TUGAS AKHIR
Oleh
aureus yang menyebabkan bakteremia meningkat 34% dari 7.855 kasus ditahun
2002 menjadi 10.503 kasus ditahun 2009 (Gagliotti et al., 2011). Di Amerika,
penyakit infeksi kulit karena S. aureus meningkat dari 1,2 juta kasus ditahun 1993
menjadi 3,4 juta ditahun 2005 (Tong et al., 2015). Penyakit yang disebabkan oleh
2005).
mengalami peningkatan (Saga dan Yamaguchi, 2009). The Center for Disease
Control and Prevention USA (2017) melaporkan bahwa peresepan antibiotik pada
tahun 2011 sebanyak 192 juta dan pada tahun 2014 meningkat hingga mencapai
198 juta pertahun di Amerika. Salah satu permasalahan yang menjadi perhatian
utama dalam dunia medis adalah meningkatnya angka kejadian resistensi antibiotik
(WHO, 2014). Dilaporkan bahwa sebanyak 2 juta orang terinfeksi bakteri yang
telah resisten terhadap antibiotik dan sedikitnya 23.000 orang meninggal akibat
terjadinya resistensi bakteri terhadap suatu antibiotik (Permenkes, 2011). Bila telah
1
2
terjadi mutasi pada bakteri, maka antibiotik akan bersifat selective pressure pada
bakteri yang sensitif terhadap antibiotik. Sementara, bakteri yang telah mutasi akan
Melihat bahwa kejadian resistensi antibiotik yang terus meningkat, berbagai cara
kombinasi lebih mudah dilakukan untuk melawan bakteri yang resisten dari pada
resistensi (Laureti et al., 2013). Maka, diduga pemberian antibiotik kombinasi yang
(Bollenbach, 2015).
kejadian resistensi belum diketahui. Penelitian ini diawali dengan mencari dosis
3
daya hambat dan daya bunuh minimum antibiotik untuk mengetahui dosis indikasi
dalam mencapai dosis subletal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
tunggalnya.
buah anggur dan coccus berarti bulat. Bakteri S. aureus berbentuk bulat dengan
diameter 0,5 – 1,5 µm. Bakteri bertumpuk secara tidak teratur dan
anaerob. S. aureus termasuk bakteri yang non-motil (tidak bergerak) dan tidak
aureus memerlukan suhu 370C. Pada suhu 20-250C dapat membentuk pigmen.
5
6
2.1.2 Taksonomi
Bakteri Staphylococcus aureus berasal dari kerajaan bacteria dengan divisi
(Harris et al., 2002). Penyebaran infeksi bakteri S. aureus dapat melalui kontak
dengan pus, kulit atau karier. Penyebaran infeksi juga bisa disebabkan ketika
2.1.4 Resistensi
2.1.4.1 Resistensi Amikasin
Resistensi amikasin terjadi karena terjadinya mutasi pada 16S ribosom
pada gugus asetilasi di 6’-N. Enzim yang bekerja pada mekanisme ini
Gambar 2.3 Kelompok modifikasi struktur –OH dan –NH terhadap antibiotik
golongan aminoglikosida (Ramirez dan Tomalsky, 2017).
plasmid. Dua gen mutasi yang diketahui sebagai dasar terjadinya mutasi
adalah gen sul1 dan sul2. Gen sul1 berlokasi di di integron kelas 1,
pada plasmid kecil yang ditujukan pada pBP1. Selain melalui plasmid,
(Skold, 2001).
membentuk mutasi gen yang dimediasi oleh plasmid sangat sedikit. Namun,
terjadi pada cassette pada integron kelas 1 dan 2. Integron kelas 2 karier
(Skold, 2001).
