Anda di halaman 1dari 17

Referat

Penggunaan MgSO4 Dalam Bidang Obstetri

Oleh :

M.Naufal Risyad, S.Ked

NIM. I730912310071

Pembimbing :

dr. Bambang Abimanyu, Sp.OG (K)

BAGIAN/SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

Juni, 2019
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
BAB III PENUTUP 12
DAFTARoPUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

MgSO4 telah digunakan dalam bidang obstetrik selama beberapa dekade

dan jutaan wanita telah dilibatkan dalam clinical trial untuk menguji efikasi

MgSO4 pada fase prenatal dalam berbagai kondisi. The American Collage of

Obstetricians and Gynecologists and Society for Maternal-Fetal Medicine telah

sejak lama mendukung penggunaan MgSO4 jangka pendek pada bidang obstetrik

untuk kondisi yang tepat dan durasi pemberian yang sesuai.(1)

Dalam praktik klinis di bidang obstetrik, MgSO4 digunakan untuk beberapa

tujuan, diantaranya adalah sebagai pencegahan dan terapi kejang pada wanita

dengan preeklampsia atau eclampsia dan sebagai neuroprotektan pada bayi yang

diprediksi akan lahir premature, dan sebagai tokolitik jangka pendek.(1)(2) Namun,

meskipun MgSO4 memiliki banyak fungsi yang penting dalam bidang obstetrik,

efek toksik dari MgSO4 juga perlu menjadi pertimbangan.

Penggunaan MgSO4 dapat menimbulkan efek samping, baik efek yang

ringan maupun efek yang berat. Efek samping berat dari penggunaan MgSO4 yang

ditakutkan adalah terjadinya distress nafas, henti nafas, atau henti jantung yang

akan berakibat pada kematian.(3)(4)(5) Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang

tenaga medis untuk mengetahui secara komprehensif tentang penggunaan MgSO4

di bidang obstetric.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. FISIOLOGI MAGNESIUM

Magnesium merupakan kation divalent dan merupakan kation paling

banyak ke-4 di tubuh manusia setelah natrium, kalium, dan kalsium. Selain itu,

magnesium merupakan kation intraseluler terbanyak kedua setelah kalium

Magnesium intraseluler dominannya dapat ditemukan di tulang (53%) dan di

myosit (27%) terutama di bagian nucleus, mikrosom, dan mitokondria. Hanya

sekitar 1% total magnesium tubuh di temukan di kompartemen ekstraseluler,

dengan jumlah magnesium serum berkisar 0,3% dari total magnesium tubuh.

Sekitar 62% magnesium serum bersirkulasi dalam bentuk ion. Kadar magnesium

normal di serum adalah 0,75-0,95 mmol/L (1.8–2.3 g/dL).(3)(4)

Magnesium diabsorbsi di jejenum dan ileum sebanyak 11%-65% dari

jumlah magnesium yang dikonsumsi peroral. Setelah masuk ke dalam tubuh,

magnesium akan diekskresikan oleh ginjal untuk mengatur kadar magnesium di

dalam tubuh. Ginjal dapat mengekskresikan hingga mendekati 100% jumlah

magnesium yang terfiltrasi pada kasus hipermagnesemia.(4)

Magnesium berperan sebagai kofaktor pada beberapa reaksi, diantaranya

adalah metabolism energi, asam nukleat, protein, dan asam lemak, serta memediasi

aktivitas beberapa enzim. Selain itu, magnesium juga berperan dalam regulasi

adenylate cyclase, perpindahan ion transmembrane, kontraksi otot, aktivitas

2
neuronal, mengendalikan irama vasomotor, eksitasi jantung, dan pelepasan

neurotransmitter.(3)(4)

Magnesium merupakan antagonis kalsium alami yang memiliki beberapa

mekanisme regulasi, diantaranya adalah sebagai antagonis kompetitif pada kanal

kalsium tipe L, menghambat enzim Ca2+-ATPase, dan berperan sebagai kofaktor

untuk semua enzim yang berperan dalam sistem transfer fosfat yang menggunakan

ATP. Pada konsentrasi yang tinggi, magnesium dapat menghambat aktivitas enzim

Na+/K+ -ATPase.(4)

