Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Imunodefiensi
Dalam kesempatan kali ini penulis menyampaikan hormat dan terima
kasih kepada dosen Imunologi atas segala bimbingannya dalam proses belajar
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengaharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembaca.

Cimahi, November 2018

Penulis

i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

BAB I .................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2

1.4 Manfaat penulisan ..................................................................................................... 2

BAB II ................................................................................................................................ 2

PEMBAHASAN ................................................................................................................ 2

2.1 Pengertian ................................................................................................................. 2

2.2 Klasifikasi ................................................................................................................. 2

2.2.1 Imunodefisiensi Primer ...................................................................................... 2

2.2.2 Imunodefisiensi Sekunder .................................................................................. 7

2.3 Etiologi...................................................................................................................... 9

2.3.1 Tanda dan Gejala ............................................................................................. 10

2.3.2 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................... 10

2.3.3 Pengobatan dan Pencegahan ............................................................................ 11

BAB III............................................................................................................................. 12

PENUTUP........................................................................................................................ 12

3.1 Simpulan ................................................................................................................. 12

3.2 Saran ....................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perubahan terbentuknya sistem imunokompeten penting untuk melindungi
organisme tubuh terhadap invasi dari luar. Karenanya setiap defisiensi pada salah
satu komponen dari sistem imun itu dapat mengganggu aktivitas sistem
pertahanan tubuh. Perubahan patologis pada sistem imunologi yaitu sindrome
imunodefisiensi, dimana Imunodefisiensi itu adalah keadaan dimana terjadi
penurunan atau ketiadaan respon imun normal. Keadaan ini dapat terjadi secara
primer, yang pada umumnya disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan,
serta secara sekunder akibat penyakit utama lain seperti infeksi, pengobatan
kemoterapi, sitostatika, radiasi, obat-obatan imunosupresan (menekan sistem
kekebalan tubuh) atau pada usia lanjut dan malnutrisi (Kekurangan gizi).
Immunodefisiensi tampak secara klinis sebagai kecenderungan yang abnormal
untuk menderita infeksi. Imunodefisiensi perlu dicurigai ada pada penderita yang
menderita infeksi oleh organisme yang tidak patogen pada individu normal.
Pasien dengan imunodefisiensi mengalami infeksi yang tidak akan hilang tanpa
menggunakan anti biotik dan sering kambuh antara satu atau dua minggu setelah
pemakaian anti obiotik selesai. Pasien-pasien ini seringkali memerlukan berbagai
jenis antibiotik tiap tahun untuk tetap sehat. Ada beberapa bentuk imunodefisiensi
dan diantaranya sangat parah dan mengancam kehidupan. Beberapa lebih ringan,
tapi cukup penting dalam menyebabkan infeksi parah yang kambuhan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut dapat penulis rumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan imunodefisiensi?
2. Apa saja klasifikas immunodefisiensi?
3. Bagaimana etilogi penyakit immunodefisiensi?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan imunodefisiensi
2. Untuk mengetahui klasifikas immunodefisiensi
3. Untuk mengetahui bagaimana etilogi penyakit immunodefisiensi

1.4 Manfaat penulisan


Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Secara Teoritis untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
2. Secara Praktis untuk menambah ilmu pengetahuan bagi Individu,
Kelompok dan Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Bandung.

2
1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Imunodefisiensi adalah keadaan dimana terjadi penurunan atau ketiadaan
responimun normal. Keadaan ini dapat terjadi secara primer, yang pada umumnya
disebabkanoleh kelainan genetik yang diturunkan, serta secara sekunder akibat
penyakit utama lainseperti infeksi, pengobatan kemoterapi, sitostatika, radiasi, obat-
obatan imunosupresan(menekan sistem kekebalan tubuh) atau pada usia lanjut dan
malnutrisi (Kekurangangizi).