{[(2S,3R,4S,5S,6R)-4-amino-3,5-dihydroxy-6-(hydroxymethyl)oxan-2-
yl]oxy}-4-{[(2R,3R,4S,5S,6R)-6-(aminomethyl)-3,4,5-trihydroxyoxan-2-
2017).
aminoglikosida yang dapat mengikat ribosom subunit 30S pada bakteri secara
konsentrasi setelah 30-60 menit. Selain itu pemberian amikasin juga dapat
saat mencapai titik konsentrasi 8-10 kali di atas konsentrasi hambat minimal
Sulfametoksazol memiliki warna hampir putih, tidak berbau dan tidak berasa
memiliki rasa pahit dengan berat molekul 290,3 (Skold, 2001). Memiliki rumus
struktur berikut:
yl)benzenesulfonamide;5-[(3,4,5-trimethoxyphenyl)methyl] pyrimidine-2,4-
(Huovinen, 2001).
ketika dikombinasikan akan meningkatkan efek obat yang lain (Rang et al.,
2012).
sintetis yang tersedia dalam tablet Double Strength (DS) yang masing-masing
12
Gambar 2.8 Mekanisme asam folat di sel (Gonen dan Assaraf, 2012)
(Permenkes, 2011).
infeksi agar tidak meluas, dan mengobati infeksi campuran (Tamma et al.,
2014). Pada kasus seperti bakteri yang menginfeksi tidak mudah dibunuh oleh
2010).
adalah sebuah kata yang berasal dari Yunani dengan arti “berubah” (Rao,
1995). Mutasi merupakan perubahan genotip pada untaian DNA bakteri yang
pada media atau kultur (Pope et al., 2008). Frekuensi mutasi yang digunakan
untuk melihat resistensi suatu antibiotik sering diartikan frekuensi in vitro yaitu
2000).
Nutrient Broth (NB), suhu optimal 370C, kondisi pH dan kadar udara yang
15
pertumbuhan maka bakteri akan tumbuh dan berkembang biak dengan sangat
pertama dimulai dari lag phase, yaitu dimana sel bakteri sedang melakukan
dengan cepat untuk mempersiapkan siklus selanjutnya. Pada fase ini, bakteri
besar.
Tahapan ketiga adalah stationary phase. Pada fase ini, bakteri mengalami
ini sering diartikan dengan jumlah bakteri yang tumbuh sama dengan jumlah
Faktor lainnya adalah peningkatan jumlah produk akhir pada suatu populasi
Tahap keempat adalah death phase. Pada fase ini bakteri mengalami
terjadi pada fase ini setara atau sejajar dengan peningkatan jumlah bakteri
(Hogg, 2005). Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah turbidimetric
method.
Forming Unit (CFU) per mililiter dan dirancang untuk digunakan untuk
Instrumen ini akan memberikan penyerapan yang lebih jelas (Sutton, 2011).
Sensitif
Kotrimoksazol Amikasin
Kombinasi
Antibiotik
Amikasin
+
Kotrimoksazol
Ribosom
Enzim
Sub-unit
dihidropteroat
30S
sintase
Farmakokinetik
dan
dihidrofolat Sinergis
reduktase
Sintesis Asam
Sintesis Protein
Folat
Kematian Sel
18
19
Berikatan
Defisiensi
dengan Cu(II)
asam folat
Kompleks
Metyhlenetetrahidrofolate Cu(II)-Ami
(MTHF)
Kompleks CU(II)-
n-formyl Ami + H2O2
Pembentukan Inosine
Monophosphate (IMP) 2’-deoxyguanosine
menjadi derivat 8-oxo
Sintesis purin
Kerusakan
DNA
Respon
SOS
Mutasi
Perubahan
Frekuensi mutasi
susunan
genotip
Keterangan:
: Mengakibatkan
: Menghambat Sifat
: Keduanya resistensi
: Diteliti
: Farmakokinetik
: Mekanisme Kotrimoksazol Resistensi
: Mekanisme Amikasin
20
Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah spesies bakteri bagian dari genus
berikatan dengan target yang masih rentan di dalam sel bakteri, kuantitas
