Anda di halaman 1dari 29

A.

Eritrosit dan Proses Eritropoesis


Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah berperan dalam mengankut O2 dan CO2 didalam darah.
Hal ini diperankan oleh suatu molekul darah yang dikenal dengan hemoglobin .
Hemoglobin terdiri
terdiri atas dua komponen yakni bagian globin suatu protein yang terbentuk 
dari empat rantai plipeptida yang sangat berlipat-lipat dan bagian gugus nitrogenosa non
 protein yang dikenal dengan gugus heme. Setiap atom besi dapat berikatan secara
reveribel dengan satu molekul O2 dengan demikian setiap penampang hemoglobin dapat
mengikat empat penumpang O2. Selain dengan O 2 Hemoglobin juga dapat berikatan

denganzat-zat lain seperti Karbondioksida (CO2) yang mengangkut gas ini kembali ke paru,
Hidrogen Asam (H+) dari asam karbonat yang terionisasi sehingga hemoglobin juga

 berperan sebagai system buffer asam untuk mempertahan kan PH tubuh, dan yang
1,3
terakhir berikatan dengan karbonmonoksida (CO) yan g bersifat toksin dalam darah.

Hemoglobin juga mempunyai enzim yang dikenal dengan ewnzim Glikolitik  yang
 berperan dalam menghasilkan energy yang dibutuhkan untuk menjalankan mekanisme
transportasi aktif dan juga enzim Karbonik Anhidrase yang berperan dalam
 pengangkutan CO2 , enzim ini mengkatalisis sebuah reaksi kunci yang mengubah CO 2 menjadi
ion bikarbonat (HCO3-) yakni bentuk utama transport CO 2 dalam darah, dengan demikian CO 2
diangkut dengan cara terikat hemoglobin dan melalui konversi HCO3- oleh karbonik anhydrase. 2,3

1
Eritropoesis
Eritropoesis adalah suatu proses pemebentukan sel darah merah (eritrosit) oleh
sumsum tulang yang regulasinya diatur oleh hormon eritropoetin yang dihasilkan oleh
ginjal. Kecepatan pembentukan sel darah merah 2-3 juta perdetik untuk mengimbangi
3
musnahnya sel darah merah tua. Umur dari
da ri dari eritrosit adalah 120 hari.

Proses ertiropoesis terjadi padasaat terjadinya penurunan O2 keginjal yang akhirnya


akan merangsang ginjal untuk mengeluarkan hormone eritropoetin kedalam darah dan
hormone ini akan merangsang proses eritropoesis di sumsum tulang. Peningkatan proses
eritropoesis ini akan menambah jumlah eritrosis dalam darah yang akan meningkatkan
kapasitas angkut O2 dalam darah dan memulihkan penyaluran O2 kejaringan ketingkat
normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal maka sekresi eritropoetin akan
1,3
dihentikan sampai diperlukan kebmbali.
B. Definisi Anemia
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah eritrosit (sel darah
merah) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
yang cukup kejaringan perifer. (penurunan oxygen carrying capacity), yang ditandai
1
dengan penurunan kadar Hemoglobin, Hematokrit atau hitung eritrosit.
Parameter paling umum digunakan untuk emnunjukkan penurunan massa eritrosit adalah
hemoglobin, disusul hematocrit dan hitung jenis eritrosit. WHO menetapkan nilai cut 
1
 point anemia
 point anemia

2
Kriteria Anemia Menutur WHO (dikutip dari Hoffbrand AV,et al, 2001)

Kriteria anemia (Hb)


Kelompok 

< 13 g/dl
Laki-laki dewasa
<12 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil
<11 g/dl
Wanita Hamil

Di Indonesia para peneliti memakai kriteria anemia dengan kadar hemoglobin kurang
1,3
dari 10 g/dl.

C. Etiologi dan Klaisifikasi Anemia


Anemia merupakan suatu gejala yang disebabkan oleh berbagai penyebab. Pada
dasarnya anemia disebabkan oleh :
1. Gangguan pembentukan eritrosit (eritropoesis) oleh sumsum tulang, atau kelainan
eritrosit itu sendiri
2. Kehilangan darah oleh karena suatu keadaan perdarahan,akbat suatu penyakit.
1,4,7
3. Proses penghancuran eritrosit didalam tubuh sebelum waktunya.