2.2 Klasifikasi
Imunodefisiensi terbagi menjadi dua, yaitu imunodefisiensi primer yang hampir
selalu ditentukan faktor genetik. Sementara imunodefisiensi sekunder bisa muncul
sebagai komplikasi penyakit seperti infeksi, kanker, atau efek samping penggunaan
obat-obatan dan terapi.

2.2.1 Imunodefisiensi Primer


Para peneliti telah mengidentifikasi lebih dari 150 jenis imunodefisiensi
primer.Imunodefisiensi dapat mempengaruhi limfosit B, limfosit T, atau fagosit.
Sebagian besar penyakit imunodefisiensi primer ditentukan secara genetik dan
mempengaruhi bagian humoral dan/atau seluler dari imunitas adaptif (dimediasi
oleh sel limfosit B dan T), atau dapat juga mempengaruhi mekanisme defensif dari

2
imunitas bawaan (sel NK, fagosit, atau komplemen). Defek pada imunitas adaptif
umumnya disubklasifikasikan pada komponen yang terutama terkait (sel
B/T/keduanya). Akan tetapi, pembagian ini masih kurang jelas karena adanya
keterkaitan antara satu komponen dengan komponen yang lain yang menyebabkan
pembedaan antar komponen penyebab menjadi sulit. Walau umumnya dianggap
cukup jarang, bentuk ringan dari imunodefisiensi primer ini dapat ditemukan di
banyak orang. Sebagian besar imunodefisiensi ini bermanifestasi pada usia bayi (6
bulan-2 tahun) dan terdeteksi karena bayi mengalami infeksi rekuren. Berikut
dijelaskan secara singkat berbagai kelainan imunodefisiensi yang paling sering
ditemukan.

Tabel Perbedaan Imunodefisiensi Sel T dan Sel B

A. Bruton’s Agammaglobulinemia
Kelainan ini ditandai oleh kegagalan prekursor sel B (sel pre-B dan pro-B)
berkembang menjadi sel B matur. Hal ini disebabkan oleh adanya defek pada gen
pada kromosom X (q21.22) yang mengkode tirosin kinase sitoplasma yang
bernama Bruton tyrosine kinase (Btk).1 Btk dibutuhkan sebagai suatu signal
transducerdalamrearrangement dari light-chain imunoglobulin sehingga komponen
yang dibutuhkan untuk maturasi sel B lengkap. Penyakit ini paling sering
ditemukan pada pria, walau terdapat kasus sporadik pada wanita. Penyakit ini mulai
terlihat pada usia 6 bulan setelah imunoglobulin maternal mulai habis, ditandai
dengan adanya infeksi rekuren pada saluran pernafasan, terutama
oleh Haemophilius influenzae, Streptococcus pneumoniae, atau Staphylococcus
aureus. Infeksi Giardia lamblia juga dapat menjadi tanda dari keberadaan penyakit
ini.1,3 Karakteristik utama dari penyakit ini meliputi :

3
– Absennya sel B di sirkulasi, serta penurunan level semua imunoglobulin di
serum

– Kurang berkembangnya nodus limfa, Peyer’s patches, appendiks, dan tonsil

– Absennya sel plasma di seluruh tubuh

B. Common Variable Immunodeficiency


Sesungguhnya CVI merupakan kumpulan dari berbagai penyakit yang
memiliki beberapa kesamaan fitur pada pasien, yaitu hipogammaglobulinemia,
yang umumnya mempengaruhi semua kelas antibodi tetapi dapat juga hanya
menyerang IgG.1,3 Diagnosis CVI didapatkan setelah mengekslusikan penyakit lain.
Belum ditemukan pola penurunan pada CVI yang familial. Berbeda dengan
Bruton’s agammaglobulinemia, level sel B pada pada darah dan sel limfoid berada
pada level mendekati normal, akan tetapi mereka tidak dapat berdiferensiasi
menjadi sel plasma, diduga karena adanya mutasi pada beberapa molekul seperti
ICOS atau BAFF.1 Manifestasi klinis dari penyakit ini menyerupai Bruton’s
agammaglobulinemia.1,3

