Anda di halaman 1dari 28

Referat

NYERI PUNGGUNG

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Program Dokter Internship Indonesia

Oleh:
dr. Yohanes Purwanto

Pembimbing:
dr. H. Abdul Karim, Sp.PD

Pendamping:
dr. H. Hermansyah Nasution
dr. Didin Khoerudin

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSUD TENGKU RAFIAN SIAK
PROVINSI RIAU
Januari 2018
0
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................... 1


Daftar Isi ................................................................................................................... 2
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 3
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 3
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
1.3. Tujuan ................................................................................................................ 4
1.4. Manfaat .............................................................................................................. 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
2.1. Definisi .............................................................................................................. 5
2.2. Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang .......................................................... 6
2.3. Klasifikasi ......................................................................................................... 9
2.4. Etiologi .............................................................................................................. 10
2.5. Epidemiologi ..................................................................................................... 11
2.6 Faktor Risiko ..................................................................................................... 12
2.7. Patofisiologi ...................................................................................................... 13
2.8. Diagnosis ........................................................................................................... 16
2.9 Penatalaksanaan ................................................................................................ 18
BAB III ALGORITMA NYERI PUNGGUNG ..................................................... 22
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 26

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan referat dengan judul “Diagnosis dan
Tatalaksana Nyeri Punggung:” yang diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan program
Internship Dokter Indonesia di RSUD Siak Provinsi Riau.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada dokter pembimbing dr.H.Abdul Karim,
Sp.PD, dan dokter pendamping dr.Hermansyah Nasution, dan dr. Didin Khoerudin, dan
semua rekan sejawat dokter internship yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.
Besar harapan penulis semoga referat ini bisa bermanfaat sebagai tambahan refeensi
terutama dalam diagnosis dan tatalaksana nyeri punggung yang banyak di jumpai di praktek
klinis sehari-hari.
Apabila dalam penyusunan referat ini terdapat banyak kekurangan, mohon sekiranya
dokter pembimbig, dokter pendamping, dan rekan sejawat dokter internship dapat memberi
masukan yang saran dan masukan yang positif. Akhirnya atas perhatiannya penulis ucapkan
banyak terima kasih.

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Nyeri punggung adalah nyeri di bagian lumbar, lumbosacral, atau di daerah leher.
Nyeri ini sangat beragam ketajaman dan intensitasnya. Nyeri punggung diakibatkan oleh
regangan otot atau tekanan pada akar saraf 1. Nyeri punggung biasanya dirasakan sebagai
rasa sakit, tegangan, atau rasa kaku di bagian punggung. Nyeri ini dapat bertambah buruk
dengan postur tubuh yang tidak sesuai pada saat duduk atau berdiri, cara menunduk yang
salah, atau mengangkat barang yang terlalu berat 2.
Dalam satu penelitian dikatakan bahwa kurang lebih 60-80% individu setidaknya
pernah mengalami nyeri punggung dalam hidupnya. Sebagian besar (75%) penderita akan
mencari pertolongan medis dan 25% di antaranya perlu dirawat inap untuk evaluasi lebih
lanjut 3. Pentingnya nyeri punggung dan leher ditandai sebagai berikut: (a) biaya yang
dihabiskan selama menderita nyeri punggung ±100 milyar dollar per tahun, termasuk biaya
kesehatan secara langsung ditambah biaya karena produktivitas yang menurun, (b) gejala
nyeri punggung merupakan penyebab utama disabilitas pada individu yang berusia <45
tahun, (c) nyeri punggung bawah merupakan penyebab paling sering kedua untuk berobat ke
dokter di Amerika, (d) ±1% populasi Amerika tidak mampu bekerja dalam waktu yang lama
karena menderita nyeri punggung 4.
Hasil penelitian yang dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSSI (Persatuan Dokter Saraf
Seluruh Indonesia) di Poliklinik Neurologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
pada tahun 2002 menemukan prevalensi penderita NPB sebanyak 15,6%. Angka ini berada
pada urutan kedua tertinggi sesudah sefalgia dan migren yang mencapai 34,8%. Dari hasil
penelitian secara nasional yang dilakukan di 14 kota di Indonesia juga oleh kelompok studi
Nyeri PERDOSSI tahun 2002 ditemukan 18,13% penderita NPB dengan rata-rata nilai VAS
sebesar 5,46±2,56 yang berarti nyeri sedang sampai berat. Lima puluh persen diantaranya
adalah penderita berumur antara 41-60 tahun5.

3
1.2. Rumusan Masalah
Tingginya insidensi penyakit ini mengharuskan tingginya kontak pasien dengan
tenaga medis sehingga diperlukan pembelajaran agar kasus seperti ini dapat ditangani dengan
tepat sebagaimana penanganan penyakit lainnya yang sering ditemui. Dengan demikian,
rumusan masalah pada tinjauan pustaka ini adalah:
1. Bagaimana algoritma diagnosis nyeri punggung yang tepat?
2. Bagaimana algoritma pengelolaan nyeri punggung yang tepat?