antibiotik yang berikatan dengan target harus memiliki jumlah yang cukup,
ketika antibiotik digunakan dengan cara yang tidak tepat (irrasional) seperti
yang terlalu singkat, hasil diagnosa yang tidak tepat dan penggunaan antibiotik
menghambat sintesis asam folat bakteri pada dua tempat. Pertama pada enzim
yang semula letal menjadi dosis yang subletal. Dosis subletal akan merangsang
al., 2017). Ketika DNA bakteri mengalami kerusakan, maka bakteri akan
memicu pengaktifan respon SOS (Rojas et al., 2014). Respon SOS akan
mengkatalis sintesis DNA yang rusak. Namun, Pol IV dan V rentan melakukan
kesalahan saat reparasi kerusakan DNA (Sladewski et al., 2012). Hal ini
3.2 Hipotesis
Adapun hipotesis yang diangkat pada penelitian ini yaitu:
H0 :
H1 :
Antibiotik Amikasin
Antibiotik Kotrimoksazol
S. aureus
Laju Pertumbuhan
Frekuensi Mutasi
23
yang dapat dilihat melewati adanya bakteri yang tumbuh pada media yang
dilihat melewati adanya bakteri yang tumbuh pada media yang diberikan
Spektrofotometer OD 600nm.
4. Kadar Bunuh Minimum (KBM) adalah konsentrasi yang paling rendah dari
ditandai tidak munculnya koloni bakteri di media padat berupa nutrient agar
5. Frekuensi Mutasi (FM) adalah peluang jumlah kejadian mutasi bakteri saat
kultur.
asam folat.
tertentu untuk pengujian kadar hambat minimum (KHM), kadar bunuh minimum
Malang (UNISMA)
Antibiotik Amikasin
Erlenmeyer 250 ml
Erlenmeyer 500 ml
Tabung reaksi
Aluminium foil
25
26
Alkohol 70%
Mikro pipet
Aquades steril
Batang pengaduk
Corong gelas
Kapas
Kertas saring
Eppendorf 2 mL
Autoclaf
4.3.2 Alat dan Bahan Pengujian Frekuensi Mutasi & Resistensi Bakteri
S. aureus
Antibiotik Kotrimoksazol
Antibiotik Amikasin
Tabung reaksi
Mikro pipet
Oshe
Bunsen
Alkohol 70 %
Bakteri S. aureus
Aquades steril
Well Plate 96
Wadah penyimpanan
27
Inkubator
Spektrofotometer Biasa
Spektrofotometer Epoch
penelitian ini adalah dengan metode dilusi secara serial. Metode ini
menghasilkan konsentrasi antibiotik menjadi 1 kali, 1/2 kali, 1/4 kali, 1/8 kali,
pertama kali diisi dengan 100µL nutrient broth (NB). Well A1 diisi dengan
untuk dipindahkan ke dalam well A2 yang telah berisi 100µL NB. Ambil
dalam well A3, begitu seterusnya hingga well A12. Kemudian, well 1-12
ditambahkan 100µL bakteri S. aureus 105CFU/mL. Hal ini juga dilakukan pada
azizi, 2016).
Pembacaan hasil dapat dilakukan dengan cara manual (kualitatif) yaitu bila
kekeruhan (Soleha, 2015). Hasil uji KHM secara kuantatif dapat dilakukan
Gen5TM. Hasil yang didapat kemudian dikurangi 50% hingga 80% dari bakteri
kontrol.
KHM ke dalam media padat nutrient agar di cawan petri (Balouiri, 2016).
Bakteri yang diinokulasikan adalah bakteri yang terdapat pada 2 dilusi dibawah
nilai KHM dan 5 diatas nilai KHM. Cawan petri dibuat Grid Based System
sebanyak 16 kotak. 8 kotak diisi dengan 8 dilusi dari KHM antibiotik tunggal
inkubasi selama 24 jam (Balouiri, 2016). Interpretasi hasil KBM adalah dengan
S. aureus pada media padat nutrient agar setelah pertumbuhan bakteri terakhir
mikroorganisme yang dikultur secara paralel (Pope et al., 2008). Metode ini
bertujuan untuk memberikan paparan antibiotik dosis sub letal pada S. aureus
1994).
