Anda di halaman 1dari 12

DISASTER PLAN MANAGEMENT

PENANGGULANGAN BENCANA TANAH LONGSOR


DI KELURAHAN JATINEGARA, KABUPATEN TEGAL

DISUSUN OLEH :
Dini Esfandiari
030.13.056

PEMBIMBING :
dr. Gita Tarigan, MPH

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS / KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE 14 JANUARI 2019 – 23 MARET 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
A. PENDAHULUAN
Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia.
Indonesia yang berada di daerah tropis memiliki curah hujan yang berkisar >2000mm/tahun.
Wilayah Indonesia yang berbukit-bukit serta alih fungsi hutan yang tidak semestinya
menyebabkan longsor sering terjadi.
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentukan lereng berupa batuan, bahan
rombakan, tanah atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng
akibat terganggunya kestabilan tanah maupun batuan penyusun lereng tersebut. Bencana
tanah longsor seringkali dipicu karena kombinasi dari curah hujan yang tinggi, lereng terjal,
tanah yang kurang padat, terjadinya pengikisan, berkurangnya tutupan vegetasi, dan getaran.
Menurut Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor Tahun 2007, proses
yang memicu terjadinya tanah longsor adalah peresapan air ke dalam tanah akan menambah
bobot tanah akibat curah hujan yang tinggi serta tingkat kelerangan yang sangat tinggi. Jika
air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka
tanah menjadi sangat licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng
dan keluar lereng tersebut. Tanah longsor terjadi karena adanya gangguan terhadap kestabilan
lereng tanah. Pada prinsipnya, gangguan kestabilan ini dapat terjadi karena adanya faktor
yang mengontrol atau mengendalikan dan adanya proses-proses yang memicu, Faktor-faktor
ini dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori: (1) faktor penyebab, misalnya kemiringan
lereng, sifat-sifat tanah, elevasi, aspek, tutupan lahan, jenis batuan dan lain-lain; serta (2)
faktor pemicu, misalnya curah hujan lebat, gempa bumi atau semburan gletser.
Kabupaten Tegal menurut posisi geografis terletak di 108o 57’ 6” – 109o 21’ 30” BT
dan 6o50’ 41” – 7o 15’30” LS. Secara administratif wilayah Kabupaten Tegal terbagi menjadi
18 kecamatan yang meliputi 281 Desa dan 6 Kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Tegal
mencapai 87.879 Ha. Dari luasan wilayah tersebut, sebagian besar merupakan lahan kering
47.601 Ha dan sebagian lainnya berupa lahan sawah 40.278 Ha. Dari seluruh kecamatan yang
ada, tujuh diantaranya memiliki wilayah yang memiliki topografi berbukit-bukit, yaitu
Jatinegara, Margasari, Balapulang, Bojong, sebagian Pangkah dan Kedungbanteng.Wilayah
pegunungan dan perbukitan memiliki resiko bahaya longsor yang besar.