1.3. Tujuan
Tinjauan kepustakaan ini bertujuan menjelaskan dasar teori nyeri punggung yang
terdiri atas definisi, klasifikasi, etiologi, epidemiologi, faktor risiko, patofisiologi, diagnosis,
tatalaksana, komplikasi, dan prognosis.

1.4. Manfaat
Tinjauan pustaka ini untuk memenuhi tugas dokter intership di RSUD Tengku Rafian
Siak, dan untuk meningkatkan kemampuan sebagai praktisi kesehatan dalam menegakkan
diagnosis dan memberikan penanganan yang tepat pada kasus nyeri punggung.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Nyeri punggung adalah nyeri yang dirasakan di bagian punggung yang berasal dari
otot, persarafan, tulang, sendi atau struktur lain di daerah tulang belakang. Tulang belakang
adalah suatu kompleks yang menghubungkan jaringan saraf, sendi, otot, tendon, dan ligamen,
dan semua struktur tersebut dapat menimbulkan rasa nyeri 6. Nyeri punggung diakibatkan
oleh regangan otot atau tekanan pada akar saraf 1. Nyeri punggung adalah masalah yang
sering dirasakan kebanyakan orang dalam hidup mereka. Nyeri punggung biasanya dirasakan
sebagai rasa sakit, tegangan, atau rasa kaku di bagian punggung. Nyeri ini dapat bertambah
buruk dengan postur tubuh yang tidak sesuai pada saat duduk atau berdiri, cara menunduk
yang salah, atau mengangkat barang yang terlalu berat 2.

2.2. Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang


Tulang belakang adalah struktur yang kompleks, yang terbagi menjadi bagian anterior
dan posterior. Tulang belakanh terdiri dati korpus vertebra yang silindris, dihubungkan oleh
diskus intervertebralis, dan dilekatkan oleh ligamentum longitudinal anterior dan posterior.
Bagian posterior lebih lunak dan terdiri dari pedikulus dan lamina yang membentuk kanalis
spinalis. Bagian posterior dihubungkan satu sama lain oleh sendi facet (disebut juga sendi
apofisial atau zygoapofisial) superior dan inferior. Sendi facet dan sendi sacroiliaka, yang
dilapisi oleh sinovia, diskus intervertebralis yang kompresibel, dan ligamen yang elastik,
yang berperan dalam gerak fleksi, ekstensi, rotasi, dan gerak lateral dari tulang belakang 7.
Stabilitas tulang belakang tergantung dari integritas korpus vertebrae, diskus
intervertebralis dan struktur penunjang yakni otot dan ligament. Meskipun ligamen yang
menopang tulang belakang sangat kuat, stabilitas tulang belakang tetap dipengaruhi aktivitas
refleks maupun volunteer dari otot sacrospinalis, abdomen, gluteus maximus, dan otot
hamstring 7.
Struktur tulang belakang yang peka terhadap nyeri adalah periosteum vertebrae, dura,
sendi facet, annulus fibrosus dari diskus intervertebralis, vena epidural, dan ligamentum
longitudinal posterior. Gangguan pada berbagai struktur ini dapat menjelaskan penyebab
nyeri punggung tanpa kompresi radix saraf. Nukleus pulposus dari diskus intervertebral tidak
peka terhadap nyeri dalam situasi yang normal. Tulang belakang regio lumbal dan servikal
merupakan struktur yang paling peka terhadap gerkana dan mudah mengalami trauma 4.