(ITA) dengan pemberian 50µL Nutrient Broth dan 50µL konsentrasi akhir ½
(IKAK) dengan pemberian 50µL Nutrient Broth dan 50µL konsentrasi akhir ½
masing well memiliki volume sebanyak 200µL. Setelah itu diinkubasi selama
sebagai kelompok Seleksi Amikasin (SA) berisi NA dan 2 kali KHM antibiotik
kotak. Setiap kotak diisi 10µL dari setiap well pada 12 kelompok metode
Fluctuation Test.
m = -ln.pO
Keterangan :
pada penggunaan cawan petri yang tidak diperlukan dan diperlukan inkubasi
96 well-plate dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok NI, ITA, ITK dan
IKAK dengan induksi ½ kali KHM. Diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu
31
kelompok, yaiut NS, SA dan SK dan SKAK dengan seleksi 1 kali KHM. Setiap
untuk melihat pola dan tingkat pertumbuhan mutasi bakteri. Pada frekuensi
mutasi. Laju pertumbuhan bakteri dan frekuensi mutasi bakteri akan diuji
Observasi Dimasukkan ke
dalam 12 well
Inkubasi 370C
Inkubasi 370C
selama 24 jam
selama 24 jam
Inokulasi bakteri
Hitung pertumbuhan
pada cawan petri
bakteri dengan
dibagi 16 kotak
Spektrofometri OD600nm
33
24 well 24 well
24 well
Induksi Tunggal Induksi kombinasi
Induksi Tunggal
24 well Kotrimoksazol Amikasin-Kotrimoksazol
Amikasin (ITA)
Non Induksi (NI) (ITK) (IKAK)
50µL NB + 50µL
100µL NB 50µL NB + 50µL 1 50µL NB + 50µL 1 kali
1 kali KHM
kali KHM KHM kombinasi Amikasin-
Amikasin
Kotrimoksazol Kotrimoksazol
2 kali KHM Amikasin 2 kali KHM Amikasin 2 kali KHM Amikasin 2 kali KHM Amikasin
8 kotak 8 kotak 8 kotak 8 kotak
Seleksi Kotrimoksazol Seleksi Kotrimoksazol Seleksi Kotrimoksazol Seleksi Kotrimoksazol
(SK) (SK) (SK) (SK)
2 kali KHM Amikasin- 2 kali KHM Amikasin- 2 kali KHM Amikasin- 2 kali KHM Amikasin-
Kotrimoksazol Kotrimoksazol Kotrimoksazol Kotrimoksazol
24 well 24 well
24 well Induksi kombinasi
Induksi Tunggal
Induksi Tunggal Amikasin-Kotrimoksazol
24 well Kotrimoksazol
Amikasin (ITA) (IKAK)
Non Induksi (NI) (ITK)
50µL NB + 50µL 50µL NB + 50µL ½ kali
50µL NB 50µL NB + 50µL ½
½ kali KHM KHM kombinasi Amikasin-
kali KHM
Amikasin Kotrimoksazol
Kotrimoksazol
1 kali KHM Amikasin 1 kali KHM Amikasin 1 kali KHM Amikasin 1 kali KHM Amikasin
Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC bersamaan dengan pembacaan spektrofotometri OD600nm
5.1 Hasil Uji Kadar Hambat minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum
(KBM) Antibiotik Tunggal Amikasin, Kotrimoksazol dan Kombinasi
Amikasin-Kotrimoksazol pada Staphylococcus aureus
Hasil KHM dilakukan dengan pembacaan nilai absorbansi melalui
dengan cara inokulasi bakteri dimulai dari 5 dilusi diatas nilai KHM dan 2
tumbuhnya koloni pada media padat Nutrient Agar sebelum koloni pertama
Nilai uji KHM dan KBM antibiotik terhadap bakteri S. aureus yang
dilakukan dalam berbagai dilusi dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Hasil
KHM dan KBM antibiotik amikasin dapat dilihat pada tabel 5.1. Hasil KHM
dan KBM antibiotik kotrimoksazol dapat dilihat pada tabel 5.2. Hasil KHM
tabel 5.3. Penentuan hasil KHM ditunjukkan dengan angka yang ditebalkan.
