Anda di halaman 1dari 2

Epidemiologi

Ambliopia adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting karena prevalensinya


di kalangan anak-anak, dan karena gangguan penglihatan dari ambliopia berlangsung seumur
hidup. Prevalensi ambliopia di seluruh dunia sekitar 1% - 5%. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) memperkirakan 19 juta anak-anak berusia di bawah 15 tahun mengalami gangguan
penglihatan dari jumlah tersebut, 12 juta mengalami gangguan akibat kesalahan refraksi dan
ambliopia yang tidak dikoreksi.1

Prevalensi ambliopia di Amerika Serikat sulit untuk ditaksir dan berbeda pada tiap
literatur, berkisar antara 1%- 3,5 % pada anak yang sehat dan 4% -“ 5,3 % pada anak dengan
masalah mata. Hampir seluruh data mengatakan sekitar 2% dari keseluruhan populasi
menderita ambliopia.1,2

Di Cina, menurut data bulan Desember tahun 2005, sekitar 3%- 5 % atau 9 hingga 5
juta anak menderita ambliopia. Di Indonesia, suatu penelitian dengan sampel Murid-murid
kelas 1 SD di Bandung, menunjukkan angka prevalensi Ambliopia berkisar 1,56%. Pada
sebuah penelitian di Yogyakarta, didapatkan bahwa insidensi Ambliopia pada anak di
kawasan perkotaan adalah sebesar 0,25% sedangkan di pedesaaan sebesar 0,20%. Tidak ada
perbedaan insidensi berdasarkan jenis kelamin dan ras. Usia terjadinya ambliopia yaitu pada
periode kritis perkembangan mata. Resiko meningkat pada anak yang perkembangannya
terlambat, prematur dan / atau dijumpai adanya riwayat keluarga ambliopia.3,4

Ambilopia unilateral dikaitkan dengan strabismus pada 50% kasus dan dengan anisometropia
dalam persentase kasus yang sedikit lebih kecil. Sekitar 50% anak-anak dengan esotropia
mengalami ambliopia pada saat diagnosis awal. Ambliopia empat kali lebih sering terjadi
pada anak-anak yang prematur, kecil usia kehamilan, atau memiliki riwayat keluarga dengan
ambliopia.5 Prevalensi ambliopia pada anak-anak dengan keterlambatan perkembangan enam
kali lipat lebih besar. Faktor lingkungan termasuk Ibu yang merokok dan penggunaan
narkoba atau alkohol selama masa kehamilan dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko
ambliopia atau strabismus.3

Ambliopik Strabismik

Ambbliopia yang terjadi akibat juling lama (biasanya juling ke dalam pada anak sebelum
penglihatan tetap. Pada keadaan ini terjadi supresi pada mata tersebut untuk mencegah
gangguan penglihatan (diplopia). Kelainan ini disebut sebagai ambliopia strabismik dimana
kedudukan bola mata tidak sejajar sehingga hanya satu mata yang diarahkan pada benda yang
dilihat.6

Ambliopia strabismik ditemukan pada penderita esotropia dan jarang pada mata dengan
eksotropia. Strabismus yang dapat menyebabkan ambliopia adalah strabismus manifes,
strabismus monokular, strabismus dengan sudut deviasi kecil, strabisumus yang selalu
mempunyai sudut deviasi di seluruh arah pandangannya.6
Fiksasi siang (menggunakan mata kiri untuk melirik ke kanan dan mata kanan untuk melirik
ke kiri) merupakan antiuji ambliopia strabismik . Bila kondisi ini terjadi maka tidak akan
terdapat ambliopia. Pengobatan pada ambliopia strabismik ialah dengan menutup mata yang
sehat dan dirujuk pada dokter mata. Mabliopia strabismik dapat pulih kembali pada usia
dibawah 9 tahun dengan menutup totalmata yang baik.2,6

Penyulit pada ambliopia strabismik, bila mata baru mengalami juling akan terjadi keluhan
diplopia atau penglihatan ganda. Bila hal ini berlangsung lama dapat terjadi korespondensi
retina yang abnormal. Korespondensi retina abnormal terjadi bila korteks serebri sudah dapat
menyesuaikan diri terhadap dua titik yang tidak sekoresponden menjadi satu titik. Juling akan
suka rdiatasi apabila sudah menjadi ambliopia atau sudah terjad korespondensi retina yang
abnormal. Pada ambliopia dapat terjadi ambliopia supresi akibat proses mental dimana
bayangan pada satu mata diabaikan.2,3,6

Daftar pustaka

1. Lee J, Bayley G, Thompson V. Amblyopia (Lazy eye). 2015. Available at :


http://www.allaboutvision.com/condition/amblyopia.htm.
2. Nurchaliza HS. Ambliopia.2014. Available at : epository.usu.ac.id/bitstream/handle/
123456789/3439/09E01852.pdf;jsessionid=569BA44C055BA71A4DA3A16CA43EF
4FA?sequence=1.
3. Amblyopia. American Academy of Ophthamology.2011
4. Carlton J, Kaltenhaler E. Amblyopia and quality of life: a systemic review. Eye
(Lond) 2011;26:403-13.
5. Davidson S, Quinn GE. The impact of pediatric vision disorder in adulthood.
Pediatrics.2011;127:334-9
6. Sidarta I. Ilmu penyakit mata edisi ke 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI;2015. h.245-54

Anda mungkin juga menyukai