5
Gambar 2.1. Otot-otot Ekstrinsik Punggung

Gambar 2.2. Otot-otot Instrinsik Punggung

6
Gambar 2.3. Penampang Tulang Belakang Potongan Transversal

Gambar 2.4. Penampang Tulang Belakang Potongan Sagital

7
Gambar 2.4. Kolumna Spinalis

Gambar 2.6. Kompresi Radix Saraf L5 dan S1 oleh Diskus yang Mengalami Herniasi

8
2.3. Klasifikasi
Nyeri punggung dapat bersifat akut atau kronik, nyerinya berlangsung terus menerus
atau hilang timbul, nyerinya menetap di suatu tempat atau dapat menyebar ke area lain. Nyeri
punggung dapat bersifat tumpul, atau tajam atau tertusuk atau sensasi terbakar. Nyerinya
dapat menyebar sampai lengan dan tangan atau betis dan kaki, dan dapat menimbulkan gejala
lain selain nyeri. Gejalanya dapat berupa perasaan geli atau tersetrum, kelemahan, dan mati
rasa 6.
Nyeri punggung dapat dibagi secara anatomi, yaitu: nyeri leher, nyeri punggung
bagian tengah, nyeri punggung bagian bawah, dan nyeri pada tulang ekor. Nyeri punggung
dapat dibagi berdasarkan durasi terjadinya, yaitu: akut (±12 minggu), kronik (>12 minggu),
dan subakut (6-12 minggu). Nyeri punggung dapat dibagi berdasarkan penyebabnya, yaitu 4 :
1) Nyeri lokal, yang disebabkan oleh regangan struktur yang sensitive terhadap nyeri yang
menekan atau mengiritasi ujung saraf sensoris. Lokasi nyeri dekat dengan bagian
punggung yang sakit.
2) Nyeri alih ke bagian punggung, dapat ditimbulkan oleh bagian visceral abdomen atau
pelvis. Nyeri ini biasanya digambarkan sebagai nyeri abdomen atau pelvis tetapi dibarengi
dengan nyeri punggung dan biasanya tidak terpengaruh dengan posisi tubuh tertentu.
Pasien dapat juga mempermasalahkan nyeri punggungnya saja.
3) Nyeri yang berasal dari tulang belakang, dapat timbul dari punggung atau dialihkan ke
bagian bokong atau tungkai. Penyakit yang melibatkan tulang belakang lumbal bagian atas
dapat menimbulkan nyeri alih ke regio lumbal, pangkal paha, atau paha bagian atas.
Penyakit yang melibatkan tulang belakang lumbal bagian bawah dapat menimbulkan nyeri
alih ke bagian bokong, paha bagian belakang, atau betis dan tungkai (jarang). Injeksi
provokatif pada struktur tulang belakang bagian lumbal yang sensitif terhadap nyeri dapat
menimbulkan nyeri tungkai yang tidak mengikuti distribusi dermatomal. Nyeri
sclerotomal ini dapat menjelaskan kasus nyeri di bagian punggung dan tungkai tanpa
adanya bukti penekanan radix saraf.
4) Nyeri punggung radikular biasanya bersifat tajam dan menyebar dari tulang punggung
region lumbal sampai tungkai sesuai daerah perjalanan radix saraf. Batuk, bersin, atau
kontraksi dari otot abdomen (mengangkat barang berat atau pada saat mengejan) dapat
menimbulkan nyeri yang menyebar. Rasa nyeri dapat bertambah buruk dalam posisi yang
dapat meregangkan saraf dan radix saraf. Saraf femoral (radix L2, L3, dan L4) melewati
paha bagian depan dan tidak akan teregang dengan posisi duduk. Gambaran tentang nyeri
saja biasanya tidak bisa digunakan untuk membedakan nyeri sklerotomal dan radikulopati.

9
5) Nyeri yang berhubungan dengan spasme otot, walaupun tak jelas, biasanya dikaitkan
dengan banyak gangguan tulang belakang. Spasme otot biasanya dikaitkan dengan postur
abnormal, otot paraspinal yang teregang, dan rasa nyeri yang tumpul.

Gambar 2.7. Pola Dermatomal Nyeri Radikuler

2.4. Etiologi
Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi pada tulang
belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, maupun struktur lain yang menyokong tulang
belakang. Kelainan tersebut antara lain 4:
1) Kelainan kongenital/kelainan perkembangan: spondilosis dan spondilolistesis,
kiposkoliosis, spina bifida, gangguan korda spinalis.
2) Trauma minor: cidera otot regangan, cedera whiplash.

10
3) Fraktur: traumatik - jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, atraumatik – osteoporosis,
infiltrasi neoplastik, steroid eksogen.
4) Herniasi diskus intervertebral.
5) Degeneratif: kompleks diskus-osteofit, gangguan diskus internal, stenosis spinalis
dengan klaudikasio neurogenik, gangguan sendi vertebral, gangguan sendi atlantoaksial
(misalnya arthritis reumatoid).
6) Arthritis: spondilosis, artropati facet atau sakroiliaka, autoimun (misalnya ankylosing
spondilitis, sindrom reiter).
7) Neoplasma – metastasis, hematologic, tumor tulang primer.
8) Infeksi/inflamasi: osteomyelitis vertebral, abses epidural, sepsis diskus, meningitis,
arachnoiditis lumbalis.
9) Metabolik: osteoporosis – hiperparatiroid, imobilitas, osteosklerosis (misalnya penyakit
paget).
10) Vaskular: aneurisma aorta abdominal, diseksi arteri vertebral.
11) Lainnya: nyeri alih dari gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik, pura-pura sakit,
sindrom nyeri kronik.

2.5. Epidemiologi
Nyeri muskuloskeletal sering terjadi dan sering dikaitkan dengan kecacatan yang
wajar dan biaya kesehatan yang tinggi, dan nyeri punggung merupakan kelainan
muskuloskeletal yang paling sering terjadi. Perkiraan total biaya yang dikeluarkan untuk
mengobati nyeri punggung di Inggris saja pada tahun 2000 menghabiskan dana sebesar 12,3
juta poundsterling. Nyeri punggung prevalensinya sangat tinggi dan memiliki dampak besar
pada lingkungan sosial dan individu. Penyakit ini menyerang satu dari lima orang dalam
waktu yang bersamaan dan pada usia 30 tahun setengah populasi akan mengalami paling
tidak satu episode nyeri punggung 8.
Pentingnya nyeri punggung dan leher ditandai sebagai berikut: (a) biaya yang
dihabiskan selama menderita nyeri punggung ±100 milyar dollar per tahun, termasuk biaya
kesehatan secara langsung ditambah biaya karena produktivitas yang menurun, (b) gejala
nyeri punggung merupakan penyebab utama disabilitas pada individu yang berusia <45
tahun, (c) nyeri punggung bawah merupakan penyebab paling sering kedua untuk berobat ke
dokter di Amerika, (d) ±1% populasi Amerika tidak mampu bekerja dalam waktu yang lama
karena menderita nyeri punggung 4.

