Anda di halaman 1dari 19

TUGAS PORTOFOLIO ANAK

DOKTER INTERNSIP

MENINGITIS VIRAL

Oleh:
Diah Ayu Pitaloka, dr.
446/2271/404.102/SIP.Internsip/2015

Pembimbing:
Siswanto Basuki., dr., Sp.A

RUMAH SAKIT UMUM DOKTER SOEROTO


NGAWI
2016

0
PORTOFOLIO

No. ID dan Nama Peserta : Diah Ayu Pitaloka, dr.


No. ID dan Nama Wahana : 446/2271/404.102/SIP.Internsip/2015
RSU Dr. Soeroto Ngawi
Topik : Meningitis Viral
Tanggal Kasus : Selasa, 20 November 2015- 21 November 2015
Nama Pasien : An. Y No. RM : 213980
Obyektif Presentasi
O O Keterampilan O Penyegaran O Tinjauan Pustaka
Keilmuan
O O Manajemen O Masalah O Istimewa
Diagnostik
O Neonatus O Bayi O Anak O Remaja O Dewasa O Lansia O Bumil
Deskripsi: Anak perempuan 8 tahun, Kejang berkali-kali. Kejang berlangsung
selama ± 15 menit. Kejang sekali sebelum masuk IGD. Saat rawat
inap kesadaran menurun, kejang semakin sering. Penurunan kesadaran
saat dan sesudah kejang. Disertai demam selama kurang lebih 1
minggu. Riwayat varicella sebelum kejang dengan demam. Riwayat
kejang demam pada usia 2 tahun.
Tujuan: Mendiagnosis meningitis viral pada anak dan tatalaksananya.

Bahan bahasan O Tinjauan O Riset O Kasus O Audit


Pustaka
Cara O Diskusi O Presentasi & diskusi O E-mail O Pos
membahas
Data Pasien Nama : An. Y
Nama Klinik - Telp. - Terdaftar sejak -
Data utama untuk bahan diskusi
Diagnosis / Gambaran Klinis :

Keluhan Utama: Kejang disertai demam tinggi

Riwayat Penyakit Sekarang:


Anak perempuan 8 tahun, Kejang sekali sebelum masuk IGD. Kejang
berlangsung selama ± 15 menit. Setelah kejang pasien sadar. Disertai
demam selama kurang lebih 1 minggu.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat varicella sebelum kejang dengan demam. Riwayat kejang
demam pada usia 2 tahun.

Riwayat Pengobatan:
Pasien pernah berobat sebelumnya karena kejang demam pada usia 2
tahun. Kejang hanya satu kali disertai demam. Saat cacar berobat di
bidan, lalu sembuh. Kemudian mendadak panas tinggi rawat inap di
RS Widodo tgl 18 November 2015 lalu pulang paksa karena demam
turun. Masuk ke IGD RS Soeroto tgl 20 November 2015 karena
kejang.

1
Riwayat Sosial:
Pasien sehari-hari sekolah SD.

Hasil Pembelajaran

1. Mengetahui faktor resiko, etiologi dan patofisiologi meningitis viral.


2. Mengetahui gejala klinis, pemeriksaan penunjang, tatalaksana, dan
prognosa meningitis viral

Tgl 20/11/2015
SUBJEKTIF

Pasien anak perempuan 8 tahun, MRS dari IGD dengan diagnosa


Observasi kejang ec suspek Epilepsi + Thyphoid Fever. Demam dan
kejang sekali sebelum ke IGD. Setelah kejang pasien sadar.

OBJEKTIF

Status Generalis:
Keadaan umum : lemah
GCS : 4-5-6
Vital sign : TD: 110/70, N: 150x/menit
RR: 28x/menit, temp: 38,3o C
Kepala/leher : anemis (-), icterus (-), cyanosis (-), dyspnoe (-),
peningkatan JVP (-) Terdapat bekas varicella
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : suara 1 suara 2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler/vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
Terdapat bekas varicella
Abdomen : soepel, bising usus (+) normal, hepar/lien tak teraba
Terdapat bekas varicella
Extremitas : akral hangat kering merah, CRT<2”, edema (-)
Terdapat bekas varicella

