Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1. PENGERTIAN BENCANA ALAM
Bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa alam seperti
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan
tanah longsor.

2. JENIS-JENIS BENCANA
a. Bahaya beraspek geologi (gempa bumi, tsunami, gunung api, tanah
longsor, dan gerakan tanah)
Bahaya ini berkaitan erat dengan pergeseran lempeng. Pergeseran
benua mengakibatkan perpindahan letak benua dan lautan dari
waktu ke waktu, pembentukan gunung api dan pegunungan, serta
bukit-bukit lipatan dan patahan.
b. Bahaya beraspek hidro-meteorologi (banjir, kekerinan, angin topan,
gelombang pasang)
Bahaya ini berkaitan erat dengan kondisi cuaca dan iklim serta
kondisi fisik suatu wilayah.Banjir dan kekeringan berkaitan dengan
curah hujan, sedangkan angin topan dan gelombang panas berkaitan
dengan kondisi awan dan kecepaatan angin.
c. Bahaya beraspek biologi (wabah penyakit, hama tanaman, dan
penyakit hewan)
Bahaya ini berkaitan dengan persebaran hama dan penyakit tertentu
dan di wilayah tertentu pula. Ada kemungkinan penyebaran hama
dan penyakit tersebut ada hubungannya dengan kondisi cuaca dan
iklim.
d. Bahaya beraspek teknologi (kegagalan teknologi nuklir Chernobyl)
Bahaya ini berkaitan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Penerapannya perlu kecerdasan, ketelitian, dan kecermatan
yang tinggi.
e. Bahaya beraspek lingkungan (kebakaran hutan, pencemaran
lingkungan)
Bahaya ini seringkali berkaitan dengan ketidakpedulian manusia
terhadap lingkungan.
3. PENGERTIAN MITIGASI BENCANA
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko
bencana baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan masyarakat menghadapi ancaman bencana ( UU
no.24/2007 ). Adapun dua bentuk mitigasi bencana, yaitu :

a. Mitigasi struktural adalah upaya mengurangi resiko bencana dengan


cara antara lain membuat waduk, chek dam, atau tanggul sungai
untuk mencegah banjir, menanami pentai dengan mangrove untuk
mengurangi resiko bencana tsunami.
b. Mitigasi non-struktural adalah upaya mengurangi resiko bencana
dengan cara membuat peraturan perundang-undangan, seperti
undang-undang tata ruang, pelatihan kebencanaan, dan lain-lain.

4. PENGGOLONGAN ADAPTASI TERHADAP BENCANA


Digolongkan menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:

a. Adaptasi fisik. Contoh : pembangunan rumah mukim, gedung –gedung


perkantoran, dan sarana-prasarana lain desesuaikan dengan kondisi
geologis Indonesia yang rawan gempa. Setelah gempa bumi tahun
2006, pemerintah telah mendirikan percontohan rumah hunian tahan
gempa. Dalam kaitannya dengan banjir dan kekeringan dibangun
waduk-waduk, tanggul sungai, dan check dam agar air hujan selama
mungkin berada di daratan.
b. Adaptasi budaya, untuk mengatasi kekeringan dan kebakaran hutan,
pemerintah telah memberikan contoh pembuatan hujan buatan;
sedang pada hujan abu (vulkanik), dan kabut asap telah berkembang
di masyarakat kebiasaan menggunakan masker penutup hidung,
untuk mencegah gangguan pernapasan.

5. LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA


Di indonesia instansi pemerintah yang ditugasi untuk menangani maslah
bencana adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),
berkedudukan di Jakarta. Instansi pemerintah yang menangani kebencanaan
di tingkat provinsi adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Provinsi. Sedangkan di tingkat Kabupaten/Kota instansi tersebut adalah Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten/Kota. BNPB memiliki
tugas antara lain untuk melakukan perumusan dan penetapan kebijakan
penanggulangan bencana dan penanganan pengunsi dengan bertindak cepat
dan tepat serta efektif dan efisien ; dan pengkoordinasian pelaksanaan
kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.
BNPB baru terbentuk pada tahun 2008. Pada awal kemerdekaan instansi
sejenis bernama Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP). Badan
yang didirikan pada 20 Agustus 1945 ini berfokus pada kondisi situasi perang
pasca kemerdekaan Indonesia.Badan ini bertugas untuk menolong para korban
perang dan keluarga korban semasa perang kemerdekaan.
1. 1966-1967
Pemerintah membentuk Badan Pertimbangan Penanggulangan Bencana
Alam Pusat (BP2BAP) melalui keputusan Presiden Nomor 256 Tahun 1966.
Penanggung jawab untuk lembaga ini adalah Menteri Sosial. Aktivitas
BP2BAP berperan pada penanggulangan tanggap darurat dan bantuan
korban bencana. Melalui keputusan ini, paradigma penanggulangan bencana
berkembang tidak hanya berfokus pada bencana yang disebabkan manusia
tetapi juga bencana alam.
2. 1967-1979
Pada tahun 1967 Presidium Kabinet mengeluarkan Keputusan Nomor
14/U/KEP/I/1967 yang bertujuan untuk membentuk Tim Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana Alam (TKP2BA).
3. 1979-1990
Pada periode ini Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam
(TKP2BA) ditingkatkan menjadi Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana Alam (Bakornas PBA) yang diketuai oleh
Menkokesra dan dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 28 tahun
1979. Aktivitas manajemen bencana mencakup pada tahap pencegahan,
penanganan darurat, dan rehabilitasi. Sebagai penjabaran operasional dari
keputusan Presiden tersebut, Menteri Dalam Negeri dengan instruksi Nomor
27 tahun 1979 membentuk satuan koordinasi pelaksanaan penanggulangan
bencana alam (Satkorlak PBA) untuk setiap provinsi.
4. 1990-2000
Bencana tidak hanya disebabkan karena alam tetapi juga non-alam serta
sosial. Oleh karena itu, Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana Alam (Bakornas PBA) disempurnakan menjadi Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB). Melalui Keputusan
Presiden Nomor 43 Tahun 1990, lingkup tugas dari Bakornas PB diperluas
dan tidak hanya berfokus pada bencana alam tetapi juga non-alam dan
sosial. Hal ini kembali ditegaskan dengan keputusan Presiden Nomor 106
Tahun 1999. Penanggulangan bencana memerlukan penanganan lintas
sektor, lintas pelaku, dan lintas disiplin yang terkoordinasi.
5. 2001-2005
Indonesia mengalami krisis multidimensi sebelum periode ini. Bencana
sosialyang terjadi di beberapa tempat kemudian memunculkan
permasalahan baru. Permasalahan tersebut membutuhkan penanganan
khusus karena terkait dengan pengungsian. Oleh karena itu, Bakornas PB
dikembangkan menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana dan Penanganan Pengungsi (Bakornas PBP). Keputusan ini
tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001.
6. 2005-2008
Tragedi gempa bumi dan tsnami yang melanda Aceh dan sekitarnya pada
tahun 2004 telah mendorong perhatian serius Pemerintah Indonesia dan
dunia internasional dalam manajemen penanggulangan bencana.
Menindaklanjuti situasi saat itu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB).
7. 2008
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). BNPB memiliki fungsi
pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu, dan menyeluruh.
BAB II

PEMBAHASAN

A. JENIS-JENIS TANAH LONGSOR


Ada enam jenis tanah longsor, yaitu longsor translasi, longsor rotasi,
pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan
rombakan. Di indonesia jenis longsor yang paling sering terjadi adalah
longsor translasi dan longsor rotasi. Sementara itu, jenis tanah longsor yang
paling banyak memakan korban jiwa adalah aliran bahan rombakan.