Tanda (-) diartikan sebagai tidak tumbuhnya koloni bakteri S. aureus pada
media padat NA. Tanda (+) diartikan sebagai tumbuhnya koloni bakteri S.
aureus pada media padat NA. Bakteri yang tidak diinokulasi ditandai dengan
tidak diperiksa (TD). Nilai KBM ditentukan dengan tanda (-) terakhir sebelum
35
36
Tabel 5.3 Hasil Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh
Minimum (KBM) antibiotik kombinasi Amikasin-Kotrimoksazol
KHM Kombinasi
Pengenceran Amikasin-Kotrimoksazol (1 mg/ml)
KBM
(x) Dosis (µg/ml) Absorbansi
Amikasin Kotrimoksazol OD 600
KP - - 0,363 TD
1/2 31,25 125 0,128 ± 0,016 TD
1/4 15,625 62,5 0,141 ± 0,014 -
1/8 7,812 31,25 0,149 ± 0,013 -
1/16 3,906 15,625 0,154 ± 0,021 -
1/32 1,953 7,812 0,165 ± 0,021 -
1/64 0,976 3,906 0,153 ± 0,010 +
1/128 0,488 1,953 0,157 ± 0,006 +
1/256 0,244 0,976 0,201 ± 0,067 +
1/512 0.122 0,488 0,281 ± 0,044 +
1/1024 0.061 0,244 0,319 ± 0,036 TD
1/2048 0.030 0.122 0,352 ± 0,052 TD
1/4096 0.015 0.061 0,351 ± 0,025 TD
Keterangan : KP adalah kontrol posistif, KN adalah kontrol negatif, (+)
adalah kultur yang tumbuh, (-) adalah kultur yang tidak tumbuh, TD adalah
tidak diperiksa.
ditemukan pada pengenceran 1/512 atau setara dengan dosis 1,953 µg/ml dengan
amikasin terdapat pada pengenceran 1/256 atau setara dengan 3,906 µg/ml.
pada pengenceran 1/128 yang setara dengan dosis 7,812 µg/ml dengan nilai
µg/ml.
0,006. Pengenceran ini setara dengan dosis 0,488 µg/ml antibioitk tunggal
pengenceran 1/32. Pengenceran ini setara dengan dosis 1,953 µg/ml antibiotik
5.2 Hasil Laju Pertumbuhan Bakteri S. aureus Pada Media Non-Selektif dan
Media Selektif
Pengujian laju pertumbuhan bakteri dilakukan dengan cara bakteri
diinduksi ½ kali KHM dan diseleksi 1 kali KHM pada media cair Nutrient
spektrofotometer OD 600nm. Pada jam ke-0, jam ke-32 jam terjadinya titik
kenaikan kurva dan titik maksimal kurva pertumbuhan diuji dengan analisa T-
seleksi, yaitu bakteri yang tidak diseleksi ditandai dengan NS (gambar 5.1),
yang tidak diinduksi ditandai dengan non-induksi (NI), induksi amikasin (IA),
(IK).
1 b b
0.9
0.8
Absorbansi OD 600nm
0.7
a
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36
Waktu (Jam Ke)
NI IA IB IK
Gambar 5.1 Kurva pertumbuhan bakteri yang tidak diberikan antibitoik atau
tidak diseleksi (NS). NI, Non Induksi-Non Seleksi; IA, Induksi Amikasin;
IB, Induksi Kotrimosazol; IK, Induksi Kombinasi. a, tidak berbeda
signifikan antara NI-IA, NI-IB dan NI-IK; b, berbeda signifikan antara NI-
IA dan NI IB.