BB: 37 kg

Pemeriksaan Penunjang
WBC 12.5x 109/L
HGB 11.8g/dL
HCT 38,8%
MCV 84.5 fl
MCH 25.6 pg
MCHC 304g/L
PLT 500x109/L
PCT 0,365%

2
GDA 96 mg/dL
Widal O 1/800 H 1/800
Elektrolit Natrium 135,4
Kalium 3,26
Chloride 113,5

ASSESSMENT

Meningitis Viral
PLAN

Pengobatan :
IVFD D5 ½ NS 30 tpm
Inj. Ceftriaxon 2 x1300mg
Inj. Chloramphenicol 3 x1250mg
Inj. Ranitidin 2 x 40 mg
Inj. Norages 3 x 400 mg
Inj fenitoin 2 x 100 mg
Pasang NGT dan oksigen
Cek GDA ulang 3 jam
Pantau TTV

Edukasi:
Menginformasikan pada keluarga mengenai penyakit pasien, rencana pengobatan
yang akan dilakukan, serta kemungkinan untuk pasien untuk sembuh.

Follow up

Jam 22.00 Kejang sekali sebentar setelah itu merengek. Kesadaran


somnolen. Suhu 36,6ºC

Jam 23.30 Kejang sekali mata melirik ke atas selama 10 menit. Suhu
38,3ºC

Tgl 21/11/2015
SUBJEKTIF

Pasien masih demam naik turun dan kesadaran menurun. Kejang


berkali-kali semakin sering.

OBJEKTIF

Status Generalis:
Keadaan umum : lemah
GCS : 2-2-3
Vital sign : TD: 110/62, N: 112x/menit
RR: 29x/menit, temp: 39o C

3
Kepala/leher : anemis (-), icterus (-), cyanosis (-), dyspnoe (-),
peningkatan JVP (-)
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : suara 1 suara 2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler/vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
Abdomen : soepel, bising usus (+) normal, hepar/lien tak teraba
Extremitas : akral hangat kering merah, CRT<2”, edema (-)

Pemeriksaan Penunjang
WBC 7,6 x 109/L
HGB 11,2g/dL
HCT 36,5%
MCV 85,6 fl
MCH 26,2 pg
MCHC 306g/L
PLT 412x109/L
PCT 0,284%
GDA 97 mg/dL
SGOT 32
SGPT 34
Bil direct 1,32mg/dl
Bil Total 0,46 g/dl
Albumin 4,5 g/dl
Cretinin 0,94
Ureum 35 mg/dl
Uric acid 3.9mg/dl
Chol 175mg%
Trigliserid 105mg%

Elektrolit Natrium 137,5


Kalium 3,44
Chloride 114,0

ASSESSMENT

Meningitis Viral
PLAN

Pengobatan :
Inj. Ceftazidin 3x 2gr
Inj. Amikacin 1 x 555mg
Inj. Fenitoin 2 x 148mg
Bila kejang Inj diazepam 11,1 mg Bila masih kejang Inj Fenitoin 600mg
Terapi lain lanjut

Modesco 6 x 100cc

Edukasi:

4
Menginformasikan pada keluarga mengenai penyakit pasien, rencana pengobatan
yang akan dilakukan, serta kemungkinan untuk pasien untuk sembuh.

Follow up

Jam 01.30 Pasien tidak kejang namun gelisah sekali. Suhu 36,5ºC

Jam 05.00 Pasien kejang fokal pada tangan berkali-kali. Kesadaran


delirium. Suhu 39ºC

Jam 07.45 Kejang fokal di tangan

Jam 08.15 Pasien gelisah

Jam 08.35 Pasien masih gelisah Kesadaran somnolen. GCS 2-3-4 TD


100/90 Suhu 35, 9ºC

Jam 11.00 Pasien masih gelisah. TD 91/60 mmHg

Jam 11.15 Pasien kejang fokal

Jam 13.35 Pasien kejang. KU jelek Kesadaran somnolen.