1. Longsor Translasi
Longsor ini terjadi karena bergeraknya massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
2. Longsor Rotasi
Longsoran ini muncul akibat bergeraknya massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk cekung.
3. Pergerakan Blok
Pergerakan blok terjadi karena perpindahan batuan yang bergerak pada
bidang gelincir berbentuk rata. Longsor jenis ini disebut juga longsor
translasi blok batu.
4. Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi saat sejumlah besar batuan atau material lain
bergerak kebawah dengan cara jatuh bebas. Biasanya, longsor ini terjadi
pada lereng yang terjal sampai menggantung, terutama di daerah pantai.
5. Rayapan Tanah
Longsor ini bergerak lambat serta serta jenis tanahnya berupa butiran
kasar dan halus. Longsor ini hampir tidak dapat dikenal. Setelah
beberapa lama terjadi longsor jenis rayapan, posisi tiang-tiang telepon,
pohon-pohon, dan rumah akan miring kebawah.
6. Aliran Bahan Rombakan
Longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air dan
terjadi di sepanjang lembah yang mencapai ratusan meter jauhnya.
Kecepatan bergantung pada kemiringan lereng, volume air, tekanan air
dan jenis materialnya.

B. KARAKTERISTIK BENCANA TANAH LONGSOR


Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan
penyusun lereng. Penyebab longsoran dapat dibedakan menjadi penyebab
yang berupa
a) Faktor pengontrol gangguan kestabilan lereng
b) Proses pemicu longsoran.
Gangguan kestabilan lereng ini dikontrol oleh kondisi morfologi (terutama
kemiringan lereng), kondisi batuan ataupun tanah penyusun lereng dan
kondisi hidrologi atau tata air pada lereng. Meskipun suatu lereng rentan
atau berpotensi untuk longsor, karena kondisi kemiringan lereng,
batuan/tanah dan tata airnya, namun lereng tersebut belum akan longsor
atau terganggu kestabilannya tanpa dipicu oleh proses pemicu.

Faktor pengontrol gangguan kestabilan lereng adalah:

1. Penggundulan hutan, tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang


relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang.
2. Batuan endapan gunungapi dan batuan sedimen pasir dan campuran antara
kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan
mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya
rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.
3. Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat
dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng cukup tinggi memiliki
potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan, Selain
itu tanah ini sangat rentan tehadap pergerakan tanah karena menjadi
lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.
4. Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena
meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan
menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah
besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga
terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan.
5. Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng
yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan
angin.
6. Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan,
perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan
persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat
tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor.
Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar
pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan
umumnya terjadi di daerah longsoran lama.
Proses pemicu longsoran dapat berupa:

1. Peningkatan kandungan air dalam lereng, sehingga terjadi akumulasi air


yang merenggangkan ikatan antar butir tanah dan akhirnya mendorong
butir-butir tanah untuk longsor. Peningkatan kandungan air ini sering
disebabkan oleh meresapnya air hujan, air kolam/selokan yang bocor atau air
sawah ke dalam lereng.
2. Getaran pada lereng akibat gempa bumi ataupun ledakan, penggalian,
getaran alat/kendaraan. Gempabumi pada tanah pasir dengan kandungan
sering mengakibatkan liquefaction (tanah kehilangan kekuatan geser dan
daya dukung, yang diiringi dengan penggenangan tanah oleh air dari bawah
tanah).
3. Peningkatan beban yang melampau daya dukung tanah atau kuat geser
tanah. Beban yang berlebihan ini dapat berupa beban bangunan ataupun
pohon-pohon yang terlalu rimbun dan rapat yang ditanam pada lereng lebih
curam dari 40 derajat.
4. Pemotongan kaki lereng secara sembarangan yang mengakibatkan lereng
kehilangan gaya penyangga.
5. Akibat susutnya muka air yang cepat di danau/waduk dapat menurunkan
gaya penahan lereng, sehingga mudah terjadi longsoran dan penurunan
tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.

Ciri-ciri bencana tanah longsor :

1. Setelah hujan biasanya muncul beberapa retakan sejajar dengan arah


tebing di lereng
2. Mata air baru muncul secara tiba-tiba
3. Tebing yang rapuh mengakibatkan banyak kerikil berjatuhan
4. Jika di musim hujan terdapat genangan air, maka menjelang bencana
longsor air akan menghilang seketika
5. Bagian tanah mulai runtuh dalam jumlah yang amat besar
6. Beberapa pohon dan tiang listrik mulai agak miring
7. Halaman rumah ambles ke dalam tanah secara tiba-tiba
C. WILAYAH-WILAYAH YANG SERING TERKENA BENCANA TANAH
LONGSOR