0.043, IA 0.335 ± 0.043, IB 0.340 ± 0.007, IK 0.321 ± 0.024, namun tidak ada
IB 0.698 ± 0.077, IK 0.868 ± 0.036 yang berbeda signifikan. Pada jam ke-36
0.9
0.8
Absorbansi OD 600nm 0.7
0.6
0.5
0.4
a
0.3 a
b c
0.2
0.1
0
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36
Waktu (Jam Ke)
NI IA IB IK
Gambar 5.2 Kurva pertumbuhan bakteri yang diberikan atau diseleksi
antibiotik tunggal amikasin (SA). NI, Non Induksi; IA, Induksi Amikasin;
IB, Induksi Kotrimosazol; IK, InduksiKombinasi. a, tidak berbeda
signifikan antara NI-IA, NI-IB dan NI-IK; b, berbeda signifikan antara NI-
IA dan NI IB; c, berbeda signifikan antara NI-IB dan NI-IK.
bakteri hanya pada kelompok NI 0.138 ± 0.018 yang berbeda signifikan. Jam
signifikan.
41
0.9
0.8
Absorbansi OD 600nm 0.7
0.6 d
0.5
0.4
0.3 b a c
0.2
0.1
0
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36
Waktu (Jam Ke)
NI IA IB IK
Gambar 5.3 Kurva pertumbuhan bakteri yang diberikan atau diseleksi
antibiotik tunggal kotrimoksazol (SB). NI, Non Induksi; IA, Induksi
Amikasin; IB, Induksi Kotrimosazol; IK, Induksi Kombinasi. b, berbeda
signifikan antara NI-IA dan NI IB; c, berbeda signifikan antara NI-IB. d,
berbeda signifikan antara NI-IA, NI-IB dan NI-IK.
ada perbedaan yang signifikan. Jam ke-8 didapatkan titik awal kenaikan
0.182 ± 0.013, IB 0.19 ± 0.008, IK 0.167 ± 0.017. Pada jam tersebut didapatkan
signifikan.
42
1 b
c
0.9
0.8
Absorbansi OD 600nm
0.7
0.6
0.5 a
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36
Waktu (Jam Ke)
NI IA IB IK
0.025, IA 0.272 ± 0.037, IB 0.265 ± 0.041, IK 0.305 ± 0.052 dan tidak ada
IB 0.619 ± 0.053, IK 0.771 ± 0.046 yang berbeda signifikan. Pada jam ke-36
KHM antibiotik dan diseleksi dengan 2 kali KHM antibiotik pada media
untuk melihat jumlah koloni yang tumbuh. Jumlah koloni yang tumbuh
tidak diberikan dan diberikan seleksi antibiotik dilihat selama masa inkubasi
24 jam (gambar 5.5) dan 72 jam (gambar 5.6). Kemudian jumlah mutasi bakteri
dihitung setelah masa inkubasi selama 72 jam (tabel 5.4) yang dibandingkan
dengan masa inkubasi selama 24 jam. Kelompok bakteri yang diinduksi ½ kali
KHM ditandai dengan angka 1 untuk tidak diinduksi, angka 2 untuk induksi
diseleksi dengan 2 kali KHM ditandai dengan huruf A untuk tidak diseleksi,
A B
1 1
2 2
3 3
4 4
C D
1 1
2 2
3 3
4 4
Gambar 5.5 Hasil uji frekuensi mutasi dengan induksi 1x KHM dan seleksi 2x KHM
setelah inkubasi selama 24 jam. A, Non-Seleksi; B, Seleksi Amikasin; C, Seleksi
Kotrimoksazol; D, Seleksi Amikasin-kotrimoksazol; 1, Non-Induksi; 2, Induksi
Amikasin; 3, Induksi Kotrimoksazol; 4, Induksi Kombinasi Amikasin-Kotrimoksazol.