11
Nyeri punggung bawah merupakan penyebab tersering kelima seseorang berobat ke
dokter di Amerika. Kira-kira seperempat warga Amerika berusia dewasa dilaporkan
menderita nyeri punggung bawah yang berlangsung paling tidak seharian penuh dalam 3
bulan terakhir, dan 7,6% warga dilaporkan menderita 1 episode nyeri punggung bawah yang
parah dalam waktu 1 tahun. Nyeri punggung bawah juga sangat mahal pembiayaannya: total
biaya kesehatan tambahan untuk nyeri punggung di Amerika diperkirakan mencapai 26,3
milyar dollar pada tahun 1998. Sebagai tambahan, biaya yang hilang secara tidak langsung
karena kehilangan waktu bekerja sangat penting, diperkirakan 2% dana cadangan Amerika
dikeluarkan untuk mengatasi cedera punggung 9.
Hasil penelitian yang dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSSI (Persatuan Dokter Saraf
Seluruh Indonesia) di Poliklinik Neurologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
pada tahun 2002 menemukan prevalensi penderita NPB sebanyak 15,6%. Angka ini berada
pada urutan kedua tertinggi sesudah sefalgia dan migren yang mencapai 34,8%. Dari hasil
penelitian secara nasional yang dilakukan di 14 kota di Indonesia juga oleh kelompok studi
Nyeri PERDOSSI tahun 2002 ditemukan 18,13% penderita NPB dengan rata-rata nilai VAS
sebesar 5,46±2,56 yang berarti nyeri sedang sampai berat. Lima puluh persen diantaranya
adalah penderita berumur antara 41-60 tahun 5.

2.6. Faktor Risiko


Faktor risiko terjadinya nyeri punggung adalah usia, kondisi kesehatan yang buruk,
masalah psikologik dan psikososial, artritis degeneratif, merokok, skoliosis mayor (kurvatura
>800), obesitas, tinggi badan yang berlebihan, hal yang berhubungan dengan pekerjaan seperti
duduk dan mengemudi dalam waktu lama, duduk atau berdiri berjam-jam (posisi tubuh kerja
yang statik), getaran, mengangkat, membawa beban, menarik beban, membungkuk, memutar,
dan kehamilan 10,16
Postur tubuh yang tegak tergantung pada lekukan tulang belakang yang normal, dan
lekukan tersebut bukan penyebab nyeri punggung. Obesitas yang menyebabkan bobot
abdomen menjadi berat, dan proses kehamilan pada tahap lanjut, dapat mengubah
kelengkungan tulang belakang dan menyebabkan nyeri punggung. Dalam kasus kehamilan,
rasa nyeri biasanya menghilang setelah proses kelahiran. Beberapa kegiatan, seperti jogging
dan berlari di permukaan yang rata, angkat berat, dan duduk lama (terutama di mobil, truk,
dan kursi yang tidak nyaman), dapat menyebabkan nyeri punggung. Namun demikian, faktor
psikologis mempunyai peranan yang cukup kuat pada nyeri punggung kronik 17.

12
Faktor risiko nyeri pinggang belum sepenuhnya jelas. Faktor risiko yang paling sering
dilaporkan untuk nyeri pinggang adalah beban kerja fisik yang berat seperti mengangkat,
posisi tubuh membungkuk, dan getaran seluruh tubuh. Gaya hidup juga dianggap sebagai
faktor risiko dari nyeri pinggang. Merokok, kurangnya latihan fisik, dan jam tidur yang
pendek meningkatkan risiko nyeri pinggang. Sebuah tinjauan sistematis menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang jelas antara konsumsi alkohol dan nyeri pinggang. Hubungan antara
nyeri pinggang dan faktor psikososial juga telah dilaporkan. Pekerja pengolah pangan
diketahui sebagai populasi yang berisiko tinggi mengalami nyeri pinggang karena mereka
bekerja dalam posisi membungkuk, mengangkat bahan yang berat, di lantai yang basah, dan
suhu yang panas 18. Faktor yang berperan menyebabkan nyeri punggung bawah pada remaja
antara lain: perkembangan yang sangat pesat, kurangnya fleksibilitas dari otot quadriceps dan
hamstring, bekerja sambil sekolah, dan merokok 11.

