Anda di halaman 1dari 21

KIP

KAJIAN ISLAM PEKANAN

KITAB THAHARAH
Konsultan Keislaman BP Pesona Khayangan Depok
Tahun Ajaran 2019 - 2020

UNIT PEMBINAAN AKHLAK PEGAWAI & PELANGGAN PAP2 DIVISI AKADEMIK

Seluruh Kantor Bintang Pelajar Email: konsulislam@bintangpelajar.com


JABODETABEK, BANDUNG, & SEMARANG Telp: 0822-1387-1866 (No. Pembina Akhlak BP)
DEFINISI DAN URGENSI THAHARAH (BERSUCI)

• Thaharah menurut bahasa adalah bersih dan terbebas dari kotoran yang Nampak seperti najis yang berasal dari air
kencing atau yang lainya dan najis secara maknawi berupa aib dan kemaksiatan.

• Kata ath tathir berarti membersihkan yaitu penetapan bahwa suatu tempat itu terbebas dari kotoran.

• Adapun thaharah menurut istilah syara adalah membersihkan segala sesuatu yang menghalangi sahnya shalat, baik
dari hadas atau najis dengan menggunkan air atau yang lainya atau dengan menggunakan debu.
Bab Air

Semua air yang turun dari langit dan keluar dari bumi adalah suci dan menyucikan.
Dasarnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala َ
ً‫الَّ َم ِاِ َِ ًاِ َط ُهورا‬ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ ً ْ ُ َ َ ِّ َ َ ْ َ َّ َ ُ َ
َّ ََ ِ ‫نزل ََا‬
ِ ‫الرياح بشرا بين يدي رحم ِت ِه ۚ وأ‬
ِ ‫وهو ال ِذي أرسل‬
“Dia-lah Yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira yang dekat sebelum kedatangan
rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih.” [Al-Furqaan: 48]
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang laut:
ُ‫ َا ْلح ُّل َِ ْي َت ُته‬،‫الط ُه ْو ُر َِ ُاؤ ُه‬
َّ َ ُ
‫هو‬.
ِ
“Air laut itu suci dan menyucikan serta halal bangkainya.” [2]
Bab Air

Juga sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sumur:


ْ ‫سهُ ش‬
‫َي ٌء‬ َ ‫ ِإ َّن ْال َما َء‬.
ُ ‫ط ُه ْو ٌر الَ يُن ِ َِّج‬
“Sesungguhnya air itu suci dan menyucikan, tidak dinajiskan oleh sesuatu pun.”
Air tetap dalam kesuciannya sekalipun bercampur dengan sesuatu yang suci selama tidak keluar dari
keasliannya (kemutlakn)nya. (*)
Dasarnya adalah sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para wanita yang memandikan jenazah
puteri beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
ً‫اج َع ْل ََ في ْاآلخ َرة َك ُاف ْو ًرا َأ ْو َش ْيئا‬
ْ ‫ َو‬،‫ِا ْغَّ ْل َن َها َث َال ًثا َأ ْو َخ ْم ًَّا َأ ْو َأ ْك َث َر ِ َْ ذل َك إ ْن َ َرأ ْي ُت َّن ب َم ٍاِ َوس ْدر‬
ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ْ‫ِ ْ َِ َك ُافور‬.
ٍ ِ
“Mandikanlah ia tiga kali, lima kali atau lebih dengan air dan bidara jika menurut kalian perlu. Dan
jadikanlah basuhan terakhir dengan kapur barus atau sedikit dengannya.” [3]
Bab Air

Tidaklah air itu dihukumi najis meskipun terdapat najis padanya kecuali jika ia berubah karenanya.
Dasarnya adalah hadits Abu Sa’id. Dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya:
“Wahai Rasulullah, bolehkah kami wudhu di sumur Budha‘ah?” Yaitu sumur yang di sana dibuang darah
haidh, daging anjing, dan kotoran.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ٌِ‫َا ْْلَ ُاِ َط ُه ْو ٌر َال ُي ََ ِّج َُّ ُه َش ْي‬
ِ
“Air itu suci dan menyucikan, tidak dinajiskan oleh suatu apa pun.” [4]
HUKUM THAHARAH

• Bersih dari najis dan menghilangkanya merupakan suatu kewajiban bagi yang tahu akan hokum dan mampu melaksanakanya. Dalam hal ini
Allah berfirman. ‘’dan pakaianmu bersihkanlah’’ Qs. Almuddatsir ; ayat 4,
• Terdapat pula dalam firmanya’’ bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf yang I’tikaf yang ruku dan yang sujud’’. Qs Albaqarah
ayat 125

• Adapun bersih dari hadas, maka merupakan suatu kewajiban yang sekaligus sebagai syarat sah shalat. Hal ini berdasarkan pada sabda nabi
sallallahu alaihi wasallam.

