Anda di halaman 1dari 10

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH


Jl.Dr.Purwadi Km 9,5 kel. Kenali Besar, Kec. Alam Barajo
Kota Jambi, Kode Pos 36129 Telp (0741) 580254 Fax.(0741) 580254
Website :www.rsj.jambiprov.go.id e-mail : rsjdprovjambi@gmail.com

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI


RUMAH SAKIT JIWA DAERAH

PERATURAN DIREKTUR UTAMA


RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI
NOMOR : SK-02.A/RSJ 1.1.3/I/2019

TENTANG
BUDAYA KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI JAMBI,

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu


pelayanan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Jambi, maka diperlukan penyelenggaraan
Pelayanan yang bermutu tinggi;
: b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu adanya penetapan
Peraturan Direktur Utama tentang Budaya
Keselamatan Pasien.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan;
2. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
3. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2014 tentang
Kesehatan Jiwa;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 11tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 34 tahun 2017 tentang Akretidasi Rumah
Sakit;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.02.02/MENKES/535/2016 Tentang Komite
Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
7. Keputusan Gubernur Jambi Nomor 821.22/595/BKD
tanggal 28 September 2010 tentang pengangkatan
menjadi Direktur Utama Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Jambi.
MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RSJD PROVINSI JAMBI


TENTANG BUDAYA KESELAMATAN PASIEN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam peraturan Direktur Utama ini yang dimaksud dengan;


1. Pegawai di lingkungan RSJD (Rumah Sakit Jiwa Daerah)
Provinsi Jambi adalah pegawai yang bekerja/menjalankan
tugas kedinasan pada RSJD Provinsi Jambi;
2. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi
masalah kesehatan yang diperlukan baik secara langsung
maupun tidak langsung ke Rumah Sakit;
3. Budaya keselamatan pasien RSJD Provinsi Jambi adalah
penciptaan sebuah lingkungan yang kolaboratif di mana staf
klinis memperlakukan satu sama lain dengan hormat,
dengan melibatkan dan memberdayakan pasien dan
keluarga, peran pimpinan mendorong staf klinis pemberi
asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif dan
mendukung proses kolaborasi interprofesional dalam asuhan
berfokus pada pasien;
4. Budaya Lapor RSJD Provinsi Jambi adalah keseimbangan
antara keharusan untuk melaporkan insiden keselamatan
tanpa takut dihukum dengan perlunya tindakan disiplin;
5. Just Culture (budaya Adil) adalah model terkini mengenai
pembentukan suatu budaya yang terbuka, adil dan pantas,
menciptakan suatu budaya belajar, merancang sistem2 yang
aman, dan mengelola perilaku yang terpilih (human error, at
risk behavior dan reckless behavior);
6. Budaya Fleksibel (Flexible Culture) adalah kerelaan
karyawan untuk melaporkan insiden karena atasan
bersikap tenang ketika informasi disampaikan sebagai
bentuk penghargaan terhadap pengetahuan petugas;
7. Budaya Belajar (Learning Culture) adalah kerelaan
karyawan untuk melaporkan insiden karena kepercayaan
bahwa Rumah Sakit akan melakukan analisa informasi
insiden untuk kemudian dilakukan perbaikan system;
8. Pendekatan sistem adalah menghilangkan dan atau
mengurangi unsafe act (tindakan yang tidak aman, kondisi
laten, pelanggaran dan faktor-faktor yang memberi kontribusi
terjadinya insiden keselamatan);
9. Survey budaya Keselamatan adalah pengukuran tingkat
budaya Keselamatan di RSJD Provinsi Jambi.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2

1. Maksud ditetapkan Peraturan Direktur ini sebagai pedoman dalam


upaya Menuju Budaya keselelamatan di RSJD Provinsi Jambi
2. Tujuan ditetapkan Peraturan Direktur ini :
a. Menjelaskan pembagian tanggung jawab dari hirarki
manajemen untuk menentukan kerangka kerja dalam upaya
keselamatan di Rumah Sakit;
b. Agar tercipta kesadaran (awareness) yang aktif dan konstan
tentang potensi terjadinya kesalahan dalam setiap tindakan;
c. Terciptanya Budaya Adil (Just Culture) di RSJD Provinsi Jambi;
d. Terciptanya Budaya Lapor (Report Culture) di RSJD Provinsi Jambi;
e. Terciptanya Budaya Fleksibel (Flexible Culture) di RSJD Provinsi
Jambi;
f. Terciptanya Budaya Belajar (Learning Culture) di RSJD Provinsi
Jambi.

BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 3

Ruang lingkup Budaya keselamatan terdiri dari :


a. Budaya adil;
b. Budaya Lapor;
c. Budaya Fleksibel;
d. Budaya Belajar.

Pasal 4

Budaya adil sebagaimana dimaksud pasal 3 huruf a meliputi :


a. Keseimbangan antara keharusan karyawan untuk melaporkan
insiden keselamatan tanpa takut dihukum dengan perlunya
tindakan disiplin;
b. Manajemen Rumah Sakit memahami dan mengakui bahwa
petugas garis depan rentan melakukan kesalahan yang bukan
karena kesalahan tunggal individu tetapi membutuhkan perbaikan
sistem organisasi;
c. Kesalahan tunggal individu sebagaimana dimaksud huruf b harus
dilakukan identifikasi untuk menentukan tindakan tersebut
merupakan kesalahan sistem atau sengaja melakukan tindakan
sembrono atau merupakan tindakan Unsafe act (tindakan kriminal)
dengan Incident Decision Tree (IDT);
d. Hasil pelaksanaan IDT sebagaimana dimaksud huruf c didapatkan
akar penyebab masalah Human Error atau perilaku berisiko atau
perilaku ceroboh;
e. Human Error sebagaimana dimaksud huruf d meliputi slip of
action dan lapse of memory (lupa);
f. Perilaku berisiko sebagaimana dimaksud huruf d dilakukan
karena pegawai tidak menyadari adanya risiko;
g. Perilaku ceroboh sebagaimana dimaksud huruf d dilakukan
secara sadar oleh pegawai mengabaikan risiko.
Pasal 5

Budaya Lapor sebagaimana dimaksud pasal 3 huruf b meliputi :


a. Setiap insiden yang terjadi di rumah sakit harus dilaporkan
untuk dilakukan tindakan dalam upaya meningkatkan keamanan;
b. Manajemen menjamin kerahasiaan pelapor, memberikan support
dan penghargaan terhadap pegawai yang melaporkan insiden
keselamatan pasien.

Pasal 6

Budaya Fleksibel sebagaimana dimaksud pasal 3 huruf c mengharuskan


manajemen bersikap tenang terhadap pelaporan dan informasi yang
disampaikan pegawai sebagai bentuk penghargaan terhadap pengetahuan
pegawai.

Pasal 7

Budaya belajar sebagaimana dimaksud pasal 3 huruf d memberikan


keyakinan kepada seluruh pegawai bahwa rumah sakit dan manajemen
akan melakukan analisa informasi insiden keselamatan yang dilaporkan
untuk kemudian dilakukan perbaikan sistem sebagai bentuk
pembelajaran.

BAB IV
DASAR-DASAR BUDAYA KESELAMATAN
Pasal 8

Bagian yang mendasar dari budaya Rumah Sakit adalah keterbukaan dan
adil ini memberikan keyakinan bahwa :
a. Pegawai yang terlibat dalam insiden keselamatan merasa bebas
untuk menceritakan secara terbuka;
b. Pegawai dan Manajemen Rumah Sakit bertanggung jawab untuk
Tindakan yang diambil;
c. Pegawai merasa bisa membicarakan semua insiden yang
terjadi kepada teman sejawat dan atasannya;
d. Rumah Sakit terbuka dengan pasien yang dilayani dan
mengambil pelajaran dari insiden keselamatan yang terjadi;
e. Perlakuan yang adil terhadap staf saat insiden terjadi.