GCS 2-2-3TD 105/74 N: 79 x/menit RR 70 x/menit. SpO2 97% Suhu
38ºC

Jam 14.30 Disarankan rujuk

TINJAUAN PUSTAKA

5
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang
lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.
Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan
kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang jam hingga
beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-
minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik meningitis saling
tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai
cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah
kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri
adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta
bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis juga dapat
dibagi berdasarkan etiologinya. Meningitis bakterial akut merujuk kepada bakteri
sebagai penyebabnya. Meningitis aseptik merupakan sebutan umum yang
menunjukkan respon selular nonpiogenik yang disebabkan oleh agen etiologi
yang berbeda-beda. Didapatkan peyebab dari meningitis aseptik ini kebanyakan
berasal dari virus, di antaranya Enterovirus dan Herpes Simplex Virus (HSV).
Meningitis viral merupakan inflamasi dari leptomeningen sebagai
manifestasi dari infeksi SSP. Istilah viral digunakan karena merupakan agen
penyebab, dan penggunaan meningitis saja mengimplikasikan tidak terlibatnya
parenkim otak dan medula spinalis. Namun, patogen virus dapat menyebabkan
kombinasi dari infeksi yaitu meningoencephalitis atau meningomielitis.
Pada meningitis viral, perjalanan klinis biasanya terbatas, dengan
pemulihan komplit pada 7-10 hari. Lebih dari 85% kasus disebabkan oleh
enterovirus non polio; maka, karakteristik penyakit, manifestasi klinis, dan
epidemiologi menunjukkan infeksi enteroviral. Campak, polio, dan limfositik
choriomeningitis virus (LCMV) saat ini merupakan ancaman untuk negara

6
berkembang. Polio tetap merupakan penyebab utama dari mielitis pada beberapa
daerah di dunia

FAKTOR RESIKO
Diluar periode neonatal, angka mortalitas dikaitkan dengan meningitis

viral kurang dari 1%; angka morbiditas juga rendah. Dokter harus menyadari virus

yang dapat menyebabkan meningitis juga dapat menyebabkan infeksi yang lebih

serius pada CNS sama halnya dengan organ lain. Laporan statistik World Health

Organization (WHO) dari tahun 1997 melaporkan meningitis enteroviral dengan

sepsis merupakan penyebab ke-5 tersering dari mortalitas pada neonatus.

Komplikasi seperti edema otak, hidrosefalus, dan kejang dapat timbul pada

periode akut.
 Ras
Tidak ada predileksi rasial spesifik telah diidentifikasi
 Sex
Tergantung dari patogen viral, rasio yang mempengaruhi wanita dan pria

dapat bervariasi. Enterovirus diduga untuk mempengaruhi pria 1.3-1.5 kali lebih

sering dibandingkan wanita. Kebanyakan arbovirus mempunyai karakteristik

penyerangan yang beragam, mempengaruhi kedua gender tetapi pada usia berbagi.
 Usia
o Insidensi meningitis viral menurun sesuai dengan usia
o Neonatus berada pada resiko terbesar dan mempunyai resiko signifikan

akan morbiditas dan mortalitas.


o Beberapa serangan arbovirus sangat ekstrem pada beberapa usia, dengan

orang yang lebih tua berada pada resiko terbesar untuk infeksi, sementara

puncak campak dan cacar timbul pada usia remaja akhir.


ETIOLOGI
 Enteroviruses menyebabkan lebih dari 85% semua kasus meningitis

virus. Mereka merupakan keluarga dari Picornaviridae (“pico” untuk

kecil, “rna” untuk asam ribonukleat), dan termasuk echovirus,

7
coxsackie virus A dan B, poliovirus, dan sejumlah enterovirus.

Nonpolio enterovirus merupakan virus yang sering, sama dengan

prevalensi rhino virus (flu)


 Arboviruses menyebabkan hanya 5% kasus di Amerika Utara
 Cacar: sejumlah keluarga dari Paramyxovirus, virus cacar merupakan

agen pertama dari meningitis dan meningoensefalitis.


 Virus keluarga herpes: HSV-1, HSV-2, VZV, EBV, CMV, dan herpes

virus manusia 6 secara kolektif menyebabkan sekitar 4% kasus

meningitis viral, dengan HSV-2 menjadi penyerang terbanyak.


 Lymphocytic choriomeningitis virus: LCMV masuk k edalam keluarga

arenaviruses. Saat ini adalah jarang penyebab meningitis, virus

ditransmisikan ke manusia melalui kontak dengan tikus atau ekskeresi

mereka. Mereka berada pada resiko tinggi pada pekerja laboratorium,

pemilik binatang peliharaan, atau orang yang hidup dia area non

higienis.
 Adenovirus: Adenovirus merupakan penyebab jarang dari meningitis

pada individu immunocompeten tetapi merupakan penyebab utama

pada pasien AIDS, Infeksi dapat timbul secara simultan dengan infeksi

saluran nafas atas.