2.7. Patofisiologi
Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang terangsang oleh
berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan direspon dengan
pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme
nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses
penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang
selanjutnya dapat menimbulkan iskemia 10.
Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya
berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada sistem
saraf 10.
Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan. Pertama,
penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi
nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan
bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan. Kemungkinan
kedua, penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler di
mana terjadi akumulasi saluran ion Na dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan
timbulnya mechano-hot spot yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal 10.
Rangsangan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, termik atau suhu, kimiawi dan
campuran, diterima oleh reseptor yang terdiri dari akhiran saraf bebas yang mempunyai
spesifikasi. Di sini terjadi potensial aksi dan impuls ini diteruskan ke pusat nyeri. Serabut
saraf yang berasal dari reseptor ke ganglion masuk ke kornu posterior dan berganti neuron.

13
Di sini ada dua kelompok neuron, yaitu: (a) yang berganti neuron di lamina I yang kemudian
menyilang linea mediana membentuk jaras anterolateral yang langsung ke talamus, sistem ini
disebut system neospinotalamik yang menghantarkan rangsangan nyeri secara cepat.
Kelompok (b) bersinaps di lamina V kemudian menyilang linea mediana membentuk jaras
anterolateral dan bersinaps di substantia retikularis batang otak dan di talamus. Sistem ini
disebut system paleospinotalamik yang mengantarkan perasaan nyeri yang kronik dan yang
kurang terlokalisasi 19.
Percobaan-percobaan decade terakhir menunjukkan adanya sistem nyeri yang
desenden, yang menghambat nyeri. Daerah periakuaduktus dan nucleus rafe magnus
merupakan bagian penting sistem ini. Rangsangan di tempat ini akan menghambat nyeri 19.

2.8. Diagnosis
2.7.1. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu diketahui:
1) Awitan
Penyebab mekanis nyeri punggung menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah
posisi mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia atau
iritasi permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul bertahap 10.
2) Lama dan frekuensi serangan
Nyeri punggung akibat sebab mekanik berlangsung beberapa hari sampai beberapa
bulan. Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi
diskus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2-4
minggu 10.
3) Lokasi dan penyebaran
Kebanyakan nyeri punggung akibat gangguan mekanis atau medis terutama terjadi di
daerah lumbosakral. Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau hanya di tungkai
bawah mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar ke tungkai juga dapat
disebabkan peradangan sendi sakroiliaka. Nyeri psikogenik tidak mempunya pola
penyebaran yang tetap 10.
4) Faktor yang memperberat/memperingan
Pada lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan bertambah saat aktivitas. Pada
penderita HNP duduk agak bungkuk memperberat nyeri. Batuk, bersin atau manuver
valsava akan memperberat nyeri. Pada penderita tumor, nyeri lebih berat atau menetap
jika berbaring 10.

14
5) Kualitas/intensitas
Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat membandingkannya dengan
berjalannya waktu. Harus dibedakan antara nyeri punggung dengan nyeri tungkai, mana
yang lebih dominan dan intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya
merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada tungkai yang lebih banyak dari pada nyeri
punggung dengan rasio 80-20% menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin
memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri nyeri punggung lebih banyak daripada
nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga
biasanya tidak memerlukan tindakan operatif. Gejala nyeri punggung yang sudah lama
dan intermiten, diselingi oleh periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu NPB
yang terjadinya secara mekanis. Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak
dan berat, yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu NPB,
namun sebagian besar episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif
sepele, seperti membungkuk atau memungut barang yang enteng. Harus diketahui pula
gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan bertambahnya nyeri NPB, yaitu duduk
dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap
gerakan yang bisa menyebabkan meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat
menambah nyeri, juga batuk, bersin dan mengejan sewaktu defekasi. Selain nyeri oleh
penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada malam hari bisa merupakan
suatu peringatan, karena bisa menunjukkan adanya suatu kondisi terselubung seperti
adanya suatu keganasan ataupun infeksi 10.

2.7.2. Pemeriksaan Fisik


1) Inspeksi : Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat
nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis.
Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot
paravertebral 10. Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
- Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
- Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai
bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena
gerakan ini akanmenyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu
kompresi pada saraf spinal.
- Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai
bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu

15
diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan
jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer
effect).
- Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke
depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang
meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya HNP pada sisi
yang sama.
- Nyeri pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan
kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak
patognomonik 10.
2) Palpasi : Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan
suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay). Kadang-kadang bisa
ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan
intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus
sambil melihat respons pasien. Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya
ketidak-rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan
jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.
Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis.
Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna pada
diagnosis NPB dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level kelainan, kecuali
pada sindroma kauda ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan. Refleks patella
terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3.
Refleks tumit predominan dari S1.
Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang
menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari pemeriksaan
refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN 10.
3) Pemeriksaan motoris : harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua
sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan
memperhatikan miotom yang mempersarafinya 10.
4) Pemeriksaan sensorik : Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena
membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti
diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang
terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi
dibanding motoris 10.