Dunia medis belum secara penuh memahami mekanisme kerja MgSO4 yang

digunakan untuk terapi. Namun, terdapat beberapa teori yang dikembangkan, yakni

sebagai beirkut :(4)

a) Menghambat pelepasan asetikolin pada neuromuscular junction; hal tersebut

akan menyebabkan relaksasi otot yang telah diketahui sejak tahun 1950.

b) Berperan sebagai antagonis reseptor NMDA gulatamat; reseptor tersebut

berperan dalam sensitisasi sentral. Ikatan pada reseptor ini akan memberikan

efek analgetik, antikonvulsan, dan sedatif.

c) Magnesium dapat meningkatkan sintesis prostasiklin dan menghambat

angiotensin converting enzyme dan menyebabkan vasodilatasi.

d) Magnesium mengurangi pelepasan katekolamin setelah rangsangan simpatik.

Efek ini telah digunakan untuk terapi hipertensi yang terkait dengan

pheochromocytoma.

e) Pada pasien asma, magnesium menghambat pelepasan histamin dan asetilkolin

dan memiliki potensi sebagai agen beta adrenergik. Magnesium pada kasus

3
asma diindikasikan pada kasus asma yang berat karena berdasarkan penelitian

penggunaan magnesium berhubungan dengan lamanya perawatan yang lebih

singkat.(4)

B. PENGGUNAAN MGSO4 DALAM BIDANG OBSTETRIC

MgSO4 telah digunakan dalam bidang obstetrik selama beberapa dekade

dan jutaan wanita telah dilibatkan dalam clinical trial untuk menguji efikasi MgSO4

pada fase prenatal dalam berbagai kondisi. The American Collage of Obstetricians

and Gynecologists and Society for Maternal-Fetal Medicine telah sejak lama

mendukung penggunaan MgSO4 jangka pendek pada bidang obstetrik untuk

kondisi yang tepat dan durasi pemberian yang sesuai.(1)

MgSO4 biasanya diberikan melalui rute intramuskular atau intravena.

Setelah dimasukkan ke dalam tubuh, sekitar 40% magnesium plasma terikat oleh

protein. Ion magnesium yang tidak terikat dengan protein akan berdifusi menuju

ke ruang ekstraseluler ekstravaskular dan kemudian berdifusi ke tulang. Selain itu,

ion magnesium yang tidak berikatan juga dapat melintas menembus plasenta dan

membrane fetalis dan kemudian berdifusi ke janin dan cairan amnion. Magnesium

secara eksklusif dieksresikan di urine dan 90% dari total magnesium yang

dimasukkan ke dalam tubuh akan diekskresikan dalam waktu 24 jam.(3)

Dalam praktik klinis di bidang obstetrik, MgSO4 digunakan untuk beberapa

tujuan, diantaranya adalah sebagai pencegahan dan terapi kejang pada wanita

dengan preeklampsia atau eclampsia dan sebagai neuroprotektan pada bayi yang

diprediksi akan lahir premature, dan sebagai tokolitik jangka pendek.(1)(2) MgSO4

merupakan pengobatan lini pertama untuk kasus pre-eklampsia dan eclampsia.

4
MgSO4 digunakan secara luas dalam kasus preeklampsia dan eclampsia karena

MgSO4 memiliki kemampuan untuk mencegah dan mengatasi kejang serta dapat

menurunkan resistensi vaskular tanpa mempengaruhi aliran darah uterus dan tidak

menyebabkan depresi sistem saraf pusat baik pada ibu maupun janin.(4)(6) Namun,

penggunaan MgSO4 sebagai tokolitik masih merupakan kontroversi mengingat

adanya penelitian yang menemukan bahwa penggunaan MgSO4 tidak efektif untuk

mencegah kelahiran bayi prematur. Disamping itu, baru-baru ini efek

neuroprotektif MgSO4 pada bayi premature juga masih menjadi perdebatan.(7)

Berikut adalah pemaparan masing-masing fungsi MgSO4 dalam bidang obstetri.

