Status Epileptikus
Oleh :
(2015730137)
Pembimbing :
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. I
Alamat : Jakarta
No. Kamar :5
No.RM : 01 00 xx xx
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Keluhan Tambahan :
Tidak ada
Os Datang dengan kejang tanpa demam dari jam 1 malam sampai dengan jam 3 malam,
kejang hanya berjeda 5 menit kemudian kejang lagi dan berulang, saat kejang badan
kaku tetapi masih menangis
Riwayat Pengobatan :
Riwayat Kehamilan :
Ibu pasien rutin ANC ke dokter, selama hamil tidak pernah terkena infeksi dan sakit
Riwayat Persalinan :
Riwayat Imunisasi :
Riwayat Alergi :
Tidak ada alergi obat, makanan, cuaca, maupun debu
Riwayat Psikososial :
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status gizi :
BB = 6,2 kg
TB = 72 cm
Status Gizi :
BB Aktual
-------------------- x 100%
BB ideal
6,2
--------------------- x 100% = 72,9 %
8,5
Kesan : Gizi Kurang
TANDA VITAL :
STATUS GENERALIS :
Nyeri (-)
Epistaksis (-/-)
Paru-Paru
ABDOMEN
KULIT :
STATUS NEUROLOGIS
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin
Elektrolit
Natrium (Na) darah 135 mEq/L 135-147
Kalium (K) darah 4.4 mEq/L 3.5-5.0
E. RESUME
Seorang anak perempuan usia 11 bulan 7 hari, dengan berat badan 6,7 kg
datang dengan kejang tanpa demam dari jam 1 malam sampai dengan jam 3 malam,
kejang hanya berjeda 5 menit kemudian kejang lagi dan berulang, saat kejang badan
kaku tetapi masih menangis, pernah dirawat 1 bulan yang lalu diagnosis epilepsi.
Tidak ada riwayat keluarga epilepsi. Penggunaan obat depaken 5 ml setiap pagi.
H. TERAPI
IGD :
Bangsal :
Oral :
• Luminal 2 x 1 (fenobarbital)
• Depaken 2 x 2 ml (asam valproat)
Injeksi:
• Kutoin(fenitoin)
12 jam selanjutnya 2 x 15 mg, setelah pemberian Fenitoin dari IGD
Infus:
• RL 6 tpm
I. Follow Up
Tanggal S O A P
Infus
RL 6 tpm
TINJAUAN PUSTAKA
Status Epileptikus
Epidemiologi
Insidens SE pada anak diperkirakan sekitar 10-58 per 100.000 anak. Status
epileptikus lebih sering terjadi pada anak usia muda, terutama usia kurang dari 1
tahun dengan estimasi insidens 1 per 1000 bayi.
Etiologi
Faktor risiko
1. Epilepsi Sekitar 10-20% penderita epilepsi setidaknya akan mengalami satu kali
episode status epileptikus dalam perjalanan sakitnya. Selain itu, SE dapat
merupakan manifestasi epilepsi pertama kali pada 12% pasien baru epilepsi.
Patofisiologi
Tata laksana
Diazepam IV: 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg) dalam spuit, kecepatan 2
mg/menit. Bila kejang berhenti sebelum obat habis, tidak perlu dihabiskan.
• 10 mg (usia ≥ 10 tahun)
Tapering off midazolam infus kontinyu: Bila bebas kejang selama 24 jam setelah
pemberian midazolam, maka pemberian midazolam dapat diturunkan secara
bertahap dengan kecepatan 0,1 mg/jam dan dapat dihentikan setelah 48 jam bebas
kejang.
Bila pasien terdapat riwayat status epileptikus, namun saat datang dalam
keadaan tidak kejang, maka dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital 10 mg/kg IV
dilanjutkan dengan pemberian rumatan bila diperlukan.
EPILEPSI
Definisi
Epidemiologi
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi,
sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka
epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju
ditemukan sekitar 50/100.000, sementara di negara berkembang mencapai
100/100.000.
1. Epilepsi idiopatik
Penyebabnya tidak diketahui, meliputi ± 50% dari penderita epilepsi anak dan
umumnya mempunyai predisposis genetik, awitan biasanya pada usia >3 tahun.
2. Epilepsi simptomatik
Disebabkan oleh kelainan/ lesi pada susunan saraf pusat. Misalnya : post trauma
kapitis, infeksi susunan saraf pusat, gangguan metabolik, malformasi otak
kongenital, asfiksia neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah
otak, toksik (alkohol, obat), kelainan neurodegeneratif.
3. Epilepsi kriptogenik
Dianggap simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, termasuk disini
adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik.
Klasifiksi
Patofisiologi
Gejala
Diagnosis
Penatalaksanaan
Jika sudah jelas diagnosis epilepsi obat anti epilepsi (OAE) dapat diberikan
sesuai jenis dan klasifikasi epilepsi. Sesuai kesepakatan dokter neurologi anak IDAI
terapi dimulai jika interval antara 2 episode kejang kurang dari 6 bulan. Prinsip
pengobatan epilepsi adalah monoterapi dengan dosis yang bisa memberantas
kejang. Mulai dengan dosis kecil terlebih dahulu, naikkan secara bertahap jika
masih terdapat kejang. Obat anti epilepsi dapat dinaikkan sampai dosis maksimal,
jika dengan dosis 2 OAE kejang sudah terkontrol OAE pertama dapat dicoba
diturunkan secara bertahap. Jika dengan monoterapi kedua kejang kembali ada
maka tetap diberikan politerapi dengan 2 OAE. Lama pemberian OAE sampai 2
tahun bebas kejang, EEG ulang dilakukan untuk evaluasi jika hasil EEG normal
OAE dapat diturunkan bertahap selama 3-4 bulan. Jika EEG abnormal, OAE
dianjurkan sampai 3 tahun bebas kejang, setelah itu dilakukan evaluasi EEG ulang.
Selama pengobatan jika masih ada kejang, sebelum menaikkan dosis OAE atau
menambah OAE dinilai dahulu kepatuhan minum obat, adakah faktor pencetus
kejang.
Jika pasien datang dalam keadaan kejang, penghentian kejang harus segera
dilakukan tanpa menunggu anamnesis dan pemeriksaan fisis lengkap. Bila diagnosis
epilepsi telah ditegakkan, ditentukan regimen terapi antikonvulsan sesuai jenis
epilepsi. Terapi antikonvulsan diberikan sampai pasien bebas kejang selama 2
tahun.
Edukasi
Aktivitas fisik yang ekstrem, kurang tidur, stress psikis sebaiknya dihindari.
Pemantauan
1. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2 FK UI. Jakarta : Info Medika
Jakarta
2. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 1. Jakarta: EGC.
3. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 vol 2. Jakarta: EGC
4. PERDOSSI. Pedoman tatalaksana epilepsi. Ed: 3. Jakarta. 2008
5. Price dan wilson. 2006. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC
6. Tjahjadi, dkk. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In: Kapita Selekta
Neurologi. Yogyakarta; gadjah Mada University Press. 2005