16
5) Tanda-tanda rangsangan meningeal :
- Tanda Laseque: menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5
atau S1. Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih
dahulu, lalu di panggul sampai 900lalu dengan perlahan-lahan dan graduil dilakukan
ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama
di betis (tes yang positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi.
Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan
ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang lain semua
dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler. Cara laseque yang
menimbulkan nyeri pada tungkai kontra lateral merupakan tanda kemungkinan
herniasi diskus. Pada tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk
menimbulkan nyeri makin besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya.
Demikian juga dengan tanda laseque kontralateral. Tanda Laseque adalah tanda pre-
operatif yang terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada 96,8% dari 2157 pasien
yang secara operatif terbukti menderita HNP dan pada hernia yang besar dan lengkap
tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien. Harus diketahui bahwa tanda Laseque
berhubungan dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang tua
dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun).
- Tanda Laseque kontralateral (contralateral Laseque sign) dilakukan dengan cara yang
sama, namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat akan menimbulkan suatu respons
yang positif pada tungkai kontralateral yang sakit dan menunjukkan adanya suatu
HNP.
- Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes
laseque dengan ditambah dorso fleksi kaki.
- Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorso fleksi ibu jari kaki.
- Tes valsava: Pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes positif bila timbul
nyeri 10.

17
2.7.2. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap
darah (LED) dan morfologi darah tepi (penting untuk mengidentifikasi infeksi atau
myeloma), kalsium, fosfor, asam urat, alkali fosfatase, asam fosfatase, antigen spesifik
prostat (jika ada kecurigaan metastasis karsinoma prostat), elektroforesis protein serum
(protein myeloma), dalam kasus khusus, dapat diperisa tes tuberculin atau tes Brucella,
tes faktor rheumatoid, dan penggolongan HLA (jika curiga adanya ankylosing
spondylitis) 7.
2) Pemeriksaan Radiologis : Foto rontgen (lebih bagus jika pasien dalam keadaan berdiri)
pada posisi anteroposterior, lateral, dan oblique sering dilakukan untuk pemeriksaan rutin
nyeri pinggang dan sciatica. Gambaran radiologis sering terlihat normal atau kadang-
kadang dijumpai penyempitan ruang diskus intervertebral, osteofit pada sendi facet dan
penumpukan kalsium pada vertebrae, pergeseran korpus vertebrae (spondilolistesis),
infiltasi tulang oleh tumor. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat
bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat
spasme otot paravertebral 7.
3) CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah
jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang 10.
4) MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan
berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan
suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena 10. MRI sangat berguna
bila: vertebra dan level neurologis belum jelas, kecurigaan kelainan patologis pada
medula spinal atau jaringan lunak, untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post
operasi, kecurigaan karena infeksi atau neoplasma.
5) Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostik yang sangat berharga
pada diagnosis NPB dan diperlukan oleh ahli bedah saraf/ortopedi untuk menentukan
lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah adanya sekwester diskus yang lepas
dan mengeksklusi adanya suatu tumor.

18
2.9. Penatalaksanaan
2.8.1. Terapi Non Farmakologis
1) Aktivitas: lakukan aktivitas normal. Penting untuk melanjutkan kerja seperti biasanya.
2) Tirah baring: tidak dianjurkan sebagai terapi, tetapi pada beberapa kasus dapat
dilakukan tirah baring 2-3 hari pertama untuk mengurangi nyeri.
3) Olahraga : harus dievaluasi lebih lanjut jika pasien tidak kembali ke aktivitas sehari
harinya dalam 4-6 minggu.
4) Manipulasi: dipertimbangkan untuk kasus-kasus yang membutuhkan obat penghilang
nyeri ekstra dan belum dapat kembali bekerja dalam 1-2 minggu 12.
5) Modalitas lain: (a) intervensi fisik: orthosis, pemijatan, mobilisasi, manipulasi, traksi, (b)
modalitas termal: ultrasound terapeutik, diatermi, bantalan pemanas (kering atau
lembab), pemanas inframerah, hidroterapi, kantong es (dengan atau tanpa pemijatan) (c)
terapi elektrik: stimulasi galvanic, arus interferensial, arus mikro, stimulasi saraf
transkutaneus elektrik, stimulasi neuromuscular, (d) terapi olahraga: terapi rentang
gerakan, program penguatan (isometric, kinetik), program latihan aerobic, program
latihan aqua, control neuromuscular, koreksi postural, (e) magnet, (f) terapi meridian:
akupunktur, elektroakupunktur, (g) terapj laser, (h) terapi lingkungan:; biofeedback dan
relaksasi, (i) intervensi edukasi, (j) terapi kombinasi atau multimodalitas (13).

