Disusun oleh:
Nur Mustika Aji Nugroho P07120216049
Hari :
Tanggal :
Mahasiswa,
2
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Stroke
Menurut WHO (2006), stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat
akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab
lain yang jelas selain vaskuler. Termasuk disini perdarahan subarachnoid,
perdarahan intraserebral, dan infark serebral.
Stroke iskemik atau “brain attack” adalah kehilangan fungsi yang tiba-tiba
sebagai akibat dari gangguan suplai darah ke bagian-bagian otak, akibat sumbatan
baik sebagian atau total pada arteri. Tipe stroke ini terjadi hampir 80% dari kejadian
stroke (Goldszmidt & Caplan, 2011).
B. Klasifikasi Stroke
Ada dua klasifikasi utama stroke, yaitu stroke iskemik atau stroke non
hemoragik dan hemoragik (Corwin, 2009), hal ini didasarkan pada penyebab dan
temuan patofisiologis (Zomorodi dalam Lewis, Sharon L et al, 2011).
3
1. Stroke non hemoragi
Stroke non hemoragik dapat dibagi menjadi lima jenis berdasarkan
penyebabnya: thrombosis arteri besar, penetrasi tombosis arteri kecil (stroke
lakunar), stroke embolik kardiogenik, kriptogenik (penyebab yang belum
diketahui), dan stroke akibat penggunaan kokain, koagulopati atau pembedahan
karotid (Smeltzer, 2003).
a. Stroke trombotik arteri besar disebabkan oleh aterosklerosis plak di
pembuluh darah besar dari otak. Lokasi stroke, misalnya pada korteks
superficial (tersering arteri serebri media), serebelum, dan daerah arteri
serebral posterior (Goldszmidt & Caplan, 2011).
b. Stroke trombotik arteri kecil (stroke lakunar), mengacu pada stroke yang
berasal dari satu atau lebih penetrasi trombotik pada pembuluh darah kecil
(Smeltzer, 2003), seperti ganglia basalis, substantia alba otak, thalamus
pons, dan serebelum (Goldszmidt & Caplan, 2011).
c. Stroke emboli kardiogenik (stroke embolik) berhubungan dengan kondisi
jantung, seperti fibrilasi atrial, infark miokard, endokarditis, dan atrial
septal defect (Smeltzer, 2003). Emboli berasal dari jantung dan beredar ke
pembuluh darah otak, lokasi yang paling sering terkena adalah arteri serebri
media, serebelum dan daerah arteri serebral posterior (Goldszmidt &
Caplan, 2011).
4
d. Stroke kriptogenik sebagian pasien mengalami oklusi mendadak pembuluh
intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas.
e. Penyebab lain stroke non hemoragik yang lebih jarang adalah
fibromuskular, arteritis (misalnya, arteritis temporalis, poliarteritis nodosa),
dan gangguan hiperkoagulasi (Price, 2005).
5
D. Etiologi Stroke Non Hemoragik
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke non hemoragik antara
lain:
1. Thrombosis Cerebral
a. Atherosklerosis
6
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
2. Emboli
7
a. Usia. Resiko stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia, dua
kali lipat lebih besar ketika seseorang berusia 55 tahun. Namun, stroke
dapat terjadi juga pada semua usia (American Heart Association, 2013).
b. Jenis kelamin. Sroke juga lebih umum terjadi pada laki-laki dari pada
wanita, namun lebih banyak wanita meninggal akibat stroke dari pada
laki-laki.
c. Ras. Ras Africa- America (berkulit hitam) memiliki resiko yang lebih
besar mengalami stroke daripada ras yang berkulit putih. Hal ini
berhubungan dengan tingginya insiden hipertensi, obesitas, dan diabetes
mellitus pada ras Africa- America (Zomorodi dalam Lewis, Sharon L et
al, 2011).
d. Riwayat keluarga. Riwayat keluarga terhadap kejadian stroke, serangan
TIA sebelumnya, atau stroke sebelumnya juga meningkatkan risiko
terjadinya stroke. Orang tua yang pernah mengalami stroke dikaitkan
dengan peningkatan risiko 3 kali lipat kejadian stroke pada
keturunannya (American Heart Association, 2013) .