Sutopo menegaskan, bencana tanah longsor selalu berulang setiap tahun. Di


Indonesia ada sekitar 40,9 juta jiwa penduduk yang terpapar bahaya tanah
longsor dalam kerawanan dalam tingkat sedang hingga tinggi di berbagai
wilayah.
"Bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya degradasi lingkungan, dan
curah hujan yang makin ekstrem menyebabkan risiko longsor makin tinggi.
Pola longsor setiap tahun sesungguhnya sudah dikenali," katanya.
Ia menjelaskan, data kejadian longsor memiliki korelasi positif dengan pola
hujan, di mana puncak musim hujan diperkirakan pada bulan Januari dan
merupakan puncak kejadian longsor.
Dari data BPBD, beberapa wilayah wilayah yang sering terpapar bencana
tanah longsor adalah Wilayah di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Provinsi ini yang paling banyak tertimpa bencana tanah longsor.
Sebagai informasi tambahan, daerah rawan longsor tinggi di Jawa Barat
meliputi Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Bandung Barat,
Bandung Selatan, Purwakarta, Garut, Sumedang, Kuningan, dan
Tasikmalaya.
Sementara di Jawa Tengah terdapat di Kabupaten Banjarnegara, Cilacap,
Purwokerto, Purworejo, Pekalongan, Temanggung, Semarang, Karanganyar,
Tegal, Wonogiri, Magelang, Purbalingga, dan Boyolali.“Terakhir di Jawa
Timur terutama di wilayah Kabupaten Ponorogo, Trenggalek, Malang,
Pacitan, Mojokerto, Jember, hingga banyuwangi.”
D. GAMBAR-GAMBAR BENCANA TANAH LONGSOR
E. UPAYA-UPAYA PENGURANGAN RESIKO DARI DAMPAK BENCANA
TANAH LONGSOR
1. Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan permukiman dan
fasilitas utama lainnya.
2. Mengurangi keterjalan lereng.
3. Meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase baik air
permukaan maupun air tanah (fungsi drainase adalah untuk menjauhkan
air dari lereng, menghindari air meresap ke dalam lereng atau menguras
air dalam lereng ke luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan
sampai tersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah).
4. Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling.
5. Terasering dengan System drainase yang tepat (drainase pada teras-teras
dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapnya air ke dalarm tanah).
6. Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan
jarak tanam yang tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan
lebih dari 40 derajat atau sekitar 80 % sebaiknya tanaman tidak terlalu
rapat serta diselingi dengan tanaman-tanaman yang lebin pendek dan
ringan, di bagian dasar ditanam rumput).
7. Sebaiknya dipilih tanaman lokal yang digemari masyarakat, dan
tanaman tersebut harus secara teratur dipangkas ranting-rantingnya/
cabang-cabangnya atau dipanen.
8. Khusus untuk aliran butir dapat diarahkan dengan pembuatan saluran.
9. Khusus untuk runtuhan batu dapat dibuatkan tanggul penahan baik
berupa bangunan konstruksi, tanaman maupun parit.
10. Pengenalan daerah yang rawan longsor.
11. dentifikasi daerah yang aktif bergerak, dapat dikenali dengan adanya
rekahan berbentuk ladam (tapal kuda).
12. Hindarkan pembangunan di daerah yang rawan longsor.
13. bangunan dengan fondasi yang kuat.
14. Melakukan pemadatan tanah disekitar perumahan.
15. Stabilisasi lereng dengan pembuatan terase dan penghijauan.
16. Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall).
17. Penutupan rekahan rekahan diatas lereng untuk mencegah air masuk
secara cepat kedalam tanah.
18. Pondasi tiang pancang sangat disarankan untuk menghindari bahaya
liquifoction.
19. Pondasi yang menyatu, untuk menghindari penurunan yang tidak
seragam (differential settiement).
20. Utilitas yang ada didalam tanah harus bersifat fleksibel.
F. DAMPAK POSITIF & NEGATIF TERHADAP MASYARAKAT DAN
LINGKUNGAN