Klasifikasi lain untuk anemia dapat ditentukan berdasarkan gambaran morfologi dengan
indeks eritrosit maupun hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi
tiga golongan :

1. Anemia hipokromik mikrositik 


(MCV < 80 fl, MCH < 27 pg)
2. Anemia normositik normokrom
(MCV 80-95 fl, MCH 27-34 pg)
3. Aemia makrositik (MCV > 95)

3
D. Patofisiologi dan Manifestasi Anemia
Gejala umum anemia (sindrom anemia) adalah gejala yang timbul pada setiap kasus
anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun dibawah nilai normal.
Gejala umum dari anemia ini timbul dikarenakan :
1. Anoksia organ
2. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap menurunnya daya angkut oksigen

Gejala umum anemia menjadi sangat jelas jika kadar hemoglobin telah turun menjadi 7
g/dl. Berat ringannya gejalam umum anemia tergantung pada

1. Derajat penurunan hemoglobin


2. Kecepatan penurunan hemoglobin
3. Usia
4. Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya

Gejala anemia figolongkan menjadi tiga jenis gejala yakni :

1. Gejala umum anemia


Gejala umum anemia, disebutjuga sebagaisindrom anemia yang timbul karna iskemia
organ target serta akibat mekanisme kompensasi terhada penurunan kadar 
hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan
hemoglobin pada kadar tertentu (Hb < 7 g/dl). Sindom anemia dari anamnesa pasien
mengeluhkan badan terasa lemah, lelah, lesu, telinga berdenging, mata berkunang
kungang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dyspepsia. Pada pemeriksaan fisik akan
ditemukan pasien tampak pucat, terutama terlihat dari konjungtiva, mukosa mulut,
1,4,5
telapak tangan, dan jaringan dibawah kuku.
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia, sebagai contoh :
 Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan
kuku sendok (koilonkia)
 Anemia megaloblastik : gangguan neurologi padd a defiseinsi vitamin B12
 Anemia hemolitik : ikterik, splenomegaly dan hepatomegaly
 Anemia aplastic : perdarahan dan tanda-tanda infeksi.

4
3. Gejala penyakit dasar
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat
 bervsariasi tergantung dari penyenbab anemia tersebut. Misal pada infeksi cacing
1,4,5
tambang, sakir perut, parotitis, kuning pada telapak tangan.
E. Diagnosis dan Pemeriksaan Anemia
Pemeriksaan Laboratorium merupakan penunjang diagnostic pokok dalam diagnosis
1,4
anemia. Pemeriksaan ini terdiriri dari :
1. Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar 
hemoglobin, indeks eritrosit, dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat menentukan
anemia serta jenis morfologi anemia tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan
diagnosis lebih lanjut.
2. Pemeriksaan darah seri anemia
Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit,
dan laju endap darah.
3. Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi sanat berharga mengenai
keadaan system hematopoiesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis
definitive pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak 
diperlukan untuk mendiagnosis anemia aplastic, anemia megaloblastik, serta kelainan
hematologic yang dapat mensupresi system ertiroid.
4. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusu misalnya pada :
 Anemia defisiensi besi : Serum Iron, TIBC (Total iton binding capacity),
saturasi transferrin, protoporfirin, ferritin serum, reseptor transferrin,dan
 pengecatan besi pada sumsum tulang (Perl’s stain)
 Anemia megaloblastik : folat serum, Vit B12 serum, tes supresi deoksiuridin
dan tes schilling
 Anemia Hemollitik : Bilirubin serum, tes coomb, elektroforesis HB
 Anemia Aplastik : Biopsi sumsum tulang (BMP)
F. Pendekatan diagnosis

5
Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit, dan dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit yang mendasari (underlying disease). Hal ini penting untuk 
diperhatikan dalam diagnosis anemia, kita tidak cukup hanya sampai diagnosis anemia,
tetapi sedapat mungkin kita harus dapat menentukan penyakit daar yang menyebabkan
anemia tersebut. Maka tahap-tahap diagnosis anemia adalah
 Menentukan adanya anemia
 Menentukan jenis anemia
 Menentukan etiologi atau penyakit yang mendasari anemia
 Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil
terapi.

6
7
Pendekatan Diagnosis Anemia
Terdapat berbagai macam pendekatan diagnosis anemia antara lain, pendekatan
tradisional, perndekatan morfologi, pendekatan fungsional, pendekatan probabilistic dan
 pendekatan klinis
1. Pendekatan Tradisional, Morfologik, dan Probabilistik 
Pendekatan tradisional adalah pembuatan diagnois berdasarkan anamnesis,
 pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium, setelah dianalisis dan sintesis disimpulkan
sebagai sebuah diagnosis, baik diagnosis tentative ataupun diagnosis definitive.
Pendekatan lainnya adalah pendekatan morfologi,fisiogil dan probabilistic. Dari
aspek morfologi maka anemia berdasarkan hapusan darah tepi atau indeks eritrosit
dikalisifikasian menjadi anemia mikrosiktik hipokromik, anemia normositik 
normokromik dan anemia makrositik. Pendekatan fungsional bersandar pada
fenomena apakah anemia disebabkan oleh penurunan produksi eritrosit di sumsum

