Negara Suatu organisasi dalam suatu wilayah, mempunyai kekuasaan tertinggi
yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.
Sebagai inti dari politik yang memusatkan perhatiannya pada lembaga-
lembaga kenegaraan serta bentuk formalnya.
2. Kekuasaan Kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku
orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan pelakunya.
Semua kegiatan yang menyangkut masalah merebut dan
mempertahankan kekuasaan (perjuangan kekuasaan/power struggle),
dengan tujuan untuk kepentingan seluruh masyarakat.
3. Pengambilan ke - Membuat pilihan diantara beberapa alternatif, menunjukkan kepada
putusan/Decision proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai.
making. Sebagai konsep pokok politik menyangkut keputusan-keputusan yang
diambil secara kolektif dan mengikat bagi seluruh masyarakat.
Keputusan akhirnya menjadi kebijaksanaan Pemerintah.
4. Kebijaksanaan Suatu kumpulan keputusan yang diambil seseorang atau kelompok
Umum (Policy) politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan serta cara untk mencapai
tujuan-tujuan itu. Prinsipnya pengambil kebijaksanaan memiliki
kekuasaan untuk melaksanakannya.
5. Pembagian (distri Pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai dalam masyarakat, yang
bution) ditekankan pada adanya pembagian yang tidak merata, sehingga timbul
konflik. Ketidakmerataan pembagian nilai yang terjadi diteliti dalam
hubungannya dengan kekuasaan dan kebijaksanaan pemerintah.

Jadi, POLITIK tidak sama dengan ILMU POLITIK dan AHLI ILMU POLITIK belum tentu
seorang POLITIKUS atau TOKOH POLITIK.

BAB II
SEJARAH SISTEM POLITIK INDONESIA
Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya.
Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi
diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di dalamnya terdapat
interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik
merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki
tantangan dan tekanan. Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi
pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan
tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas.
Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-
saranan-tujuan dan pengambilan keputusan
Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem adalah
kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai
keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik
zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19
melihat prestasi politik dikuru dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli
politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh
lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.
Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa
dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional.
Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes mengkonversi input
menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara
maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika
datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah
berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian
rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan
dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai
pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah.
3. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku
individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering
memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian
regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang.
4. Kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif
membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat
pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5. Kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output
berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi
masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif.
6. Kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup dalam
dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas
ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas internasional ini
negara kaya atau berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan)
kepada negara-negara berkembang.
Ada satu pendekatan lagi yang dibutuhkan dalam melihat proses politik yaitu pendekatan
pembangunan, yang terdiri dari 2 hal:
a. Pembangunan politik masyarakat berupa mobilisasi, partisipasi atau pertengahan. Gaya
agregasi kepentingan masyarakat ini bisa dilakukans ecara tawaran pragmatik seperti yang
digunakan di AS atau pengejaran nilai yang absolut seperti di Uni Sovyet atau tradisionalistik.
b. Pembangunan politik pemerintah berupa stabilitas politik
PROSES POLITIK DI INDONESIA
Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa
berikut ini:
a) Masa prakolonial
b) Masa kolonial (penjajahan)
c) Masa Demokrasi Liberal
d) Masa Demokrasi terpimpin
e) Masa Demokrasi Pancasila
f) Masa Reformasi
Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek :
a) Penyaluran tuntutan
b) Pemeliharaan nilai
c) Kapabilitas
d) Integrasi vertical
e) Integrasi horizontal
f) Gaya politik
g) Kepemimpinan
h) Partisipasi massa
i) Keterlibatan militer
j) Aparat Negara
k) Stabilitas
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1. Masa prakolonial (Kerajaan)
· Penyaluran tuntutan – rendah dan terpenuhi
· Pemeliharaan nilai – disesuikan dengan penguasa atau pemenang peperangan
· Kapabilitas – SDA melimpah
· Integrasi vertikal – atas bawah
· Integrasi horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan
· Gaya politik - kerajaan
· Kepemimpinan – raja, pangeran dan keluarga kerajaan
· Partisipasi massa – sangat rendah
· Keterlibatan militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang
· Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah
· Stabilitas – stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang
2. Masa kolonial (penjajahan)
· Penyaluran tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi
· Pemeliharaan nilai – sering terjadi pelanggaran ham
· Kapabilitas – melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah
· Integrasi vertikal – atas bawah tidak harmonis
· Integrasi horizontal – harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi
· Gaya politik – penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)
· Kepemimpinan – dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat
· Partisipasi massa – sangat rendah bahkan tidak ada
· Keterlibatan militer – sangat besar
· Aparat negara – loyal kepada penjajah
· Stabilitas – stabil tapi dalam kondisi mudah pecah

