Paru-Arlina Gusti PDF
Paru-Arlina Gusti PDF
ARLINA GUSTI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTA KA
II.1.1. Diagnosis
Penegakan diagnosis TB Paru adalah hal yang penting terutama agar
diagnosis ditegakan lebih tepat dan pengobatan dapat diberikan lebih cepat serta
pada penderita yang lebih tepat.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan cara 33,34,35
20
II.3.3. Kerjasama Sel T dan Sel B Dalam Pembentukan Antibodi (dikutip 63)
Antigen M. Tuberkulosis tidak saja merangsang reaksi imunitas seluler
tetapi juga imunitas humoral. Untuk menimbulkan respons antibodi maka sel B dan
sel T harus saling berinteraksi. Antigen yang berada di dalam makrofag atau yang
berfungsi sebagai antigen presenting cell (APC) menyajikan antigen mikroba kepada
sel Th. Aksi pengenalan itu sel Th bersama - sama ekspresi MHC kelas II kepada sel
Th, mengaktivasi sel B untuk memproduksi antibodi spesifik terhadap antigen.
Aktivasi sel T menyebabkan terjadinya diferensiasi B menjadi sel plasma yang
kemudian menghasilkan antibodi. Sel B menerima signal dari sel T untuk berbagi dan
berdiferensiasi menjadi antibodi forming cells (APC) dan sel memori B. Ada beberapa
faktor mengenai respon imun humoral :
1. Antigen protein tidak memberi respons antibodi bila tidak tersedia limfosit T,
oleh ka rena itu disebut sebagai T-dependent antigen dan sel T yang
diperlukan disebut sebagai T- helper cell.
2. Antigen bukan protein seperti polisakarida dan lipid memberi respons antibodi
tanpa bantuan T- helper limfosit oleh karena itu disebut sebagai T-
independent.
3. Respon antibodi primer dan sekunder berbeda secara kualitatif dan
kuantitatif.
Respons sekunder terbentuk lebih cepat dari pada respon primer dan jumlah
antibodi lebih banyak ditemukan pada respons sekunder.
4. Generasi sel B memori, heavy chain class awitching dab affinity maturation
merupakan mekanisme respons imun humoral terhadap antigen protein.
Saat ini dikenal 5 kelas utama imunoglobulin dalam serum manusia
yaitu IgG, IgA, IgM, IgD, dan IgE. Dalam serum orang dewasa IgG 75% dari Ig
total dan menjadi Ig utama yang dibentuk atas rangsangan antigen.
Imunoglobulin adalah molekul glikoprotein terdiri dari komponen polipeptida dan
karbohidrat. Fungsi utama respons imun untuk mengikat dan menghancurkan
antigen. Atas dasar ini berkembang serodiagnosis TB unt uk mendeteksi antigen
penyebab infeksi atau mendeteksi antibodi terhadap antigen dalam serum yang
menunjukan terjadinya proses tuberkulosis didalam tubuh. Pada infeksi
M.tuberkulosis terjadi peningkatan titer antibodi terhadap kuman TB setelah 4
s/d 6 minggu penularan. Antibodi yang terbentuk adalah kelas IgM diikuti oleh
kelas yang memiliki korelasi dengan penyakit tuberkulosis. Titer IgG spesifik
tinggi pada penderita TB yang belum mendapat terapi dan akan lebih tinggi saat
mendapat terapi dan berbeda dengan IgA yang menurun saat mendapat terapi.
Meningkatnya titer IgA adalah sebagai respons imun humoral terhadap
mikroorganisme intraseluler tumbuh lambat M.tuberkulosis. Sintesa IgG spesifik
yang meningkat adalah sebagai respon imunologik terhadap antigen kuman TB
yang larut. Respons humoral IgM dihubungkan dengan antigen polisakarida yang
sering ditemukan dialam bebas. IgM orang sehat analog dengan
isohaemoglutinum (substansi Anti- A dan Anti- B golongan darah). Ditemukannya
antibodi IgM dihubungkan dengan faktor T-cell- independent dan jumlah bakteri
yang berlebihan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi titer antibodi
spesifik dalam sirkulasi seperti jumlah antigen, binding site, reaksi jaringan lokal,
kompleks imun, nutrisi dan toksisitas, interaksi respons imun lain, imunosupresi,
degradasi oleh makrofag dan kelainan genetika. Imunosupresi generalisata
III.5. METODOLOGI
III.5.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat Deskriptif
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada tabel distribusi pasagan suami- isteri peserta TB didapat terbanyak adalah
pasangan isteri yaitu 61 pasangan (71,0%) sedang pasangan suami 25 pasangan
(29,0%)
Pada tabel distribusi umur ini yang terbanyak adalah umur (39-48) yaitu sebanyak
39 orang (45,3%) dan jenis kelamin yang terbanyak adalah perempuan dari semua
jenis umur.