B. GEOGRAFI
Secara geografis Kabupaten Tegal terletak pada 106’22’42 Bujur Timur (BT) sampai
106’58’18 BT, dan 5’19’12 Lintang Selatan (LS) pada koordinat 108o 57’6”-109o 21’30” BT
dan 6o 50’41”–7o 15’30” LS. Panjang garis pantai 30 km dan panjang perbatasan darat
dengan daerah lain adalah 27 Km. Wilayah Kabupaten Tegal terdiri dari daratan seluas 878,7
km2 dan lautan seluas 121,50 km2. Wilayah daratan mempunyai kemiringan bervariasi, mulai
dari yang datar hingga yang sangat curam. Kemiringan lahan tipe datar/pesisir (0-20 ) seluas
24.547,52 ha (Kecamatan Kramat, Suradadi dan Warureja), tipe bergelombang/dataran (2-
150 ) seluas 35.847,22 ha (Kecamatan Adiwerna, Dukuhturi, Talang, Tarub, Pagerbarang,
Dukuhwaru, Slawi, Lebaksiu, sebagian wilayah Suradadi, Warureja, Kedungbanteng dan
Pangkah), tipe curam/berbukit-bukit (15-400 ) seluas 20.383,84 ha dan tipe sangat
curam/pegunungan (>400 ) seluas 7.099,97 ha (Kecamatan Jatinegara, Margasari,
Balapulang, Bumijawa, Bojong, sebagian Pangkah dan Kedungbanteng).
Gambar 1. Peta wilayah Kabupaten Tegal
Kelurahan Jatinegara merupakan salah satu kelurahan yang memiliki potensi tinggi
terjadinya gerakan tanah. Kelurahan Jatinegara berada di sebelah timur Kabupaten Tegal
dengan luas wilayah 79,62 km² atau 9,06% dari luas Kabupaten Tegal. Wilayahnya sebagian
besar memiliki topografi perbukitan bergelombang dengan ketinggian rata-rat 321 meter
diatas permukaan air laut. Titik tertingginya berada di Perbukitan Sipencrit di wilayah bagian
selatan yang puncaknya berada di ketinggian 609 Mdpl.
C. PENDUDUK
Jumlah penduduk pada tahun 2017 sebanyak 54.133 jiwa (26.770 Laki-laki dan
27.363 Perempuan).
D. HAZARD
Kelurahan Jatinegara berada di dataran tinggi daerah Kabupaten Tegal yang termasuk
di zona potensi tinggi terjadinya gerakan tanah. Gerakan tanah dapat aktif akibat curah hujan
yang tinggi dan erosi kuat. Kisaran kemiringan lereng di zona ini mulai dari landai (5-15
persen) sampai curam hingga tegak (lebih dari 70 persen), tergantung pada kondisi sifat fisik
dan keteknikan batuan dan tanah pelapukan pembentuk lereng.
Ditemukan pondasi rumah atau bahkan rumah di Kelurahan Jatinegara longsor karena
rumah dibangun tepat di bibir tebing atau kali. Risiko longsor juga diperparah dengan
tingginya curah hujan di Kelurahan Jatinegara yaitu >400 mm2 dan juga kejadian hujan di
bulan November-Desember 2018 ini 15-20 hari per bulan. Dengan kepadatan penduduk dan
banyaknya pemukiman di Kelurahan Jatinegara maka dari itu sejak Desember 2018,
Kelurahan Jatinegara termasuk dalam potensi longsor tinggi.
E. VULNERABILITY
Vulnerability adalah kerentanan manusia adalah keadaan atau sifat dan perilaku
manusia yang menyebabkan ketidakmampuan untuk menghadapi bahaya atau ancaman.
Kerentanan di daerah rawan longsor Kelurahan Jatinegara diantaranya :
a.   Kerentanan Fisik
Ditinjau dari struktur fisik bangunan di Kelurahan Jatinegara, bangunan sudah
terbentuk dari batu bata dan semen, namun pondasi bangunan berada di tanah
yang relatif tidak stabil yaitu di bibir tebing atau kali. Hal tersebut meningkatkan
kerentanan masyarakat terhadap bencana tanah longsor.
b.   Kerentanan Lingkungan
Lingkungan di Kelurahan Jatinegara rentan longsor, dimana wilayah ini
termasuk di zona merah yaitu kemiringan tanah banyak yang hampir mencapai
70o. Selain itu juga terdapat banyak area penduduk yang semula merupakan hutan
dan saat ini dibangun bangunan berupa rumah atau kantor sehingga mengurangi
kapasitas hutan untuk menampung air hujan dan menjadi rawan terjadi longsor.
c.   Kerentanan Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat sekitar sehingga kurang tanggap
dan tidak memahami tingginya bahaya yang dapat timbul di sekitar rumahnya.
F. CAPACITY
Kapasitas yang dimiliki Kelurahan Jatinegara dalam menghadapi bahaya tanah
longsor antara lain: terdapat puskesmas kecamatan 1 buah, puskesmas kelurahan sekitar 4
buah, apotek 4 buah, RS Umum 1 buah. Di Puskesmas Kelurahan Jatinegara sendiri dengan
spesifikasi dokter umum berjumlah 2 orang, dokter gigi 1 orang, bidan 2 orang. Puskesmas
Kecamatan Jatinegara sendiri dengan letak ± 3 km memiliki lebih dari 5 orang dokter umum,
3 orang dokter gigi dan lebih dari 7 orang bidan.
G. ANALISIS RISIKO
Dari ketiga hal tersebut diatas, bencana tanah longsor merupakan bencana yang sering