8
tulang yang bias dilihat dari penurunan angka retikulosit, ataukah akibat dari
kehillangan darah atau hemolysis yang ditandai oleh peningkatan nilai angka
retikulosit. Dari kedua pendekatan ini kita dapat menduga jenis anemia dan
kemungkinan penyebabnya. Hasil ini dapat diperkuat dengan pendekatan
 probabilistic (pendekatan bedaasarkan pola etiologi anemia),yang bersandar dari data
1,5,7
epidemiologi yaitu pola etiologi disuatu daerah.
2. Pendekatan probabilistik atau pendekatan bedasarkan pola etiologi anemia
Secara umum jenis anemia yang paling umum ditemukan didunia adalah anemia
defisiensi besi, anemia akibat penyakit kronik, dan thalassemia. Pada etiologi anemia
 pada orang dewasa disuatu daerah perlu diperhatikan dalam membuat diagnosis.
Didaerah tropis anemia defisiensi besi merupakan penyebab tersering disusul oleh
anemia akibat penyakit kronis dan thalassemia. Pada perempuan hamil perlu
diperhatikan adanya defisiensi folat. Pada daerah tertentu anemia akibat malaria
masih sering ditemui. Pada thalassemia lebih memerlukan perhatian daripada anemia
akibat penyakit kronik. Sedangkan dibali, mungkin juga diindonesia, anemia aplastic
merupakan salah satu anemia yang sering dijumpai. Jika kita menemui anemia
disuatu daerah maka penyebab yang dominan didaerah tersebutlah yang menjadi
 perhatian kita pertama. Dengan penggabungan bersama-sama dengan gejala klinis
dan pemeriksaan laboratorium sederhana, maka diagnosis selanjutnya akan
1,5,7
terarah.
3. Pendekatan klinis
Dalam pendekatan klinis yang menjadi perhatian adalah ;
1. Kecepatan munculnya penyakit
2. Berat ringannya derajat anemia
3. Gejala yang menonjol.
G. Penatalaksaanaan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan terapi pada pasien anemia
adalah :
1. Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnose definitive yang telah
ditegakkan lebih dulu.
2. Pemerian hematinic pada indikasi yang jelas tidak dianjurkan.

9
3. Pengobatan anemia dapat berupa
a. Terapi Keadaan Darurat : Pada perdarahan akut, akibat anemia aplastic yang
mengancam jiwa pasien, atau pada anemia pasca perdarahan akut disertai
gangguan hemodinamik 
 b. Terapi Suportif 
c. Terapi yang khas untuk masing-masing anemia
d. Terapi kausal yang menjadi penyebab anemia tersebut.
4. Dalam keadaan diagnosis definitive tidak dapat ditegagkan kita terpaksa harus
memberikan terapi percobaan atau terapi exjuvantivus. Disini harus dilakukan
 pemantauan yang ketat terhadap respon terapi dan perubahan perjalanan penyakit
 pasien dan dilakukan evaluasi terus menerus tentang perubahan diagnosis.
5. Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda gangguan
hemodinamik.

Pada anemia kronik transfuse hanya diberikan jika anemia bersifat simptomatik atau
adanya ancaman payah jantung disini diberikan Packed Red Cell dan Whole Blood pada
anemia kronis sering ditemua peningkatan volume darah, oleh karena itu transfuse
diberikan dengan tetesan pelan. Dapat juga diberikan diuretika kerja cepat seperti
1,9
furosemide sebelum trnasfusi.

H. Jenis-Jenis Anemia
a. Anemia Aplastik 
i. Definisi
Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan
 penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh
kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel
darah yang diproduksitidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia,
yaitu keadaan dimana terjadikekurangan jumlah sel darah merah, sel darah
1,6
 putih, dan trombosit.
Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang
yangditandai dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang.
Pada anemiaaplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum

10
tulang sehinggamenyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia,
monositopenia dantrombositopenia
ii. Etilologi dan Klasifikasi
Klasifikasi anemia aplastic :
Klasifikasi menurut kausa
1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira
50% kasus.
2. .Sekunder : bila kausanya diketahui.3.Konstitusional : adanya kelainan
DNA yang dapat diturunkan, misalnya anemia Fanconi
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis :

Adapun kemungkinan penyebab terjadinya anemia aplastic yakni :


Klasifikasi Etiologi Anemia Aplastik 
Toksisitas Langsung
 Iatrogenik : Radiasi, Kemoterapi
 Benzena
 Metabolit intermediate beberapa jenis obat
Penyebab yang diperantarai imun
 Iatrogenik 
 Fascitis