Pada tabel distribusi pekerjaan yang banyak adalah pada orang- orang yang
tidak bekerja/ Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 43 pasangan (50,0%)
Lamanya berumah tangga minimal 5 tahun dan pasangan suami- isteri tidur
sekamar selama berlangsungnya perkawinan. Seluruh keluarga bertempat tinggal
diwilayah Kota Medan dan Sekitarnya.
Dari hasil penelitian lamanya berumah tangga yang terbanyak adalah 15- 30 tahun
(65,1%)
B. Hasil Pemeriksaan Bakteriologik
Dari 86 pasangan yang diperiksa :
1. 25 orang laki- laki (suami) yang diperiksa, tidak diperoleh riak (0 %)
2. 61 orang perempuan (isteri) yang diperiksa, diperoleh 1 orang (1,64%)
dengan BTA biakan (+), mikroskopik (-)
Tabel V. Hasil Pemeriks aan Riak Secara Mikroskopik dan Biakan Pada 86 Pasangan
Suami Isteri Yang Salah Satu Pasangannya Menderita TB Paru Menurut
Jenis Kelamin
32 HASIL
Yang diperiksa BTA Mik (+) BTA Mik (+) BTA Mik(- ) BTA Mik (- )
Biakan (+) Biakan (- ) Biakan (+) Biakan (- )
Jenis Kelamin Jlh Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %
Laki- laki 25 0 0 0 0 0 0 25 100
Wanita (isteri) 61 0 0 0 0 1 1,64 60 98,3
6
Total 86 0 0 0 0 1 1,16 85 98,8
4
Jadi kekerapan (prevalensi) TB paru yang didapat ialah sebagai berikut :
1. Untuk laki-laki : 0,0%
2. Untuk Wanita : BTA (+) Biakan, Mikroskopik (-) adalah : 1,64%
3. Untuk seluruhnya : BTA (+) Biakan, Mikroskopik (-) adalah : 1,16%
C. Pemeriksaan Radiologis.
Hasil pemeriksaan radiologis adalah sebagai berikut :
1. Dari 25 orang laki- laki yang diperiksa tidak diperoleh gambaran infiltrat pada
masing –masing kedua puncak paru (0%)
2. Dari 61 orang wanita yang diperiksa diperoleh 1 orang dengan bayangan
infiltrat pada puncak paru kanan (1,64%)
3. Jadi dari semua peserta yang diikut sertakan sebanyak 86 orang hanya 1
orang (1,16%) yang mempunyai kelainan pada foto paru sebagai TB paru.