A B
1
1
2
2
3 3
4 4
C D
1 1
2 2
3 3
4 4
Gambar 5.6. Hasil uji frekuensi mutasi dengan induksi 1x KHM dan seleksi 2x KHM
setelah inkubasi selama 72 jam. A, Non-Seleksi; B, Seleksi Amikasin; C, Seleksi
Kotrimoksazol; D, Seleksi Amikasin-kotrimoksazol; 1, Non-Induksi; 2, Induksi
Amikasin; 3, Induksi Kotrimoksazol; 4, Induksi Kombinasi Amikasin-Kotrimoksazol.
45
bakteri yang tidak diberikan antibiotik atau tidak diseleksi (A), didapatkan
Pada kelompok mutasi bakteri yang diberikan atau diseleksi dengan antibiotik
15/24 kotak dan kelompok 4 berjumlah 14/24 kotak. Pada kelompok mutasi
Setelah inkubasi selama 72 jam (tabel 5.4), pada seleksi amikasin, angka
terjadinya rata-rata mutasi (m) pada kelompok non-induksi 1.617 ± 0.400 yang
tidak diketahui, namun tidak berbeda signifikan. Pada induksi amikasin yang
PEMBAHASAN
6.1. Ui Kadar Hambat minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM)
Antibiotik Tunggal Amikasin, Kotrimoksazol dan Kombinasi Amikasin-
Kotrimoksazol pada Staphylococcus aureus
Pada penelitian ini didapatkan dosis KHM antibiotik tunggal amikasin
1,3 µg/mL dan sulfametoksazol 6,4 µg/mL. Pada saat dikombinasikan, nilai
dosis KBM yang ditemukan pada antibiotik tunggal amikasin 3,906 µg/mL,
47
48
2015).
dinding sel untuk obat lainnya (Gunnison et al., 1953). Interaksi tersebut
dan dalfopristin yang keduanya mengikat ribosom di tempat yang berbeda dan
dibagi berdasarkan target antibiotik, yaitu pada replikasi dan perbaikan DNA,
sintesis protein, dinding sel dan sintesis asam folat (Walsh, 2003). Terkadang
konsep antara sifat bakteriosidal sering terbalik dengan antibiotik yang bersifat
KHM lebih kecil dari antibiotik tunggal masing-masing. Hal ini menandakan
amikasin nilai KBM berada 1 kali dilusi diatas nilai KHM, sedangkan nilai
6.2. Pola Kurva Pertumbuhan Bakteri S. aureus Pada Media Non-Selektif dan
Media Selektif
Uji sensitivitas antibiotik dapat dilihat melalui kinetika pertumbuhan
dengan melihat pola kurva pertumbuhan bakteri. Hal ini dapat menunjukkan
pertumbuhan bakteri dalam keadaan normal dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu
fase lag, fase eksponensial atau fase log, fase stasioner dan fase kematian
(Widdel, 2007). Fase lag adalah dimana bakteri beradaptasi dengan media
pembelahan sel sehingga terjadi peningkatan jumlah sel pada fase log. Setelah
bakteri melewati fase log maka pertumbuhan bakteri akan terhambat yang
(Hogg, 2005).
mengalami fase log kurang dari 0,5 jam dan memasuki fase stasioner pada jam
pertumbuhan bakteri pada jam ke-36 dibandingkan dengan bakteri yang tidak
bahwa dosis antibiotik tunggal ½ kali KHM (tabel 5.1) yang digunakan sudah
diinduksi.