 Campak: Morbili virus ini merupakan penyebab yang paling jarang saat

ini. Karakteristik ruam makulopapular membantu dalam diagnosis.

Kebanyakan kasus timbul pada orang usia muda di sekolah dan

perkuliahan. Campak tetap merupakan ancaman kesehatan dunia

dengan angka penyerangan tertinggi dari infeksi yang ada; eradikasi

dari campak merupakan tujuan kesehatan masyarakat yang penting dari

WHO.
Klinisi harus mempertimbangkan secara sebagian meningitis bakterial

sebagai kemungkinan etiologi untuk aseptic dari penyakit pasien; sebagai

8
contoh, pasien dengan otitits bakteri dan sinusitis yang telah mengambil

antibiotic dapat timbul dengan meningitis dan penemuan CSF yang identik

terhadap meningitis viral.

PATOFISIOLOGI
Virus pathogen dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama:

hematogen atau neural. Hematogen merupakan jalur tersering dari virus patogen.

Penetrasi neural menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya

dilakukan oleh herpes virus (HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B

virus), dan kemungkinan beberapa enterovirus.


Pertahanan tubuh mencegah inokulum virus penyebab infeksi seara

signifikan. Hal ini termasuk respon imun sistemik dan local, barier mukosa dan

kulit, dan blood-brain barrier (BBB). Virus bereplikasi pada system organ awal

(ie, respiratory atau gastrointestinal mucosa) dan mencapai akses ke pembuluh

darah. Viremia primer dapat menyebabkan penyebaran virus ke organ

retikuloendotelial (hati, spleen dan nodus lymph) jika replikasinya mengalahkan

pertahanan imunologis, viremia sekunder dapat timbul, dimana hal ini dapat

menjelaskan pengaruhnya terhadap CNS. Replikasi viral yang cepat tampaknya

memainkan peranan dalam melawan daya tahan tubuh.


Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam CNS tidak

sepenuhnya dimengerti. Virus dapat melewati BBB secara langsung melalui

endotel kapiler atau melalui defek natural (area posttrauma dan tempat lain yang

kurang BBB). Respon inflamasi terlihat dalam bentuk pleocytosis;

polymorphonuclear leukocytes (PMNs) menyebabkan perbedaan jumlah sel pada

24-48 jam pertama, diikuti kemudian dengan penambahan jumlah monosit dan

limfosit. Limfosit CSF telag dikenali sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga

merupakan pertahanan dalam melawan beberapa virus.

9
Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke CNS

dengan transport retrograde sepanjang akar saraf. Sebagai contoh, jalur ensefalitis

HSV-1 adalah melalui akar saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa

oleh serat olfaktori ke basal frontal dan lobus temporal anterior.

MANIFESTASI KLINIS
 Riwayat Penyakit
 Kebanyakan pasien melaporkan demam, sakit kepala, iritabilitas, nausea,

muntah, kaku leher, atau kelelahan dalam 18-36 jam sebelumnya.


 Nyeri kepala hampir selalu ada dan seringkali dilaporkan dengan

intensitas yang berat. Bagaimanapun, deskripsi klasik dari ‘sakit kepala

terburuk dari hidup saya’, ditujukan kepada perdarahan sub arachnoid

aneurisma, adalah tidak biasa


 Gejala tambahan lain adalah muntah, diare, batuk dan mialgia yang

timbul pada lebih 50% pasien.


 Riwayat kenaikan temperature timbul pada 76-100% pasien yang dating

untuk mendapatkan perjatian medis. Pola yang sering adalah demam

dengan derajat rendah pada tahap prodromal dan kenaikan temperature

yang lebih tinggi pada saat terdapat tanda neurologis.


 Beberapa virus menyebabkan onset cepat dari gejala diatas, sementara

lainnya bermanifest sebagai prodromal viral nonspesifik, seperti mialgia,

gejala seperti flu, dan demam derajat rendah yang timbul selama gejala

neurologis sekitar 48 jam. Dengan onset kaku kuduk dan nyeri kepala,

demam biasanya kembali.