Tabel VI. Hasil Pemeriksaan Radiologis 86 Pasangan Suami Isteri Yang Salah
Satu Pasangannya Menderita Tuberkulosis Paru Dirinci Menurut Jenis
Kelamin
HASIL
Yang diperiksa
Kelainan Radiologis (+) Kelainan Radiologis (- )
Jenis Kelamin Jlh Jumlah % Jumlah %
Laki- laki (suami) 25 - 0 25 100
Wanita (isteri) 61 1 1,64 60 98,36
Total 86 1 1,16 85 98,83
Jadi kekerapan (prevalensi) kelainan radiologis tersangka TB paru didapat ialah :
1. Untuk laki : 0%
2. Untuk wanita : 1,64%
3. Untuk seluruhnya : 1,16%
Tabel VII. Hasil Pemeriksaan Uji Mantoux Dari 86 Pasangan Suami Isteri Yang
Salah Satu Pasangannya Menderita Tuberkulosis Paru Dirinci Menurut
Jenis Kelamin
HASIL
Yang diperiksa
Kelainan Radiologis (+) Kelainan Radiologis (- )
Jenis Kelamin Jlh Jumlah % Jumlah %
Laki- laki (suami) 25 2 8 23 92,0
Wanita (isteri) 61 6 9,8 55 90,2
Total 86 8 9,3 78 90,7
Jadi kekerapan (prevalensi) kelainan radiologis tersangka TB paru didapat ialah :
1. Untuk laki : 8%
2. Untuk wanita : 9,8%
3. Untuk seluruhnya : 9,3%
Tabel VIII. Hasil Kekerapan TB Paru Pada 86 Pasangan Suami Isteri Yang Salah
Satu Pasangannya Menderita TB Paru
Jenis Kelamin Jlh Jlh % Jlh % Jlh % Jlh
Laki- laki (suami) 25 0 0 0 92,0 0 0 0
Wanita (isteri) 61 1 1,64 1 90,2 1 1,64 1
Total 86 1 1,16 1 90,7 1 1,16 1
Dari penelitian yang dilakukan dari 86 pasangan suami- isteri yang diperiksa
didapati hasil sebanyak 25 pasangan (29,0%) suami dan 61 pasangan (71,0%),
dengan umur yang terbanyak pada umur (39- 48 tahun) (45,3%) dan distribusi
pekerjaan yang terbanyak adalah pada pasangan tidak bekerja/Ibu Rumah Tangga.
Dari semua pasangan tampak yang terbanyak adalah pasangan isteri. Hal ini
didukung oleh banyak pendapat walaupun masih ada yang berbeda pendapat.
Reviono dkk di Surakarta (1995) mengatakan penderita TB paru lebih banyak
(mayoritas) pada penderita laki-laki yaitu 58,37%. Di Surabaya tahun 1994 didapat
laki-laki terbanyak dengan 67,4%68 . Munt mengatakan laki- laki lebih banyak dari
perempuan yaitu 65,2%. Rumah Sakit Umum Persahabatan Jakarta mengatakan
laki-laki lebih banyak yaitu 59,74% dan perempuan 42,06% tapi Rumah Sakit Dr.
Soetomo Surabaya penderita laki- laki hanya 11,1% dan Proudfood juga
mendapatkan lebih banyak perempuan dari pada laki- laki (dikutip 69). Jadi sesuai
dengan yang didapat peneliti bahwa penderita yang terbanyak datang berobat
adalah laki- laki (pasangan isteri) yaitu 61 pasangan (71,0%).
Dari distribusi umur disini tampak bahwa distribusi umur terbanyak adalah
pada umur 39- 48 tahun (45,3%) yang diikuti umur terbanyak kedua adalah umur
28- 38 tahun (25,6%), dan yang paling sedikit adalah usia>58 tahun (10,5%). Hasil
ini sesuai dari kepustakaan- kepustakaan yang mengatakan umur terbanyak dari
penderita TB paru adalah umur produktif.
Dari 86 pasangan penderita TB paru diperiksa riaknya dijumpai 1 pasangan
perempuan (1,64%) yang mempunyai riak dengan hasil BTA(+) secara biakan dari
seluruh pasangan hasilnya adalah 1,16% dan ini didapat pada seorang pasangan
yang berumur 37 tahun pekerjaan Ibu Rumah Tangga dari penderita laki- laki 43
tahun BTA Positif II, pekerjaan PNS (tampak pada lampiran). Kalau dilihat dari jenis
pekerjaan pasangan yang terkena TB paru adalah pada pekerjaan Ibu Rumah
Tangga. Dalam hal ini apakah ada hubungannya sebagai ibu rumah tangga yang
lebih lama tinggal dirumah seharian untuk mendapat resiko tertular kuman
tuberkulosis tersebut sepert i kepustakaan yang mengatakan kontak berlama- lama
dengan pasein TB paru menambah resiko terjadinya penularan. Keadaan ini
diakibatkan oleh karena volume udara yang semakin menurun dalam ruangan kecil
menyebabkan peningkatan konsentrasi droplet nucleus yang mengandung basil
tuberkulosis dan ini ditujukan pada penelitian yang dilakukan di Bagian Anak RSUP
HAM Medan dimana hasil Uji Mantoux pada anak lebih bermakna pada kontak yang
tidur sekamar dengan penderita TB paru dewasa dibandingkan dengan tidur
berlainan kamar.