C. Isolated IgA Deficiency


Imunodefisiensi primer ini cukup sering ditemukan, terutama pada ras
kaukasian. Seseorang dengan kondisi ini akan memiliki level IgA yang rendah di
serum dan yang disekresikan.1 Penyebabnya dapat disebabkan genetik maupun
infeksi karena toksoplasma, measles virus, atau infeksi virus lain. Sebagian besar
orang dengan penyakit ini tidak memunculkan simptom, akan tetapi karena IgA
berpengaruh pada imunitas pada mukosa, terdapat kemungkinan lebih tinggi dalam
terkena infeksi di traktus respirasi, gastrointestinal, dan urogenital. Defisiensi IgA
ini disebabkan oleh kegagalan diferensiasi limfosit B naif menjadi sel penyekresi
IgA oleh karena penyebab yang belum diketahui.1

D. Hyper-IgM Syndrome

4
Pada sindrom ini, pasien dapat memproduksi IgM tetapi mengalami
defisiensi produksi IgG, IgA, dan IgE. Hal ini menyebabkan defek pada aktivasi
respons imun oleh sel T helper, dimana maturasi sel B dalam menyekresikan
imunoglobulin berbeda akn terhambat. Sindrom ini disebabkan oleh mutasi pada
gen pengkode CD40L pada lokus Xq26.1Secara klinis, seseorang dengan penyakit
ini mengalami infeksi bakteri piogenik rekuren, serta memiliki suspektiblitias
terhadap pneumonia yang tinggi.

E. DiGeorge Syndrome
Sindrom DiGeorge merupakan suatu kondisi dimana terjadi defisiensi sel T
karena kegagalan perkembangan pharyngeal pouch ketiga dan keempat, yang
berkaitan dengan perkembangan timus, paratiroid, dan sebagian clear cell tiroid.
Hal ini menyebabkan munculnya beberapa tanda sindrom ini, yaitu menurunnya
level sel T, tetanus, dan defek jantung kongenital. Tampakan wajah, mulut, dan
telinga dapat menjadi abnormal. Sindrom ini disebabkan karena delesi gen pada
kromsosm 22q11.

F. Severe Combined Immunodeficiendcy


Penyakit ini merupakan gabungan dari beberapa sindrom yang memiliki defek
umum baik pada imunitas humoral dan seluler.3 Umumnya bayi yang terkena
sindrom ini mengalami kandidiasis oral, diaper rash, dan kegagalan berkembang.
Mereka juga sangat mudah terkena infeksi rekuren dan berat oleh banyak patogen,

5
termasuk Candida albicans, P. jiroveci, dan Pseudomonas. Bentuk yang paling
sering adalah yang disebabkan oleh defek kromosom X, dimana terjadi
mutasi gamma-chain reseptor sitokin yang mengkode interleukin. Bila terjadi
defek, maka bahkan mulai dari perkembangan limfosit pun akan
terpengaruh.1 Sebagian besar kasus SCI lainnya diturunkan secara autosomal
resesif, seperti pada defisiensi enzim ADA (adenosine deaminase) yang
menyebabkan toksisitas limfosit T imatur. Pilihan penatalaksanaan utamanya
berupa transplantasi sumsum tulang.

G. Wiskott-Aldrich Syndrome
Sindrom ini merupakan sindrom X-linked yang ditandai dengan
trombositopenia, eksema, dan vulnerabilitas terhadap infeksi rekuren sehingga
menyebabkan kematian dini. Terdapat deplesi limfosit T secara sekunder di darah
perifer dan nodus limfe, dengan ketiadaan antibodi untuk polisakarida serta level
IgM yang menurun. Sindrom ini disebabkan oleh mutasi gen WASP pada lokus
p11.