Dampak Negatif dari Tanah Longsor

1. Korban Jiwa
Masyarakat akan merasa kesulitan ketika bencana Tanah longsor, karena
terjadi secara mendadak dan kadang kala tidak ada gejala akan terjadinya
bencana tersebut. Kebanyakan bencana alam terjadi di dunia ini memakan
korban jiwa, salah satunya bencana tanah longsor ini. Bencana pada
umumnya terjadi ketika hujan lebat dan masyarakat pasti berteduh dirumah
masing-masing. Sementara itu, tanah longsor merupakan bencana alam
yang datang secara tiba-tiba seperti halnya bencana tsunami.
Kemungkinannya sangat kecil ketika terjadi bencana tersebut dan
masyarakat mau menyelamatkan diri. Semakin meningkatnya korban jiwa
akibat bencana alam tanah longsor ini, juga berdampak mengurangi sumber
daya manusia yang mempunyai potensi. Ketika bencana longsor terjadi
sebenarnya kita dapat meminta bantuan terhadap relawan SAR yang
mempunyai potensi sumber daya manusia dalam bidang tersebut.
Para relawan pun juga kesulitan dalam mengevakuasi korban dari bencana
tersebut, karena tidak semudah yang dibayangkan. Dalam mengevakuasi
harus berhati-hati karena posisi korban tertimbun tanah. Selain mereka
kesulitan dalam mengevakuasi, mereka juga harus waspada jika ada longsor
susulan. Hal tersebut menyebabkan menghambat proses evakuasi yang
kadang kala korban berhasil dievakuasi hingga berhari-hari.

2. Kehilangan Tempat Tinggal


Hal yang juga akan dialami oleh masyarakat adalah kehilangan tempat
tinggal. Rumah masyarakat yang disekitar terasering sebenarnya menjadi
perhatian khusus, karena kemungkinan besar rawan longsor. Pengertian
terasering yang dimaksud tersebut sebenarnya tidak semua jenis lahan
terasering, hanya yang mempunyai kemiringan yang melebihi batas saja.
Ketika terjadi bencana longsor, rumah penduduk yang akan rusak bahkan
hancur yang berada di daerah lereng terlebih dahulu.
Penyebab utama hal tersebut, karena tanah yang dekat dengan lereng itu
mudah mengalami pergeseran setiap waktu. Pergeseran tanah di daerah
lereng terjadi tidak hanya pada musim hujan, namun di musim kemarau
pula. Sehingga ketika musim hujan tiba, rongga tanah akibat pergeseran di
musim kemarau terisi air dan longsor dengan cepat. Sekuat apapun cakar
ayam sebuah rumah di daerah lereng, kemungkinan besar tetap tidak bisa
bertahan atau pun kokoh.

3. Terputus Jalur Transportasi


Disamping merugikan masyarakat sekitarnya, juga merugikan masyarakat
luar daerah yang sedang melakukan perjalanan dan melintas di area
tersebut. Hal itu terjadi ketika kejadian bencana itu disekitar jalur
transportasi, terutama yang sering digunakan para pengemudi kendaraan.
Jalur transportasi yang berada disekitar perbukitan, lembah, hutan dan
pegunungan itu sering terjadi pengalihan jalur karena terjadi bencana
lonsor.

4. Perekonomian Tersendat
Yang dimaksud dengan perekonomian tersendat, saat tanah longsor terjadi
tentunya akan merusak sumber mata pencaharian para warga. Ketika hal
itu terjadi, alur perekonomian mulai terputus, seorang produsen tidak dapat
memproduksi barang dagangannya lagi. Sedangkan konsumen mempunyai
kebutuhan yang aktif selalu, neraca perekonomian masyarakat mulai
terputus karena dampak bencana ini. Sumber daya alam yang biasanya
dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari juga semakin
berkurang, karena punah terkena dampak bencana ini.

5. Rusaknya Infrastruktur
Bencana ini juga berakibat fatal pada infrastruktur terutama pada
pemukiman penduduk disekitar tanah longsor itu. Pemukiman masyarakat
tentu akan mengalami kerusakan sesuai berdasarkan separah apa kejadian
longsor tersebut. Selain itu, berdampak pula pada kerusakan sarana
kesehatan, pendidikan serta tempat peribadatan. Jika dihitung materi,
selain memakan korban jiwa yang banyak juga sangat merugikan dalam hal
materi. Terutama bagi masyarakat sekitar daerah tanah longsor tersebut.