11
 Kehamilan
 Metabolit intermediet beberapa jenis obat
 Anemia aplastic idiopatik 

iii. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis


Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala
yangtimbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia
eritropoietik akanmenimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala
anemia antara lain lemah, dyspnoed’effort, palpitasi cordis, takikardi,
 pucat dan lain-lain. Pengurangan elemenlekopoisis menyebabkan
granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi peka
terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik 
 bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat
mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di
organ-organ. Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik 
yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam
4,7
atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan
iv. Diagnosis
Anamnesa
Pada anamnesa pasien biasanya mengeluhkan keluhan sindrom
anemia, perdarahan, badan terasa lemah, pusing, jantung berdebar,
demam, nafsu makan berukurang, pucat, sesak nafas dan telinga
 berdenging.
Pemeriksaan Fisik 
Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat
 bervariasi. Pada pemeriksaan fisik pucat ditemukan pada semua pasien
yang diteliti sedangkan pendarahan ditemukan pada lebih dari setengah
 jumlah pasien. Hepatomegali, yangsebabnya bermacam -macam ditemukan
 pada sebagian kecil pasien sedangkansplenomegali tidak ditemukan pada
satu kasus pun. Adanya splenomegali danlimfadenopati justru meragukan
diagnosis

12
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksan Penunjang meliputi :
1. Pemeriksaan Darah
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan.
Anemiayang terjadi bersifat normokrom normositer, tidak disertai
dengan tanda-tandaregenerasi. Adanya eritrosit muda atau leukosit
muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-
kadang pula dapat ditemukan makrositosis,anisositosis, dan
 poikilositosis.
Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel
darah putihmenunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit.
Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus. Jumlah
neutrofil kurang dari 500/mm dan trombositkurang dari 20.000/mm
1,5,7
menandakan anemia aplastik berat.
Jumlah neutrofil kurangdari 200/mm menandakan anemia aplastik 
sangat berat.Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang
secara kualitas normal.Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan
dari eritrosit, leukosit atau trombosit bukan merupakan gambaran
klasik anemia aplastik yang didapat (acquired aplasticanemia)Pada
 beberapa keadaan, pada mulanya hanya produksi satu jenis sel yang
 berkurang sehingga diagnosisnya menjadi red sel aplasia atau
amegakariositik trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini produksi
sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai
 beberapa minggu sehingga diagnosis anemiaaplastik dapat
1,5,7
ditegakkan.
2. Pemeriksaan BMP
Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula
dengan daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel
hematopoiesis. Limfosit,sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin
menyolok dan hal ini lebih menunjukkankekurangan sel-sel yang lain
daripada menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini.Pada

13
kebanyakan kasus gambaran partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi
adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat
ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi
1,5,7
megakariosit rendah.
Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik 
secarakualitatif maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik 
ditemukan gambaranhiposelular. Aspirasi dapat memberikan kesan
hiposelular akibat kesalahan teknis(misalnya terdilusi dengan darah
 perifer), atau dapat terlihat hiperseluler karena areafokal residual
hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum tulang ulangan dan
1,5,7
 biopsidianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis.
Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang
dari 30%sel pada individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika
kurang dari 20% padaindividu yang berumur lebih dari 60 tahun.
 International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia
aplastik berat bilaselularitas sumsum tulang kurang dari 25% atau
kurang dari 50% dengan kurang dari30% sel hematopoiesis terlihat
 pada sumsum tulang
v. Penatalaksanaan
Pengobatan Suportif 
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa
 packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang
tua dan pasiendengan penyakit kardiovaskular.Resiko pendarahan
meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm.Transfusi trombosit
diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit
dibawah20.000/mm sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit
donor acak.Transfusi trombosit konsentrat berulang dapat menyebabkan
 pembentukan zat antiterhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi,
donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara
kandung).Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih
kontroversial dan tidak dianjurkan karena efek samping yang lebih parah

14
daripada manfaatnya. Masa hidupleukosit yang ditransfusikan sangat
9
 pendek 
Terapi Imunosupresif 
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte
globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A
(CSA). ATGatau ALG diindikasikan pada
- Anemia aplastik bukan berat
- Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok 
- Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat
 pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit
lebihdari 200/mm
b. Anemia Defisiensi besi
i. Definisi
Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan
 besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan
1,8
hemoglobin (Hb) berkurang.
ii. Etilologi dan Klasifikasi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,
gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat
 berasal dari :
a. Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung,
kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing
tambang.
 b. Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.
c. Saluran kemih : hematuria
d. Saluran napas : hemoptoe.
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan,
atau kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan
 banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).

15
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam
masa pertumbuhan dan kehamilan.

4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis


kronik.

Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik 


hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau
 peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab
 perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan
gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing
tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena
1,8
menormetrorhagia.

iii. Manifestasi Klinis


Anemia pada akhirnya menyebabkan sindrom anemia seperti kelelahan,
sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai
 pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :
 Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang.
 Glositis : iritasi lidah
 Keilosis : bibir pecah-pecah
 Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti
sendok 
iv. Diagnosis
Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis dan
 pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium yang
tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi
 besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut
:

16
 Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber 
 perdarahan.
 Laboratorium : Anemia hipokrom mikrosister, Fe serum rendah,
TIBC tinggi.
 Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang (sideroblast-)
 Adanya respons yang baik terhadap pemberian Fe

Pemeriksaan Penunjang :

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat


dijumpai adalah :

 Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia


hipokrom mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin
mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH
menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia
1,8
difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell
distribution width) meningkat yang menandakan adanya
anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa mengalami perubahan
sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin
sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala
anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-
 perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik 
mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil,
kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan
mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia,
 berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal.
Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus
ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.