8
jantung conginetal juga temasuk kedalam faktor resiko stroke. Fibrilasi
atrium adalah faktor risiko yang paling penting diobati. \
c. Dibetes melitus. DM merupakan faktor resiko yang penting terhadap
kejadian stroke, dan meningkatkan resiko kejadian stroke pada semua
usia. Individu dengan diabetes mellitus memiliki resiko lima kali lebih
besar terserang stroke dari pada individu yang tidak menderita diabetes
mellitus (Zomorodi dalam Lewis, Sharon L et al, 2011).
d. Peningkatan kolesterol serum. Hiperlipidemia didefinisikan sebagai
kondisi dimana kadar kolesterol total lebih atau sama dengan 240 ml/dl.
Kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor resiko terjadinya penyakit
kardiovaskular dan sebrovaskular.
e. Merokok. Merokok merupakan faktor risiko untuk stroke, karena dapat
meningkatkan efek terbentuknya thrombus dan pembentukan
aterosklerosis pada pembuluh darah. Merokok meningkatkan hampir dua
sampai emapt kali lipat resiko stroke.
f. Efek alkohol terhadap resiko stroke tergantung pada jumlah yang alcohol
dikonsumsi. Mengkonsumsi lebih dari 1-2 minuman beralkohol setiap
hari memiliki resiko tinggi terhadap hipertensi, yang juga meningkatkan
resiko mereka menderita stroke.
g. Obesitas. Obesitas juga berkaitan dengan hipertensi, gula darah tinggi,
dan kadar lipid darah, yang semuanya meningkatkan risiko stroke.
h. Hubungan ketidakaktifan fisik dan peningkatan risiko stroke sama besar
baik pada pria maupun wanita, tanpa memandang etnis/ras. Manfaat
aktivitas fisik yang rutin dilakukan baik ringan maupun sedang dapat
memberikan efek yang menguntungkan terutama untuk menurunkan
faktor risiko.
i. Diet. Pengaruh diet pada stroke belum demikian jelas, meskipun diet
tinggi lemak jenuh dan rendah konsumsi buah dan sayuran dapat
meningkatkan risiko stroke. Penggunaan obat-obatan terlarang, terutama
penggunaan kokain, telah dikaitkan dengan risiko stroke.
9
j. Sleep apnea merupakan faktor risiko independen untuk stroke dan dapat
meningkatkan risiko stroke atau kematian 2 kali lipat.
F. Patofisiologi Stroke
10
G. Manifestasi Klinik Stroke
Manifestasi klinik klien yang terkena serangan stroke menurut (Black & Hawk,
2009), bervariasi tergantung pada penyebabnya, luas area neuron yang rusak,
lokasi neuron yang terkena serangan, dan kondisi pembuluh darah kolateral di
serebral. Manifestasi dari stroke iskemik termasuk hemiparesis sementara,
kehilangan fungsi wicara dan hilangnya hemisensori (Black & Hawk, 2009). Stroke
dapat dihubungkan dengan area kerusakan neuron otak maupun defisit neurologi,
menurut Smeltzer dan Bare (2002) manifestasi klinis dari stroke meliputi:
1. Kehilangan Motorik. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Disfungsi motor yang paling umum adalah Hemiparesis (kelemahan) dan
hemiplegia (paralisis pada satu sisi tubuh) sering terjadi setelah stroke,
yang biasanya desebabkan karena stroke pada bagian anterior atau bagian
tengah arteri serebral, sehingga memicu terjadinya infark bagian motorik dari
kortek frontal.
2. Aphasia, klien mengalami defisit dalam kemampuan
berkomunikasi,termasuk berbicara, membaca, menulis dan memahami
bahasa lisan. Terjadi jika pusat bahasa primer yang terletak di hemisfer
yang terletak di hemisfer kiri serebelum tidak mendapatkan aliran darah
dari arteri serebral tengah karena mengalami stroke, ini terkait erat dengan
area wernick dan brocca.
3. Disatria, dimana klien mampu memahami percakapan tetapi sulit untuk
mengucapkannya, sehingga bicara sulit dimengerti. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
4. Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya, seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
5. Disfagia, dimana klien mengalami kesulitan dalam menelan karena stroke
pada arteri vertebrobasiler yang mepengaruhi saraf yang mengatur proses
11
menelan, yaitu N V (trigeminus), N VII (facialis), N IX (glossofarengeus) dan
N XII (hipoglosus).
6. Pada klien stroke juga mengalami perubahan dalam penglihatan seperti
diplopia.