“Shalat tidak diterima tanpa didahului dengan bersuci” [Shahih, Muslim 224]
URGENSI THAHARAH
1. Merupakan syarat syah shalat seorang hamba. Hal ini berdasarkan sabda nabi
‫ا اْ ا ُ هُ اا ا ا ا ُ ْ ا ا ْ ا ا ا ه اا ا ها‬
‫َل يقبل َّللا صَلة أح ِدكم ِإذا أحدث حتى يتوضأ‬
‘’tidaklah diterima shalat seseorang yang berhadas hingga dia berwudlu’’

• Melaksanakan shalat dalam kondisi suci merupakan bentuk pengagungan kepada Allah. Dan , hadas kecil maupun
hadas besar jika najisnya tidak terlihat, termasuk kategori najis secara maknawi, karena menjadikan timbulnya rasa
jijik bagi orang yang menempatinya, maka hal tersebut bisa merusak nilai pengagungan terhadap Allah, dan
menghilangkan hakekat bersuci itu sendiri.
URGENSI THAHARAH

2. Allah telah memuji orang-orang yang senantiasa dalam keadaan suci, dengan firmanNya :
‘’ sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. “ (Qs Al
Baqarah : 222)

Allah juga memuji mereka yang selalu berada didalam masjid quba’ seperti yang terdapat dalam firmanNya :
’’ didalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri dan Allah menyukai orang-orang yang bersih” (Qs At
Taubah : 108).
URGENSI THAHARAH

3. Kurangnya kehati-hatian terhadap najis menyebabkan seseorang mendapat azab kubur. Hal ini seperti yang terdapat
dalam sebuah riwayat Ibnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam pernah melewati dua kubur,
lalu beliau bersabda :
‫ا‬ ً ‫اُ ا ُ ا ه ا ا ا ُ ا‬ ‫ا‬ ْ ‫ً ا ُ ُ ا اا ا ا ْ ا ُ ا‬
‫بان في ك ِبير‬
ِ ‫ وما يعذ‬،‫إنهما ليعذب ِان‬.ِ ‫أما أحدهما فكان َل يست ِتر ِمن البو‬
‘’sesungguhnya keduanya sedang diazab, keduanya tidaklah diazab karena suatu perkara yang besar, adapun yang ini
dia tidak berhati-hati dengan air kencingnya…’’
(HR,Abu Daud, Annasai dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih).
MACAM-MACAM THAHARAH

Para ulama membagi thaharah secara syari menjadi dua bagian:

1. Thaharah hakikiyah
yaitu bersuci dari kotoran, maksudnya adalah bersuci dari najis, hal ini biasanya terdapat pada badan, pakaian dan tempat-tempat
selain keduanya.

2. Thaharah hukmiyah
yaitu bersuci dari hadas, hal ini khusus yang terdapat pada badan.
Thaharah pada poin ini terbagi menjadi tiga bagian :
• Thaharah kubra yaitu najis yang hanya bisa suci dengan mandi
• Thaharah sughra yaitu najis yang bias suci dengan wudlu
• Pengganti keduanya tatkala mengalami uzur, yaitu dengan cara bertayamum.
Bab an-Najaasaat