 Pengambilan riwayat yang hati-hati dan harus termasuk evaluasi paparan

kontak kesakitan, gigitan nyamuk, debu, aktivitas outdoor pada daerah

endemis penyakit lyme, riwayat bepergian dengan kemungkinan terpapar

terhadap tuberculosis, sama halnya dengan penggunaan medikasi,

10
penggunaan obat intravena, dan resiko penyebaran penyakit menular

seksual.
 Bagian yang penting dari riwayat adalah penggunaan antibiotic

sebelumnya, dimana dapat mempengaruhi gambaran klinis meningitis

bakterial.
 Fisik
 Penemuan fisik umum pada meningitis viral adalah sering untuk semua

agen penyebab, tetapi beberapa virus mempinyai manifestasi klinis unik

yang dapat membantu pendekatan diagnostic yang terfokus.

Pembelajaran klasik mengajarkan bahwa trias meningitis meliputi

demam, rigiditas nuchal, dan perubahan status mental, meskipun tidak

semua pasien mempunyai gejala ini, dan nyeri kepala hampir selalu

timbul. Pemeriksaan menunjukkan tidak ada defisit neurologis fokal pada

kebanyakan kasus.
 Demam lebih sering (80-100% cases) dan biasanya bervariasi antara

38ºC and 40ºC.


 Rigiditas nuchal atau tanda lain dari iritasi meningea (tanda Brudzinski

atau Kernig) dapat terlihat lebih pada setengah pasien tetapi secara umum

kurang berat dibandingkan dengan meningitis bakterial.

 Iritabilitas, disorientasi, dan perubahan status mental dapat terlihat.


 Nyeri kepala lebih sering dan berat.

11
 Photophobia secara ralatif adalah sering namun dapat ringan, Fonofobia

juga dapat timbul.


 Kejang timbul pada keadaaan biasanya dari demam, meskipun

keterlibatan dari parenkim otak (encephalitis) juga dipertimbangkan,

Encephalopathy global dan deficit neurologis fokal adalah jarang tetapi

dapat timbul. Refleks tendon dalam biasanya normal tetapi dapat berat.
 Tanda lain dari infeksi viral spesifik dapat membantu dalam diagnosis.

Hal ini meliputi faringitis dan pleurodynia pada infeksi enteroviral,

manifestasi kulit seperti erupsi zoster pada VZV, ruam maculopapular

dari campak dan enterovirus, erupsi vesicular oleh herpes simpleks, dan

herpangina pada infeksi coxsackie virus. Infeksi Epstein Bar virus

didukung oleh faringitis, limfadenopati, cytomegalovirus, atau HLV

sebagai agent penyebab. Parotitis dan orchitis dapat timbul dengan

campak, sementara kebanyakan infeksi enteroviral dikaitkan dengan

gastroenteritis dan ruam.

12
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Studi Laboratorium
 Pemeriksaan hematologi dan kimia harus dilakukan
 Pemeriksaan CSF merupakan pemeriksaan yang penting dalam

pemeriksaan penyebab meningitis. CT Scan harus dilakukan pada kasus

yang berkaitan dengan tanda neurologis abnormal untuk menyingkirkan

lesi intrakranial atau hidrosefalus obstruktif sebelum pungsi lumbal (LP).

Kultur CSF tetap kriteria standar pada pemeriksaan bakteri atau piogen

dari meningitis aseptic. Lagi-lagi, pasien yang tertangani sebagian dari

meningitis bakteri dapat timbul dengan pewarnaan gram negative timbul

13
aseptic. Hal berikut ini merupakan karakteristik CSF yang digunakan

untuk mendukung diagnosis meningitis viral:


o Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga >1000

x 109/L darah telah dilaporkan pada meningitis virus, Sel

mononuclear predominan merupakan aturannya, tetapi PMN dapat

merupakan sel utama pada 12-24 jam pertama; hitung sel biasanya

kemudian didominasi oleh limfosit pada pole CSF klasik meningitis

viral. Hal ini menolong untuk membedakan meningitis bakterial dari

viral, dimana mempunyai lebih tinggi hitung sel dan predominan

PMN pada sel pada perbedaan sel; hal ini merupakan bukan

merupakan atran yang absolute bagaimanapun.


o Protein: Kadar protein CSF biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat

bervariasi dari normal hingga setinggi 200 mg/dL.