3. Masa Demokrasi Liberal


· Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani
· Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi
· Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
· Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
· Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator
· Gaya politik - ideologis
· Kepemimpinan – angkatan sumpah pemuda tahun 1928
· Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
· Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil
· Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai
· Stabilitas - instabilitas

4. Masa Demokrasi terpimpin


· Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
· Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah
· Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
· Integrasi vertikal – atas bawah
· Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,
· Gaya politik – ideolog, nasakom
· Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik
· Partisipasi massa - dibatasi
· Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan
· Aparat negara – loyal kepada negara
· Stabilitas - stabil

5. Masa Demokrasi Pancasila


· Penyaluran tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi
· Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
· Kapabilitas – sistem terbuka
· Integrasi vertikal – atas bawah
· Integrasi horizontal - nampak
· Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan
· Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI
· Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
· Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
· Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)
· Stabilitas stabil

6. Masa Reformasi
· Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi
· Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi
· Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah
· Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
· Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)
· Gaya politik - pragmatik
· Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi
· Partisipasi massa - tinggi
· Keterlibatan militer - dibatasi
· Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah
· Stabilitas - instabil
BAB III
BUDAYA DAN STRUKTUR POLITIK
BUDAYA POLITIK
Budaya politik adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan
politik. Budaya politik berbeda dengan peradaban politik yang lebih dititiktekankan pada
teknologi. Budaya politik dilihat dari perilaku politik masyarakat antara mendukung atau antipati
juga perilaku yang dipengaruhi oleh orientasi umum atau opini publik.
Tipe budaya politik
1. Budaya parokial yaitu budaya politik yang terbatas pada wilayah tertentu bahkan masyarakat
belum memiliki kesadaran berpolitik, sekalipun ada menyerahkannya kepada pemimpin lokal
seperti suku.
2. Budaya Kaula artinya masyarakat sudah memiliki kesadaran terhadap sistem politik namun
tidak berdaya dan tidak mampu berpartisipasi sehingga hanya melihat outputnya saja tanpa
bisa memberikan input.
3. Budaya partisipan yaitu budaya dimana masyarakat sangat aktif dalam kehidupan politik.
4. budaya politik campuran, maksudnya disetiap bangsa budaya politik itu tidak terpaku kepada
satu budaya, sekalipun sekarang banyak negara sudah maju, namun ternyata tidak semuanya
berbudaya partisipan, masih ada yang kaula dan parokial. Inilah yang kemudian disebut
sebagai budaya politik campuran.
Ketika melihat budaya politik di Indonesia kita bisa melihat dari aspek berikut:
a. Konfigurasi subkultur. Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang beragam, namun
semuanya sudah melebur menjadi satu bangsa sehingga tidak muncul kekhawatiran terjadi
konflik. Berbeda dengan india yang subkulturnya sangat beragam bahkan terjadi sekat antar
kasta.
b. Bersifat Parokial kaula. Karena masyarakat Indonesia mayoritas masih berpendidikan rendah
maka budaya politiknya masih bersifat parokial kaula.
c. Ikatan primordial, sentimen kedaerahan masih muncul apalagi ketika Otonomi Daerah
diberlakukan.
d. Paternalisme, artinya masih muncul budaya asal bapak senang (ABS)
e. Dilema interaksi modernisme dengan tradisi. Indonesia masih kuat dengan tradisi namun
modernisme mulai muncul dan menggeser tradisi tersebut sehingga memunculkan sikap
dilematis.
STRUKTUR POLITIK