Pada pemeriksaan foto dada pada pasangan penderita TB paru didapat 1
pasangan perempuan (1,64%) dari keseluruhan pasangan sebanyak 1,16%. Dari
kelainan foto dada yang didapat yaitu adanya kelainan berupa infiltrat pada puncak
paru kanan dan pasangan ini juga pasangan yang mempunyai BTA (+) pada riaknya.
Pada pemeriksaan Uji Mantoux 86 pasangan penderita TB paru didapat dari
25 pasangan suami sebanyak 2 pasangan (8%) positif (± 13 mm dan ± 15 mm), dari
61 pasangan perempuan sebanyak 6 pasangan (9,8%) positif (± 13 mm). jumlah
pasangan yang positif Uji Mantoux adalah sebanyak 8 pasangan (9,3%). Dari hasil
KESIMPULAN
TB paru masih merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia, penularan
penyakit melalui droplet nucleus. Tingginya prevalensi meyebabkan penularan yang
tinggi. Pada penelitian ini dari 86 pasangan suami- isteri yang diperiksa didapat 1
pasangan (1,16%) perempuan yang menderita TB paru.
Banyak faktor untuk terjadinya suatu penyakit dan terinfeksi tuberkulosis
paru diantaranya daya tahan tubuh dimana ini diperoleh dari gizi yang baik.
Penularan penyakit tuberkulosis bisa berasal dari reaksitvasi kuman yang
telah ada/dormant (teoti endogen) atau bisa didapat dari penularan langsung dari
kuman TB paru yang baru (teori eksogen).
SARAN
1. Hendaklah pada penderita- penderita tuberkulosis paru selain pemberian obat anti
tuberkulosis yang tepat dan adekuat perlu difikirkan beberapa hal yang
menyebabkan terjadinya tuberkulosis tersebut dimana ini akan membantu
penyembuhan seperti penyuluhan tentang penyakit terhadap penderita maupun
pada keluarganya, terutama tentang perbaikan gizi antara lain makanan dengan
protein yang tinggi, cara hidup sehat/rumah sehat, rumah dengan ventilasi yang
hubungannya erat dengan kontak terutama pada anak-anak selain itu sebagai
pencegahan awal terjadinya tuberkulosis maka pada anak dianjurkan immunisasi
BCG sejak lahir.
2. Hendaknya perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak
lagi dan metode yang lebih terarah agar didapat hasil yang lebih akurat dan
dapat diketahui apakah kontak erat dengan penderita TB paru tersebut
memegang peranan penting dalam timbulnya TB paru post primer.
DAFTAR PUSTAKA
7. Aditama TY, Priyanti ZS. Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Masalah; Ed. II
Jakarta 2000.
10. Pratanu IS, Hanjono Indro. Perbandingan Nilai Diagnostik Uji Pathozyme - TB
Complex dan Uji PAP TB Untuk Diagnosis TB paru dalam majalah Kedokteran
Indonesia. 47;7;1997;335- 41
11. Dian K, Santoso DK, Tanuwiharja BY. Pengalaman Menerapkan Sistem DOTS
Dalam Program Pemberantasan TB Paru di Puskesmas Cimahi Tengan Dalam
Paru. Majalah PDPI; Konas Ke- VIII PDPI, Batu. 1999;206- 11
12. Soeroto AY, Soemantri EMS. Pemberian OAT Pada Penderita Tuberkulosis
Yang Terinfeksi Virus Hepatitis B/C di RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. Dalam
Paru Majalah PDPI, Na skah Konas VIII. PDPI Juli 1999;223- 28.
24. Maunder RJ, Pierson DJ. Tuberculosis in The Adult Respiratory Distress
Syndrome in Foundations of Respiratory Care. David J. Person, Robernt M.
Kacmarck. 1992;356- 58.