 Studi Pencitraan
o Pencitraan untuk meningitis viral dan ensefalitis yaitu CT Scan

kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI otak dengan gadolinium.
o CT scan dengan contrast menolong dalam menyingkirkan patologi

intrakranial. Scan contrast harus didapatkan untuk mengevaluasi

untuk penambahan sepanjang meninge dan untuk menyingkirkan

cerebritis, abses intrakranial, empyema subdural, ataulesi lain.

Secara alternative, dan jika tersedia, MRI otak dengan gadolinium

dapat dilakukan.
o MRI dengan contrast merupakan standar kriteria pada

memvisualisasikan patologi intrakranial pada encephalitis viral.

HSV-1 lebih sering mempengaruhi basal frontal dan lobus temporal

dengan gambaran sering lesi bilateral yang difus.


 Tes Lain

14
o Semua pasien yang kondisinya tidak membaik secara klinis dalam

24-48 jam harus dilakukan rencana kerja untuk mengetahui

penyebab meningitis.
o Dalam kasus ensefalitis yang dicurigai, MRI dengan penambahan

kontras dan visualisasi yang adekuat dari frontal basal dan area

temporal adalah diperlukan.


o EEG dapat dilakukan jika ensefalitis atau kejang subklinis dicurigai

pada pasien yang terganggu, Periodic lateralized epileptiform

discharges (PLEDs) seringkali terlihat pada ensefalitis herpetic.


 Prosedur
o Pungsi Lumbal merupakan prosedur penting yang digunakan dalam

mendiagnosis meningitis viral. Prosedur potensial lain, tergantung

pada indikasi individu dan keparahan penyakit, termasuk monitoring

tekanan intrakranial, biopsi otak, dan drainase ventricular atau

shunting.
 Penemuan Histologis
o Dikarenakan dari angka mortalitas rendah dengan meningitis viral

akut, gambaran patologis lain dibandingkan dengan respon limfositik

dalam CSF secara umum bukan merupakan bukti.

PENATALAKSANAAN
 Perawatan Medis
Terapi untuk meningitis viral kebanyakan suportif, istirahat, rehidrasi,

antipiretik, dan medikasi nyeri atau anti inflamasi dapat diberikan jika

diperlukan. Pasien dengan tanda dan gejala dari meningoensefalitis harus

menerima asiklovir lebih awal untuk mencegah encephalitis HSV. Terapi

dapat dimodifikasi sebagai hasil dari pewarnaan gram, kultur dan uji PCR

ketika telah tersedia. Pasien dalam kondisi yang tidak stabil membutuhkan

15
perawatan di critical care unit untuk menjaga saluran nafas, pemeriksaan

neurologis, dan pencegahan dari komplikasi sekunder.


Enterovirus dan HSV keduanya mampu menyebabkan septic shock viral

pada bayi baru lahir dan bayi. Pada pasien muda ini, broad spectrum

antibiotic dan asikloviar harus diberikan secepatnya ketika diagnosis

dicurigai. Perhatian khusus harus diberikan terhadap cairan dan

keseimbangan elektrolit (terutama neonatus), semenjak SIADH telah

dilaporkan. Restriksi cairan, diuretic, dan secara jarang infuse salin dapat

digunakan untuk mengatasi hiponatremia. Pencegahan terhadap infeksi

sekunder dari traktus urinarius dan system pulmoner juga penting untuk

dilaksanakan
 Perawatan Pembedahan
Tidak ada terapi pembedahan yang biasanya diindikasikan. Pada pasien yang

jarang dimana viral meningitis berkomplikasi pada hidrosefalus, prosedur

pemisahan CSF, seperti ventriculoperitoneal (VP) atau LP shunting, dapat

dilakukan. Ventriculostomy dengan system pengumpulan eksternal

diindikasikan pada kasus jarang dari hidrosefalus akut. Kadangkala biopsy

mening atau parenkim untuk diagnosis definitif dari infeksi viral dibutuhkan.

Monitoring tekanan intrakranial, dibutuhkan untuk beberapa kasus

ensefalitis, biasanya dilakukan di tempat tidur.