Penyebab defisiensi antibodi primer

Usia (tahun) Anak Dewasa


<2 Transient hypogammaglobulinaemia of Dapat terjadi, namun jarangDapat
infancyX-linked terjadi, namun jarang
agammaglobulinaemiaHyper-IgM with

6
immunoglobulin deficiency
3-15 Selective antibody deficienciesCommon
variable immunodeficiencySelective IgA
deficiency
16-50 Selective antibody
deficienciesCommon variable
immunodeficiencySelective IgA
deficiency
> 50 Antibody deficiencies with
thymoma

2.2.2 Imunodefisiensi Sekunder


Penyakit ini berkembang umumnya setelah seseorang mengalami penyakit.
Penyebab yang lain termasuk akibat luka, kurang gizi atau masalah medis lain.
Sejumlah obat-obatan juga menyebabkan gangguan pada fungsi kekebalan tubuh.
Imunodefisiensi sekunder lebih sering menjumpai dibandingkan defisiensi primer
dan kerapkali terjadi sebagai akibat dari proses penyakit yang mendasarnya atau
akibat dari terapi terhadap penyakit ini. Penyebab umum imonodefisiensi sekunder
adalah malnutrisi, stres kronik, luka bakar, uremia, diabetes miletus, kelainan
autoinum tertentu, kontak dengan obat-obatan serta zat kimia yang imunotoksik.
Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan
imonodefisiensi sekunder yang paling sering ditemukan. Penderita imonosupresi
dan sering disebut sebagai hospes yang terganggu kekebalanya
(immunocompromised host). Intervensi untuk mengatasi imunodefisiensi sekunder
mencakup upaya menghilangkan faktor penyebab, mengatasi keadaan yang
mendasari dan menggunakan perinsip-perinsip pengendalian infeksi yang nyaman.
Immunodefisiensi sekunder, diantaranya:
A. Infeksi
HIV (human immunodeficiency virus) dan AIDS (acquired
immunodeficiency syndrome) adalah penyakit umum yang terus menghancurkan

7
sistem kekebalan tubuh penderitanya.Penyebabnya adalah virus HIV yang
mematikan beberapa jenis limfosit yang disebut sel T-helper.Akibatnya, sistem
kekebalan tubuh tidak dapat mempertahankan tubuh terhadap organisme biasanya
tidak berbahaya.Pada orang dewasa pengidap AIDS, infeksi HIV dapat mengancam
jiwa.

B. Kanker
Pasien dengan kanker yang menyebar luas umumnya mudah terinfeksi
mikroorganisma.Tumor bone marrow dan leukimia yang muncul di sumsum tulang
belakang dapat mengganggu pertumbuhan limfosit dan leukosit.Tumor juga
menghambat fungsi limfosit seperti pada penyakit Hodgkin.

C. Obat-obatan
Beberapa obat menekan sistem kekebalan tubuh, seperti obat kemoterapi yang
tidak hanya menyerang sel kanker tetapi juga sel-sel sehat lainnya, termasuk dalam
sum-sum tulang belakang dan sistem kekebalan tubuh.Selain itu, gangguan
autoimun atau mereka yang menjalani transplantasi organ dapat mengurangi
kekebalan tubuh melawan infeksi.
- Pengangkatan Lien
Pengangkatan lien sebagai terapi trauma atau kondisi hematologik
menyebabkan peningkatan suspeksibilitas terhadap infeksi terutama
Streptococcus pneumoniae.

8
Tabel Imunodefisiensi Sekunder

2.3 Etiologi
Beberapa penyebab dari immunodefisiensi yang didapat:
1. Penyakit keturunan dan kelainan metabolism
Diabetes, Sindroma Down, gagal ginjal, malnutrisi, penyakit sel sabit
2. Bahan kimia dan pengobatan yang menekan sistem kekebalan:
Kemoterapi kanker, kortikosteroid, obat immunosupresan, terapi penyinaran
3. Infeksi:
Infeksi HIV (AIDS), mononukleosis infeksiosa, infeksi bakteri yang berat,
infeksi jamur yang berat, tuberkulosis yang berat
4. Penyakit darah dan kanker
Agranulositosis, semua jenis kanker, anemia aplastik, histiositosis, leukemia,
limfoma, mielofibrosis, mieloma
5. Pembedahan dan trauma:
Luka bakar, pengangkatan limpa