 MgSO4 sebagai anti kejang pada preeklampsia atau eclampsia

World Health Organization (WHO) dan guideline di beberapa negara di

Eropa merekomendasikan pemberian MgSO4 sebagai lini pertama untuk mencegah

dan mengatasi kejang pada kasus preeklampsia berat dan eklampsia. Penggunaan

MgSO4 untuk mencegah dan mengatasi kejang pada kasus preeklampsia dan

eclampsia, lebih superior dibandingkan dengan diazepam atau fenitoin dan

merupakan terapi yang penting yang dibutuhkan untuk mengurangi outcome yang

buruk pada kasus preeklapmsia dan eclampsia.(7)(8)(5)(9)(10)

Baru-baru ini, WHO merekomendasikan merekomendasikan dua regimen

untuk profilaksis eclampsia, yakni regimen Pritchard yang diberikan secara

intramuscular dan regimen Zuspan yang diberikan secara intravena. Kedua regimen

tersebut telah dibuktikan efikasinya secara klinis dan telah diterima sebagai

regimen standar secara internasional. Regimen Zuspan merekomendasikan

pemberian MgSO4 sebanyak 4g loading dose dan dilanjutkan dosis maintenance 1

5
gr/jam secara intravena. Berbeda dengan regimen Zuspan, regimen Pritchard

merekomendasikan pemberian MgSO4 loading dose sebanyak 4 gr IV dan 10 gr IM

yang dilanjutkan dengan dosis maintenance 5 gr IM setiap 4 jam.(8)(10)

Meskipun MgSO4 telah secara secara luas digunakan, tetapi mekanisme

kerja dari MgSO4 masih belum secara jelas diketahui. Beberapa ahli mencoba untuk

mengajukan mekanisme yang mungkin, tetapi tampaknya MgSO4 memiliki

beberapa mekanisme kerja yang terjadi secara bersama-sama, meliputi aksinya di

pembuluh darah dan sistem neurologi. Pada pembuluh darah, MgSO4 berperan

sebagai antagonis kalsium yang kemudian akan menyebabkan relaksasi otot polos

pembuluh darah. Relaksasi pembuluh darah akan menyebabkan vasodilatasi,

sehingga akan menurunkan resistensi perifer pembuluh darah. Selain itu, MgSO4

juga memliki efek pada endotel cerebral untuk mengurangi edema vasogenik

dengan cara mengurangi kontraksi stress fiber dan permeabilitas paraseluler via

calcium-dependent second messenger systems, misalnya myosin light chain kinase.

Selain itu, MgSO4 juga bekerja di central dengan menghambat reseptor N-methyl-

D-aspartate (NMDA). Hal tersebut akan meningkatkan ambang batas kejang,

sehingga dapat bekerja sebagai anti kejang.(3)

Gambar. Mekanisme kerja magnesium pada pembuluh darah.(11)

6
Gambar. Mekanisme kerja magnesium pada neuron.(11)

Meskipun MgSO4 telah terbukti memiliki efikasi yang tinggi dibandingkan

anti kejang lainnya (diazepam dan fenitoin), tetapi toksisitas MgSO4 juga perlu

dipertimbangkan.(5)

 MgSO4 sebagai neuroprotektan pada bayi premature

Pada tahun 1980 terdapat dua buah penelitian yang di published dan

menemukan bahwa bayi premature yang lahir dari wanita dengan preeklapmsia

memiliki insidensi yang lebih rendah terhadap outcome sistem saraf pusat yang

buruk dibandingkan dengan neonate yang lahir cukup bulan dari ibu yang tidak

mengalami preeklampsia. Pada tahun 1995, sebuah penelitian case control

dilakukan dengan mengambil data dari California Cerebral Palsy project. Project

tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian MgSO4 pada

saat antenatal terhadap lebih sedikitnya bayi premature dengan berat badan lahir

<1500 gram yang mengalami cerebral palsy (CP). Selain itu, dari tahun 2002 hingga

2008, 5 penelitian randomized controlled trials yang melibatkan 6145 bayi menunjukkan

bahwa MgSO4 memiliki efek neuroprotektif. Pada tahun 2009, terdapat 3 buah

meta-analisis yang menyimpulkan bahwa pemberian MgSO4 pada masa janin dapat

menurunkan risiko terjadinya cerebral palsy pada masa anak-anak.(12)