51
mengalami fase log dimulai pada jam ke-12 hingga mencapai pertumbuhan
maksimal pada jam ke 36. Berdasarkan uji T-test, perbedaan antara kelompok
bakteri yang tidak diinduksi antibiotik dengan bakteri yang diinduksi antibiotik
ditemukan perbedaan yang signifikan pada jam ke-36. Pada bakteri yang
diinduksi ½ kali KHM (tabel 5.1, tabel 5.2, tabel 5.3) dan sudah mampu
selanjutnya adalah bakteri sejatinya masih mengalami fase lag namun waktu
yang dilihat kurang panjang sehingga tidak terlihat fase log dan fase stasioner
mengalami fase log dimulai pada jam ke-8 hingga mencapai pertumbuhan
maksimal pada jam ke 36. Hal ini dimungkinkan karena bakteri hanya
Kemungkinan lainnnya adalah dosis seleksi 1 kali KHM yang digunakan jauh
berada dibawah dosis KBM (tabel 5.2). Hal ini berbeda dengan seleksi
amikasin dimana 1 kali KHM antibiotik amikasin berada dibawah dosis KBM
dimungkinkan terus mengalami fase lag atau telah mengalami kematian sama
dengan bakteri yang tidak diseleksi. Pada bakteri yang diseleksi kombinasi
kurang dari 0,5 jam hingga jam ke-4. Pada jam ke-6 hingga jam ke-36, bakteri
tumbuh pada seleksi kombinasi bisa disebabkan karena dosis kombinasi yang
Hal ini ditunjukkan dari hasil pengujian KBM (tabel 5.3) dimana dosis
53
µg/ml) tidak bersifat bakteriosidal. Sehingga bakteri yang tidak diinduksi dan
(Bush, et al., 2011). Strategi tersebut dibagi menjadi dua, yaitu resistensi dan
dua, yaitu toleransi dengan pertumbuhan yang lambat dan toleransi dengan lag.
dimana ketika sel bakteri merespon paparan antibiotik maka bakteri akan
Toleransi dengan lag terjadi ketika dalam keadaan transien yang disebabkan
Pemanjangan fase lag memiliki hubungan erat dengan potensi bakteri dalam
kelas yang berbeda dengan dosis yang sama, maka pemanjangan fase lag
54
belum tentu sama antara antibiotik satu dengan lainnya. Bakteri yang diberikan
Pada penelitian ini, bakteri yang diinduksi ½ kali KHM antibiotik amikasin
gen mutasi yang diketahui sebagai dasar terjadinya mutasi adalah gen sul1 dan
dikarenakan mutasi pada gen dfr1 yang terjadi pada cassette pada integron
kelas 1 dan 2. Integron kelas 2 karier berada pada transposon Tn7 dapat
resistensi pada seleski antibiotik tunggal amikasin. Ketika bakteri yang telah
dengan stresor tersebut (Milisav et al., 2012). Bakteri yang resisten terhadap
al (2015), bakteri yang resisten terhadap golongan sintesis asam folat juga
amikasin telah memasuki nilai KBM (tabel 5.1). Pada seleksi kotrimoksazol
dan tabel 5.3). Sehingga dimungkinkan bahwa angka mutasi pada seleksi
dalam dosis tunggal memiliki efektifitas yang lebih baik dibandingkan dengan
dosis yang terbagi yang terbagi lebih sedikit dengan antibiotik lain (Katzung
dan Trevor, 2012). Beberapa obat yang diberi label sebagai 'bakteriostatik'
organisme dalam waktu 18-24 jam. Sifat bakterisidal dan bakteriostatik secara
dan lama waktu pengujian (Pankey dan Sabath, 2004). Bakteri yang resisten
Pal et al (2015) dan Lazar et al (2013), bakteri yang resisten terhadap golongan
asam folat. Hal ini terlihat pada terjadinya rata-rata mutasi (tabel 5.4) pada
resisten lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri yang tidak diinduksi dan
Namun, interaksi obat yang bersifat sinergis tidak mampu menahan evolusi
(Torella et al., 2010). Hal ini disebabkan karena ketika antibiotik memperkuat
dan kombinasi.
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Dibawah ini merupakan beberapa kesimpulan yang didapat pada penelitian ini,
antara lain:
S. aureus.
tunggal kotrimoksazol.
58
59
kotrimoksazol.
7.2 Saran
lainnya.
pertumbuhan bakteri.