7. Horner’s syndrome, hal ini disebabkan oleh paralisis nervus simpatis pada mata
sehingga bola mata seperti tenggelam, ptosis pada kelopak mata atas, kelopak
mata bawah agak naik keatas, kontriksi pupil dan berkurangnya air mata.
8. Unilateral neglected merupakan ketidak mampuan merespon stimulus dari sisi
kontralateral infark serebral, sehingga mereka sering mengabaikan salah satu
sisinya.
9. Defisit sensori disebabkan oleh stroke pada bagian sensorik dari lobus parietal
yang disuplai oleh arteri serebral bagian anterior dan medial.
10. Perubahan perilaku, terjadi jika arteri yang terkena stroke bagian otak yang
mengatur perilaku dan emosi mempunyai porsi yang bervariasi, yaitu bagian
kortek serebral, area temporal, limbik, hipotalamus, kelenjar pituitari yang
mempengarui korteks motorik dan area bahasa.
11. Inkontinensia baik bowel ataupun kandung kemih merupakan salah satu
bentuk neurogenic blader atau ketidakmampuan kandung kemih, yang kadang
terjadi setelah stroke. Saraf mengirimkan pesan ke otak tentang pengisian
kandung kemih tetapi otak tidak dapat enginterpretasikan secara benar
pesan tersebut dan tidak mentransmisikan pesan ke kandung kemih untuk
tidak mengeluarkan urin. Ini yang menyebabkan terjadinya frekuensi
urgensi dan inkontinensia.
(Black & Hawk, 2009) dan (Smeltzer & Bare, 2002)
12
Urutan Memberikan Saraf untuk dan
Nama Saraf Sifat Saraf
saraf Fungsi
I Nervus olfaktorius Sensorik Hidung, sebagai alat penciuman
II Nervus optikus Sensorik Bola mata, untuk penglihatan
III Nervus Motorik Penggerak bola mata dan mengangkat
okulomotoris kelopak mata
IV Nervus troklearis Motorik Mata, memutar mata dan penggerak
bola mata
V Nervus trigeminus Motorik dan sensorik -
N. Oftalmikus Motorik dan sensorik Kulit kepala dan kelopak mata atas
N. Maksilaris Sensorik Rahang atas, palatum dan hidung
N. Mandibularis Motorik dan sensorik Rahang bawah dan lidah
VI Nervus abdusen Motorik Mata, penggoyang sisi mata
VII Nervus fasialis Motorik dan Sensorik Otot lidah, menggerakkan lidah dan
selaput lendir rongga mulut
VIII Nervus auditorius Sensorik Telinga, rangsangan pendengaran
IX Nervus vagus Sensorik dan motorik Faring, tonsil, dan lidah, rangsangan
citarasa
X Nervus vagus Sensorik dan motorik Faring, laring, paru-paru dan
esophagus
XI Nervus asesorius Motorik Leher, otot leher
XII Nervus hipoglosus Motorik Lidah, citarasa, dan otot lidah
H. Komplikasi Stroke
Komplikasi stroke meliputi Hipoksia Serebral, penurunan aliran darah serebral, dan
luasnya area cedera.
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan pemberian oksigenasi darah adekuat
ke otak.
13
b. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (pemberian intarvena)
harus menjamin penurunn viskositas darah dan memperbaiki aliran darah
serebral.
c. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium
atau dapat berasal dari katup jantung prostetik.
(Smeltzer & Bare, 2002)
2. Pemeriksaan Neurologi
14
dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan
pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.
3. Pemeriksaan Laboratorium
4. Pemeriksaan Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
15
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah
hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang
mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non
hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi
MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.
b. CT perfussion
c. CT angiografi (CTA)
d. MR angiografi (MRA)
16
MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil.
PWI dapat mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang
serupa dengan CT perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa gambar
dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan.
J. Penatalaksanaan medis
1. Terapi Trombolitik
17
sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan
FDA pada tahun 1996.
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya
bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau
infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan
heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan infark
serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai
terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.
a. Warfarin
b. Heparin
3. Hemoreologi
18
peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini
menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat
yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan
oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma.
Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas
darah.Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200
mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.
a. Aspirin
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,
dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
19
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan
netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau
jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih
serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan
anemia aplastik.
5. Pembedahan
a. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi
anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang
hingga berat. Karotis Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk
membersihkan plak dan membuka arteri karotis yang menyempit di leher.