6. Trauma Psikis
Bencana longsor tidak hanya menimbulkan kerugian fisik, namun juga
menimbulkan kerugian psikis bagi masyarakat sekitar. Pada umumnya
makhluk hidup didunia ini, terutama manuasia mempunyai mental
seseorang berbeda-beda, ada yang tidak bisa menerima keadaan yang terjadi
pada dirinya, keluarganya atau pun orang terdekat. Akibat tanah longsor
dapat membahayakan kondisi psikis masyarakat sekitar,karena kurangnya
pengetahuan dapat menjadi diri sendiri (fisik dan psikis). Salah satu bentuk
trauma psikis masyarakat menjadi bingung, dimana akan tinggal,
bagaimana melangsungkan kehidupannya tanpa rumah dan lahan
pertaniannya.

7. Harga Tanah Turun


Ketika berbicara harga tanah tentunya juga berbicara tentang alih fungsi
tanah dikarenakan tanah tersebut didaerah yang kurang menguntungkan.
Akibat bencana tanah longsor, tanah yang mestinya perekonomian
masyarakat atau pun untuk lahan pekerjaan malah lahan tersebut
dikosongkan. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kerugian yang
besar. Kadang karena masyarakat belum paham tentang ciri-ciri lahan
basah, seringkali membeli tanah yang kiranya dapat harga murah dan bisa
di tanami padi. Namun tidak lama terjadi longsor di lahan tersebut yang
membuat pemilik harus menjualnya kembali. Karena pemilik tidak ingin
menanggung resiko dan berfikir bahwa lahan tersebut sudah tidak ada
gunanya lagi. Maka dari itu sebelum tanah tersebut longsor dan harga tanah
turun, masyarakat juga harus paham tentang cara melestarikan tanah agar
lubang pori-pori tidak terlalu dalam dan tanah tersebut padat.

8. Keselamatan Masyarakat Sekitar Terancam


Masyarakat yang awalnya nyaman dalam melaksanakan aktivitas sehari-
hari akan berubah drastis menjadi tidak tenang, karena keselamatannya
terancam oleh bencana longsor ini. Mereka menjadi ragu ketika akan
melakukan aktivitas seperti biasanya, apalagi ketika cuaca yang sudah
berawan hitam dan ada tanda-tanda akan hujan lebat. Masyarakat yang
lahan sekitarnya rawan bencana tentunya juga harus paham tentang jenis-
jenis hujan yang mengamcam keselamatan mereka. Disisi lain hujan juga
bisa dimanfaatkan, dan masyarakat juga harus paham tentang pemanfaatan
air hujan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

9. Rusaknya Sanitasi Lingkungan


Sanitasi atau pembudayaan hidup bersih ini menjadi perihal utama
masyarakat untuk menjaga keutuhan planet bumi ini dari bencana alam.
Salah satu bentuk sanitasi ini adalah menjaga saluran air dan pengedalikan
pencemaran air untuk mengurangi kerusakan sanitasi lingkungan.
Masyarakat sekitar juga perlu belajar tentang sumber daya alam yang dapat
diperbaharui dan tidak dapat diperbaharui agar teringat akan pentingnya
air untuk melangsungkan kehidupan.
Dampak Positif dari Tanah Longsor

1. Tanah longsor menumbuhkan motivasi kepada masyarakat untuk waspada


terhadap bencana longsor susulan ataupun bencana yang lain.
2. Meningkatkan rasa peduli terhadap korban bencana dan kepedulian
terhadap sesama dan lingkungan.
3. Meningkatkan kesadaran diri supaya tidak melakukan penebangan hutan,
memperluas lahan ataupun pemanfaatan hutan yang merugikan.
4. Motivasi dan penelitian oleh ahli geologi tentang penyebab tanah longsor.
5. Sadar akan pentingnya peran manusia dalam menjaga keseimbangan
lingkungan hidup.
6. Melestarikan hutan untuk memaksimalkan potensi sumber daya alam hutan
itu sendiri.
7. Sadar akan manfaat hutan lindung bagi keselamatan makhluk hidup di
dunia ini.

Anda mungkin juga menyukai