Politik adalah Alokasi nilai-nilai yang bersifat otoritatif yang dipengaruhi oleh distribusi
serta penggunaan kekuasaan. Kekuasaan berarti kapasitas dalam menggunakan wewenang, hak
dan kekuatan fisik. Ketika berbicara struktur politik maka yang akan diperbincangkan adalah
tentang mesin politik sebagai lembaga yang dipakai untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan jenisnya mesin politik terbagi dua yaitu :
1. Mesin politik Informal
- Pengelompokan atas persamaan sosial ekonomi
· Golongan petani merupakan kelompok mayoritas (silent majority)
· Golongan buruh
· Golongan Intelegensia merupakan kelompok vocal majority
- Persamaan jenis tujuan seperti golongan agama, militer, usahawan, atau seniman
- Kenyataan kehidupan politik rakyat seperti partai politik, tokoh politik, golongan kepentingan
dan golongan penekan.
2. Mesin politik formal
Mesin politik formal berupa lembaga yang resmi mengatur pemerintahan yaitu yang tergabung
dalam trias politika :
- Legislatif
- Eksekutif
- Yudikatif
Fungsi Politik
1. Pendidikan politik
2. Mempertemukan kepentingan atau mengakomodasi dan beradaptasi
3. Agregasi kepentingan yaitu menyalurkan pendapat masyarakat kepada penguasa, disini
penyalurnya berarti pihak ketiga
4. Seleksi kepemimpinan
5. komunikasi politik yaitu masyarakt mengemukakan langsung pendapatnya kepada penguasa
demikian pula sebaliknya.
BAB IV
PERAN PARTAI POLITIK
Sistem politik Indonesia telah menempatkan Partai Politik sebagai pilar utama penyangga
demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa Partai Politik. Karena begitu pentingnya peran
Partai Politik, maka sudah selayaknya jika diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan
mengenai Partai Politik. Peraturan perundang-undangan ini diharapkan mampu menjamin
pertumbuhan Partai Politik yang baik, sehat, efektif dan fungsional. Dengan kondisi Partai
Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk melaksanakan rekrutmen
pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan kontrol sosial yang sehat. Dengan
Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna mendewasakan masyarakat.
Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk memecah belah partai, tapi konflik yang
timbul dicarikan konsensus guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional.
Pentingnya keberadaan Partai Politik dalam menumbuhkan demokrasi harus dicerminkan
dalam peraturan perundang-undangan. Seperti diketahui hanya Partai Politik yang berhak
mengajukan calon dalam Pemilihan Umum. Makna dari ini semua adalah, bahwa proses politik
dalam Pemilihan Umum (Pemilu), jangan sampai mengebiri atau bahkan menghilangkan peran
dan eksistensi Partai Politik. Kalaupun saat ini masyarakat mempunyai penilaian negatif terhadap
Partai Politik, bukan berarti lantas menghilangkan eksistensi partai dalam sistem ketatanegaraan.
Semua yang terjadi sekarang hanyalah bagian dari proses demokrasi.
Menumbuhkan Partai Politik yang sehat dan fungsional memang bukan perkara mudah.
Diperlukan sebuah landasan yang kuat untuk menciptakan Partai Politik yang benar-benar
berfungsi sebagai alat artikulasi masyarakat. Bagi Indonesia, pertumbuhan Partai Politik telah
mengalami pasang surut. Kehidupan Partai Politik baru dapat di lacak kembali mulai tahun 1908.
Pada tahap awal, organisasi yang tumbuh pada waktu itu seperti Budi Oetomo belum bisa
dikatakan sebagaimana pengertian Partai Politik secara modern. Budi Utomo tidak
diperuntukkan untuk merebut kedudukan dalam negara (public office) di dalam persaingan
melalui Pemilihan Umum. Juga tidak dalam arti organisasi yang berusaha mengendalikan proses
politik. Budi Oetomo dalam tahun-tahun itu tidak lebih dari suatu gerakan kultural, untuk
meningkatkan kesadaran orang-orang Jawa.
Sangat boleh jadi partai dalam arti modern sebagai suatu organisasi massa yang berusaha untuk
mempengaruhi proses politik, merombak kebijaksanaan dan mendidik para pemimpin dan
mengejar penambahan anggota, baru lahir sejak didirikan Sarekat Islam pada tahun 1912. Sejak
itulah partai dianggap menjadi wahana yang bisa dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan
nasionalis. Selang beberapa bulan, lahir sebuah partai yang di dirikan Douwes Dekker guna
menuntut kebebasan dari Hindia Belanda. Dua partai inilah yang bisa dikatakan sebagai cikal