9
2.3.1 Tanda dan Gejala
Gejala klinis yang menonjol pada Imunodefisiensi adalah infeksi berulang
atau berkepanjangan atau oportunistik atau infeksi yang tidak umum yang tidak
memberikan respon yang adekuat terhadap terapi antimikroba.Telah diketahui
bahwa reaksi imunologi pada infeksi merupakan interaksi antara berbagai
komponen dalam sistem imun yang sangat komplek. Kelainan pada sistem fagosit,
limfosit T dan limfosit B mapun dalam sistem komplemen dapat menampilkan
gejala klinik yang sama sehingga sulit dipastikan komponen mana dari sistem imun
yang mengalami gangguan. Penderita dengan defisiensi limfosit T biasanya
menunjukan kepekaan terhadap infeksi virus, protozoa, dan jamur yang biasanya
dapat diatasi dengan respon imun seluler.Gejala penyakit imunodefisiensi berbeda-
beda tergantung pada jenisnya dan individu.

2.3.2 Pemeriksaan Penunjang


Selain pertanyaan mengenai gejala yang dirasakan, riwayat penyakit
autoimun dalam keluarga, sejumlah tes juga dilibatkan dalam penentuan penyakit
immunodefisiensi yaitu:
 Tes darah, yang dapat mengungkap kelainan dalam sistem kekebalan tubuh.
Tes termasuk mengukur sel-sel darah dan sel imun.
 Identifikasi infeksi, untuk menganalisis infeksi dan penyebabnya apabila
pasien tidak merespon pengobatan standar.
 Uji Pre-natal, dilakukan orangtua yang memiliki anak dengan gangguan
imunodefisiensi untuk melakukan pengecekan apakah gangguan tersebut
juga dialami janin pada kehamilan berikutnya.

10
2.3.3 Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan immunodefisiensi termasuk pencegahan, pengobatan infeksi dan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meliputi:
 Pola hidup sehat untuk melindungi dari infeksi
 Pengobatan infeksi virus dan bakteri dengan antiviral dan antibiotik
 Terapi pengganti imunoglobulin, bisa melalui IV atau injeksi subkutan. IV
lebih menguntungkan dan efektif walaupun tindakan hanya bisa dilakukan
di rumah sakit
 Pengobatan terbaik kekurangan sel T adalah transplantasi sum-sum tulang
belakang dari donor yang cocok
 Pengobatan lain yang masih dalam fase eksperimen termasuk, sitosin,
transplantasi thymic, terapi gen dan transplantasi sel induk.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Imunodefisiensi adalah keadaan dimana terjadi penurunan atau ketiadaan
responimun normal. Keadaan ini dapat terjadi secara primer, yang pada umumnya
disebabkanoleh kelainan genetik yang diturunkan, serta secara sekunder akibat
penyakit utama lainseperti infeksi, pengobatan kemoterapi, sitostatika, radiasi, obat-
obatan imunosupresan(menekan sistem kekebalan tubuh) atau pada usia lanjut dan
malnutrisi (Kekurangangizi).

3.2 Saran
Penulis menyarankan agar pembaca tidak puas akan bahasan yang kami
dapatkan dan terus menggali atau mencari tahu kembali akan wawasan mengenai
Imunodefisiensi.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran


pathologic basis of disease. 8th Ed. 2010. Philadelphia : Elsevier.
Pg.230-5
2. Zubir Z. Konsep Imunodefisiensi. Diakses dari http://ocw.usu.ac.id/
pada tanggal 19 April 2012 pukul 19.09
3. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Cellular and molecular
immunology. 7th Ed. 2012. Philadelphia : Elsevier. Pg.445-58
4. http://mimetakamine.blogspot.com/2012/12/1-mekanisme-
imunodefisiensi.html

13

Anda mungkin juga menyukai