27. Dutt KA, Mehta JB, Witaker BJ. Westomoreland H. Outbreak of Tuberculosis in
a Church. In Chest. 107;2;1995;447- 52
29. Santoso DK, Tanuwiharjo BY. Pengalaman Menerapkan Sistem DOTS Dalam
Program Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Cimahi Tengah,
Dalam : Paru. Majalah PDPI Naskag Konas VIII. Batu;199;206-17
30. Dahlan Zul. Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Dalam Cermin Dunia
Kedokteran. 115;1997;8-12.
31. R. Syamsul Hidayat, Jong WD. Infeksi dan Inflamasi Dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. EGC. 1998;3-70.
35. Alsagaf H, Mukty HA. Tuberkulosis Paru Dalam Dasar- dasar Ilmu Peny akit
Paru. 1995;73- 109
40. Rahajoe NN. Berbagai Masalah Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak
Dalam Perkembagan dan Masalah Pulmonologi Anak saat ini. FKUI. 1994;161-
79
41. Setiawan S, Hananto I, Manulutu EJ. Hasil Test Tuberkulin Sebagai Diagnostik
Pada Tuberkulosis Paru Dewasa Dalam Naskah Lengkap KONAS II PDPI
Surabaya. 1980;108- 11
47. ATS. Guidliness for the Investegation and Manage ment of Tuberculosis
Contacts. Am. Rev. Respir. Diseases.14;1976;459- 63
49. Kabat. Perbedaan Pola Kesakitan TB Paru Sebelum dan Selama Krisis Moneter
Yang Rawat Inap di Lab. Ilmu Penyakit Paru, FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya. Dalam : majalah PARU PDPI Naskah Konas VIII, Batu,1999: 250- 2.
51. Collins CH, Grange JM, Yates MD. Tuberculosis in Tuberculosis Bacteriology :
Organization and Practice. Buttonworth second. Ed. 1984;1- 10
52. Hopewell PC, Bloom BR. Tuberculosis and Mycobaterial Diseases. In Text Book
of Respiratory Medicine; Muray Nadel Second ed. 1994; 1094- 1111
56. Depari MRS. Kekerapan Tuberkulosis Paru Pada Pasangan Suami Isteri Yang
Salah Satu Pasangannya Menderita Tuberkulosis Paru. Dalam Tulisan Akhir
Untuk Memperoleh Tanda Keahlian Dokter Paru. Bagian Pulmonologi FKUI.
Jakarta.1986.
57. Akbar K. Gambaran Uji Mantoux Pada Bayi dan Anak Yang Serumah Dengan
Penderita Tuberkulosis Paru Dewasa Dengan Sputum BTA(+) Dalam Tesis
Memperoleh Gelar Dokter Spesialis Anak. IKA.USU. Medan 1998.
58. Miller MA, Valway S, Onorato IM. Penularan Tuberkulosis DiPesawat Terbang
Dalam Warta TB No.1/1/1997.
59. Tanuwiharja BT, Wijaya Susan. H . sindroma Obtrukstif Diffuse Pada TB Paru
Dalam Penyakit Paru Obstruktif Menahun, Jakarta, FKUI, 1989;23- 6
60. Kresno Siti B. immunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, 2nd Edition,
jakarta, FKUI, 1991;99:73- 8
63. Ginting AK. Imunopatogenesis TB Paru Dalam Tesis Penilaian 3 Jenis Prototipe
Antigen MMP Peptida M. Tuberculosis Sebagai Sero Diagnosis TB Paru Di
Bagian Pulmonologi FKUI.1998.
66. Keliat N. Pengaruh Pemberian Asam Amino Secara Parenteral Pada Konversi
Sputum Penderita Tuberkulosa Paru Dalam Tesis Untuk Melengkapi Syarat
Pendidikan Spesialisasi Di Bidang Ilmu Penyakit Paru FK- USU/RSUP H. Adam
Malik Medan/RSD Dr. Pirngadi Medan.1995.
69. Soepardi P. Tuberkulosis Miler Pada Orang Dewasa bagian Ilmu Penyakit Paru
FK- UI RS Persahabatan Jakarta Dalam Paru. 5,4, 1985;127- 32.