17
 Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan
kelompok-kelompok normo-blast basofil. Bentuk 
 pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast.
 Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding
capacity (TIBC) meningkat >350 mg/dl, dan saturasi
transferin < 15%.
 Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam
serum, konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi
 jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia defisensi
 besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin
serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi
atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak 
atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar 
feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit
kronik.
 TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat
 Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator 
americanus.
v. Diagnosis Banding

vi. Penatalaksanaan
 Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada
ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai

18
 Pemberian preparat Fe : Pemberian preparat besi
(ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg
BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan.
Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin
1,9
normal.
(Kebutuhan Besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 mg
 Bedah Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti
 perdarahan karena diverticulum Meckel.
 SuportifMakanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi
tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati
(bayam, kacang-kacangan).

c. Anemia Pada Penyakit Kronis


i. Definisi
Anemia juga merupakan sebuah manifestasi klinis dari suatu penyakit
kronis. Alasan untuk mengatakan bahwa anemia yang ditemukan pada
 berbagai klinis kronis berhubungan, karena mereka mempunyai banyak 
gambaran klinis, yakni :
 Kadar Hb berkisar 7-11 g/dl
 Kadar Fe serum menurun disertai TIBC yang rendah
 Cadangan Fe jaringan tinggi
 Produksi sel darah merah berkurang
ii. Etilologi dan Klasifikasi
Anemia karena penyakit kronis ditandai dengan pemendekan masa hidup
eritrosit,gangguan metabolism besi, dan gangguan produksi eritrosit akibat
tidak efektifnya rangsangan eritropoetin.
1. Pemendekan masa hidup eritrosit.
Diduga mekanisme anemia merupakan bagian dari sindrom stress
hematologic, dimana terjadi produksi sitokin yang berlebihan
karena kerusakan jaringan akibat infeksi,inflamasi atau kanker.
Sitokin tersebut dapat menyebabkan sekuestrasi makrofage,

19
sehingga mengikat lebih banyak besi, meningkatkan destruksi
dilimpa,menekan produksi eritropoetin oleh ginjal, serta
menyebabkan perangsangan inadequate pada eritropoetin di
sumsum tulang.
2. Gangguan metabolisme zat besi
Terdapatnya kadar besi yang rendah meskipun cadangan besi
cukup, menunjukkan adanya gangguan metabolisme besi pada
 penyakit kronis. Hal ini memberikan konsep bahwa anemia
disebabkan karena penurunan kemampuan Fe dalam sintesis
hemoglobin.
Perbedaan Parameter Fe Pada Orang Normal, Anemia Defisiensi Besi, dan
Anemia Penyakit Kronis
 Normal ADB Anemia Penyakit
Kronis
Fe Plasma 70-90 30 30
TIBC 250-400 >450 <200
Persen saturasi 30 7 15
Fe Makrofage ++ - +++
Feritin Seerum 20-200 10 150
Reseptor Transferin 8-28 >28 8-28

3. Fungsi sumsum tulang


Karena sumsum tulang normal dapat mengkompensasi suatu
 penurunan sedang dari masa hidup eritrosit, ia memerlukan stimulu
eritropoetin oleh hipoksia karena anemianya. Pada penyakit kronis,
diduga respons terhadap eritropoetin berkurang, sehingga terjadi
anemia.
iii. Manifestasi Klinis
Pada anemia derajat ringan sedang, seringkali gejalanya tertutup oleh
gejala penyakit mendasarnya, karena kadar Hb sekitar 7-11 gr/dl
umumnya asimptomatik. Meskipun demikian apabila demam atau