terjadi, kemungkinan terjadinya adalah paling sedikit satu kali per tahun terutama saat musim
hujan. Tanah longsor di Kelurahan Jatinegara terjadi di wilayah yang tidak luas. Dampak
yang biasanya terjadi pada bencana tanah longsor adalah:
1.   Dampak Sosial
Masyarakat yang terkena bencana tanah longsor biasanya berjumlah cukup
sedikit, pada bencana yang terakhir Januari 2017 terdapat 22 rumah warga rusak
berat, 51 rumah rusak ringan, 2 titik jalan desa ambles dan tidak terdapat korban
jiwa.
2.   Dampak Lingkungan
Dampak yang terjadi diantaranya adalah rusaknya rumah-rumah warga. Selain
itu, tanah longsor yang terjadi menyebabkan akses jalan menuju desa tersebut
terputus.
3.   Dampak Ekonomi
Akibat terputusnya akses jalan menuju perumahan warga, maka aktivitas
pekerjaan terganggu. Dan akibat rendahnya tingkat ekonomi masyarakat,
kerusakan rumah karena longsor tidak segera diperbaiki karena tidak mampu.
4.   Dampak Kesehatan
Dampak tanah longsor dapat menyebabkan putusnya akses kesehatan
masyarakat. Secara spesifik, penyakit yang mungkin timbul saat bencana tanah
longsor adalah penyakit yang berkaitan dengan sanitasi. Karena warga kehilangan
sumber air bersih, dan juga jamban di rumah mereka. Secara teori mungkin
muncul penyakit seperti diare, DBD, tifoid, namun pada kejadian terakhir,
penyakit tersebut tidak tercatat.
H. DISASTER MANAGEMENT
Bencana longsor biasanya terjadi begitu cepat sehingga menyebabkan terbatasnya
waktu untuk melakukan evakuasi mandiri. Material longsor menimbun apa saja yang berada
di jalur longsoran.
•   PRA BENCANA
Persiapan sebelum terjadinya bencana merupakan sebuah tahapan yang
penting karena disini program program edukasi dapat dijalankan agar kapasitas
masyarakat di daerah tersebut meningkat. Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk persiapan menghadapi bencana tanah longsor di Kelurahan Jatinegara :
1.   Identifikasi jumlah bangunan, KK dan jiwa di Kelurahan Jatinegara.
2.   Membuat peta rawan bencana longsor dan memetakan masalah yang akan timbul
akibat longsor bila sewaktu waktu terjadi.
3.   Relokasi penduduk dari daerah yang rawan bencana longsor ke daerah yang lebih
aman dari ancaman longsor jika memungkinkan.
4.   Mengurangi tingkat keterjalan lereng permukaan maupun air tanah.
5.   Perhatikan fungsi drainase untuk menjauhkan air dari lereng, menghindari air meresap
ke dalam lereng atau menguras air ke dalam lereng ke luar lereng. Jaga drainase agar
jangan sampai tersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah.
6.   Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan pemukiman dan fasilitas utama
lainnya.
7.   Terasering dengan sistem drainase yang tepat (drainase pada teras - teras dijaga
jangan sampai menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah).
8.   Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam yang
tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari 40 derajat atau
sekitar 80% sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat serta diseling-selingi dengan
tanaman yang lebih pendek dan ringan, di bagian dasar ditanam rumput).
9.   Mendirikan bangunan dengan pondasi yang kuat.
10.  Melakukan pemadatan tanah di sekitar perumahan dan pengenalan daerah rawan
longsor.
11.  Tidak mendirikan bangunan permanen di daerah tebing dan tanah yang tidak stabil
(tanah gerak).
12.  Memasang peringatan untuk melarang menggunduli hutan dan menebang pohon
sembarangan.
13.  Pelatihan rutin tenaga kesehatan dan sukarelawan tentang kesiapsiagaan manajemen
bencana tanah longsor.
14.  Penyuluhan kepada warga mengenai kewaspadaan terhadap datangnya bencana tanah
longsor, serta mengenali tanda-tanda akan datangnya tanah longsor serta apa yang
harus dilakukan ketika bencana tersebut datang.
15.  Mempermudah warga untuk mengetahui pusat informasi bencana dan membuat media
komunikasi efektif, cepat, tanggap antara warga dan seluruh tenaga kesehatan serta
pusat bantuan bencana.
16.  Menjaring sukarelawan bencana dan melakukan perencanaan jumlah tenaga kesehatan
yang dikerahkan saat bencana tanah longsor terjadi dan pembagian kerjanya.
17.  Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi
bencana longsor.
18.  Waspada ketika curah hujan tinggi.
19.  Penyiapan logistik medis dan non medis untuk bencana.