Endarterektomi dan aspirin lebih baik digunakan daripada penggunaan
aspirin saja untuk mencegah stroke.
20
angioplasti lebih aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun
juga memiliki resiko untuk terjadi restenosis lebih besar. Carotid
angioplasty dan stenting (CAS) digunakan sebagai alternative dari carotid
endarterectoomi untuk beberapa pasien. CAS berdasarkan pada prinsip
yang sama seperti angioplasty untuk penyakit jantung.
21
ASUHAN KEPERAWATAN PADA STROKE
A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a) Airway: pengkajian mengenai kepatenan jalan. Kaji adanya obstruksi pada
jalan napas karena dahak, lendir pada hidung, atau yang lain.
b) Breathing: kaji adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak teratur,
kedalaman napas, frekuensi pernapasan, ekspansi paru, pengembangan
dada.
c) Circulation: meliputi pengkajian volume darah dan kardiac output serta
perdarahan. Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, warna kulit, nadi,
dan adanya perdarahan.
d) Disability: yang dinilai adalah tingkat kesadran serta ukutan dan reaksi
pupil.
e) Exposure/ kontrol lingkungan: penderita harus dibuka seluruh pakaiannya.
2. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe)
termasuk reevaluasi pemeriksaan TTV.
a) Anamnesis
Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis mengenai
riwayat perlukaan. Riwayat “AMPLE” (alergi, medikasi, past illness, last
meal, event/environment) perlu diingat.
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan evaluasi kepala akan adanya luka,
kontusio atau fraktuf. Pemeriksaan maksilofasialis, vertebra sevikalis,
thoraks, abdomen, perineum, muskuloskeletal dan pemeriksaan
neurologis juga harus dilakukan dalam secondary survey.
c) Reevaluasi
Monitoring tanda vital dan haluaran urin penting dilakukan.
d) Tambahan pada secondary survev
22
Selama secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan
diagnostik yang lebih spesifik seperti foto tambahan dari tulang belakang
serta ekstremitas, CT-Scan kepala, dada, abdomen dan prosedur
diagnostik lain.
Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :
23
2.) Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan.
Tujuan: apat melakukan aktivitas secara minimum
Intervensi:
a) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan
informasi bagi pemulihan
b) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
c) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur.
d) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak
menjadi lebih terganggu.
e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan
ambulasi pasien.
Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan
kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
3.) Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan kerusakan neuromuskuler.
Tujuan: dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
24
Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi
kesapahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
Intervensi:
Intervensi:
25
Rasional:adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap pendengaran,
penglihatan, atau sensasi yang lain)
c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu
benda untuk menyentuh dan meraba.
Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk
mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.
d) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari
posisi bagian tubuh tertentu.
Rasional:penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu
dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
e) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang
pendek.
Rasional:pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang
perhatian atau masalah pemahaman.
5.) Diagnosa keperawatan kelima: kurang perawatan diri berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol/ koordinasi otot
Tujuan: kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal
hygiene secara minimal
Intervensi:
26
c) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap
hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
d) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program
peningkatan aktivitas klien
e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan
rencana terapi dan
27
DAFTAR PUSTAKA
Bowman, Lisa. (2009). Management Of Client With Acute Stroke. In: Black, Joice M.
& Jane Hokanson Hawks, Medical Surgical Nursing: Clinical Management For
Positive Outcome (8th ed., pp 1843-1871). Philadelpia: WB. Saunders Company
Goldszmidt, Adrian J & Caplan, Louis R. (2011). Esensial Stroke. Jakarta: EGC
Go, Alan S., Mozaffarin, D., Roger, Veronique L., Benjamin, Emelia J., Berry, Jarett
D., Borden, William D. (2013). Heart Disease and Stroke Statistics—2013
Update: A Report From the American Heart Association. 127, e132-e139.
Smelzer, Suzanne C dan Brenda Bare. (2003). Brunner & Suddarth’s Textbook of
Medical Surgical Nursing 10th ed. Philadelpia: Lippincot Williams & Wilkins
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC
Zomorodi, Meg. (2011). Nursing Management Stroke. In: Lewis, Sharon L et al,
Medical Surgical Nursing: Assessment And Management Of Clinical Problem
(8th ed., pp. 1459-1484). United States of America: Elsevier Mosby
28