7
Selain itu, penelitian terbaru juga menyebutkan bahwa pemberian MgSO4

sebagai agen neuroprotektif pada janin memiliki biaya yang cukup efektif. Satu

buah penelitian menyimpulkan bahwa pemberian MgSO4 dapat menghemat banyak

biaya apabila dibandingkan kemungkinan biaya perawatan yang dibutuhkan

apabila terjadi cerebral palsy di kemudian hari. Hal tersebut juga sejalan dengan

analisis ekonomi dari penelitian BEAM yang menemukan bahwa MgSO4 akan

dapat menghemat biaya sekitar US $ 1,8 juta dan memberikan hasil yang lebih baik.

Mengingat beberapa pertimbangan tersebut, maka MgSO4 direkomendasikan diberikan

pada wanita dengan ancaman kelahiran premature (≤33 + 6 minggu) sebagai agen

neuroprotektif pada janin (I-A).(12)

Meskipun telah banyak penelitian yang membuktikan fungsi

neuroprotektif MgSO4 dan pemberian MgSO4 sebagai agen neuroprotektif telah

direkomendasikan, tetapi mekanisme kerja MgSO4 sebagai agen neuroprotektif

belum dimengerti sepenuhnya. Sebagai agen neuroprotektif, magnesium

kemungkinan berperan dalam menjaga integritas membrane sel dan berperan dalam

berbagai proses intraseluler yang akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah

otak sehingga meningkatkan suplai darah ke otak, menurunkan sitokin

proinflamasi dan/atau radikal bebas, dan menghambat masuknya kalsium ke dalam

sel sehingga dapat mencegah calcium-induced injury.(12)(13)(14)

 MgSO4 sebagai tokolitik jangka pendek

Meskipun terdapat berbagai jenis tokolitik yang digunakan dalam praktik

klinis, MgSO4 merupakan agen tokolitik yang paling sering digunakan. Obat ini

telah dievaluasi dan digunakan sebagai agen tokolitik selama hampir 50 tahun.(3)

8
Selain itu, magnesium telah digunakan sebagai obat standar untuk tokolitik pada

persalinan prematur dan telah dikomparasi dengan obat tokolitik lainnya. Untuk

mendapatkan efek tokolitik dari MgSO4, MgSO4 diberikan dengan dosis loading 4-

6 gr yang diberikan secara intravena dalam waktu 15-30 menit, dilanjutkan dengan

dosis maintenance yaitu 2-6 gr IV/jam.(4)

Mekanisme kerja MgSO4 sebagai tokolitik masih belum dipahami

sepenuhnya, tetapi tampaknya efek tokolitik dihasilnya dari kemampuan

magnesium sebagai inhibitor kompetitif kalsium.(4) Magnesium dipercaya dapat

menghambat kontraktilitas myometrium dengan berperan sebagai inhibitor

kompetitif terhadap kalsium di reticulum sarkoplasma, sehingga akan menurunkan

kalsium untuk berpartisipasi dalam interaksi aktin dan myosin dan pada repolarisasi

myometrial. Magnesium dianggap bertindak melalui mekanisme intra dan

ekstraseluler yang mengakibatkan penurunan ketersediaan kalsium intraseluler

dengan menghalangi infuks kalsium ekstraseluler yang channel-dependent dan juga

dengan memblokir agonis yang merangsang pelepasan kalsium intraseluler melalui

reseptor/kanal inositol 1,4,5-triphosphate.(3)(15)

Penggunaan MgSO4 sebagai tokolitik hanya direkomendasikan digunakan

dalam waktu singkat untuk memperpanjang masa kehamilan (hingga 48 jam) pada

wanita yang diperkirakan akan melahirkan bayi premature dalam 7 hari, sehingga

memungkinkan pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru pada bayi

tersebut. Selain itu, pemberian MgSO4 sebagai tokolitik tidak direkomendasikan

pada usia kehamilan yang lebih dari 34 minggu dan tidak direkomendasikan pula

9
pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu, kecuali atas pertimbangan atau kondisi

tertentu.(1)