bakal semua Partai Politik dalam arti yang sebenarnya yang kemudian berkembang di Indonesia.
Pada masa pergerakan nasional ini, hampir semua partai tidak boleh berhubungan dengan
pemerintah dan massa di bawah (grass roots). Jadi yang di atas, yaitu jabatan puncak dalam
pemerintahan kolonial, tak terjangkau, ke bawah tak sampai. Tapi Partai Politik menjadi
penengah, perumus ide. Fungsi Partai Politik hanya berkisar pada fungsi sosialisasi politik dan
fungsi komunikasi politik.
Pada masa pendudukan Jepang semua Partai Politik dibubarkan. Namun, pada masa
pendudukan Jepang juga membawa perubahan penting. Pada masa Jepang-lah didirikan
organisai-organisasi massa yang jauh menyentuh akar-akar di masyarakat. Jepang mempelopori
berdirinya organisasi massa bernama Pusat Tenaga Rakyat (Poetera). Namun nasib organisasi ini
pada akhirnya juga ikut dibubarkan oleh Jepang karena dianggap telah melakukan kegiatan yang
bertujuan untuk mempengaruhi proses politik. Praktis sampai diproklamirkan kemerdekaan,
masyarakat Indonesia tidak mengenal partai-partai politik.
Perkembangan Partai Politik kembali menunjukkan geliatnya tatkala pemerintah menganjurkan
perlunya di bentuk suatu Partai Politik. Wacana yang berkembang pada waktu itu adalah
perlunya partai tunggal. Partai tunggal diperlukan untuk menghindari perpecahan antar
kelompok, karena waktu itu suasana masyarakat Indonesia masih diliputi semangat revolusioner.
Tapi niat membentuk partai tunggal yang rencananya dinamakan Partai Nasional Indonesia
gagal, karena dianggap dapat menyaingi Komite Nasional Indonesia Pusat dan dianggap bisa
merangsang perpecahan dan bukan memupuk persatuan. Pasca pembatalan niat pembentukan
partai tunggal, atas desakan dan keputusan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat,
pemerintah mengeluarkan maklumat yang isinya perlu di bentuk Partai Politik sebanyak-
banyaknya guna menyambut Pemilihan Umum anggota Badan-Badan Perwakilan Rakyat.
Pada keadaan seperti itulah Partai Politik tumbuh dan berkembang selama revolusi fisik
dan mencapai puncaknya pada tahun 1955 ketika diselenggarakan Pemilihan Umum pertama
yang diikuti oleh 36 Partai Politik, meski yang mendapatkan kursi di parlemen hanya 27 partai.
Pergolakan-pergolakan dalam Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Konstituante hasil
Pemilihan Umum telah menyudutkan posisi Partai Politik. Hampir semua tokoh, golongan
mempermasalahkan keberadaan Partai Politik. Kekalutan dan kegoncangan di dalam sidang
konstituante inilah yang pada akhirnya memaksa Bung Karno membubarkan partai-partai politik,
pada tahun 1960, dan hanya boleh tinggal 10 partai besar yang pada gilirannya harus
mendapatkan restu dari Bung Karno sebagai tanda lolos dari persaingan.
Memasuki periode Orde Baru, tepatnya setelah Pemilihan Umum 1971 pemerintah kembali
berusaha menyederhanakan Partai Politik. Seperti pemerintahan sebelumnya, banyaknya Partai
Politik dianggap tidak menjamin adanya stabilitas politik dan dianggap mengganggu program
pembangunan. Usaha pemerintah ini baru terealisasi pada tahun 1973, partai yang diperbolehkan
tumbuh hanya berjumlah tiga yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), GOLKAR dan Partai
Demokrasi Indonesia (PDI).
Nampak sekali bahwa partai-partai yang ada di Indonesia boleh dikatakan merupakan
partai yang dibentuk atas prakarsa negara. Pembentukan partai bukan atas dasar kepentingan
masing-masing anggota melainkan karena kepentingan negara. Dengan kondisi partai seperti ini,
sulit rasanya mengharapkan partai menjadi wahana artikulasi kepentingan rakyat. Baru setelah
reformasi, pertumbuhan Partai Politik didasari atas kepentingan yang sama masing-masing
anggotanya. Boleh jadi, Era Reformasi yang melahirkan sistem multi-partai ini sebagai titik awal
pertumbuhan partai yang didasari kepentingan dan orientasi politik yang sama di antara
anggotanya. Kondisi yang demikian ini perlu dipertahankan, karena Partai Politik adalah alat
demokrasi untuk mengantarkan rakyat menyampaikan artikulasi kepentingannya. Tidak ada
demokrasi sejati tanpa Partai Politik. Meski keberadaan Partai Politik saat ini dianggap kurang
baik, bukan berarti dalam sistem ketatanegaraan kita menghilangkan peran dan eksistensi Partai
Politik. Keadaan Partai Politik seperti sekarang ini hanyalah bagian dari proses demokrasi

Anda mungkin juga menyukai