Pasal 9
Terbuka dan Adil

Untuk menciptakan lingkungan keterbukaan dan adil dalam budaya


keselamatan pasien rumah Sakit sebagaimana dimaksud pasal 8 maka
rumah sakit menghilangkan mitos kesempurnaan dan mitos hukuman
bagi pegawai yang dimaksud.
Pasal 10
Pendekatan Sistem

1. Komponen utama budaya keselamatan dalam pendekatan


sistem dengan menghilangkan faktor penyebab (causal Factor).
2. Faktor penyebab sebagaimana dimaksud ayat (1) digolongkan sebagai
berikut :
a. Kegagalan aktif (active failure);
b. Kondisi laten (latent system conditions);
c. Pelanggaran (violi); dan
d. Faktor kontribusi.

Pasal 11

Kegagalan aktif sebagaimana dimaksud pasal 10 ayat (2) huruf a


merupakan tindakan yang dilakukan pegawai rumah sakit yang
langsung berhubungan dengan pasien terdiri dari :
1. Kekilafan;
2. Kesalahan prosedur;
3. Pelanggaran prosedur dan atau guideline dan atau kebijakan;
4. Stress;
5. Training yang tidak adekuat;
6. Supervisi buruk;dan
7. beban kerja yang terlalu tinggi.

Pasal 12

Kondisi laten sebagaimana dimaksud pasal 10 ayat (2) huruf b


merupakan sistem yang kurang tertata dan menjadi predisposisi terjadi
error, meliputi;
1. SOP tidak jelas;
2. Tata ruang tidak jelas;dan
3. Sumber daya tidak memenuhi kualitas dan kuantitas.

Pasal 13

Pelanggaran sebagaimana dimaksud pasal 10 ayat (2) huruf c adalah


ketika pegawai dan kelompok dengan sengaja tidak mengikuti prosedur
yang baku alasan tertentu, meliputi :
1. Tidak mengetahui prosedur;
2. Kebiasaan;
3. Tidak menemukan prosedur saat pekerjaan dilakukan;dan
4. Prosedur dilakukan secara berlebihan tapi tidak tercantum
di prosedur yang berlaku.

Pasal 14

Faktor kontribusi sebagaimana dimaksud pasal 10 ayat (2) huruf d


merupakan faktor- faktor yang berkontribusi dalam kejadian insiden
keselamatan, meliputi :
1. Pasien;
2. Individual;
3. Komunikasi;
4. Tim dan faktor sosial;
5. Pendidikan dan pelatihan;
6. Peralatan dan sumberdaya;
7. Lingkungan;
8. Waktu;
9. Konsekuensi; dan
10. Faktor yang mempengaruhi mitigasi.

Pasal 15

Rumah Sakit memberlakukan Budaya keselamatan berbasis perilaku


(Behaviour Based Safety) dengan memasukkan proses umpan balik
secara langsung dan tidak langsung.

Pasal 16

Perilaku sebagaimana dimaksud pasal 15 mencakup hal sebagai berikut:


1. Perilaku pantas; dan
2. Perilaku tidak Pantas.

Pasal 17

Perilaku pantas sebagaimana dimaksud pasal 16 huruf a meliputi:


5. Perilaku yang mendukung kepentingan pasien, membantu
asuhan Pelaksanaan asuhan pasien, dan ikut serta berperan
mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan
perumahsakitan.
2. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus
mengikuti kode etik perilaku yg berlaku.

Pasal 18

Perilaku tidak pantas sebagaimana dimaksud pasal 16 huruf b meliputi:


1. Merendahkan atau mengeluarkan perkataan tidak pantas kepada
pasien dan atau keluarganya;
2. Dengan sengaja menyampaikan rahasia, aib, atau keburukan
orang lain;
3. Menggunakan bahasa yg mengancam, menyerang, merendahkan,
atau menghina. membuat komentar yg tidak pantas tentang
tenaga medis di depan pasien atau di dalam rekam medis;
4. Tidak peduli, tidak tanggap terhadap permintaan pasien atau
tenaga kesehatan lainnya;
5. Tidak mampu bekerjasama dengan anggota Tim asuhan
pasien atau Pihak lain tanpa alasan yang jelas;
6. Perilaku yang dapat diartikan sebagai menghina, mengancam,
melecehkan, atau tidak bersahabat kepada pasien dan atau
keluarganya;
7. Melakukan pelecehan seksual baik melalui perkataan ataupun
perbuatan kepada pasien atau keluarga pasien;dan
8. Melakukan pelecehan seksual baik melalui perkataan ataupun
perbuatan kepada pasien.
Pasal 19