Akan tetapi, meskipun MgSO4 telah lama digunakan bahkan menjadi lini

pertama agen tokolitik di Amerika Utara, tetapi di Eropa MgSO4 sebagai agen

tokolitik justru jarang digunakan. Pada tahun 2014, terdapat sebuah penelitian yang

mendeklarasikan bahwa pemberian MgSO4 secara statistik tidak dapat menghambat

kelahiran premature dalam waktu 48 jam. Tidak hanya itu, penggunaan MgSO4 juga

dikaitkan dengan peningkatkan efek buruk baik pada ibu maupun janin.(16)

C. KOMPLIKASI PENGGUNAAN MGSO4

Pada penggunaan MgSO4 terdapat beberapa komplikasi yang mungkin

terjadi, baik dampak yang ringan maupun dampak yang berat. Dampak ringan dari

pemberian MgSO4 diantaranya adalah pasien merasa hangat, flushing, mual,

muntah, lemas otot, somnolen, pusing, pendangan kabur, dan iritasi pada lokasi

injeksi. Selain itu, juga terdapat dampak pemberian MgSO4 yang berat, tetapi cukup

jarang terjadi. Biasanya efek yang berat muncul apabila konsentrasi magnesium

serum mencapai 8-10 mEq/L. Efek pemberian MgSO4 yang berat diantaranya

adalah hipotensi maternal, depresi nafas, henti nafas, dan yang cukup jarang adalah

henti jantung.(3)(4)(5) Selain itu, karena MgSO4 dapat menembus plasenta, maka

hipermagnesemia pada ibu dapat berpotensi menyebabnya depresi bayi saat proses

persalinan.(6) Apabila muncul gejala-gejala yang mengarah pada toksisitas

magnesium, maka sesegera mungkin harus diberikan kalsium glukonas sebagai

antidotumnya.(4)

10
D. PROSEDUR PEMBERIAN MGSO4

Mengingat adanya beberapa komplikasi dan efek merugikan yang mungkin

muncul setelah pemberian MgSO4, sehingga sebelum dilakukan pemberian MgSO4

harus diperhatian beberapa hal berikut.

- Pastikan terdapat reflex tendon dalam , frekuensi nafas > 12 kali/menit, dan

urin output pasien >100 ml selama 4 jam terakhir.

- Pastikan pemberian MgSO4 telah tepat indikasi, dosis, dan cara pemberian

- Pastikan tanda vital, urin output, dan kesadaran tercatat.(17)

Selain itu, sebelum memberikan MgSO4 ketersediaan kalsium glukonas 1

gr dalam 10 ml (2.2 mmol kalsium dalam 10 ml) harus tersedia sebagai antidotum

terhadap toksisitas MgSO4. Dosis MgSO4 yang diberikan adalah sebanyak 1 ampul

yang diencerkan dalam 10 ml aquadest yang diberikan secara intravena secara

perlahan selama dalam waktu 3 sampai 10 menit ke dalam vena yang besar. Apabila

memberikan kalsium glukonas, direkomendasikan menggunakan EKG untuk

monitoring.(17)

E. KONTRAINDIKASI PENGGUNAAN MGSO4

Terdapat kontraindikasi pada pemberian MgSO4, baik kontraindikasi

absolute, maupun kontraindikasi relatif. Kontraindikasi absolut penggunaan

MgSO4 adalah myasthenia gravis maternal, sedangkan kontraindikasi relatif

MgSO4, diantaranya adalah detak jantung janin yang tidak meyakinkan,

penggunaan calcium channel blockers (misalnya nifepine) karena akan memicu

terjadinya hipotensi dan blockade pada neuromuscular junction, dan insufisiensi

renal.(14)

11
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

1. MgSO4 telah secara luas digunakan pada bidang obstetric, terutama sebagai anti

kejang pada kasus pre-eklampsia dan eclampsia, sebagai agen neuroprotektif,

dan sebagai agen tokolitik.

2. Penggunaan MgSO4 dapat menimbulkan efek samping yang ringan dan berat,

apabila digunakan secara berlebihan, sehingga terdapat beberapa hal yang

sangat penting diperhatikan dalam penggunaannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. The American Collage of Obstetricians and Gynecologists. Committee

opinion: Magnesium Sulfate Use in Obstetric. The American Collage of

Obstetricians and Gynecologists.2018.