An-Najaasaat adalah bentuk plural dari najasah, yaitu semua yang dianggap menjijikkan oleh orang yang bertabiat
normal. Mereka menjaga diri darinya dan mencuci pakaian mereka jika terkena olehnya, seperti kotoran dan air
seni.[5]
Hukum asal segala sesuatu adalah boleh dan suci. Barangsiapa menyatakan najisnya suatu materi, maka ia harus
mendatangkan dalil. Jika sesuai, maka ia benar. Namun bila tidak bisa, atau ia membawakan sesuatu yang tidak bisa
dijadikan hujjah, maka kita wajib mengikuti hukum asal dan al-bara-ah al-ashliyyah (yaitu se-orang hamba tidak dikenai
kewajiban hukum hingga datangnya dalil.-ed) [6]. Karena hukum najis adalah hukum pembebanan yang terkait dengan
(seharusnya diketahui) semua orang. Maka, tidak boleh mengatakan tentang najisnya sesuatu kecuali dengan dalil. [7]
• A. Hal-Hal yang Termasuk Najis
Hal-hal yang terdapat dalil atas kenajisannya adalah:
1. Air kencing dan
2. Kotoran manusia
Bab an-Najaasaat
Adapun dalil najisnya kotoran manusia adalah hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
ٌ‫اب َل ُه َط ُه ْور‬ ُّ َّ َ َ َ ْ ْ َ ْ ُ ُ َ َ َ َ َ
َ ‫الت َر‬ ‫ ِإذا و ِطئ أحدكم ِبَع ِل ِه األذى ف ِإن‬.
“Jika salah seorang di antara kalian menginjak al-adzaa (najis) dengan sandalnya, maka tanah adalah
penyucinya.”[8]
Al-Adzaa adalah segala sesuatu yang engkau merasa tersakiti olehnya, seperti najis, kotoran, batu, duri, dan
sebagainya[9]. Dan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah najis, sebagaimana yang tampak jelas.
Sedangkan dalil (najisnya) air kencing adalah hadits Anas Radhiyallahu anhu : “Seorang Arab Badui kencing di
masjid. Lalu segolongan orang menghampirinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda,
‘Biarkanlah ia, jangan kalian hentikan kencingnya.’” Anas melanjutkan, “Tatkala ia sudah menyelesaikan
kencingnya, beliau memerintahkan agar dibawakan setimba air lalu diguyurkan di atasnya.” [10]
Bab an-Najaasaat
Hal-hal yang terdapat dalil atas kenajisannya adalah :
3. Madzi, dan
4. Wadi
Madzi, yaitu cairan putih (bening), encer, dan lengket yang keluar ketika naiknya syahwat. Dia tidak keluar
dengan syahwat, tidak menyembur, dan tidak pula diikuti lemas. Terkadang keluar tanpa terasa. Dialami pria
maupun wanita.[11]
Madzi adalah najis. Oleh karena itulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh membasuh kemaluan darinya.
‘Ali Radhiyallahu anhu berkata, “Aku adalah laki-laki yang sering keluar madzi. Aku malu menanyakannya pada
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena kedudukan puteri beliau. Lalu kusuruh al-Miqdad bin al-Aswad untuk
menanyakannya.
Beliau lantas bersabda:
ُ َّ َ َ َ َ ُ َ َ َ ُ ْ َ
‫يغ َِّل ذكره ويتوضأ‬.
‘Dia harus membasuh kemaluannya dan berwudhu.’” [12]
Bab an-Najaasaat