•   SAAT TERJADI BENCANA


1.   Segera evakuasi untuk menjauhi suara gemuruh atau arah datangnya longsoran.
2.   Menyebarkan informasi melalu media efektif yang sudah ditentukan antara warga dan
tim yang terkait sesegera mungkin.
3.   Mensortir korban bersama tim yang telah ditentukan beserta sukarelawan lain di
bidang kesehatan untuk membagi korban berdasarkan prioritas yang membutuhkan
pertolongan serta mengevakuasi korban.
4.   Membangun posko pengobatan darurat atau pelayanan kesehatan.
5.   Mencatat dan melaporkan data korban dan logistik yang kurang, dengan membuat
papan pengumuman berisi identitas korban yang ditemukan di setiap papan posko
bencana (akses informasi terkait bencana).
6.   Pemenuhan kebutuhan dasar bagi korban bencana longsor yang telah di evakuasi
ketitik titik pengungsian.
7.   Memberikan perlindungan terhadap kelompok rentan terhadap dampak dari bencana
longsor.
8.   Melakukan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital yang rusak akibat
dari bencana longsor.
•   REHABILITIASI PASCA BENCANA
1.   Hindari wilayah longsor karena kondisi tanah yang belum stabil.
2.   Memastikan keadaan sudah aman dan tidak terjadi longsor susulan, siap antisipasi
apabila terjadi longsor susulan.
3.   Melakukan pencarian terhadap korban yang belum ditemukan.
4.   Mengidentifikasi dampak dari bencana tanah longsor seperti:
-   Kerusakan infrastruktur termasuk akses jalan,
-   Pencemaran air bersih,
-   Korban jiwa dan ancaman kemanusiaan,
-   Timbulnya wabah penyakit.
5.   Menyediakan air bersih, terutama air minum dan air untuk membuat makanan.
6.   Penyediaan makanan yang cukup, serta membagi seluruh bantuan sandang dan
pangan dari donatur.
7.   Perbaikan prasarana dan sarana umum yang diakibatkan oleh terjangan bencana
longsor.
8.   Memberikan bantuan perbaikan rumah masyarakat yang rusak akibat bencana
longsor.
9.   Pemulihan sosial psikologis korban/masyarakat akibat trauma bencana longsor.
10.  Memaksimalkan pelayanan kesehatan terhadap korban di lokasi bencana longsor.
11.  Menata kembali sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang telah berantakan akibat
bencana tanah longsor.
12.  Menerapkan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik
dan tahan terhadap bencana longsor apabila sewaktu waktu terulang kembali.
13.  Meningkatkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang menjadi korban
bencana longsor.
DISASTER PLAN
Puskesmas Kelurahan Jatinegara dalam rangka persiapan evakuasi bencana dapat
mempersiapkan :
a.   Membuat perencanaan lokasi pengungsian bencana alam di lokasi yang aman dari
terjadi bencana ulang dan terjangkau oleh masyarakat.
b.   Membuat jalur evakuasi dan lokasi evakuasi bencana dengan rambu yang jelas.
c.   Melakukan kerjasama dengan Puskesmas Kecamatan Jatinegara dan Rumah Sakit
Umum Daerah terdekat untuk pengadaan kendaraan dan lahan untuk evakuasi korban.
d.   Membentuk Tim Darurat Bencana dengan melibatkan dokter, perawat, bidan dari
Puskesmas, serta masyarakat sekitar dalam membantu korban bencana saat kejadian.
e.   Melakukan kerjasama dengan BNPB, BPBD, BASARNAS, POLRI, TNI, PMI,
Puskesmas dan Rumah Sakit terdekat serta mahasiswa dan masyarakat relawan untuk
membantu evakuasi korban, membersihkan jalan dari tanah longsor, dan tenaga