2.8.2. Terapi Farmakologis


1) Asetaminofen
Penggunaan asetaminofen dosis penuh (2 sampai 4 g per hari) sebagai terapi lini pertama
didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan beberapa pedoman terapi (rekomendasi A).
Harus diketahui bahwa pada pasien dengan riwayat alkoholisme, sedang puasa, memiliki
penyakit liver, mengonsumsi obat tertentu (terutama antikonvulsan), atau orang tua yang
lemah, toksisitas hati dapat terjadi pada dosis yang direkomendasikan. Selanjutnya,
toksisitas asetaminofen meningkat secara substansial jika dikonsumsi bersamaan dengan
dengan inhibitor siklooksigenase-2 spesifik (COX-2) atau obat-obat anti-inflamasi
(NSAID).
2) NSAID
Ada bukti kuat keberhasilan penggunaan NSAID pada nyeri akut dan bukti moderat pada
nyeri kronis (rekomendasi A). NSAID direkomendasikan oleh sebagian besar pedoman
pengobatan. Semua NSAID tampaknya memiliki khasiat yang sama. Mempertimbangkan
manfaat dibandingkan efek samping, American Geriatrics Society merekomendasikan

19
COX-2 inhibitor sebagai terapi lini pertama dibandingkan NSAID non spesifik. Salisilat
non-asetil (kolin magnesium trisalicylate, salsalat) terbukti efektif dan memiliki lebih
sedikit efek samping gastrointestinal dibandingkan NSAID non spesifik dengan biaya
lebih rendah daripada lebih agen selektif. Jika NSAID non spesifik yang dipilih,
sitoproteksi lambung harus dipertimbangkan berdasarkan profil risiko pasien. NSAID
harus dipertimbangkan ketika peradangan diyakini memainkan peran penting dalam
proses produksi nyeri.
3) Relaksan Otot
Bukti yang mendukung penggunaan relaksan otot masih kurang jelas (rekomendasi B).
Sebuah tinjauan dari 14 percobaan acak terkontrol moderat berkualitas menunjukkan
bahwa cyclobenzaprine lebih efektif daripada plasebo dalam pengelolaan nyeri leher dan
punggung. Namun, efeknya minimal dengan efek samping yang lebih besar. Efek
tertinggi terjadi dalam 4 hari pertama terapi. Kesimpulan serupa juga sama untuk obat
lain yang sejenis. Baclofen dan Tizanidine memiliki lebih sedikit potensi kecanduan
daripada relaksan otot lainnya. Relaksan otot tidak dianjurkan untuk WAD fase akut
karena bukti tentang manfaatnya masih belum jelas.
4) Opioid
Sebuah badan literatur ekstensif melaporkan efektivitas jangka pendek opioid dalam
berbagai sindrom nyeri (rekomendasi A). Namun, tidak ada penelitian acak berkualitas
tinggi untuk menunjukkan manfaat dan keamanan opioid jangka panjang untuk setiap
indikasi pemberiannya. Kegunaan opioid pada nyeri leher harus seimbang dengan efek
samping yang ditimbulkan seperti sembelit, sedasi, dan ketergantungan. Beberapa pihak
mendukung penggunaan opioid dalam berbagai sindrom nyeri ketika strategi lain tidak
melngurangi rasa sakit secara adekuat, dan ada bukti jelas bahwa obat ini tidak
merugikan pasien dan memberikan peningkatan yang signifikan dan berkelanjutan.
5) Antidepresan ajuvan dan Antikonvulsan
Meskipun tidak ada penelitian acak berkualitas terkontrol untuk penggunaan agen ini
secara khusus pada nyeri leher, penggunaannya, terutama dalam nyeri kronis dan
neuropatik, secara didukung secara luas oleh berbagai literatur (rekomendasi A). Juga
harus dicatat bahwa dalam sindrom nyeri kronis, depresi sering terjadi bersamaan, dan
pengobatan depresi secara agresif sering memberikan bermanfaat.

20
6) Hipnotik sedatif
Tidak ada penelitian acak berkualitas terkontrol yang cukup panjang untuk menunjukkan
manfaat dan keamanan jangka panjang obat ini untuk mengobati nyeri. Selain
menghilangkan rasa sakit yang secara khusus disebabkan oleh kejang otot, obat ini bukan
penghilang rasa sakit yang efektif.
7) Steroid
Injeksi steroid epidural adalah prosedur yang biasa dilakukan untuk nyeri leher radikuler
dan nyeri punggung bawah. Hasil uji coba dibagi antara hasil yang positif dan negatif.
Perbedaan hasil yang didapat merupakan akibat, setidaknya sebagian, dari penyakit yang
berbeda antar kelompok pasien dan perbedaan teknik. Uji coba terakhir dengan
pemilihan pasien yang lebih hati-hati dan teknik terstandar telah menunjukkan hasil yang
lebih positif. Oleh karena itu keputusan untuk mempertimbangkan penggunaan steroid
epidural pada setiap pasien merupakan latihan dalam penilaian klinis. Tidak ada ada
alasan yang jelas dalam penggunaan injeksi steroid epidural pada nyeri nonradicular.
Penggunaan steroid untuk nyeri radikuler harus jelas (rekomendasi B). Beberapa pihak
merekomendasikan penggunaan injeksi steroid epidural, sedangkan yang lain tidak.
Percobaan sederhana yang mempelajari manfaat klinis steroid sistemik masih belum
meyakinkan, dan uji klinis untuk membandingkan steroid oral dan epidural masih belum
ada. Injeksi steroid intraartikular belum terbukti dapat menghilangkan rasa sakit jangka
panjang yang efektif, dan penggunaan steroid tidak dianjurkan untuk mengobati WAD
kronis 14.