2. Nooryanto M, Anggraini PD. Pengaruh Penggunaan Magnesium Sulfate

(MgSO4) Saat Antenatal Sebagai Neuroprotektor Bayi Prematur Terhadap

Perkembangan Motorik Kasar Usia 2-3 Tahun. Journal of Issues in Midwifery.

2017;1(2):50-7.

3. Rahman Z, Helali AM. Facts about Magnesium Sulfate: Time to Revise the

Safety Concern in Obstetric Use. Journal of Enam Medical College.

2014;4(3):177-83.

4. Barbosa FT, Barbosa LT, Jucá MJ, Cunha RM. Applications of magnesium

sulfate in obstetrics and anesthesia. Revista brasileira de anestesiologia.

2010;60(1):104-10.

5. Saha PK, Kaur J, Goel P, Tandon R, Saha L. Safety and efficacy of low dose

intramuscular magnesium sulphate (MgSO4) compared to intravenous regimen

for treatment of eclampsia. Journal of Obstetrics and Gynaecology Research.

2017;43(10):1543-9.

6. Upadya M, Rao ST. Hypertensive disorders in pregnancy. Indian journal of

anaesthesia. 2018;62(9):675.

13
7. Wolf HT, Huusom L, Weber T, Piedvache A, Schmidt S, Norman M, Zeitlin J.

Use of magnesium sulfate before 32 weeks of gestation: a European population-

based cohort study. BMJ open. 2017;7(1):e013952.

8. Long Q, Oladapo OT, Leathersich S, Vogel JP, Carroli G, Lumbiganon P,

Qureshi Z, Gülmezoglu AM. Clinical practice patterns on the use of magnesium

sulphate for treatment of pre‐eclampsia and eclampsia: a multi‐country survey.

BJOG: An International Journal of Obstetrics & Gynaecology.

2017;124(12):1883-90.

9. Surya R, Santoso BI, Hakim S. Is Zuspan Regimen Adequate for Preventing

Eclampsia?: A Case Report. Althea Medical Journal. 2018;5(4):214-6.

10. Okusanya BO, Oladapo OT, Long Q, Lumbiganon P, Carroli G, Qureshi Z,

Duley L, Souza JP, Gülmezoglu AM. Clinical pharmacokinetic properties of

magnesium sulphate in women with pre‐eclampsia and eclampsia. BJOG: An

International Journal of Obstetrics & Gynaecology. 2016;123(3):356-66.

11. Euser AG, Cipolla MJ. Magnesium sulfate for the treatment of eclampsia: a

brief review. Stroke. 2009;40(4):1169-75.

12. Silva DA, Jain V, Kuechler L, Martin H, Mcleod NL, On W, et al. No . 376-

Magnesium Sulphate for Fetal Neuroprotection. J Obstet Gynaecol Canada.

2019;41(4):505–22.

13. Merrill L. Magnesium sulfate during anticipated preterm birth for infant

neuroprotection. Nursing for women's health. 2013;17(1):42-51.

14
14. Institute of Obstetricians and Gynaecologists. Clinical Practice Guideline

Antenatal Magnesium Sulphate For Fetal Neuroprotection. Institute of

Obstetricians and Gynaecologists Royal College of Physicians of Ireland And

Directorate of Strategy and Clinical Care Health Service Executive Guideline.

2015;(23):1–18.

15. Veena P, Raghavan SS. Synergistic effect of nifedipine and magnesium sulfate

causing symptomatic hypocalcemia in a preeclamptic patient. International

Journal of Advanced Medical and Health Research. 2016;3(2):105.

16. Khooshideh M, Rahmati J, Teimoori B. Nifedipine Versus Magnesium Sulfate

for Treatment of Preterm Labor : Comparison of Efficacy and Adverse Effects

in a Randomized Controlled Trial. 2017;18(6).

17. Government Of Western Australia Nort Metropolitan Health Service Women

And Newborn Health Service. Hypertension in Pregnancy : Magnesium

Anticonvulsant Therapy. King Edward Memorial Hospital.2014.

15

Anda mungkin juga menyukai