20
debisitas fisik meningkat, maka pengurangan kpasitas transport O2
 jaringan akan memperjelas gejala anemianya atau memperberat keluhan
sebelumnya.
iv. Diagnosis
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia umumnya ditemukan bentuk 
normokrom-normositer, meskipun banyak pasien memberikan gambaran
hipokrom dengan MCHC < 31 g/dL, dan beberapa mempunyai sel
mikrositer < 80 fl. Nilai retikulosit absolut dalam batas normal atau sedikit
meningkat
v. Penatalaksanaan
Terapi utama pada penyakit kronis adalah mengobati penyakit dasarnya.
Terdapat beberapa pilihan dalam mengobati anemia jenis ini, antara lain :
1. Transfusi
Merupakan pilihan pada kasus-kasus yang disertai gangguan
hemodinamik. Tidak ada batasan yang pasti pada kadar 
hemoglobin berapa kita harus memberi transfusi, Sebaiknya kadar 
HB dipertahankan 10-11 gr/dl.
2. Eritopoetin
Data penelitian menunjukkan bahwa pemberian eritropoetin
 bermanfaat dan sudah disepakati untuk memberikan pada pasien
akibat kanker, gagal ginjal, myeloma multiple, arthritis rheumatoid
dan pasien HIV. Terdapat tiga jenis eritropoetinyakni eritropoetin
alfa,eritropoetin beta dan darbopoietin.
d. Anemia Megaloblastik 
i. Definisi
Anemia megaloblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh
10
gangguan sintesis DNA dan ditandai oleh sel megaloblastik. Kriteria
anemia dan defisiensi gizi menurut WHO 1972 sebagai berikut :
Dinyatakan anemia bila kdar hemoglobin pada permukaan laut lebih
rendah dari nilai golongan umur yang ada yaitu :
 Anak umur 6 bulan – 6 tahun : 11g/dl

21
 6 tahun- 14 tahun : 12 g/dl
 Pria dewasa :13 g/dl
 Perempuan dewasa tidak hamil : 12 gr/dl
 Perempuan dewasa hamil : 11g/dl
Untuk anemia defisiensi gizi, selain kadar Hb ditambah dengan ukur kadar 
 besi, asam folat dan vitamin B12.
Kebanyakan anemia megaloblastik disebabkan oleh karena defisiensi
vitamin B12 atau asam folat.
.
ii. Etilologi dan Klasifikasi
Beberapa pennyebab terjadinya anemia megaloblastik diantaranya :
1. Defisiensi kombalamin, dikarenakan asupan yang kurang maupun
malabsorbsi atau gangguan absorbs kobalamin.
2. Defisiensi asam folat, baik karena asupan yang tidak adequate,
kebutuhan asam folat yang meningkat, gangguan absorbs atau
10
 penyerapan, maupun metabolisme asam folat yang terganggu.
iii. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
Pada anemia megaloblastik dapat kita temuakan :
1. Anemia karena eritropoesis yang inefektif 
2. Ikterus ringan akibat pemecahan hemoglobin meninggi karena usia
eritrosit memendek 
3. Glositis (lidah bengkak, merah), stomatitis, angularis, gejala-gejala
syndrom malabsorbsi ringan.
4. Purpura trombositopenik karena maturasi megakariosit terganggu
5.  Neuropati pada defisiensi vitamin B12. pada penderita dengan
defisiensi vitamin B12 yang berat dapat terjadi kelainan saraf 
sensorik pada kolumna posterior dan neuropati bersifat simetris,
terutama mengenai kedua kaki. Penderita mengalami kesulitan
4,7,10
 berjalan dan mudah jatuh.
iv. Diagnosis

22
Dalam menegakkan diagnosis dari anemia megaloblastik harus dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan adanya anemia.
Pemeriksaan laboratorium darah meliputi hemoglobin, hematocrit,
retikulosit, leukosit, trombosit, hitung jenis, laju endap darah, serum
vitamin B12, serum folat, folat eritrosit, MCV. Pada pemeriksaan MCV
dapat kita temukan makrositotis yaknio MCV lebih dari 100 fl maka perlu
dipikirkan adanya anemia megaloblastik.
v. Penatalaksanaan
Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12.
vegetarian dapat di cegah atau di tangan i dengan penambahan vitamin per 
oral atau melalui susu kedelai yang diperkaya. Apabila defisiensi
disebabkan oleh defek absorbsi atau tidak tersedianya faktor 
intrinsik,dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
Pada awalnya, B12 diberikan tiap hari, namun kemudian kebanyakan
 pasien dapat ditangani dengan pemberian vitamin B12 100 gram IM tiap
 bulan, cara ini dapat menimbulkan penyembuhan dramatis pada pasien
yang sakit berat. Hitung retikulasi meningkat dalam beberapa hari.
Manifestasi neurorologis memerlukan waktu lebih lama untuk 
sembuh,apabila terdapat neuropati berat, paralisis dan inkontinensia,
 pasien mungkin tidak dapat sembuh secara penuh.
Untuk mencegah kekambuhan anemia,terapi vitamin B12 harus diteruskan
selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi
yang tidak dapat dikoreksi.
Terapi pengobatan yang biasa digunakan adalah sebai berikut :
1. Terapi suportif 
Transfusi bila ada hipoksia dan suspensi trombosit bila
trombosotopenia mengancam jiwa.
2. Terapi untuk defisiensi vitamin B12
Terapi yang biasa digunakan untuk mengatasi terapi defisiensi
vitamin B12 adalah sebagai berikut:

23
• diberikan vitamin B12 100-1000 Ug intramuskular sehari selama
dua minggu,selanjutnya 100-1000 Ug IM setia bulan. Bila ada
kelainan neurologist,terlebih dahulu diberikan setiap dua minggu
selama enam bulan,baru kemudian diberikan sebulan sekali. Bila
 penderita sensitive terhadap pemberian suntikan dapat diberikan
seara oral 1000 Ug sekali sehari,asal tidak terdapat gangguan
9,10
absopsi.
• Transfuse darah se baiknya di hindari,kecuali bila ada dugaan
kegagaln faal jantung, hipotensi postural,renjatan atau infeksi
 berat. Bila diperlukan transfuse darah sebaiknya diberi eritrosit
yang di endapkan.
3. Terapi untuk defisiensi asam folat. Diberikan asam folat 1-5 mg/hari
 per oral selama empat bulan, asal tidak terdapat gangguan absopsi.
4. Terapi penyakit dasar. Menghentikan obat-obatan penyebab anemia
megaloblastik.

I. Transfusi
a. Definisi
Transfusi darah pada hakekatnya adalah pemberian darah atau komponen darah
11
dari satu individu (donor) ke individu lainnya (resipien).
b. Jenis komponen transfuse
Jenis Komponen darah :
Selular :
 Darah utuh (whole blood)
 Sel darah merah pekat (packed red blood cell)
o Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (packed red blood 
cell leucocytes reduced)
o Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell washes)
o Sel darah merah pekat beku (packed red blood cell frozen)
 Trombosit konsentrat (concentrate platelets)
 Granulosit feresis

24
Non Selular :
 Plasma segar beku (fresh frozen plasma)
 Plasma donor tunggal

Macam-macam plasma

 Albumin
 Imunoglobulin
 Faktor VIII dan Faktor IX pekat
 Rh immunoglobulin
 Plasma ekspander sintetik 
c. Darah lengkap (Whole Blood)
i. Komponen :
Darah lengkap berisisel darah merah, leukosit, trombosit, dan plasma.Satu
11
unit kantong darah berisi 450 ml darah, dan 63 ml antikoagulan.
ii. Indikasi
WB berguna untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan volume
 plasma dalam waktu bersamaan, missal pada perdarahan aktif dengan
11
kehilangan darah lebih dari 25-30 % volume darah total.
iii. Kontra indikasi
Sebaiknya darah lengkap tidak diberikan pada pasien dengan anemia
kronik yang normovolumik atau yang bertujuan untuk meningkatkan sel
11
darah merah.
iv. Dosis dan cara pemberian
Pada orang dewasa 1 unit darah lengkap akan meningkatkan hb sekitar 
1g/dl atau hematocrit 3-4 %. Pada anak 8 ml/kgbb akan meniongkatkan
Hb 1 g/dl. Pemberian sebaiknya melalui filter darah dengan anjuran lama
11
 pemberian 4 jam.
Rumus Kebutuhan : (Hb Target-Hb Sekarang) x 4 x bb.

25
d. Sel darah merah pekat (Packed Red Cell)
i. Komponen :
Sel darah merah pekat berisi eritrosit, trombosit, leukosit, dan sedikit
 plasma.
ii. Indikasi
Sel darah merah pekat ini digunakan untuk meningkatkan jumlah sel darah
merah pada pasien yang menunjukan gejala anemia, yang hanya
memerlukan massa sel drah merah pembawa oksigen saja missal pasein
dengan gagal ginjal atau anemia karena keganasan. Pemerian disesuaikan
dengan klinis pasien bukan pada nilai Hb atau Ht. Keuntungannya adalah
 perbaikan oksigenasi dan jumlah eritrosit tanpa menambah beban volume
seperti pasien anemia dengan gagal jantung.
iii. Kontraindikasi
Dapat menyebabkan hipervolumia jika diberikan dalam jumlah banyak 
dalam waktu singkat
iv. Dosis dan cara pemberian
Pada orang dewasa, 1 unit sel darah merah dapat meningkatkan Hb 1g/gl
atau Ht 3-4%. Pemberian sel darah ini harus melalui filter darah. Ht yang
tinggi dapat mengakibatkan hipperviskositas dan menyebabkan kecepatan
transfuse menurun, sehingga untuk mengatasi hal tersebut maka diberikan
salin normal 50-100 ml sebagai pencampur sedian sel darah merah dalam
11
CPD tetapi harus hati-hati karena dapat terjadi k elebihan beban.
e. Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (Packed Red Blood Cell
Leucocytes Reduced)
i. Komponen :
9
Sel darah merah dengan Setiap unit hanya mengandung 1-3 x 10 leukosit.
9
(n : 5 x 10 )
ii. Indikasi
Produk ini dipakai untuk meningkatkan jumlah sel darah merah pada
 pasien yang sering mendapat/tergantung pada transfuse darah dan pada