bantuan di posko pengungsian.
f.   Meminta bantuan dan kerja sama dari tenaga medis lainnya seperti bidan, perawat,
dan bahkan mantri desa untuk berpartipasi dalam menanggulangi tanah longsor.
g.   Melakukan kerjasama dengan pemuka agama untuk membantu para korban di bidang
spiritual atau dengan tokoh masyarakat untuk meningkatkan motivasi dan
menurunkan risiko PTSD.
h.   Melakukan pemantauan dan koordinasi dengan BMKG untuk mengetahui keadaan
terkini mengenai curah hujan di wilayah Ragunan.
i.   Mengumpulkan obat-obatan dan alat medis penunjang, disimpan di tempat yang aman
dan sesuai.
j.   Menunjuk pemimpin komando di Puskesmas yaitu dokter puskesmas.
k.   Memilah-milah korban berdasarkan tingkat keparahan atau kegawatdaruratannya saat
kejadian bencana.
l.   Membuat pendataan yang lengkap mengenai jumlah korban luka, korban meninggal
dan korban hilang akibat tanah longsor.
m.   Membuat pendataan mengenai persediaan sandang, pangan dan obat-obatan di posko
pengungsian.
n.   Membuat data berapa angka kejadian penyakit terbanyak selama tanah longsor terjadi
sebagai data bencana untuk antisipasi di kejadian selanjutnya.
o.   Membuat papan informasi di depan Puskesmas berisi tentang data korban yang berada
di Puskesmas sebagai sumber informasi untuk masyarakat dan keluarga korban.
Gambar 2. Koordinasi Penanggulangan Masalah Kesehatan
saat terjadi bencana alam
Penanggulangan korban bencana di lapangan pada prinsipnya harus tetap memperhatikan
keselamatan bagi penolongnya, setelah itu baru prosedur dilapangan yang memerlukan
kecepatan dan ketepatan penanganan, secara umum pada tahap tanggap darurat
dikelompokkan menjadi kegiatan sebagai berikut :
1.   Pencarian korban (Search)
2.   Penyelamatan korban (Rescue)
3.   Pertolongan pertama (Live saving)
4.   Stabilisasi korban
5.   Evakuasi dan rujukan
Upaya ini ditujukan untuk menyelamatkan korban semaksimal mungkin guna menekan
angka morbiditas dan mortalitas. Hal dipengaruhi oleh jumlah korban, keadaan korban,
geografi, lokasi, fasilitas yang tersedia di lokasi dan sumber daya yang ada.
1.   Kaum Akademisi
Kaum akademisi berperan dalam melaksanakan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Para civitas akademika dapat berperan aktif dalam
peningkatan mitigasi bencana tanah longsor, dengan cara :
•   Membantu alih pengetahuan dan pengenalan tentang tanah longsor kepada
masyarakat secara umum, secara khusus kepada masyarakat di daerah yang rawan
tanah longsor;
•   Menghasilkan tenaga-tenaga ahli mengetahui dan mengerti tentang pelaksanaan
mitigasi bencana, salah satunya dalam bencana tanah longsor;
•   Membuat penelitian tentang tanah longsor yang meliputi penelitian proses
terjadinya, faktor-faktor penyebab terjadinya, dampak yang dihasilkan, untuk
memperoleh informasi yang lengkap dalam upaya mitigasi tanah longsor.
2.   Masyarakat yang berpartisipasi sebagai relawan
Peranan masyarakat dalam mitigasi bencana (community-based disaster
management) tanah longsor sangat diperlukan pada tahap pra-bencana, saat bencana,
dan pasca bencana. Segala aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat dalam mitigasi
bencana dilakukan di bawah koordinasi BPBD atau Muspida (musyawarah pimpinan
daerah) / Muspika (musyawarah pimpinan kabupaten/kota) setempat.

Anda mungkin juga menyukai