Sedangkan wadi adalah cairan putih (bening) dan kental yang keluar setelah kencing.[13]
Wadi adalah najis.
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Mani, wadi, dan madzi. Adapun mani, maka wajib mandi.
Sedangkan untuk wadi dan madzi, beliau (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda:
َ َّ َ َ ْ ُ ُ ْ َّ َ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ ْ
• ‫اغ َِّل ذكرك أو ِذ ِاكيرك وتوضأ وضوِك ِللصال ِة‬.ِ
‘Basuhlah dzakar atau kemaluanmu dan wudhulah sebagaimana engkau berwudhu untuk shalat.’” [14]
Bab an-Najaasaat
5. Kotoran (hewan) yang tidak (halal) dimakan dagingnya
Dari ‘Abdullah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak buang hajat, beliau berkata,
‘Bawakan aku tiga batu.’ Aku menemukan dua batu dan sebuah kotoran keledai. Lalu beliau mengambil kedua batu itu dan
membuang kotoran tadi lalu berkata:
ٌ ‫ه َي ر ْج‬.
‫س‬ ِ ِ
“(Kotoran) itu najis.” [15]
6. Darah haidh Dari Asma’ binti Abi Bakar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Seorang wanita datang kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Baju seorang di antara kami terkena darah haidh, apa yang harus ia lakukan?’
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ْ ِّ َ ُ َّ ُ ُ ُ َ ْ َ َّ ُ َ ْ ُ ُ ُ ْ َ َّ ُ ُ ُّ ُ َ
• ‫تحته ثم تقرصه ِباْل ِاِ ثم تَضحه ثم تص ِلي ِفي ِه‬.
“Keriklah, kucek dengan air, lalu guyurlah. Kemudian shalatlah dengan (baju) itu.” [16]
Bab an-Najaasaat
7. Air liur anjing
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
َ ُّ َّ ُ َ ْ ُ َّ َ َ ْ َ ُ َ ْ َ ْ َ ُ ْ َ ْ ْ َ َ َ َ ْ ُ َ َ َ ُ ْ ُ َ
‫اب‬
ِ ‫ات أوالهَ ِبالتر‬ٍ ‫طهور ِإن ِاِ أح ِدكم ِإذا ولغ ِفي ِه الكلب أن يغ َِّله سبع ِر‬.
“(Cara) menyucikan bejana salah seorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah membasuhnya tujuh kali. Yang
pertama dengan tanah.” [17]
ُ َ ِّ َ ُ َ ْ ْ َ َّ َّ َ َ ُ َ َ ْ َ ُ ْ ُ ْ َ َ َ ْ َ ْ َّ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ ْ َّ ُ
• ‫الطحال‬ِ ‫ وأِا الدِ ِان فالك ِبد و‬،‫ أِا اْليتت ِان فالحوت والجراد‬:‫أ ِحلت لَا ِيتت ِان ودِ ِان‬.
“Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah. Kedua bangkai itu adalah ikan dan jangkrik. Sedangkan kedua
darah tersebut adalah hati dan limpa.” [19]
Bab an-Najaasaat
8. BangkaiYaitu segala sesuatu yang mati tanpa disembelih secara syar’i. Dasarnya adalah sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
َ‫اب َف َق ْد َط ُهر‬
ُ ‫إ َذا ُدب َغ ْاإل َه‬
ِ ِ ِ
“Jika (al-ihaaab) telah disamak, maka sucilah ia.” [18]
Al-ihaaab adalah kulit hewan yang telah mati (bangkai). Dikecualikan dari hal ini:
Pertama : Bangkai ikan dan jangkrik.
Dasarnya adalah hadits Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
ِّ َ ُ َ ْ ْ َ َّ َّ َ َ ُ َ َ ْ َ ُ ْ ُ ْ َ َ َ ْ َ ْ َّ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ ْ َّ ُ
ُ‫الط َحال‬
ِ ‫ وأِا الدِ ِان فالك ِبد و‬،‫ أِا اْليتت ِان فالحوت والجراد‬:‫أ ِحلت لَا ِيتت ِان ودِ ِان‬
“Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah. Kedua bangkai itu adalah ikan dan jangkrik. Sedangkan kedua
darah tersebut adalah hati dan limpa.” [19]
Bab an-Najaasaat
Kedua : Bangkai hewan yang tidak berdarah. Seperti lalat, semut, lebah, dan sebagainya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َ ْ َ ً َ َْ ََ َ ْ
ًِ‫آلخر ِش َفا‬ َّ َ ُ ْ َ ْ َ َّ ُ ُ َّ ُ ُ ْ ْ َ ْ َ ْ ُ َ َ َ ْ ُ َ ُّ َ َ َ َ
ِ ‫ ف ِإن ِفي ِإحدى جَاحي ِه داِ و ِفي ا‬،‫ِإذا وقع الذباب ِفي ِإن ِاِ أح ِدكم فليغ ِمَّه كله ثم ِليطرحه‬
“Jika seekor lalat jatuh ke dalam bejana salah seorang di antara kalian, maka benamkan semua lalu
buanglah ia. Karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit, sedangkan pada sisi lainnya terdapat
penawar.” [20]
Ketiga : Tulang bangkai, tanduk, kuku, rambut dan bulunya.
Semuanya suci, merujuk pada keasliannya, yaitu suci. Dasarnya hadits yang diriwayatkan al-Bukhari
secara mu’allaq [21]. Dia mengatakan bahwa az-Zuhri berkata tentang tulang bangkai -seperti gajah dan
sebagainya-, “Aku mendapati beberapa kalangan ulama terdahulu bersisir dan berminyak dengannya.
Mereka tidak mempermasalahkannya.”
Hammad berkata, “Tidak ada masalah dengan bulu bangkai.”
Bab an-Najaasaat

• [Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim
bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah
LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 –
September 2007M]
KIP
KAJIAN ISLAM PEKANAN

‫شكرا وجزاكم هللا خريا‬


SEMOGA ALLAH MEMBALAS ANDA SEKALIAN DENGAN KEBAIKAN

،‫َستَـغْ حف ُر َك‬
ْ ‫أ‬ ،‫ت‬َ ‫ن‬
ْ َ
‫أ‬ َّ
‫ل‬ ‫ح‬
‫إ‬ ‫ه‬
َ ‫ـ‬
ٰ‫ل‬
َ ‫ح‬
‫إ‬ ‫ل‬
َ ‫ن‬ْ َ
‫أ‬ ‫د‬
ُ ‫ه‬
َ ‫ش‬
ْ َ
‫أ‬ ،‫ك‬َ ‫ح‬
‫د‬ ‫م‬ ‫ح‬ َّ
ْ َ َ ُ ‫ك الل‬
‫ِب‬‫و‬ ‫م‬
َّ ‫ه‬ َ َ‫ُس ْب َحان‬
‫ك‬َ ‫ب إحلَْي‬
ُ ‫َوأَتُـ ْو‬
Maha Suci Engkau ya Allah, aku memujiMu. Aku bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau, aku minta ampun dan
bertaubat kepada-Mu. (HR. Tirmidzi 3/153.)
UNIT PEMBINAAN AKHLAK PEGAWAI & PELANGGAN (PAP2)
DIVISI AKADEMIK

konsulislam@bintangpelajar.com 0822-1387-1866
http://bit.ly/Post_Test_KIP_P3Juli

Anda mungkin juga menyukai