26
mereka yang sering mendapat reaksi transfuse panas yang berulang dan
reaksi alergi yang disebabkan oleh protein plasma atau antibody leukosit.
iii. Kontraindikasi
Komponen sel darah ini tidak dapat mencegah terjadinya graft versus host
desease, sehingga untuk mencegah hal tersebut ialah komponen darah
11
tersebut diradiasi
iv. Dosis dan cara pemberian
Pemberian komponen sel darah ini paling baik diberikan dengan
menggunakan generasi ketiga.
f. Trombosit Pekat (Concentrate Plateletz)
i. Komponen
Berisi trombosit, beberapa leukosit dan sel darah merah serta plasma. Satu
kantong trombosit pekat yang berasal dari 450 ml darah lengkapdari
10 11
seorang donor berisi 5,5 x 10 trombosit dengan volume 50 ml.
ii. Indikasi
Trombosit pekat ini diindikasikan pada kasus perdarahan karena
trombositopenia (trombosit < 50000/uL) atau trombositopati kongenital
didapat.
iii. Kontraindikasi
Transfusi trombosit tidak efektif pada pasien dengan destruksi trombosit
yang cepat seperti ITP,TTP, dan KID dan transfuse hanya diberikan jika
terdapat perdarahan aktif.
iv. Dosis dan cara pemberian
Dosis biasanya digunakan pada perdarahan yang disebabkan karena
trombositopenia adalah 1 unit/10 kgbb, biasanya diperlukan 5-7 untit pada
orang dewasa. Perhitungan peningkatan jumlah trombosit yang dikoreksi
(Corrected Count Increment : CCI) dapat dihitung lebih akurat dengan
rumus:
(    )  (    ) 
 
(   )
Post tx : pasca transfuse

27
Pre tx : pra transfuse
BSA : Body surface area
Keberhasilan transfuse trombosit dengan menghitun CCI 1 jam pasca
9
transfuse dimana CCI >7,5-10 x 10 /L
g. Plasma Segar Beku (Fresh Frozen Plasma =FFP)
i. Komponen
Plasma digunakan untuk kekurangan factor koagulasi. Plasma segar beku
in berisi plasma, semua factor pembekuan stabil dan labil, komplemen dan
 protein plasma.
ii. Indikasi
Dipakai pada pasien dengan gangguan proses pembekuan darah bila tidak 
tersedia factor pembekuan pekat atau kriopresitat,misalnya pada defisiensi
factor pembekuat multiple, penyakit hati, KID, TTP, dan dilusi
koagulopati.
iii. Kontraindikasi
Plasma sebaiknya tidak digunakan untuk mempertahankan ekspansi
volume karena risiko penularan penyakit yang tinggi.
iv. Dosis dan cara pemberian
Produk ini diberikan setelah 6 jam pencairan, dengan memakai
saringan/filter standar. Plasma harus cocok golongan ABO nya dengan sel
darah merah pasien dan tidak perlu dilakukan uji silang. Jika plasma
diberikan sebagai pengganti fako koagulasinya adalah 10-20 ml/kgbb (4-6
unit pada orang dewasa) dapat meningkatkan factor koagulasi 20-30%,
11
dapat pula meningkatkan factor VIII 2% (1 unit/kg).

28
DAFTAR PUSTAKA
1.  bhakta, I made. 2007. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam FKUI jilid II. Jakarta : FKUI
2. Murray, Robert K. Granner, Daryl K. Mayes, Peter A. Rod well, Viktor W.2003.
Biokimia harper edisi 25 Jakarta : EGC
3. Lauralee Sherwood. 2006. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta :EGC
4. Price, Sylvia A. M Wilson, Lorraine. Patofisiologi (konsep klinis proses – 
 proses penyakit
edisi 6. 2006. Jakarta : EGC
5. Bhakta, I made. 2006. hematologi dasar klinik ringkas Jakarta : EGC
6. Schnall SF, Berliner N, Duffy TP, Benz EJ, approach to the adult and child with anemia.
In : Hoffman R, Benz EJ, Shttil SJ, Furie B, Cohen HJ,Silberstein LE, Mc Glove P,
editors. Hematology : Basic Principles andpractice. 3rd edition. New York : Churchill
Livingstone; 2006. p. 367-82.
7. Robbins, Cotran, Kumar. 2007. Buku ajar patologi Edisi7 volume .Jakarta : EGC
8. Bakta, I made ; Suega, Ketut ; Gde Dharmayuda, tjokorda. 2006. Anemia Defisiensi Besi
dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : FKUIp. 634-640
9. Setiabudy , Rianto. 2008. Farmakologi dan terapi Edisi 5 (cetakan ulangdengan
 perbaikan, 2008). Jakarta : FKUI. p . 795-803
10. Soenarto. 2006. Anemia Megaloblastik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II,
 jakarta : FKUI p. 643-649
11. bhakta, I made. 2007. Darah dan Komponen : Komposisi Indikasi dan Cara Pemberian
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI jilid II. Jakarta : FKUI

29

Anda mungkin juga menyukai