21
BAB III
ALGORITMA NYERI PUNGGUNG

3.1. Algoritma untuk Pengelolaan Pasien dengan Nyeri Punggang 20

22
3.3. Tabel Komparasi Klasikifasi Nyeri Punggung 14

23
24
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Nyeri punggung adalah nyeri di bagian lumbar, lumbosacral, atau di daerah leher.
Nyeri ini sangat beragam ketajaman dan intensitasnya. Nyeri punggung diakibatkan oleh
regangan otot atau tekanan pada akar saraf.
Nyeri punggung merupakan masalah klasik manusia yang menyebabkan banyaknya
pengeluaran biaya dan seringnya kunjungan ke dokter. Nyeri punggung menyebabkan
morbiditas yang besar dan sering menyebabkan individu tidak dapat bekerja. Nyeri punggung
dapat di bedakan berdasarkan lokasi dan penyebabnya yakni kelainan myelum, kelainan
radix, kelainan diskus, kelainan sendi facet, dan kelainan sendi sacroiliaka.
Nyeri punggung dapat diatasi dengan diagnosis dan tatalaksana yang tepat. Diagnosis
dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
baik. Tatalaksana nyeri punggung meliputi terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis.

5.2. Saran
Nyeri pungung merupakan masalah di bidang neurologi yang memiliki angka
kejadian yang cukup sering. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam
dari praktisi kesehatan terutama yang berada di lini terdepan untuk mengenali dan menyaring
kasus yang ditemukan di masyarakat agar penanganan tepat dan cepat dapat segera
dilaksanakan. Masih diperlukan pembahasan lebih lanjut dan mendalam mengenai berbagai
kasus neurologi lainnya.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/back+pain
2. http://www.nhs.uk/conditions/back-pain/Pages/Introduction.aspx
3. Sudirman S, Hargiyanto. Kajian teknologi kesehatan atas perbedaan efek analgesia dari
elektroakupunktur dengan frekuensi rendah, kombinasi, dan tinggi, pada nyeri punggung
bawah. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 2011;14(2): 203-208.
4. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Back and Neck Pain. Dalam Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 17thEdition. New York: McGrawHill,2008.
5. Purba JS, Ng DS. Nyeri punggung bawah: patofisiologi, terapi farmakologi dan non-
farmakologi akupunktur. Medicinus 2008; 21(2): 38-42.
6. http://medicalonine.org/Pages/back_pain
7. Ropper AH, Brown RH. Pain in the back, neck, and extremities. Dalam Adams and
Victor’s: Principles of Neurology. Eight Edition. New York: McGrawHill,2005.
8. Docking RE, Fleming J, Brayne C, et al. Epidemiology of back pain in olderadults:
prevalence and risk factors for back pain onset. Rheumatology 2011;50: 164-1653.
9. Chou R, Qaseem A, Snow V, et al. Diagnosis and treatment of low back pain:a joint
clinical practice guideline from the american college of physicians andthe american pain
society. Ann Intern Med 2007; 147: 478-491.
10. Tunjung R. Diagnosis dan penatalaksanaan nyeri punggung bawah di puskesmas.
dokter.wordpress.com/2009/05/17/diagnosis-dan-penatalaksanaan-nyeri-punggung
bawah-di-puskesmas/
11. Feldman DE, Shrier I, Rossignol M, et al. Risk factors for the development oflow back
pain in adolescence. Am J Epidemiol 2001; 154(1): 30-36.
12. Yuliana. Low Back Pain. CDK 2011; 38(4): 270-273.
13. Swenson RS. Therapeutic modalities in the management of nonspecific neck pain. Phys
Med Rehabil Clin N Am 2003; 14: 605–627.
14. Douglass AB, Bope ET. Evaluation and treatment of posterior neck pain in family
practice. J Am Board Fam Pract 2004; 17: S13–22.
15. Hansen JT, Koeppen BM. Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology. Teterboro: Icon
Custom Communications, 2002.
16. Picavet HSJ, Vlaeyen JWS, Schouten JSAG. Pain catastrophizing and kinesiophobia:
predictors of chronic low back pain. Am J Epidemiol 2002;156: 1028–1034.

26
17. Ehrlich GE. Low back pain. Bulletin of the World Health Organization 2003;81(9): 671-
676.
18. Tomita S, Arphorn S, Muto T, et al. Prevalence and risk factors of low back pain among
thai and myanmar migrant seafood processing factory workers inSamut Sakorn Province,
Thailand. Industrial Health 2010; 48: 283–291.
19. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2009.
20. Manchikanti L, Singh V. An algorithmic approach to diagnosis and management of low
back pain. Pain Physician 2001; 4: 597-604.

27

Anda mungkin juga menyukai