 Medikasi
Kontrol simptomatik dengan antipiretik, analgetik dan anti emetic biasanya

itu semua yang dibutuhkan dalam management dari meningitis viral yang

tidak komplikasi.
Keputusan untuk memulai terapi antibakterial untuk kemungkinan

meningitis bakteri adalah penting; terapi antebakterial empiris untuk

kemungkinan patogen harus dipertimbangkan dalam konteks keadaan klinis.

16
Asiklovir harus digunakan pada kasus dengan kecurigaan HSV (pasien

dengan lesi herpetic), dan biasanya digunakan secara empiris pada kasus

yang lebih berat yang komplikasinya encephalitis atau sepsis.


 Agen Antiemetik: Agen ini digunakan dengan luas untuk mencegah mual

dan muntah.
- Ondansetron (Zofran) Antagonis selektif 5-HT3-receptor yang

menghentikan serotonin di perifer dan sentral, Mempunyai efikasi

pada pasien yang tidak berespon baikterhadap anti emetik lain.

Dewasa: 4-8 mg IV q8h/q12h. Pediatrik: 0.1 mg/kg IV lambat

maximum 4 mg/dosis; dapat diulang q12h


- Droperidol (Inapsine): Agen neuroleptik yang mengurangi muntah

dengan menghentikan stimulasi dopamine dari zona pemicu

kemoreseptor. Juga mempunyai kandungan antipsikotik dan

sedative. Dewasa: 2.5-5 mg IV/IM q4-6 prn. Pediatrik: 6 bulan:

0.05-0.06 mg/kg/dose IV/IM q4-6 prn


 Agen Antikonvulsi: Kejang hampir selalu menyertai pasien dengan

meningitis. Tatalaksana kejang pada meningitis bisa mengikuti algoritme

tatalaksana kejang pada anak.


 Agen Antiviral: Terapi anti enteroviral masih dibawah investigasi untuk

meningitis viral dan dapat segera tersedia. Regimen anti HIV dan anti

tuberculosis tidak dibicarakan disini, tetapi sebaiknya digunakan jika

infeksi ini dengan kuat mendukung secara klinis atau telah dikonfirmasi

dengan pengujian. Terapi empiris dapat dihentikan ketika penyebab

meningitis viral telah tegak dan meningitis bakterial telah disingkirkan


- Acyclovir (Zovirax): Untuk diberikan secepatnya ketika diagnosis

herpetic meningoencephalitis dicurigai. Menghambat aktivitas untuk

17
kedua HSV-1 and HSV-2. Dewasa: 30 mg/kg/d IV dibagi q8h for 10-

14 hari. Pediatrik: 30 mg/kg/d IV dibagi q8h untuk 10 hari.

PROGNOSIS

Penderita dengan penurunan kesadaran memiliki resiko tinggi

mendapatkan sekuele atau risiko kematian. Adanya kejang dalam suatu episode

meningitis merupakan faktor resiko adanya sekuele neurologis atau mortalitas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonym. Meningitis Bakterial. [serial online] 2011 [cited 2011 Jan 27];
Available from: URL:
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/meningitis-bakterial.html
2. Kumar,A.2005. Viral meningitis. Department of Pediatrics and Human
Development Michigan State University. College of Medicine and En
Sparrow Hospital. www.emedicine.com/PED/topic234.htm
3. Markum A. H, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta :Balai
penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Hal327-3
4. Razonables R.R. 2005. Meningitis. Divisio of Infectious Disease
Department of Medicine. Mayo Clinic College of Medicine.
www.emedicine.com/med/topic2613.htm
5. Ritarwan K. Diagnosis dan penatalaksanaan meningitis otogenik. Majalah
Kedokteran Nusantara 2006 Sep; 39 (3): 253.
6. Satria. Meningitis viral. [serial online] 2011 [cited 2011 Jan 27]; Available
from: URL: http://satriaperwira.wordpress.com/2010/07/06/meningitis-
viral/
7. Sugiri B. Sistem saraf. Kumpulan Materi Kuliah [serial online] 2011 [cited
2011 Jan 27]; Available from: URL:
http://hmkuliah.wordpress.com/2010/12/03/sistem-saraf/

18

Anda mungkin juga menyukai