1. Rumah Sakit tidak mentolerir perilaku-perilaku yang dapat


menghambat keberlangsungan budaya keselamatan.
2. Perilaku sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari :
a. Perilaku tidak layak (inapproprite) seperti kata2 atau bahasa
tubuh yg merendahkan atau menyinggung perasaan sesama
staf, misalnya mengumpat, memaki;
b. Perilaku yang mengganggu (disruptive) perilaku tidak layak
yang dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal
atau non verbal yang membahayakan atau mengintimidasi
staf lain, “celetukan maut” adalah komentar sembrono
didepan pasien yang berdampak menurunkan kredibilitas staf
klinis lain, contoh mengomentari negatif hasil tindakan atau
pengobatan staf lain didepan pasien, misalnya “obatnya ini
salah, tamatan mana dia?”, melarang perawat untuk
membuat laporan tentang kejadian tidak diharapkan,
memarahi staf klinis lainnya didepan pasien, kemarahan
yang ditunjukkan dengan melempar benda, membuang
rekam medis diruang rawat;
c. Perilaku melecehkan (Harrasment) seperti terkait dengan ras,
agama, suku termasuk gender;
d. Pelecehan seksual.
3. Pelanggaran terhadap perilaku sebagaimana dimaksud ayat (1)
dapat diproses pengaduan serta tindak lanjutnya melalui Komite
Hukum dan Etik Rumah Sakit;
4. Direktur Utama bertanggung jawab dalam menindak lanjuti
laporan/rekomendasi terhadap perilaku individu dari semua
jenjang di Rumah Sakit;
5. Jenjang sebagaimana dimaksud ayat (4) mencakup jenjang
manajemen, staf administrasi, staf klinis, dokter tamu atau
dokter part time serta anggota representasi pemilik.

BAB V
PELAPORAN
Pasal 20

1. Pelaporan dalam budaya keselamatan meliputi :


a. Daftar risiko yang merupakan proaktif report;
b. Insiden keselamatan pasien;
c. Accident berhubungan dengan pegawai dan fasilitas rumah
sakit;dan
d. Pelaporan perilaku tidak pantas.
2. Daftar risiko sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi risiko
pada :
a. Pasien;
b. Staf medis dan tenaga kesehatan/non kesehatan lainnya
yang bekerja di rumah sakit;
c. Lingkungan rumah sakit;dan
d. Bisnis rumah sakit.
3. Pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dalam bentuk
panduan pelaporan tiap sub program.
Pasal 21

Karakteristik sistem pelaporan menganut sebagai berikut :


a. Non Punitive (tidak menghukum);
b. Konfidensial;
c. Independen;
d. Dianalisis oleh ahli;
e. Tepat waktu;
f. Berorintasi pada sistem; dan
g. Responsif.

BAB VI
ASSESMEN BUDAYA KESELAMATAN
Pasal 22

Asesmen budaya keselamatan pasien meliputi:


a. Komitmen manajemen senior untuk masalah keselamatan;
b. Komunikasi antara staf dan manajer;
c. Sikap terhadap laporan insiden, menyalhkan dan menghukum;
d. Factor lingkungan kerja yang mempengaruhi kinerja
(kelelahan, perhatian terpecah, peralatan).

Pasal 23

Instrumen survey budaya keselamatan pasien menggunakan alat yang


sudah baku atau yang sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
Menggunakan kuesioner HSOPSC (Hospital Survey on Patient Safety
Culture) dari AHRQ.
Pasal 24

1. Survey budaya keselamatan pasien merupakan survey untuk


mengukur opini pegawai rumah sakit tentang issue keselamatan
pasien, medical error dan pelaporan insiden.
2. Survey sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan setiap tahun.

Pasal 25

Hasil pelaksanaan asesmen budaya keselamatan digunakan


sebagai pembelajaran kedepan dalam upaya perbaikan sistem
BAB VII
PENUTUP
Pasal 26

Peraturan Direktur ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai