Anda di halaman 1dari 132

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah


fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyakarat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan
upaya kuratif dan rehabilitatif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Salah satu fungsi pokok puskesmas adalah pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Puskesmas bertanggung jawab
menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan, meliputi pelayanan
kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Adapun fungsi puskesmas sebagaimana tertuang pada Pasal 5
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014
meliputi :
1. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama
di wilayah kerja.
2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat
pertama di wilayah kerja.
Upaya kesehatan Masyarakat tingkat pertama meliputi upaya
kesehatan masyarakat esensial yaitu :
1. UKM Promosi Kesehatan (Promkes)
2. UKM Kesehatan Lingkungan (Kesling)
3. UKM Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga Berencana (KIA-KB)
4. UKM Gizi Masyarakat
5. UKM Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)

Sedangkan UKM pengembangan meliputi :


1. UKM Kesehatan Jiwa
2. UKM Kesehatan Gigi dan Mulut Masyarakat
3. UKM Kesehatan Lanjut Usia
4. UKM Kesehatan Kerja
5. UKM Kesehatan Olah raga
6. UKM Kesehatan Indera
7. UKM Kesehatan Tradisional
Upaya kesehatan masyarakat baik esensial maupun pengembangan harus
diselenggarakan sesuai dengan pedoman yang telah di tetapkan untuk
mendukung pencapaian standar pelayanan minimal Kabupaten Lima Puluh
Kota.
Dalam penyusunan perencanaan UKM Puskesmas wajib melakukan
analisis kebutuhan masyarakat dengan melibatkan masyarakat, lintas
program dan lintas sector terkait yang sesuai dengan visi , misi, dan tujuan
serta tugas pokok Puskesmas. Analisis kebutuhan masyarakat dilakukan
melalui pertemuan dengan tokoh masyarakat, sector terkait, SMD, MMD,
analisis data surveilans, capaian kinerja pelayanan dan umpan balik
masyarakat.
Hasil analisis kebutuhan dan umpan balik dari masyarakat dibahas secara
kolaboratif oleh Kepala UPTD Puskesmas Rimbo Data, Penanggung jawab,
pelaksana UKM bersama lintas program dan lintas sektoral melalui
pertemuan lokakarya mini (lokmin) bulanan dan tribulanan. Rencana
penyelenggaraan masing-masing UKM puskesmas harus diintegrasikan
dalam perencanaan tingkat puskesmas (PTP). Upaya-upaya inovatif dapat
dilakukan sesuai dengan permasalahan kinerja pelayanan, perkembangan
kebutuhan masyarakat, usulan atau masukan masyarakat, perubahan
regulasi pemerintah dan perkembangan teknologi kesehatan yang dibahas
juga dalam pertemuan dengan masyarakat, pertemuan lintas program
maupun sektoral.

B. Tujuan Pedoman

Pedoman Penyelenggaraan UKM bertujuan untuk menjadi acuan bagi


seluruh aktifitas pelayanan upaya kesehatan mayarakat yang dilaksanakan
di UPTD Puskesmas Rimbo Data, mulai dari Perencanaan (P1), Pergerakan
dan pelaksanaan (P2) dan Pengawasan, pengendalian dan Penilaian Kinerja
(P3) sehingga pada akhirnya pelayanan upaya kesehatan dapat
dilaksanakan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan
kebutuhan Masyarakat.

C. Ruang Lingkup Pelayanan

Ruang lingkup pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat di UPTD


Puskesmas Rimbo Data meliputi:
UKM esensial yaitu :
1. UKM Promosi Kesehatan (Promkes)
2. UKM Kesehatan Lingkungan (Kesling)
3. UKM Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga berencana (KIAKB)
4. UKM Gizi Masyarakat
5. UKM Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)
UKM Pengembangan yaitu :
1. UKM Kesehatan Jiwa
2. UKM Kesehatan Gigi dan Mulut Masyarakat
3. UKM Kesehatan Lanjut Usia
4. UKM Kesehatan Kerja
5. UKM Kesehatan Olah raga
6. UKM Kesehatan Indera
7. UKM Kesehatan Tradisional

D. Definisi Operasional
1. Upaya promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai
dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik
yang berwawasan kesehatan. Promosi kesehatan Puskesmas adalah
upaya puskesmas melaksanakan pemberdayaan kepada masyarakat
untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan setiap individu,
keluarga dan lingkungannya secara mandiri dan mengembangkan upaya
kesehatan bersumber masyarakat (UKBM).
2. Upaya kesehatan lingkungan adalah upaya yang dilakukan
oleh puskesmas untuk menjadikan lingkungan yang sehat dalam
rangka pencegahan terhadap penyakit yang berhubungan dengan
lingkungan dan menciptakan lingkungan yang dapat mengoptimalkan
penyembuhan suatu penyakit di masyarakat
3. Upaya kesehatan ibu dan anak dan KB adalah upaya kesehatan primer
yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan kesehatan ibu
dalam menjalankan fungsi reproduksi yang berkualitas serta
upaya kelangsungan hidup, pengembangan dan perlindungan bayi,
anak bawah lima tahun (BALITA) dan anak usia pra sekolah dalam
proses tumbuh kembang. Keluarga berencana adalah upaya
keesehatan primer yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan
kesehatan pasangan usia subur dalam menjalankan fungsi
reproduksi yang berkualitas.
4. Upaya peningkatan gizi masyarakat adalah kegiatan untuk
mengupayakan peningkatan status gizi masyarakat dengan
pengelolaan terkoordinasi dari berbagai profesi kesehatan serta
dukungan peran serta aktif masyarakat.
5. Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit adalah suatu
upaya untuk mencegah agar penyakit menular tidak menyebar didalam
masyarakat, yang dilakukan antara lain dengan memberikan
kekebalan kepada host melalui kegiatan penyuluhan kesehatan,
surveilans dan imunisasi.
6. Upaya perawatan kesehatan masyarakat upaya puskesmas dalam
melakukan perawatan bagi penderita yang di lakukan di rumah.

E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 112);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang
Kesehatan, ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144);
3. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya
Perbaikan Gizi ( Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
967);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat ( Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 1676);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang
Penanggulangan Penyakit Menular ( Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 1755 );
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan dan Masa Sesudah
Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan
Kesehatan Seksual ( Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 );
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Di
Puskesmas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 403)
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2015
tentang Penanggulangan Penyakit Tidak Menular (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1775)
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun
2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 1223)
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 585 Tahun 2007 tentang
Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehata di Puskesmas;
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia Upaya Kesehatan Masyarakat


Berikut ini kualifikasi sumber daya manusia dan realisasi tenaga upaya
kesehatan yang telah ada di UPTD Puskesmas Rimbo Data :

Tabel 2.1
Kualifikasi Sumber Daya Manusia dan Realisasi
UPTD Puskesmas Rimbo Data
Tahun 2018
Upaya Kes. Realisasi
No Kualifikasi SDM
Masyarakat
1 UKM Promkes D3/ S1 Kesehatan S1 Kesmas
Masyarakat
2 UKM KIA & KB Min D3 Kebidanan D IV Kebidanan
3 UKM Gizi Min D3 Gizi S1 Gizi
4 UKM Kesehatan Min D3 Kesling S1 Kesmas
Lingkungan
5 UKM P2P Min D3 Keperawatan S1 dokter gigi

B. Distribusi Ketenagaan
Pelaksanaan penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat di UPTD
Puskesmas Rimbo Data dilaksanakan oleh Penanggung jawab dan beserta
Tim pelaksanaan yang terintegrasi. Adapun penanggung jawab program
upaya kesehatan dan latar belakang profesinya adalah sebagai berikut:

No Kegiatan Petugas Profesi


1 UKM Promkes Delita SKM
2 UKM Kesling Suci Adilla ,SKM SKM
3 UKM KIA KB Wasni Harti, S.ST Bidan
4 UKM Gizi Sri Sumarni, S.Gz Nutritionis
5 UKM P2P Drg. Silvia Dokter gigi
6 UKM Kesehatan Lansia Lili Sumarni Perawat
7 UKM Kesehatan Jiwa Yosi Lisfa Dewi, Amd.Keb Bidan
10 UKM Kesehatan Gigi Drg. Silvia Dokter gigi
Masyarakat
11 UKM Kesehatan Kerja Irvan Anas, SKM SKM
C. Jadwal Kegiatan
1. Jadwal kegiatan UKM di susun berdasarkan RUK (Rencana Usulan
Kegiatan) tahunan yang sudah dirancang oleh pemegang program. RUK
sendiri disusun berdasarkan kebutuhan dan umpan balik dari
masyarakat.
2. Pengaturan kegiatan upaya kesehatan masyarakat dilakukan bersama
oleh Penanggung jawab dan pelaksana UKM dalam kegiatan Lokmin
dengan persetujuan Kepala Puskesmas serta melibatkan masyarakat
dan lintas sektor
3. Jadwal kegiatan di buat untuk jangka waktu satu tahun dan di
pecah dalam jadwal kegiatan bulanan dalam bentuk RPK bulanan.
4. Jadwal kegiatan di koordinasikan dan di komunikasikan kepada lintas
program maupun lintas sektoral.
BAB IV
STANDAR FASILITAS

Upaya kesehatan masyarakat akan terlaksana dengan baik apabila didukung


dengan prasana serta fasilitas pendukung kegiatan. Untuk mencapai tujuan
kegiatan UKM di UPTD Puskesmas Rimbo Data didukung oleh prasarana yang
ada yaitu :
1. Puskesmas Keliling sebanyak 2 unit
2. Kendaraan roda 2 sebanyak 4 unit
3. Proyektor 1 set
Adapun penunjang sarana/ fasilitas untuk masing-masing kegiatan UKM
Puskesmas dapat dilihat pada table berikut:

No Upaya Kesehatan Sarana dan Prasarana Keterangan


1 UKM Promosi Kesehatan 1. Leaflet, Poster, stiker,
pamflet, majalah/blutin
kesehatan dll
2. Lembar balik, flipcart
3. Alat Peraga Penyuluhan
4. Speaker aktif fortable dan
micropon
5. Proyektor
6. Laptop
7. Alat tulis dan buku
8. Formulir PHBS
9. Papan Informasi
2 UKM Kesehatan 1. Formulir Inspeksi kesehatan
Lingkungan lingkungan
2. Senter
3. Sanitarian kit
4. Alat tulis dan buku
3 UKM Kesehatan Ibu dan 1. Formulir DDTK
Anak (KIA-KB) 2. Lembar balik, stiker P4K
3. Alat peraga KIA-KB
4. Dopler
5. Tensimeter
6. Stetoskop
7. Centimeter
8. Pengukur lila
9. Thermometer
10. Timbangan Berat Badan
11. Pengukur tinggi Badan
12. Hb sahli, triple E
13. Spuit
14. KB set
15. Alat tulis dan buku
4 UKM Gizi 1. Timbangan berat badan
2. Pengukur tinggi badan
3. Alat Peraga/ food model
5 UKM Pencegahan dan 1. Leaflet, brosur, poster
pengendalian Penyakit 2. Alat peraga
(P2P) 3. Senter
4. Formulir Surveilans, PE
5. APD
6. Alat tulis dan buku
6 UKM Kesehatan Jiwa 1. Leaflet, brosur,poster
2. Tensimeter
3. Stetoskop
4. Formulir penjaringan
5. Alat tulis dan buku
7 UKM Kesehatan Gigi dan 1. Leaflet, brosur, poster
Mulut Masyarakat 2. Alat peraga (Pantom Gigi)
3. Lembar balik
4. Alat tulis dan buku
8 UKM Kesehatan Lanjut 1. Leaflet, brosur,poster
Usia 2. Tensimeter
3. Stetoskop
4. Timbangan berat badan
5. Formulir penjaringan
6. Alat tulis dan buku
9 UKM Kesehatan Kerja 1. Leaflet, brosur, poster
2. Alat peraga APD
3. Lembar Balik
4. Alat tulis dan buku
10 UKM Kesehatan Olah 1. Leaflet, brosur, poster
raga 2. Stop watch
3. Tensimeter
4. Stetoskop
5. Lembar Balik
6. Alat tulis dan buku
11 UKM Kesehatan indera 1. Leaflet, brosur, poster
2. Snelen chart
3. Ishihara test
4. Pantom mata
5. Lembar Balik
6. Alat tulis dan buku
12 UKM Kesehatan 1. Leaflet, brosur, poster
Tradisional 2. Lembar Balik
3. Alat tulis dan buku
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

A. Tata Laksana Upaya Promosi Kesehatan


1. Pelaksana Upaya Promosi Kesehatan adalah Petugas Promkes yang
ditunjuk oleh kepala Puskesmas yang harus memenuhi persyaratan
kompetensi yaitu pendidikan minimal DIII Kesehatan/ D III Kesehatan
Masyarakat/ D III Promkes.
2. Perangkat Kerja
a. Leaflet, Poster, stiker, pamflet, majalah/blutin kesehatan dll
b. Lembar balik, flipcart
c. Alat Peraga Penyuluhan
d. Speaker aktif fortable dan micropon
e. Proyektor
f. Laptop
g. Alat tulis dan buku
h. Formulir PHBS
i. Papan Informasi
3. Tujuan
Tercapainya perubahan prilaku individu, keluarga dan masyarakat
dalam membina dan memelihara prilaku sehat, serta berperan aktif
dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
4. Kegiatan
Kegiatan promosi Kesehatan yaitu :
a. Pembinaan UKS
b. Penjaringan Anak Sekolah
c. Pelaksanaan Pembinaan posyandu dan Pembinaan kader
d. Penyuluhan Kesehatan
- Penyuluhan dalam gedung
- Penyuluhan luar gedung
Penyuluhan kelompok :
- Kelompok posyandu
- Kelompok masyarakat seperti Kelompok Dasa Wisma
- Kelompok Pendidikan / Anak sekolah
- Penyuluhan perorangan/ Keluarga : PIS PK
e. Program Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
f. Nagari Sehat
g. Advokasi dan kampanye program kesehatan dan program prioritas
h. Pelaksanaan SMD dan MMD
5. Tata laksana:
Promosi Kesehatan Masyarakat adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan kondisi bagi perorangan,
Kelompok dan masyarakat dalam berbagai tatanan, dengan membuka
jalur komunikasi, menyediakan informasi, dan melakukan edukasi,
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan prilaku, dengan
melakukan advokasi, pembinaan suasana dan gerakan pemberdayaan
masyarakat untuk mengenali, menjaga/memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatannya.
a. Perencanaa (P1)
Penanggung jawab UKM dan Pelaksana Promosi Kesehatan membuat
perencanaan berdasarkan kinerja tahun lalu dan kebutuhan
masyarakat melalui SMD, MMD dan rapat koordinasi dengan lintas
program dan sektoral sehingga menghasilkan Rencana usulan
kegiatan (RUK) tahun depannya dan Rencana pelaksanaan Kegiatan
(RPK) tahunan berjalan.
b. Penggerakan Pelaksanaan ( P2)
Pada kegiatan P2 pelaksana promkes mengikuti lokmin bulanan
untuk :
- Membuat jadual kegiatan
- Mengkoordinasikan dengan bendahara pengeluaran untuk RPK
yang dibiayai dana BOK/ APBD.
- Mengkoordinasikan dengan lintas program dan sasaran tentang
kegiatan yang akan dilaksanakan.
- Melaksanakan kegiatan yang telah dijadwalkan.
c. Pengawasan Pengendalian Penilaian (P3)
- Kepala Puskesmas dan atau Penanggung Jawab UKM melakukan
monitoring kegiatan promkes sesuai jadwal
- Pelaksana membuat laporan setiap bulannya kegiatan yang telah
dilaksanakan dan melaporkan ke PJ UKM dan Kepala Puskesmas
- Kepala Puskesmas, PJ UKM dan Pelaksana Promkes mengevaluasi
hasil kegiatan sesuai jadwal evaluasi.

B. Tatalaksana Upaya Kesehatan Lingkungan


1. Pelaksana Upaya Kesehatan Lingkungan
Pelaksana Upaya Kesehatan Lingkungan adalah Petugas kesehatan
lingkungan/ sanitarian yang ditunjuk oleh kepala Puskesmas yang
harus memenuhi persyaratan kompetensi yaitu pendidikan minimal DIII
kesehatan Lingkungan / D III Kesehatan Masyarakat.
2. Perangkai Kerja
a. Formulir Inspeksi kesehatan lingkungan
b. Senter
c. Sanitarian kit
d. Alat tulis dan buku
3. Tujuan Upaya Kesehatan Lingkungan
a. Tujuan Umum
Mewujudkan lingkungan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Rimbo
Data yang sehat sehingga dapat mencegah/ mengendalikan vektor
penyakit yang berbasis lingkungan.
b. Tujuan Khusus
1) Terwujudnya kwualitas air di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Rimbo Data yang sehat
2) Terwujudnya lingkungan Tempat-tempat umum (TTU) di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Rimbo Data yang sehat
3) Terwujudnya tempat pengolahan makanan (TPM) dan Depot air
minum (DAM) di wilayah kerja UPTD Puskesmas Rimbo Data yang
sehat
4) Terwujudnya pemukiman di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Rimbo Data yang sehat
5) Terwujudnya nagari di wilayah kerja UPTD Puskesmas Rimbo
Data yang Sanitasi total berbasis masyarakat (STBM).
6) mengurangi
Terminimalisasi Penyakit yang berbasis lingkungan di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Rimbo Data Kegiatan peningkatan kesehatan
lingkungan bertujuan terwujudnya kualitas lingkungan yang lebih sehat
agar dapat meiindungi masyiarakat dari segala kemungkinan resiko
kejadiari yang dapat menimbulkan gangguan dan bahaya kesehatan
menuju derajat késehatan keluarga dan masyarakat yang lebih baik.
Tujuan Khusus
a. Meningkatkan mutu lingkungan yang dapat menjamin masyarakat
mencepai derajat kesehatan yang optimal
b. Terwujudnya pemberdayaan masyarakat dan keikut sertaan sektor
lain yang bersangkutan, serta bertanggung jawab atas upaya
peningkatan dan pelestarian lingkungan hidup.
c. Terlaksananya peraturan perundangan tentang penyehatan
lingkungan dan permukiman yang berlaku.
d. Terselenggaranya pendidikan kesehatan guna menunjang kegiatan
dalam peningkatan kesehatan lingkungan dan pemukiman.
e. Terlaksananya pengawasan secara teratur pada sarana sanitasi
perumahan, kelompok masyarakat, tempat pembuatanl penjualan
makanan, perusahaan dan tempat-tempat umum.
e. Kegiatan
Kegiatan-kegiatan utama kesehatan lingkungan yang harus dilakukan
Puskesmas meliputi:
a. Penyehatan air
b. Penyehatan makanan dan minuman
c. Pengawasan SPAL, Jamban, air, TTU/TPM
d. Pengawasan dan pembuangan sampah dan limbah
e. Penyehatan pemukiman
f. Pengawasan sanitasi tempat umum
g. Pengamanan polusi industri
h. Pengamanan pestisida
i. Klinik sanitasi

f. Tata Laksana
d. Perencanaa (P1)
Penanggung jawab program merencanakan kegiatan Kesehatan
Lingkungan pada RKA ( yang bersumber dana APBD ) dan atau
melalui POA BOK ( Plan Of action Bantuan Operasional Kesehatan )
pada kegiatan yang bersumber APBN.
e. Penggerakan Pelaksanaan ( P2)
Pada kegiatan P2 petugas melakukan:
- Membuat jadual kegiatan
- Mengkoordinasikan dengan bendahara pengeluaran atau PPATK
BOK
- Mengkoordinasikan dengan lintas program tentang kegiatan yang
akan dilaksanakan.
- Melaksanakan kegiatan.
f. Pengawasan Pengendalian Penilaian ( P3)
- Petugas mencatat kegiatan dan melaporkan kegiatan
- Petugas membuat notulen pada kegiatan yang berupa hasil
pertemuan.
- Petugas mengevaluasi hasil kegiatan

A. Tatalaksana Upaya Kesehatan Ibu, Anak dan KB


Petugas Penanggung jawab
1. Bidan
a. Perangkatkerja
1) tensimeter
2) stetoskop
3) stetoskop laennec
4) termometer
5) doopler
6) KB set
7) Spuit
8) Pita pengukur
b. Tujuan
Tujuan Umum
Terciptanya pelayanan berkuaiitas dengan partisipasi penuh
pengguna jasa dan keluarganya dalam mewujudkan bahwa setiap ibu
mempunyai kesempatan yang terbaik dalam hal waktu dan jarak
antar kehamilan, melahirkan bayi sehat yang aman daIam
lingkungan yang kondusif sehat, dengan asuhan antenatal yang ade
kuat, dengan gizi serta persiapan menyusui yang baik.
Tujuan Khusus
a. Memberikan pelayanan kebidanan dasar dan KIE kepada ibu
hamil termasuk KB berupa pelayanan antenatal, dan pelayanan
nifas serta perawatan bayi baru lahir.
b. Memberikan pertolongan pertama penanganan kedaruratan
kebidanan dan neonatal sena merujuk ke fasilitas rujukan sesuai
kebutuhan
c. Memantau cangkupan pelayanan kebidanan dasar dan,
penaganan kedaruratan kebidanan dan neonatal
d. Meningkatkan kualitas pelayanan KIA secara berkelanjutan
e. Menumbuhkan, mengoptimalkan dan memeiihara peran serta
masyarakat dalam upaya KIA
f. Melaksanakan pemeliharaan kesehatan kepada seluruh balita dan
anak pra sekolah yang meliputi pemeriksaan kesehatan rutin
pemberian imunisasi dan upaya perbaikan gizi
g. Melaksanakan secara dini pelayanan program dan stimulasi
tumbuh kembang pada seluruh balita dan anak pra sekolah yang
melipui perkembangan motorik, kemampuan berbicara dan
kognitif serta sosialisasi dan kemandirian anak
h. Melaksanakan management terpadu balita sakit yang datang
berobat ke fasilitas rawat jalan termasuk pelayanan pra rujukan
dan tindak lanjutnya Sasaran Adalah ibu, bayi, balita, anak usia
pra sekolah dan keluarga yang tinggal dan berada di wilayah kerja
Puskesmas Serta yang berkunjung ke Puskesmas.
2. Keluarga Berencana
a. Pengertian
Adalah upaya kesehatan primer yang menyangkut peiayanan dan
pemeliharaan kesehatan pasangan usia subur dalam menjalankan
fungsi reproduksi yang berkualitas. Prioritas pelayanan KB dewasa
ini adalah meningkatkan derajat kesehatan pasangan usia subur dan
Keluarganya dalam pengaturan kehamilan, baik jumlah dan waktu
kehamilan serta jarak antar Kehamilan guna menurunkan angka
kelahiran nasional
b. Tujuan
Tujuan Umum
Adalah terciptanya pelayanan yang berkualitas dengan penuh
penggunajasa pelayanan dan keluarganya dalam mewujudkan bahwa
setiap pasangan usia subur mempunyai kesempatan yang terbaik
dalam mengaturjumlah, waktu dan jarak antar kehamilan guna
merencanakan dan mewujudkan suatu keluarga Kecil, bahagia dan
sejahtra.
c. Tujuan Khusus
Memberikan peiayanan kontrasepsi yang berkualitas dan KIE kepada
pasangen usia subur dan keluarganya
1) Memberikaf pertolongan pertama/penanganan efek samping dan
kegagalan metode kontrasepsi Serta merujuk ke fasilitas rujukan
sesuai dengan kebutuhan
2) Memantau cakupan pelayanan kontrasepsi dan kegagalan metoda
kontrasepsi
3) Meningkatkan kualitas pelayanan KB secara berkelanjutan
4) Menumbuhkan, mengoptimalkan dan memeiihara peran serta
masyarakat dalam upaya KB
5) Memberikan pelayanan kesehatan pasangan usia subur, calon
pasangan usia subur, serta anggota keluarga yang lain dalam
rangka meningkatkan Kualitas kesehatan fungsi reproduksinya
6) Melaksanakan penanganan infentilitas pasangan usia subur yang
berkualitas dan merunjuk ke fasilitas rujukan primer sesuai
dengan kebutuhan
7) Melaksanakan managemen terpadu pelayanan kontrasepsi yang
datang berobat ke fasilitas rawat jalan termasuk pelayanan pra
rujukan dan tindakan lanjutnya
d. Sasaran
1) Sasaran pelayanan KB adalah pasangan usia subur
2) Calon pasangan usia subur
3) Pasangan usia subur dengan wanita yang akan memasuki masa
menoupaus
4) Keluarga yang tinggal dan berada di wilayah kerja Puskesmas
5) WUS yang datang pada pelayanan rawat jalan Puskesmas yang
dalam fase intervensi pelayanan KB.
e. Kegiatan.
Prioritas kegiatan KIA dewasa ini adalah meningkatkan derajat
kesehatan Ibu dan Anak dalam rangka menurunkan angka kematian
Ibu dan Anak Pelayanan KIA Puskesmas terdiri dari :
1) Pelayanan kesehatan ibu hamil
2) Pelayanan kesehatan ibu bersalin
3) Pelayanan kesehatan ibu nifas
4) Pelayanan kesehatan neonatus, bayi anak balita dan pra sekolah
5) Pelayanan keluarga berencana
f. Tata laksana.
1) Perencanaa (P1)
Penanggung jawab program KIA merencanakan kegiatan
Kesehatan Lingkungan pada RKA ( yang bersumber dana APBD )
dan atau melalui POA BOK ( Plan Of action Bantuan Operasional
Kesehatan ) pada kegiatan yang bersumber APBN.
2) Penggerakan Pelaksanaan ( P2)
Pada kegiatan P2 petugas melakukan:
- Membuat jadual kegiatan
- Mengkoordinasikan dengan bendahara pengeluaran atau
PPATK BOK
- Mengkoordinasikan dengan lintas program tentang kegiatan
yang akan dilaksanakan.
- Melaksanakan kegiatan.
3) Pengawasan Pengendalian Penilaian ( P3)
- Petugas mencatat kegiatan dan melaporkan kegiatan
- Petugas membuat notulen pada kegiatan yang berupa hasil
pertemuan.
- Petugas mengevaluasi hasil kegiatan

B. Tatalaksana Upaya Peningkatan Gizi Masyarakat


1. Petugas penanggung jawab
a. Nutrisionos
2. Peralatan kerja
a. Leaflet
b. Panduan Diet
c. Food Mocel
d. Timbangan badan
e. Mikrotois
3. Tujuan
Tujuan Umum
Menanggulangi masalah gizi dan meningkatkan status gizi masyarakat
Tujuan Khusus
a. Meningkatkan kehidupan dan peran serta masyarakat , keluarga dan
seluruh anggotanyauntuk mewujudkan perilaku gizi yang baik dan
benar sesuai gizi seimbang
b. Meningkatkan perhatian dan upaya peningkatan status gizi warga
dari berbagai institusi pemerintahan serta swasta
c. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petugas gizi/petugas
Puskesmas lainnya dalam merencanakan, melaksanakan, membina,
memantau dan mengevaiuasi upaya perbaikar gizi masyarakat
d. Terseenggaranya pelayanan gizi yang melibatkan partisipasi keluarga
terhadap pencegahan dan penanggulangan masalah kelainan gizi
e. Terwujudnya rangkaian kegiatan pencatatan/pelaporan masalah gizi
dan tersedianya informasi situasi pangan dan gizi.
4. Kegiatan
Upaya Perbaikan Gizi Puskesmas meliputi
a. Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK)
b. Upaya Penanggulangan Kelainan Gizi Yang Terdiri Dari:
1) Pencegahan Dan Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY)
2) Pencegahan Dan Penanggulangan Anemia Besi (AGB)
3) Pencegahan Dan Penanggulangan Kurang Kalori Energi Protein
(KEP) Dan Kurang Energi Kronis (KEK)
4) Pencegahan Dan Penaggulangan Kekurangan Vitamin A (KVA)
5) Pencegahan Dan Penaggulangan Masalah Kekurangan Gizi Mikro
Lain
6) Pencegahan Dan Penaggulangan Masalah Gizi lebih
c. Sistem Kewaspadaan Pangan Dan Gizi (SKPG)

5. Talaksana
a. Perencanaa (P1)
Nutrisionist merencanakan kegiatan penanggulangan gizi masyarakat
pada RKA ( yang bersumber dana APBD ) dan atau melalui POA BOK
( Plan Of action Bantuan Operasional Kesehatan ) pada kegiatan yang
bersumber APBN.
b. Penggerakan Pelaksanaan ( P2)
c. Pada kegiatan P2 petugas melakukan:
1) Membuat jadual kegiatan
2) Mengkoordinasikan dengan bendahara pengeluaran atau PPATK
BOK
3) Mengkoordinasikan dengan lintas program tentang kegiatan yang
akan dilaksanakan.
4) Melaksanakan kegiatan.
g. Pengawasan Pengendalian Penilaian ( P3)
1) Petugas mencatat kegiatan dan melaporkan kegiatan
2) Petugas membuat notulen pada kegiatan yang berupa hasil
pertemuan.
3) Petugas mengevaluasi hasil kegiatan

C. Tatalaksana Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Manular


1. Petugas Penanggung jawab
a. Dokter
b. Bidan
c. Perawat
2. Perangkat Kerja
a. Leaflet/Brosur penyuluhan penyakit
b. Vaksin
c. Blanko surveilans
d. Pedoman KLB
e. Cold chain
f. Vaksin Carier
g. Alat Pelindung Diri
h. Alat kebersihan lingkungan
3. Tujuan
Tujuan Umum
Mencegah terjadinya penyakit menular dan melakukan penanggulangan
terhadap penyakit yang berkembang.
Tujuan Khusus.
a. Memberikan perlindungan terhadap penyakit khususnya kepada bayi
dan ibu hamil melalui program imunisasi.
b. Melakukan pengamatan secara terus menerus terhadap penyakit
potensial wabah.
4. Kegiatan.
Kegiatan upaya penanganan penyakit menular meliputi :
a. Penanggulangan KLB penyakit menular dilaksanakan dengan upaya-
upaya :
1) Pengobatan dengan memberikan pertolongan penderita dengan
dukungan tenagaatalaksana Pengertian Penyakit Menular adalah
penyakit yang diseba dan sarana obat yang memadai termasuk
rujukan.
2) Pemutusan rantai penularan atau upaya pencegahan misalnya
abatisasi pada KLB DBD , Kaporitsasi pada sumur-sumur yang
tercemar pada KLB Diare, dsb
3) Melakukan kegiatan pendukung yaitu penyuluhan,
pengamatan/pemantauan (surveilans ketat dan logistik)
b. Program pencegahan.
Adalah mencegah agar penyakit menular tidak menyebar didalam
masyarakat, yang dilakukan antara lain dengan memberikan
kekebalan kepada host melalui kegiatan penyuluhan kesehatan dan
imunisasi.
c. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular.
Adalah suatu kegiatan pengumpulan data/ informasi melalui
pengamatan terhadap kesakitan/kematian dan penyebarannya serta
faktor-faktor yang mempengaruhi secara sistematik, terus menerus
dengan tujuan untuk perencanaan suatu program, mengevaluasi
hasil program dan sitem kewaspadaan dini secara singkat dikatakan :
pengumpulan data/informasi untuk menentukan tindakan (
Survelans fro action ).
d. Program Pemberantasan Penyakit Menular
1) Program imunisasi.
2) Program TB Paru dengan kegiatan penemuan penderita TBC
3) Program malaria dengan angka insiden malaria (AMI)
4) Program ISPA dengan frekkuensi penemuan dan
penanggulangan pnemonia
5) Program diare meliputu frekuensi penanggulangan diare.
6) Program rabies.
7) Program Surveilans.
8) Pemberantasan P2B2 demam berdarah.
5. Tata Laksana
a. Perencanaan (P1)
b. Penangung jawab P2M merencanakan kegiatan pemberantasan
penyakit pada RKA ( yang bersumber dana APBD) dan atau melalui
POA BOK pada kegiatan yang bersumber dana APBN.
c. Penggerakan Pelaksanaan ( P2)
Pada kegiatan P-2 petugas melakukan :
1) Membuat jadwal kegiatan.
2) Mengkoordinasikan dengan bendahara pengeluaran atau
bendahara BOK
3) Mengkoordinasikan lintas program tentang kegiatan yang akan
dilaksanakan .
4) Melaksanakan kegiatan.
d. Pengawasan pengendalian penilaian ( P3)
1) Petugas mencatat hasil kegiatan dan melaporkan hasil kegiatan
2) Petugas membuat notulen pada kegiatan pertemuan yang berupa
pertemuan
3) Petugas mengevaluasi kegiatan

D. Layanan Posbindu:
1. Penanggung jawab :
Bidan.
a. Perangkat kerja
1) Leaflet/brosur penyuluhan penyakit.
2) Tensimeter.
3) Stetoskop
4) Blangko infokonsen
5) IMS SET
6) Senter.
2. Tujuan.
Tujuan posbindu adalah meningkatkan derajat kesehatan dan mutu
kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam
strata kemasyarakatan.
3. Kegiatan.
a. Perencanaan kegiatan sehari-hari yang dilakukan lansia.
b. Penimbangan berat badab dab pengukuran tinggi badan.
c. Pengukuran tekanan darah.
d. Pemeriksaan kesehatan dan status mental.
e. Penyuluhan konseling
4. Tata Laksana:
a. Perencanaan ( P1)
Petugas melaksana posbindu pada RKA yang bersumber dana APBN
atau POA BOK
b. Penggerakan pelaksanaan ( P2)
Pada kegiatan P-2 petugas melakukan :
1) Pembuatan jadual kegiatan
2) Mengkoordinasikan kegiatan dengan bendahara
3) Mengkoordiansikan dengan lintas program tentang kegiatan yang
akan dilaksanakan.
c. Pengawasan Pengendalian Penilaian (P3)
1) Petugas mencatat hasil kegiatan dan melaporkan
2) Petugas membuat notulen pada kegiatan pertemuan
3) Petugas mengevaluasi kegiatan

1. Pengertian dan Strategi Upaya Promosi Kesehatan


Upaya Promosi Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dan, oleh, untuk dan
bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai
dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik
yang berwawasan kesehatan.
Berdasarkan definisi tersebut diatas, dapat dirumuskan bahwa
Promosi Kesehatan Puskesmas adalah upaya puskesmas melaksanakan
pemberdayaan kepada masyarakat untuk mencegah penyakit dan
meningkatkan kesehatan setiap individu, keluarga serta lingkungannya
secara mandiri dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber
masyarakat.
Berdasarkan Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan, strategi
dasar utama Promosi Kesehatan adalah (1) Pemberdayaan, (2) Bina
Suasana,(3) Advokasi , serta dijiwai semangat (4) Kemitraan.
(1) Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menumbuhkan dan
meningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan individu,
keluarga dan masyarakat untuk mencegah penyakit, meningkatkan
kesehatannya, menciptakan lingkungan sehat serta berperan aktif
dalam penyelenggaraan setiap upaya kesehatan.
a. Pemberdayaan Individu
Dilakukan oleh setiap petugas kesehatan terhadap individu-
individu yang datang memanfaatkan pelayanan puskesmas.
Tujuannya memperkenalkan prilaku baru kepada bindividu yang
mungkin mengubah prilaku yang selama ini dipraktikkan oleh
individu .
Misalnya :
 Setiap ibu yang telah mendapat pelayanan pengobatan untuk
anak balitanya,dapat disampaikan tentang manfaat
menimbang anak balita secara berkala untuk mengetahui
perkembangan dan pertumbuhan anak balitanya.
 Ibu yang dikunjungi ke rumahnya oleh petugas puskesmas,
yang berhenti memeriksakan kandungannya ke Puskesmas.
Metode yang digunakan dapat berupa pilihan atau kombinasi dari
dialog, demonstrasi, konseling, dan bimbingan. Demikian pula
media komunikasi yang digunakan dapat berupa pilihan atau
kombinasi dari lembar balik, leaflet, gambar/foto ( poster ) atau
media lain yang mudah dibawa untuk kunjungan rumah.

b. Pemberdayaan Keluarga
Dilakukan oleh petugas puskesmas yang melaksanakan
kunjungan rumah terhadap keluarga yaitu keluarga dari individu
pengunjung Puskesmas atau keluarga-keluarga yang berada di
wilayah kerja Puskesmas. Tujuan dari Pemberdayaan keluarga ini
juga untuk memperkenalkan prilaku baru yang mungkin
mengubah perilaku yang selama ini dipraktikkan oleh keluarga
tersebut.
Perilaku baru misalnya prilaku buang air ke jamban, konsumsi
garam beryodium, memelihara TOGA, menguras bak mandi,
menutup persediaan air, mengubur benda-benda buangan yang
menampung air, konsumsi makanan berserat ( buah dan Sayur )
Pemberian informasi tentang prilaku yang diperkenalkan seperti
tersebut diatas perlu dilakukan secara sistematis agar anggota-
anggota keluarga yang dikunjungi oleh petugas Puskesmas dapat
menerima dari tahap tahu menjadi mau dan mampu
melaksanakan .
Metode dan media komunikasi yang digunakan untuk
Pemberdayaan keluarga dapat berupa pilihan atau kombinasi
antara lain dari dialog, demonstrasi, konseling, dan bimbingan.
Demikian pula media komunikasi yang digunakan dapat berupa
pilihan atau kombinasi dari lembar balik, leaflet, gambar/foto (
poster ) atau media lain yang mudah dibawa untuk kunjungan
rumah.
c. Pemberdayaan Masyarakat
Dilakukan oleh Petugas Puskesmas yang merupakan penggerakan
atau pengorganisasian masyarakat, kegiatan ini diawali dengan
membantu kelompok masyarakat yang mengenali masalah-
masalah yang mengganggu kesehatan sehingga masalah tersebut
menjadi masalah bersama, kemudian masalah tersebut
dimusyawarahkan untuk dipecahkan secara bersama.
Beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh Puskesmas
berwujud UKBM seperti Posyandu, POD, Panti Pemulihan Gizi,
Kadarzi, Dokcil, SBH, Poskestren dll.
Disamping itu Puskesmas juga berfungsi sebagai Pusat penggerak
Pembangunan berwawasan kesehatan yaitu :
a. Menggerakkan Lintas Sektor dan dunia usaha di wilayah
kerjanya agar menyelenggarakan Pembangunan yang
berwawasan kesehatan.
b. Memantau dan melaporkan secaqra aktif dampak kesehatan
dan penyelenggaraan setiap program pembangunan diwilayah
kerjanya.
c. Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan
penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan dan pemulihan.

Ketiga hal tersebut bertujuan untuk mendorong LS/LSM/Dunia


swasta untuk membantu pelayanan promosi kesehatan melalui
bantuan dana, sarana, metode yang dimilikinya dan diutamakan
pada sasaran yang tepat.
Manfaat melakukan promosi kesehatan di rumah tangga adalah
anggota keluarga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit,
produktifitas keluarga meningkat serta pengeluaran biaya akibat
gangguan kesehatan dapat dialokasikan untukpemenuhan gizi
keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk peningkatan
pendapatan.
Selain itu masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat,
mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, memanfaatkan
pelayanan kesehatan yang ada, mempu mengembangkan upaya
kesehatan bersumber daya masyarakat seperti posyandu, tabulin
dll.
Manfaat bagi Pemerintah juga sangat besar yaitu peningkatan
kinerja dan citra pemerintah, alokasi biaya penanganan masalah
kesehatan dapat dialihkan untuk pengembangan lingkungan sehat
serta penyediaan sarana kesehatan yang merata dan bermutu.
(2) Bina Suasana
Merupakan upaya menciptakan suasana atau lingkungan sosial yang
mendorong individu, keluarga dan masyarakat untuk mencegah
penyakit dan meningkatkan kesehatannya serta menciptakan
lingkungan sehat dan berperan aktif dalam setiap upaya
penyelenggaraan kesehatan.
Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan apabila lingkungan sosialnya mendukung. Keluarga
atau orang yang mengantarkan pasien ke Puskesmas serta petugas
kesehatan mempunyai pengaruh untuk menciptakan lingkungan
yang kondusif atau mendukung opini yang positif terhadap perilaku
yang sedang diperkenalkan.
Oleh karena itu, metode yang tepat disini adalah penggunaan media,
seperti pembagian selebaran,pemasangan poster atau penayangan
video yang berkaitan dengan penyakit pasien. Dengan demikian,
mereka dapat membantu menyampaikan informasi yang diperoleh
kepada pasien.
(3) Advokasi
Merupakan upaya atau proses yang terencana untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (tokoh-tokoh
masyarakat informal dan formal) agar masyarakat di lingkungan
puskesmas berdaya untuk mencegah serta meningkatkan
kesehatannya serta menciptakan lingkungan sehat.
(4) Kemitraan
Dalam pemberdayaan, bina suasana dan advokasi, prinsip-prinsip
kemitraan harus ditegakkan. Kemitraan dikembangkan antara
petugas kesehatan Puskesmas dan sasarannya (pasien atau pihak
lain) dalam pelaksanaan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi.

2. Fasilitas dan Pendukung Pelayanan


(1) Metode dan Media
Metode komunikasi yang dilakukan harus memperhatikan kemasan
informasi, keadaan penerima informasi serta hal lain seperti ruang
dan waktu. Media atau sarana informasi juga harus dipilih mengikuti
metode yang telah ditetapkan, memperhatikan sasaran atau
penerima informasi. bila penerima informasi tidak bisa membaca
maka komunikasi tidak akan efektif jika digunakan media yang
penuh tulisan, atau bila penerima informasi hanya memiliki waktu
yang sangat dingkat, tidak akan efektif jika diberikan poster yang
memiliki kalimat yang panjang.
(2) Sumber Daya
Sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi
Kesehatan di Daerah disebutkan bahwa standar tenaga khusus
promosi kesehatan untuk puskesmas adalah sebagai berikut :
Kualifikasi Jumlah Kompetensi Umum
D 3 Kesehatan + 1 orang a. Membantu tenaga
minat & bakat di kesehatan lain
bidang promosi merancang
pemberdayaan
masyarakat
b. Melakukan bina
suasana dan advokasi

Sedangkan untuk standar sarana/peralatan promosi kesehatan


Puskesmas minimalnya adalah sebagai berikut :
No Jenis Sarana / Peralatan Jumlah
1. Flipchart dan stands 1 set
2. Overhead Projektor ( OHP ) 1 buah
3. Amplifier dan wireless microphone 1 set
4. Kamera Foto 1 buah
5. Megaphone/ Public address System 1 set
6. Portable generator 1 buah
7. Tape/cassette recorder/player 1 buah
8. Papan informasi 1 buah

3. Kegiatan Promosi Kesehatan di Dalam Gedung Puskesmas


Promosi kesehatan yang dilaksanakan di lingkungan dan gedung
puskesmas seperti di tempat pendaftaran, poliklinik, ruang perawatan,
laboratorium, kamar obat, tempat pembayaran dan halaman
puskesmas.
(1) Tempat Pendaftaran
Dapat dilakukan dengan penyebaran informasi melalui media seperti
poster, leaflet, selebaran yang dapat dipasang/diletakkan didepan
loket pendaftaran. Adapun jenis informasi yang disediakan yaitu :
a. Alur pelayanan puskesmas
b. Jenis pelayanan kesehatan
c. Denah poliklinik
d. Informasi masalah kesehatan yang menjadi isu pada saat itu
e. Peraturan kesehatan seperti dilarang merokok, dilarang meludah
sembarangan, membuang sampah pada tempatnya, daln lain-lain.
Memberikan salam kepada pengunjung puskesmas termasuk dari
kegiatan promosi karena sudah terjadi komunikasi awal yang
menimbulkan kesan yang baik.

(2) Poliklinik
Petugas kesehatan puskesmas yang melayani pasien meluangkan
waktunya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien
berkenaan dengan penyakitnya atau obat yang harus ditelannya.
Guna memudahkan pemberdayaan dalam pelayanan medis, harus
disediakan berbagai media (alat peraga) seperti misalnya lembar
balik, poster, gambar-gambar atau model-model anatomi, dan brosur
yang bisa dibawa pasien.
Pihak yang paling berpengaruh terhadap pasien rawat jalan adalah
orang yang mengantarkannya ke Puskesmas. Oleh karena itu,
khususnya di Ruang tunggu perlu dipasang media seperti poster,
selebaran yang berisi informasi tentang berbagai penyakit dan
pencegahannya.
(3) Ruang Pelayanan KIA & KB
Sebagian besar pengunjung adalah ibu-ibu dan balita yang tidak
sakit, yaitu ibu-ibu yang memeriksakan kehamilannya atau hendak
bersalin, atau mereka yang memerlukan pelayanan kontrasepsi. Oleh
karena itu perlu dipasang poster atau selebaran tentang berbagai
penyakit, khususnya yang menyerang bayi dan balita. Disamping itu,
tentang pentingnya memeriksakan kehamilan teratur, pentingnya
tablet Fe, imunisasi yang lengkapbagi bayi, pemberian ASI Eksklusif,
memantau tumbuh kembang balita, dan lain-lain.
(4) Laboratorium
Kesadaran yang ingin diciptakan dalam diri mereka adalah
pentingnya melakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu :
a. Bagi pasien untuk ketepatan diagnosis yang dilakukan dokter
b. Bagi pengunjung sehat lainnya yaitu untuk memantau kondisi
kesehatan, agar dapat diupayakan untuk tetap sehat.
Oleh karena itu, perlu dipasang poster dan leaflet yang dapat diambil
gratis.

(5) Ruang Pelayanan Obat


Kesadaran yang ingin diciptakan dalam diri mereka adalah terutama
tentang :
a. Manfaat obat generik dan keuntungan jika menggunakan obat
generik.
b. Kedisiplinan dan kesabaran dalam menggunakan obat sesuai
dengan petunjuk dokter.
c. Pentingnya memelihara Taman Obat Keluarga (TOGA) dalam
rangka memenuhi kebutuhan akan obat-obatan sederhana.
Selain dipasang poster dan disediakan lefalet tentang informasi
kesehatan, ditempat ruang ini dapat dioperasikan tape recorder yang
menyampaikan pesan-pesan tersebut.
(6) Klinik Khusus
Beberapa prinsip pemberian informasi melalui konseling kepada
pasien ;
a. Memberikan suasana gembira dan semangat hidup.
b. Menghargai pasien/klien sepenuh hati
c. Melihat pasien atau individu sebagai subyek
d. Mengembangkan dialog yang menyentuh perasaan
e. Memberikan keteladanan
(7) Halaman
a. Di tempat parkir, seperti Seruan Presiden tentang Kesehatan,
bahaya merokok, melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat,
dll
b. Di taman Puskesmas, bisa digunakan untuk menanam Tanaman
Obat Keluarga (TOGA)
c. Di dinding Puskesmas bisa dipasangkan poster-poster tentang
kesehatan
d. Di pagar pembatas Puskesmas, dapat dipasang spanduk-spanduk
untuk menggalakkan kampanye kesehatan, seperti kampanye Hari
Kesehatan Nasional, Kampanye Hari AIDS, dll.
e. Di kantin Puskesmas juga bisa ditampilkan pesan-pesan yang
berkaitan dengan konsumsi gizi seimbang, cara membaca sehat,
dll.
f. Di tempat ibadah, bisa disampaikan pesan-pesan yang berkaitan
dengan kesehatan jiwa (yang dikaitkan dengna perintah agama)
dan pentingnya menjaga kebersihan/kesehatan lingkungan.
Selain di tempat-tempat yang disebutkan diatas, di Puskesmas juga bisa
dilakukan penyuluhan di dalam gedung dengan memanfaatkan tape
recorder/ TV dengan DVD sebagai media penyuluhan. Tape recorder/ TV
dengan DVD bisa digunakan untuk memutar penyuluhan-penyuluhan
kesehatan sehingga semua orang yang ada di dalam gedung Puskesmas
akan mendengar penyuluhan yang sedang diputar. Selain itu,
penyuluhan juga bisa dilakukan oleh petugas langsung secara
bergantian menggunakan pengeras suara disaat pasien sedang ramai
menunggu antrian berobat.

4. Kegiatan Promosi Kesehatan di Luar Gedung Puskesmas


Promosi kesehatan di luar gedung adalah promosi kesehatan yang
dilakukan puskesmas di luar gedung puskesmas. Artinya promosi
kesehatan dilakukan untuk masyarakat yang berada di wilayah kerja
puskesmas.
Pelaksanaan promosi kesehatan di luar gedung dilakukan oleh
Puskesmas bekerjasama dengan berbagai pihak potensial lainnya, yaitu:
(1) Promosi Kesehatan melalui pendekatan individu
(2) Promosi Kesehatan melalui pendekatan kelompok ( Tim Penggerak
PKK, posyandu, karang taruna, majelis taklim, dan lain-lain)
(3) Promosi kesehatan melalui pendekatan organisasi massa (seperti
kelompok kesenian tradisional dan lain-lain)
(4) Penggerakkan dan pengorganisasian masyarakat.

Kerja sama yang dilakukan oleh Puskesmas dengan berbagai pihak


bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang sehat di wilayah kerja
Puskesmas. Sehat bukan hanya bebas dari penyakit fisik, karena
keluhan-keluhan yang dilontarkan seseorang kepada tenaga kesehatan
sangat dipengaruhi oleh hal-hal lain diluar gangguan fisiknya, seperti
mental emosional, sosial, dan ekonomi. Untuk mewujudkan masyarakat
sehat tidak bisa dilaksanakan oleh Pemerintah saja, tetapi juga dibantu
oleh Lembaga Swadaya Masyarakat.
Untuk mewujudkan Masyarakat Sehat, paradigma yang dipakai adalah
paradigma sehat (aku akan menjaga kesehatanku agar aku bisa
produktif bekerja), bukan paradigma sakit (bila aku sakit, maka aku
akan berobat). Prioritas program utama adalah Promotif dan preventif
(peningkatan derajat kesehatan dan pencegahan penyakit), bukan
kuratif (pengobatan).
Untuk mewujudkan Masyarakat Sehat, maka perlu diwujudkan
“Program Nagari Sehat” secara komprehensif. Program Nagari sehat
mempunyai standar – standar dan indikator. Dasar hukum Program
Nagari Sehat adalah :
1. Kepmendagri No. 650/174 Tahun 1998 Tentang Pembentukan
Kelompok Kerja Pembinaan Pelaksanaan Program Kabupaten/Kota
Sehat
2. Kepmendagri No. 650-185 Tahun 2002 Tentang Pembentukan
Kelompok Kerja Pembinaan Pelaksanaan Program Kabupaten/Kota
Sehat
3. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan
Nomor 34 Tahun 2005 dan Nomor 1138/MENKES/PB/VIII/2005
Tentang Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat.

Program Nagari Sehat


a. Pengertian Nagari Sehat
Nagari Sehat adalah suatu kondisi dari suatu wilayah yang bersih,
nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan
mengoptimalkan potensi di dalam masyarakat yang saling
mendukung melalui koordinasi Kelompok Kerja (Pokja) Nagari Sehat
dan difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan
masing-masing.
Kawasan sehat adalah suatu kondisi wilayah yang bersih, nyaman,
aman dan sehat bagi masyarakat, melalui peningkatan suatu
kawasan potensial dengan berbagai kegiatan yang terintegrasi yang
disepakati masyarakat, kelompok usaha dan pemerintah daerah.
Forum Kabupaten Sehat dan Forum Komunikasi Nagari Sehat adalah
wadah bagi masyarakat untuk berpartisipasi dan menyalurkan
aspirasinya. Di Kabupaten disebut Forum Kabupaten sehat atau
nama lain yang disepakati masyarakat. Forum Kabupaten Sehat
berperan menentukan arah, prioritas, dan perencanaan
pembangunan wilayahnya yang mengintegrasikan berbagai aspek,
sehingga dapat mewujudkan wilayah yang bersih, nyaman, aman dan
sehat untuk dihuni oleh warganya.Di K ecamatan disebut Forum
Komunikasi Nagari Sehat (FKNS) atau nama lain yang disepakati
masyarakat. FKNS mempunyai peran mengkoordinasikan,
mengintegrasikan, mensinkronkan dan mensimplikasikan perioritas,
perencanaan antara Nagari satu dengan Nagari lainnya di wilayah
Kecamatan yang dilakukan oleh masing-masing Pokja Nagari Sehat.
Kelompok Kerja (Pokja) Nagari Sehat adalah wadah bagi masyarakat
di nagari yang bergerak dibidang usaha ekonomi, sosial dan budaya,
dan kesehatan untuk menyalurkan aspirasinya dan berpartisipasi
dalam kegiatan yang disepakati mereka.

b. Tujuan Nagari Sehat


Tujuan Program Nagari Sehat pada dasarnya adalah tercapainya
kondisi Kabupaten, Kecamatan, dan Nagari untuk hidup dengan
bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni dan bekerja bagi
warganya dengan terlaksananya berbagai program-program
kesehatan dan sektor lain, sehingga dapat meningkatkan sarana dan
produktifitas dan perekonomian masyarakat.
c. Sasaran Nagari Sehat
1) Terlaksananya program kesehatan dan sektor terkait yang sinkron
dengan kebutuhan masyarakat, melalui perberdayaan Kelompok
Kerja (Pokja) yang disepakati masyarakat.
2) Terbentuknya Kelompok Kerja (Pokja) masyarakat yang mampu
menjalin kerjasama antar masyarakat, pemerintah Kecamatan,
Kabupaten, dan pihak swasta, serta dapat menampung aspirasi
masyarakat dan kebijakan pemerintah secara seimbang dan
berkelanjutan dalam mewujutkan sinergi pembangunan yang
baik.
3) Terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik, sosial
budaya, perilaku, dan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan
secara adil, merata dan terjangkau dengan memaksimalkan
seluruh potensi sumber daya di Nagari tersebut secara mandiri.
4) Terwujudnya kondisi yang kondusif bagi masyarakat untuk
meningkatkan produktifitas masyarakatnya sehingga mampu
meningkatkan kehidupan dan penghidupan masyarakat menjadi
lebih baik.
d. Ciri-ciri Nagari Sehat
(1) Program Nagari Sehat dilaksanakan dengan menempatkan
masyarakat sebagai pelaku melalui pembentukan Kelompok
Kerja(Pokja) yang disepakati masyarakat dengan dukungan
pemerintah daerah dan mendapatkan fasilitasi dari sektor terkait
melalui program yang telah direncanakan.
(2) Pendekatan tergantung permasalahan yang dihadapi
(3) Berasal dari kebutuhan masyarakat, dikelola oleh masayarakat,
sedangkan pemerintah sebagai fasilitator.
(4) Mengutamakan proses, tapi tetap punya target – target antara,
tidak mempunyai batas waktu, berkembang sesuai sasaran yang
diinginkan masyarakat.
(5) Menyelenggarakan semua program yang menjadi permasalahan di
Nagari, secara bertahap, dimulai dengan kegiatan yang menjadi
prioritas bagi masyarakat di Nagari didasarkan kesepakatan dari
masyarakat (Toma, LSM setempat).
(6) Perencanaan yang disusun juga merupakan Master Plan Nagari.
(7) Perlu komitmen kuat dari Pemerintah Kabupaten yang merupakan
partner kunci pelaksanaan kegiatan
(8) Dalam pelaksanaan kegiatan harus terintegrasi kondisi fisik,
geografis, dan budaya setempat.
(9) Setiap Desa menetapkan tatanan potensial sebagai entry point“
yang dimulai dengan kegiatan sederhana yang disepakati
masyarakat”, kemudian berkembang dalam aspek yang lebih luas,
menuju Nagari Sehat.
(10) Kesepakatan tentang pilihan tatanan Naagri Sehat dengan
kegiatan yang menjadi pilihan serta jenis dan besaran
indikatornya ditetapkan oleh Kelompok Kerja.
(11) Program-program yang belum menjadi pilihan masyarakat
diselenggarakan secara rutin oleh masing-masing sektor dan
secara bertahap program-program tersebut disosialisasikan secara
intensif kepada masyarakat dan sektor terkait melalui pertemuan-
pertemuan yang diselenggarakan oleh Kelompok Kerja.
(12) Pelaksanaan kegiatan Nagari Sehat sepenuhnya dibiayai dan
dilaksanakan oleh Nagari yang bersangkutan bekerjasama dengan
sektor terkait.
(13) Evaluasi kegiatan Nagari Sehat dilakukan oleh
Pemerintahan Nagari bersama Pokja, pemerintah daerah, LSM,
dan para pelaku pembangunan lainnya.
e. Strategi
(1) Melibatkan semua potensi yang ada di masyarakat untuk terlibat
dalam Pokja, sebagai penggerak kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan.
(2) Pokja didampingi oleh sektor tekhnis sesuai dengan potensi
tatanan sehat, dengan melakukan advokasi kepada penentu
kebijakan.
(3) Mengembangkan kegiatan yang sesuai dengann visi dan misi
potensi Nagari dengan berbagai simbol, motto, dan semboyan yang
dipahami dan memberikan rasa kebanggaan bagi warganya.
(4) Mengembangkan informasi dan promosi yang tepat sesuai dengan
kondisi setempat baik berupa media tradisional,media cetak,
elektronik, dan melalui internet.
(5) Meningkatkan potensi ekonomi Nagari dengan kegiatan yang
menjadi kesepakatan masyarakat.
(6) Menjalin kerjasama antar Pokja yang melaksanakan program
Nagari Sehat.

f. Tatanan Nagari Sehat


(1) Kawasan Permukiman, Sarana dan Prasarana Umum Sehat.
(2) Kawasan Sarana Lalu Lintas Tertib & Pelayanan Transportasi
Sehat.
(3) Kawasan Industri & Perkantoran yang Sehat.
(4) Kawasan Kawasan Pariwisata Sehat.
(5) Kawasan Pertambangan Sehat.
(6) Kawasan Hutan Sehat.
(7) Kehidupan Masyarakat Sehat yang Mandiri.
(8) Ketahanan Pangan dan Gizi.
(9) Kehidupan Sosial yang Sehat.

UPTD Puskesmas Rimbo Data melalui Promosi Kesehatan juga ikut


berperan aktif dalam meningkatkan peran serta kelompok-kelompok
masyarakat untuk menciptakan Nagari Sehat. Adapun pendekatan yang
dilakukan oleh UPTD Puskesmas Rimbo Data adalah melalui :

1. Posyandu Balita
Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan Bersumber
Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh
untuk dan bersama masyarakat dalam menyelenggarakan
pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan
memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka
kematian ibu dan bayi.

Tujuan Posyandu :
a. Menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia melalui upaya
pemberdayaan masyarakat.
b. Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI
dan AKB.
c. Meningkatkan peran lintas sektor dalam penyelenggaraan Posyandu
terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
d. Meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar,
terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

Sasaran Posyandu :

a. Bayi
b. Anak Balita
c. Ibu hamil, melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui
d. Pasangan Usia subur (PUS)

Fungsi Posyandu :

a. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam memberikan


informasi dan keterampilan dari petugas kepada masyarakat dan
antar sesama masyarakat dalam rangka mempercepat penurunan
AKI dan AKB
b. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar
terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB

Manfaat Posyandu :

a. Bagi Masyarakat
 Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan
pelayanan kesehatan dasar terutama berkaitan dengan
penurunan AKI dan AKB
 Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan
masalah kesehatan terutama terkait dengan kesehatan ibu dan
anak
 Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan sektor
lain terkait
b. Bagi Kader,Pengurus Posyandu dan Tokoh Masyarakat
 Mendapatkan informasi terdahulu tentang upaya kesehatan
yang terkait dengan AKI dan AKB
 Dapat mewujudkan aktualitas dirinya dalam membantu
masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan.
c. Bagi Puskesmas
 Optimalisasi fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat, upaya pelayanan kesehatan strata pertama
 Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam memecahkan
masalah kesehatan sesuai dengan kondisi setempat.
 Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan dana melalui
pemberian pelayanan secara terpadu.
d. Bagi Sektor Lain
 Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan
masalah sektor terkait.
 Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara
terpadu sesuai dengan tupoksi masing-masing sektor lain

UPTD Puskesmas Rimbo Data memiliki 7 Posyandu yang


berdasarkan tingkat perkembangannya masih berstatus madya.

Adapun Posyandu yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas


Rimbo Data adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2
Nama Posyandu di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Rimbo Data
Tahun 2018
No Nama Posyandu Jorong Nagari
1 Danau Indah Panang Tanjung Balik
2 Anggrek Panang Tanjung Balik
3 Mawar Kulangan Tanjung Balik
4 Teratai Koto Lamo Tanjung Balik
5 Aksi Pasa Buyuh Tanjung Pauh
6 Melati Koto Lamo Tanjung Pauh
7 Kasih Ibu Pulau Panjang Tanjung Pauh

Kegiatan yang dilaksanakan di Posyandu di wilayah kerja UPTD


Puskesmas Rimbo Data terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan
pengembangan/pilihan. Kegiatan utama yang dilakukan di Posyandu
meliputi :
1) Pelayanan kesehatan untuk Ibu dan Anak (KIA).
2) Keluarga Berencana
3) Imunisasi
4) Gizi
5) Pencegahan dan penanggulangan Diare
Kegiatan pengembangan yang dilakukan di posyandu adalah :
1) Bina Keluarga Balita
2) Penemuan dini dan pengamatan penyakit Potensial Kejadian Luar
biasa (KLB), misalnya : ISPA, DBD, gizi buruk, polio, dan lain-lain.
3) Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD)
4) Program pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan
pekarangan, malalui tanaman obat keluarga (TOGA).

2. Posyandu Lansia
Umur Harapan hidup di Indonesia meningkat dari 68,6 th (2004)
menjadi 69,8 th (2010) (BPS) dan menjadi 70,8 th (2015), dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 72,2 th (2030-2035). Salah satu
permasalahan yang sangat mendasar pada lanjut usia adalah masalah
kesehatan sehingga diperlukan pembinaan kesehatan pada kelompok
pra lanjut usia dan lanjut usia, bahkan sejak usia dini.
Tujuan umum Kebijakan Program Kesehatan Lanjut Usia adalah untuk
meningkatkan derajat kesehatan lansia untuk mencapai lansia yang
sehat, mandiri, aktif, produktif dan berdaya guna bagi keluarga dan
masyarakat. Tujuan khususnya adalah :
1) Meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan santun
Lansia
2) Meningkatnya koordinasi Lintas program, Lintas Sektor, organisasi
profesi, organisasi masyarakat dan pihak terkait.
3) Meningkatnya ketersediaan data dan informasi di bidang kesehatan
lansia.
4) Meningkatnya peran serta dan pemberdayaan keluarga,masyarkat
dan lansia dalam upaya peningkatan kesehatan lansia
5) Meningkatnya peran serta Lansia dalam upaya peningkatan
kesehatan keluarga dan masyarakat

Adapun Prinsip Pelayanan Kesehatan Lansia :

1) Menjadi Lansia sehat adalah hak asasi setiap manusia


2) Pelayanan Kesehatan Primer adalah ujung tombak untuk
tercapainya Lansia sehat yang didukung oleh pelayanan rujukan
yang berkualitas
3) Partisipasi lansia perlu diupayakan dalam setiap kegiatan baik
dikeluarga maupun masyarakat berupa kegiatan sosial ekonoomi
sesuai dengan kemampuan, minat dan kondisi kesehatannya
4) Pelayanan bagi lansia diupayakan secara lintas disiplin dan lintas
sektor
5) Pelayanan bagi lansia perlu dilaksanakan dengan memperhatikan
gender dan kesamaan hak.

Posyandu Lansia adalah suatu wadah pelayanan lanjut usia di


masyarakat dimana proses pembentukan dan pelaksanaannya
dilakukan oleh masyarakat berdasarkan inisiatif dan kebutuhan
masyarakat itu sendiridan dilaksanakan bersama oleh masyarakat,
kader, lembaga swadaya masyarakat, lintas sektor, swasta dan
organisasi sosial menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif.
Adapun jenis pelayanan yang diberikan
1) Pelayanan kesehatan
2) Pemberian Makanan Tambahan
3) Kegiatan olah raga
4) Kegiatan non kesehatan dibawah bimbingan sektor lain
5) Perawatan lanjut usia di kelompok.

3. Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM)

Peningkatan prevalensi PTM menjadi ancaman yang serius dalam


pembangunan di bidang kesehatan karena mengancam pertumbuhan
ekonomi nasional. Oleh karena itu, upaya pengendalian PTM ditekankan
pada upaya mencegah masyarakat yang sehat agar tidak jatuh ke fase
berisiko atau menjadi sakit berkomplikasi.
Agar upaya tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan partisipasi
masyarakat sehingga dikembangkanlah suatu model pengendalian PTM
yang berbasis masyarakat yaitu Posbindu PTM.

Posbindu PTM merupakan kegiatan secara terintegrasi untuk mencegah


dan mengendalikan faktor resiko PTM berbasis masyarakat sesuai
sumber daya dan kebiasaan masyarakat. Kegiatan mencakup deteksi
dini dan tindak lanjut terhadap faktor risiko PTM serta upaya promosi
kesehatan melalui berbagai kelompok masyarakat dan pemangku
kepentingan terutama dalam tatanan Nagari Sehat.

Pelaksana kegiatan deteksi dini dan tindak lanjut faktor resiko PTM
adalah anggota masyarakat itu sendiri, yaitu Kader Posbindu PTM dan
dibina oleh Puskesmas.

Jenis kegiatan yang dilaksanakan di Posbindu PTM meliputi :

1) Kegiatan penggalian informasi faktor resiko dengan wawancara


sederhana tentang riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta,
aktivitas fisik, merokok, kurang makan sayur dan buah, serta
informasi lainnya.
2) Kegiatan pengukuran IMT, lingkar perut, serta analisa lemak tubuh
dilakukan 1 kali dalam sebulan.
3) Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1
bulan satu kali.
4) Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit
diselenggarakan tiga tahu tahun sekali dan bagi yang sudah
mempunyai faktor resiko PTM atau penyandang diabetes
mellituspaling sedikit satu tahun sekali.
5) Kegiatan pmeriksaan kolesterol total darah dan trigliserida bagi yang
sehat dilakukan 6 bulan – 1 tahun sekali, bagi yang memiliki faktor
resiko 1 – 3 bulan sekali.
6) Kegiatan pemeriksaan IVA dilakukan minimal 5 tahun sekali
7) Kegiatan konseling dan penyuluhan harus dilakukan setiap
Posbindu PTM diselenggarakan.
8) Kagiatan aktifitas fisik atau olahraga dilakukan setiap minggu.
9) Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya.
UPTD Puskesmas Rimbo Data sudah memiliki 4 Posbindu PTM di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Rimbo Data, yaitu :
1) Posbindu Tanjung Balik
2) Posbindu Tanjung Pauh
3) Posbindu Pendidikan
4) Posbindu Timbangan

4. Pos Usaha Kesehatan Kerja (Pos UKK)


Pos UKK adalah bentuk pemberdayaan masyarakat di kelompok pekerja
informal utamanya di upaya promotif, preventif untuk melindungi
pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan dan
pengaruh buruk yang diakibatkan oleh bekerja. Prinsip Pos UKK adalah
dari, oleh, untuk kelompok pekerja informal di masyarakat.
Pos UKK dilaksakan oleh kader yang berasal dan dipilih oleh masyarakat
pekerja dan sudah dilatih oleh Petugas Puskesmas.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Kader Pos UKK :
1) Mempersiapkan dan melaksankan pertemuan tingkat desa
2) Mempersiapkan dan melaksanakan serta membahas Survey Mawas
Diri bersama Petugas Puskesmas serta Lembaga Masyarakat Desa.
3) Menyajikan hasil SMD dalam kelompok pekerja di desa dalam MMD
4) Menentukan masalah dan kebutuhan kesehatan kerja.
5) Menentukan lokasi Pos UKK
6) Membuat perencanaan upaya kesehatan kerja
7) Kegiatan penyuluhan peningkatan kesehatan kerja dan pencegahan
penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja
8) Memberikan pertolongan pertama pada penyakit dan kecelakaan
akibat kerja
9) Merujuk penderita yang memerlukan perawatan lebih lanjut ke
Puskesmas
10) Kegiatan Pencatatan dan pelaporan
11) Membina hubungan baik dengan pekerja binaannya, LMD, Petugas
PPL dan Petugas Puskesmas
12) Mengelola keuangan Pos UKK
13) Membina kemampuan diri.

5. Usaha Kesehatan Sekolah


Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah upaya membina dan
mengembangkan kebiasaan hidup sehat yang dilakukan secara terpadu
melalui program pendidikan dan pelayanan kesehatan di sekolah,
perguruan agama serta usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka
pembinaan dan pemeliharaan kesehatan di lingkungan sekolah.

Alasan Perlunya Upaya Kesehatan Sekolah:


1) Anak usia sekolah merupakan kelompok umur yang rawan terhadap
masalah kesehatan.
2) Usia sekolah sangat peka untuk menanamkan pengertian dan
kebiasaan hidup sehat.
3) Sekolah merupakan institusi masyarakat yang terorganisasi dengan
baik.
4) Keadaan kesehatan anak sekolah akan sangat berpengaruh
terhadap prestasi belajar yang dicapai.
5) Anak sekolah merupakan kelompok terbesar dari kelompok usia
anak-anak yang menerapkan wajib belajar.
6) Pendidikan kesehatan melalui anak-anak Sekolah sangat efektif
untuk merubah perilaku dan kebisaan ibu sehat umumnya.

Tujuan Khusus

Untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan meningkatkan derajat


kesehatan peserta didik yang mencakup:

1) Menurunkan angka kesakitan anak sekolah


2) Meningkatkan kesehatan peserta didik baik fisik, mental maupun
sosial.
3) Agar peserta didik memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan
untuk melaksanakan prinsip-prinsip hidup sehat serta
berpartisipasi aktif dalam usaha peningkatan kesehatan di sekolah.
4) Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan terhadap anak
sekolah.
5) Meningkatkan daya tangkal dan daya hayat terhadap pengaruh
buruk narkotika, rokok, alkohol dan Obat berbahaya lainnya.

Sasaran Pembinaan UKS


1) peserta didik
2) pembina UKS (teknis dan nonteknis)
3) sarana dan prasarana pendidikan kesehatan dan pelayanan
kesehatan lingkungan sekolah.

Ruang Lingkup Kegiatan UKS


Kegiatan utama usaha kesehatan sekolah disebut dengan Trias UKS,
yang terdiri dari:
1) Pendidikan kesehatan
2) Pelayanan kesehatan
3) Pembinaan lingkungan sekolah yang sehat.

Pembina UKS
Pembinaan program UKS, pada tingkat Kabupaten dan Kecamatan
dibentuk dengan membentuk tim pembina usaha kesehatan sekolah
(TPUKS). Beberapa kegiatan TPUKS tersebut antara lain meliputi:
1) Pembinaan sarana keteladanan gizi, seperti kantin sekolah.
2) Pembinaan sarana keteladanan lingkungan, seperti pemeliharaan
dan pengawasan pengelolaan sampah, SPAL, WC dan kamar mandi,
kebersihan kantin sekolah, ruang UKS dan ruang kelas, usaha
mencegah pengendalian vektor penyakit.
3) Pembinaan personal higiene peserta didik dengan pemeriksaan rutin
kebersihan kuku, telinga, rambut, gigi, serta dengan mengajarkan
cara gosok gigi yang benar.
4) Pengembangan kemampuan peserta didik untuk berperan aktif
dalam pelayanan kesehatan antara lain dalam bentuk kader
kesehatan sekolah dan dokter kecil
5) Penjaringan kesehatan peserta didik baru
6) Pemeriksaan kesehatan secara periodik
7) Imunisasi, pengawasan sanitasi air, usaha P3K di sekolah
8) Rujukan medik, penanganan kasus anemia
9) Forum komunikasi terpadu dan pencatatan dan pelaporan
Pelaksana program UKS antara lain meliputi guru UKS, peserta
didik, Tim UKS Puskesmas, serta masyarakat sekolah (komite sekolah).
Pada tingkat Puskesmas, dengan seorang koordinator pelaksana terdiri
dari dokter, perawat, petugas imunisasi, pelaksana gizi, serta sanitarian.

Prinsip-prinsip pengelolaan UKS :


1) Mengikutsertakan peran serta masyarakat sekolah, yang antara lain
meliputi guru, peserta didik, karyawan sekolah, Komite Sekolah
(orang tua murid).
2) Kegiatan yang terintegrasi, dengan pelayanan kesehatan menyeluruh
yang menyangkut segala upaya kesehatan pokok puskesmas sebagai
satu kesatuan yang utuh dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan peserta didik.
3) Melaksanakan rujukan, dengan mengatasi masalah kesehatan yang
tak dapat diatasi di sekolah ke fasilitas kesehatan seperti Puskesmas
atau rumah sakit.
4) Kolaborasi tim, dengan melibatkan kerja sama lintas sektoral dengan
pembagian tugas pokok dan fungsi yang jelas

Kegiatan-kegiatan UKS
Kegiatan UKS meliputi antara lain :
1) Pemeriksaan kesehatan (kehatan gigi dan mulut, mata telinga dan
tenggerokan, kulit dan rambut),
Kegiatan UKGS ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu:
g. Tahap I ( Paket Minimal)
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang belum
terjangkau oleh tenaga dan fasilitas kesehatan gigi yang ada di
puskesmas. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini berupa:
 Pendidikan /penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang
dilakukan oleh guru sesuai dengan kurikulum dari Departemen
Pendidikan Nasional.
 Pencegahan penyakit gigi dan mulut berupa kegiatan bimbingan
pelihara diri bagi murid, minimal untuk kelas I, II dan III, berupa
sikat gigi massal dengan memakai pasta gigi yang mengandung
fluor minimal 1 kali dalam sebulan.
 Rujukan kesehatan gigi dan mulut bagi yang memerlukan.
h. Tahap II ( Paket Standart)
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang sudah
terjangkau oleh tenaga kesehatan, sedangkan fasilitas kesehatan gigi
puskesmas masih terbatas. Kegiatan yang dilakukan pada tahap II ini
berupa :
 Pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan
gigi (terintegrasi)
 Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut oleh guru
sesuai dengan kurikulum.
 Pencegahan penyakit gigi dan mulut minimal untuk murid kelas I,
II dan III berupa sikat gigi massal dengan memakai pasta gigi yang
mengandung fluor minimal 1 kali dalam sebulan dam
pembersihan karang gigi.
 Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I SD diikuti
pencabutan gigi susu yang telah waktunya lepas/tanggal dan
pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit.
 Pelayanan medis gigi dasar bagi murid yang membutuhkan
perawatan.
 Rujukan bagi yang memerlukan.
i. Tahap III (Paket Optimal)
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang sudah
terjangkau oleh tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan gigi yang
dimiliki puskesmas sudah memadai. Adapun kegiatan yang dilakukan
pada tahap ini berupa :
 Pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan
gigi (terintegrasi)
 Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut sesuai
dengan kurikulum.
 Pencegahan penyakit gigi dan mulut minimal untik kelas I, II dan
III berupa sikat gigi massal dengan memakai pasta gigi yang
mengandung fluor minimal 1 kali dalam sebulan dan pembersihan
karang gigi.
 Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I diikuti
pencabutan gigi susu yang telah waktunya tanggal/lepas.
 Pelayanan medis gigi dasar atas permintaan dari murid kelas I
sampai dengan kelas VI.
 Pelayanan medis gigi dasar pada murid kelas terpilih/selektif
sesuai kebutuhan.
 Rujukan bagi yang memerlukan.
Selain 3 tahapan diatas, cakupan pelaksanaan UKGS dalan
ketentuan Depkes RI tahun 2000 juga dijelaskan bahwa :
1. Frekwensi pembinaan petugas UKGS ke SD minmal 2 kali dalam
setahun.
2. Minimal 75 % murid SD mendapatkan pemeriksaan kesehatan gigi
dan mulut.
3. Minimal 80 % murid SD mendapatkan perawatan medis gigi dasar
dari seluruh murid SD yang telah terjaring untuk mendapatkan
perawatan lanjutan.
Kegiatan UKGS dilaporkan dengan menggunakan variabel
kegiatan sebagai berikut :
1. Jumlah murid SD kelas I, II dan III yang mendapat DHE
2. Jumlah murid kelas I, II dan III yang melaksanakan sikat gigi
massal dengan pasta gigi yang mengandung fluor.
3. Jumlah guru atau dokter kecil yang mendapat pelatihan UKGS.
4. Jumlah murid kelas I yang dilakukan penjaringan kesehatan.
5. Jumlah murid kelas I yang dicabut giginya yang sudah waktunya
tanggal.
6. Jumlah yang mendapatkan pengobatan darurat dari guru.
7. Jumlah yang kelas I sampai kelas VI yang mendapat DHE.
8. Jumlah murid kelas I dan II yang yang mendapat surface
protection.
9. Jumlah murid kelas I sampai kelas VI yang mendapatkan
pelayanan medik gigi dasar atas permintaan.
Semua data kegiatan dapat ditampilkan dengan menggunakan
diagram batang, dan kegiatan ini didokumentasikan melalui foto-foto
kegiatan dan rekaman video
2) Pemeriksaan perkembangan kecerdasan,
3) Pemberian imunisasi,
4) Penemuan kasus-kasus dini,
5) Pengobatan sederhana,
6) Pertolongan pertama.
7) Rujukan

6. Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM)


Kwalitas pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh fasilitas
pelayanan kesehatan dan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan yang ada didalamnya.Dalam rangka meningktkan
derajat kesehatan gigi masyarakat Indonesia, dokter gigi diharapkan
dapat memberikan semua jenis pelayanan yang sesuai dengan
kompetensinya.
Berdasarkan undang-undang no: 36 tahun 2009 tentang
kesehatan, pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam
bentuk peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi,
pengobatan penyakit gigi dan pemulihan kesehatan gigi yang
dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan.
Salah satu tindakan yang dilakukan untuk pengembangan
kesehatan gigi dan mulut adalah Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat
(UKGM)
1) Manfaat yang dapat diambil dari kegiatan UKGM
2) Meningkatnya derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat
3) Meningkatnya pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut
masyarakat
4) Meningkatnya sikap/kebiasaan pemeliharaan sehehatan gigi dan
mulut
5) Ibu hamil dan masyarakat mendapatkan pelayanan medis gigi dasar.

Kegiatan UKGMD meliputi:


1) Kegiatan promotif meliputi: Upaya promotif dilakukan dengan
pelatihan kader UKGMD dan petugas kesehatan dalam bidang
kesehatan gigi serta pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan
mulut .
2) Kegiatan preventif meliputi: pemeriksaan dan sosialisasi cara
menyikat gigi yang baik dan benar.
Bentuk kegiatan UKGMD adalah penyuluhan dan pemeriksaan
gigi kepada seluruh sasaran, mempraktekkan cara menyikat gigi yang
benar pada balita. Kegiatan UKGMD dapat dilaksanakan secara
terintegrasi dengan kegiatan kelas ibu balita, kelas ibu hamil, kegiatan
posyandu,posyandu lansia, kegiatan DDTK, puskesmas keliling,
posbindu. Cakupan pelayanan kegiatan UKGMD meliputi :
1) Jumlah ibu hamil dengan kelainan gigi dan mulut.
2) Jumlah ibu hamil yang dirujuk.
3) Jumlah ibu hamil yang mendapat perawatan.
4) Jumlah balita yang bebas karies.
5) Jumlah balita yang dirujuk.
6) Jumlah balita yang mendapat perawatan.
7) Jumlah penduduk yang dirujuk kader.
8) Jumlah penduduk yang mendapatkan pengobatan sederhana.
9) Jumlah kunjungan petugas untuk pembinaan.
Laporan kegiatan UKGMD bersifat kumulatif, dan data dapat
ditampilkan dengan digram batang. Semua kegiatan dapat
didokumentasikan melalui audio visual atau visual saja.
7. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
Menurut Wordl Health Organization (WHO) yang termasuk
edalam kelompok remaja adalah mereka yang berusia 10-19 tahun, dan
secara demografis kelompok remaja dibagi menjadi kelompok usia 10-14
tahun dan kelompok usia 15-19 tahun. Sementara Undang-Undang
No.23 tentang Perlindungan Anak mengelompokkan setiap orang yang
berusia sampai dengan 18 tahun sebagai ‘anak’, sehingga berdasarkan
Undang-Undang ini sebagian besar remaja termasuk dalam kelompok
anak.
Berdasarkan undang-undang No.23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak bahwa sasaran pengguna layanan PKPR adalah
kelompok remaja usia 10 – 18 tahun. Waluaupun demikian mengingat
batasan usia remaja menurut WHO adalah 10-19 tahun, maka
Kementerian Kesehatan menetapkan sasaran pengguna layanan PKPR
meliputi remaja berusia 1-10 sampai 19 tahun,tanpa memandang status
pernikahan.
Fokus sasaran layanan puskesmas PKPR adalah berbegai
kelompok remaja, antara lain :
1) Remaja di sekolah : sekolah umum, madrasah, pesantren, sekolah
luar biasa
2) Remaja diluar sekolah : karang taruna, saka bakti husada, palang
merah remaja, panti yatim piatu/rehabilitasi, kelompok belajar
mengajar, organisasi remaja, rumah singgah, kelompok
keagamaan.
3) Remaja putri sebagai calon ibu dan remaja hamil tanpa
mempermasalahkan status pernikahan.
4) Remaja yang rentan terhadap penularan HIV, remaja yang sudah
terinfeksi HIV, remaja yang terkena dampak HIV/AIDS, remaja
yang menjadi yatim/piatu terkena AIDS.
5) Remaja yang berkebutuhan khusus, yang meliputi kelompok
remaja sebagai berikut :
 Korban kekerasan, korban traficking, korban eksploitasi
seksual
 Penyandang cacat, di lembaga pemasyarakatan (LAPAS),
anak jalanan, dan remaja pekerja.
 Di daerah konflik (pengungsian), dan diaerah terpencil.
Paket pelayanan remaja yang sesuai dengan kebutuhan meliputi
palayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang harus
diberikan secara komprehensif di semua tempat yang akan melakukan
pelayanan remaja dengan pendekatan PKPR. Intervensi meliputi :
1) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja (meliputi infeksi manular
seksual/IMS, HIV&AIDS) termasuk seksualitas dan pubertas.
2) Pencegahan dan penanggulangan kehamilan pada remaja
3) Pelayanan gizi (anemia, kekurangan dan kelebihan gizi) termasuk
konseling dan adukasi
4) Tumbuh kembang remaja
5) Skrining status TT pada remaja
6) Pelayanan kesehatan jiwa remaja, meliputi : masalah psikososial,
gangguan jiwa, dan kualitas hidup.
7) Pencegahan dan penggulangan NAPZA
8) Deteksi dan penanganan kekerasan terhadap remaja
9) Deteksi dan penanganan tuberkulosis
10) Deteksi dan penanganan kecacingan.

C. Tatalaksana Upaya Kesehatan Ibu dan Anak & Keluarga Berencana


Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan
meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan
efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada
kegiatan pokok sebagai berikut :
1. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh
ibu hamil di semua fasilitas kesehatan.
2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
kompeten diarahkan ke fasilitas kesehatan.
3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di
semua fasilitas kesehatan.
4. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di
semua fasilitas kesehatan ataupun melalui kunjungan rumah.
5. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan
dan neonatus oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
6. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus
secara adekuat dan pengamatan secara terus-menerus oleh
tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
7. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai
standar di semua fasilitas kesehatan.
8. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita
sesuai standar di semua fasilitas kesehatan.
9. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.

3.2.1 Pelayanan Antenatal


Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan
sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam
Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai
standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan
kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta
intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam
pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi
Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Test laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan
dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan
golongan darah, hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa.
Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau
kelompok ber-risiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B,
HIV, Sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan
antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan
serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi
pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan,
dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan
sebagai berikut :
 Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
 Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
 Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan
untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini
faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan
pelayanan antenatal kepada Ibu hamil adalah : dokter spesialis
kebidanan, dokter, bidan dan perawat.
3.2.2. Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah
pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan di lapangan, masih
terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan
dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu
secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga
kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan
kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
1. Pencegahan infeksi
2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
3. Manajemen aktif kala III
4. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan
yang lebih tinggi.
5. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
6. Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan
pelayanan pertolongan persalinan adalah : dokter spesialis
kebidanan, dokter dan bidan.

3.2.3 Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas


Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan
sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin
oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas
diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan
melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan
ketentuan waktu :
 Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3
hari setelah persalinan.
 Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah
persalinan (8 – 14 hari).
 Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu 6 minggu setelah
persalinan (36 – 42 hari).
Pelayanan yang diberikan adalah :
1. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
2. Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).
3. Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
4. Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
5. Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali ,
pertama segera setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24
jam pemberian kapsul Vitamin A pertama.
6. Pelayanan KB pasca salin
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan
kesehatan ibu nifas adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter,
bidan dan perawat.

3.2.4 Pelayanan Kesehatan Neonatus


Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan
sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten
kepada neonatus sedikitnya 3 kali, selama periode 0 sampai dengan
28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui
kunjungan rumah.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus :
1. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6 –
48 Jam setelah lahir.
2. Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu
hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 setelah lahir.
3. Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu
hari ke 8 sampai dengan hari ke 28 setelah lahir.
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses
neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini
mungkin bila terdapat kelainan/masalah kesehatan pada neonatus.
Risiko terbesar kematian neonatus terjadi pada 24 jam pertama
kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama kehidupannya.
Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan
untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
Pelayanan Kesehatan Neonatal dasar dilakukan secara
komprehensif dengan melakukan pemeriksaan dan perawatan Bayi
baru Lahir dan pemeriksaan menggunakan pendekatan Manajemen
Terpadu Bayi Muda (MTBM) untuk memastikan bayi dalam keadaan
sehat, yang meliputi :
1. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik :
- Lihat postur, tonus, dan aktifitas bayi.
- Lihat pada kulit bayi.
- Hitung pernafasan dan lihat tarikan dinding dada ketika bayi
sedang tidak menangis.
- Hitung detak jantung dengan stetoskop. Stetoskop diletakkan
pada dada kiri bayi setinggi apeks.
- Lakukan pengukuran suhu ketiak dengan termometer.
- Lihat dan raba bagian kepala.
- Lihat pada mata.
- Lihat bagian dalam mulut (lidah, selaput lendir)
Jika bayi menangis, masukkan satu jari yang menggunakan
sarung tangan ke dalam dan raba langit-langit.
- Lihat dan raba pada bagian perut
Lihat pada tali pusat.
Lihat pada punggung dan raba tulang belakang.
- Lihat pada lubang anus, hindari untuk memasukkan alat atau
jari dalam melakukan pemeriksaan anus.
- Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air besar.
- Lihat dan raba pada alat kelamin bagian luar.
Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air kecil.
- Timbang bayi.
Timbang bayi dengan menggunakan selimut, hasil timbangan
dikurangi selimut.
- Mengukur panjang dan lingkar kepala bayi.
Jelaskan cara dan alat.
- Menilai cara menyusui, minta ibu untuk menyusui bayinya.

Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM


 Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi
bakteri, ikterus, diare, berat badan rendah dan Masalah
pemberian ASI.
 Pemberian Vitamin K1, Imunisasi Hepatitis B0 bila belum
diberikan pada waktu perawatan bayi baru lahir.
 Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI
eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan
bayi baru lahir di rumah termasuk perawatan tali pusat
dengan menggunakan Buku KIA.
 Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan
kesehatan neonatus adalah : dokter spesialis anak, dokter, bidan
dan perawat.
3.2.5 Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan
neonatus oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan
yang dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai
faktor risiko dan komplikasi kebidanan. Kehamilan merupakan
proses reproduksi yang normal , tetapi tetap mempunyai risiko
untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya deteksi dini oleh
tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya faktor risiko dan
komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin,
merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka kematian
ibu dan bayi yang dilahirkannya.
Faktor risiko pada ibu hamil adalah :
1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2. Anak lebih dari 4.
3. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2
tahun.
4. Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang
dari 23,5 cm, atau penambahan berat badan < 9 kg selama masa
kehamilan.
5. Anemia dengan dari Hemoglobin < 11 g/dl.
6. Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk
panggul dan tulang belakang
7. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum
kehamilan ini.
8. Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain :
tuberkulosis, kelainan jantung-ginjal-hati, psikosis, kelainan
endokrin (Diabetes Mellitus, Sistemik Lupus Eritematosus, dll),
tumor dan keganasan
9. Riwayat kehamilan buruk: keguguran berulang, kehamilan
ektopik terganggu, mola hidatidosa, ketuban pecah dini, bayi
dengan cacat kongenital
10. Riwayat persalinan dengan komplikasi : persalinan dengan seksio
sesarea, ekstraksivakum/ forseps.
11. Riwayat nifas dengan komplikasi : perdarahan paska persalinan,
Infeksi masa nifas, psikosis post partum (post partum blues).
12. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi
dan riwayat cacat kongenital.
13. Kelainan jumlah janin : kehamilan ganda, janin dampit, monster.
14. Kelainan besar janin : pertumbuhan janin terhambat, Janin
besar.
15. Kelainan letak dan posisi janin: lintang/oblique, sungsang pada
usia kehamilan lebih dari 32 minggu.
Catatan : penambahan berat badan ibu hamil yang normal adalah
9 – 12 kg selama masa kehamilan
Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain :
1. Ketuban pecah dini.
2. Perdarahan pervaginam :
 Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio plasenta
 Intra Partum : robekan jalan lahir
 Post Partum : atonia uteri, retensio plasenta, plasenta
inkarserata, kelainan pembekuan darah, subinvolusi uteri
3. Hipertensi dalam Kehamilan (HDK): Tekanan darah tinggi
(sistolik > 140 mmHg, diastolik > 90 mmHg), dengan atau tanpa
edema pre-tibial.
4. Ancaman persalinan prematur.
5. Infeksi berat dalam kehamilan : demam berdarah, tifus
abdominalis, Sepsis.
6. Distosia: Persalinan macet, persalinan tak maju.
7. Infeksi masa nifas.
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat
penanganan yang adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor
waktu dan transportasi merupakan hal yang sangat menentukan
dalam merujuk kasus risiko tinggi. Oleh karenanya Deteksi faktor
risiko pada ibu baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat
merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah kematian dan
kesakitan ibu.
Faktor risiko pada neonatus adalah sama dengan faktor risiko
pada ibu hamil. Ibu hamil yang memiliki faktor risiko akan
meningkatkan risiko terjadinya komplikasi pada neonatus. Deteksi
dini untuk Komplikasi pada Neonatus dengan melihat tanda-tanda
atau gejala-gejala sebagai berikut :
1. Tidak Mau Minum/menyusu atau memuntahkan semua
2. Riwayat Kejang
3. Bergerak hanya jika dirangsang/Letargis
4. Frekwensi Napas < = 30 X/menit dan >= 60x/menit
5. Suhu tubuh <= 35,5 C dan >= 37,5 C
6. Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat
7. Merintih
8. Ada pustul Kulit
9. Nanah banyak di mata
10. Pusar kemerahan meluas ke dinding perut.
11. Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat
12. Timbul kuning dan atau tinja berwarna pucat
13. Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah
pemberian ASI
14. BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram
15. Kelainan Kongenital seperti ada celah di bibir dan langit-langit.
Komplikasi pada neonatus antara lain :
1. Prematuritas dan BBLR (bayi berat lahir rendah < 2500 gr)
2. Asfiksia
3. Infeksi Bakteri
4. Kejang
5. 5. Ikterus
6. 6. Diare
7. Hipotermia
8. Tetanus neonatorum
9. Masalah pemberian ASI
10. Trauma lahir, sindroma gangguan pernapasan, kelainan
kongenital, dll.

3.2.6 Penanganan Komplikasi Kebidanan


Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada
ibu dengan komplikasi kebidanan untuk mendapat penanganan
definitif sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat
pelayanan dasar dan rujukan. Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu
hamil akan mengalami komplikasi kebidanan. Komplikasi dalam
kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga sebelumnya,
oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga
kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan
ditangani.
Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan
komplikasi kebidanan maka diperlukan adanya fasilititas pelayanan
kesehatan yang mampu memberikan pelayanan obstetri dan
neonatal emergensi secara berjenjang mulai dari bidan, puskesmas
mampu PONED sampai rumah sakit PONEK 24 jam.Pelayanan medis
yang dapat dilakukan di Puskesmas mampu PONED meliputi:
1. Pelayanan obstetri :
- Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
- Pencegahan dan penanganan Hipertensi dalam Kehamilan
(pre-eklampsi dan eklampsi)
- Pencegahan dan penanganan infeksi.
- Penanganan partus lama/macet.
- Penanganan abortus.
- Stabilisasi komplikasi obstetrik untuk dirujuk dan transportasi
rujukan.
2. Pelayanan neonatus :
- Penanganan asfiksia bayi baru lahir.
- Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).
 Hipotermi
 Hipoglikemia
 Ikterus
 Masalah pemberian minum
- Penanganan gangguan nafas.
- Penanganan kejang.
- Penanganan infeksi neonatus.
- Rujukan dan transportasi bayi baru lahir.
- Persiapan umum sebelum tindakan kegawatdaruratan
neonatus

3.2.7 Pelayanan neonatus dengan komplikasi


Pelayanan Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan
neonatus dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan
kesakitan, kecacatan dan kematian oleh dokter/bidan/perawat
terlatih di polindes, puskesmas, puskesmas PONED, rumah bersalin
dan rumah sakit pemerintah/swasta.
Diperkirakan sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan
mengalami komplikasi neonatal. Hari Pertama kelahiran bayi sangat
penting, oleh karena banyak perubahan yang terjadi pada bayi dalam
menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim kepada kehidupan
di luar rahim. Bayi baru lahir yang mengalami gejala sakit dapat
cepat memburuk, sehingga bila tidak ditangani dengan adekuat
dapat terjadi kematian. Kematian bayi sebagian besar terjadi pada
hari pertama, minggu pertama kemudian bulan pertama
kehidupannya.
Faktor resiko pada neonatus akan meningkatkan resiko
terjadinya komplikasi, deteksi dini untuk Komplikasi pada Neonatus
dengan melihat tanda-tanda atau gejala-gejala sebagai berikut :
- Tidak mau minum/ menyusu atau memuntahkan semua
- Riwayat kejang
- Bergerak hanya jika dirangsang / Letargis.
- Frekwensi napas ≤ 30 x/menit dan ≥ 60 x/menit.
- Suhu tubuh ≤ 35,5°C dan ≥ 37,5°C
- Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat.
- Merintih.
- Ada pustule kulit.
- Nanah banyak di mata.
- Pusar kemerahan meluas ke dinding perut.
- Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat.
- Timbul kuning dan atau tinja berwarna pucat.
- Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah
pemberian ASI.
- BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram)
- Kelainan Kongenital seperti ada celah di bibir dan langit-
langit.
Komplikasi pada neonatus antara lain :
- Asfiksia bayi baru lahir.
- Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
 Hipotermi
 Hipoglikemia
 Ikterus
 Masalah pemberian minum
- Gangguan napas
- Kejang
- Infeksi Neonatus
- Klasifikasi dalam MTBM :
 Infeksi bakteri (termasuk klasifikasi Infeksi Bakteri Lokal
dan Penyakit Sangat Berat atau Infeksi Bakteri Berat)
 Ikterus (termasuk klasifikasi Ikterus Berat dan Ikterus)
 Diare (termasuk klasifikasi Diare Dehidrasi Berat dan Diare
Dehidrasi Ringan/Sedang)
 Berat badan rendah menurut umur dan atau masalah
pemberian ASI.
 Trauma lahir, sindroma gangguan pernapasan, kelainan
kongenital, dll.
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam peningkatan akses
dan kualitas penanganan komplikasi neonatus tersebut antara lain
penyediaan puskesmas mampu PONED dengan target setiap
kabupaten harus mempunyai minimal 4 (empat) puskesmas mampu
PONED.
Puskesmas PONED adalah puskesmas rawat inap yang
memiliki kemampuan serta fasilitas PONED siap 24 jam untuk
memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas serta
kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang
datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa,
Puskesmas dan melakukan rujukan ke RS/RS PONEK pada kasus
yang tidak mampu ditangani.
Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini,
diharapkan RSU Kabupaten mampu melaksanakan pelayanan
obstetri dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) yang siap
selama 24 jam. Dalam PONEK, RSU harus mampu melakukan
pelayanan emergensi dasar dan pelayanan operasi seksio sesaria,
perawatan neonatus level II serta transfusi darah.
Dengan adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu
PONEK maka kasus – kasus komplikasi kebidanan dan neonatal
dapat ditangani secara optimal sehingga dapat mengurangi kematian
ibu dan neonatus.

3.2.8 Pelayanan Kesehatan Bayi


Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai
standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi
sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan
setelah lahir.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi :
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan.
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan.
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan.
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan.
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi
terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin
bila terdapat kelainan pada bayi sehingga cepat mendapat
pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit
melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan
kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh kembang. Dengan
demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi.
Pelayanan kesehatan tersebut meliputi :
 Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1,2,3,4,
DPT/HB 1,2,3, Campak) sebelum bayi berusia 1 tahun.
 Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi
(SDIDTK).
 Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 – 11 bulan).
 Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping
ASI, tanda – tanda sakit dan perawatan kesehatan bayi di
rumah menggunakan Buku KIA.
 Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan
kesehatan bayi adalah : dokter spesialis anak, dokter, bidan ,
perawat dibantu oleh tenaga kesehatan lainnya seperti petugas gizi.

3.2.9 Pelayanan kesehatan anak balita


Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan
intelektual berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan
atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan
keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual
yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi
sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh
dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi
sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau
mencegah gangguan ke arah yang lebih berat .
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan
dilakukan dengan mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan
Intervensi Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK) yang dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan di puskesmas dan jajarannya seperti dokter,
bidan perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan tenaga
kesehatan lainnya yang peduli dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter
derajat kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar penyebab
kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan teknologi sederhana
di tingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan
menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), di tingkat
pelayanan kesehatan dasar. Bank Dunia, 1993 melaporkan bahwa
MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi
masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan
Akut (ISPA), diare, campak, malaria, kurang gizi dan yang sering
merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian balita, Departemen Kesehatan RI bekerja sama dengan
WHO telah mengembangkan paket pelatihan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) yang mulai dikembangkan di Indonesia sejak
tahun 1996 dan implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah
mencakup 33 provinsi.
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada
anak balita sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan sesuai standar yang meliputi :
a. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali
setahun yang tercatat dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan
pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita
setiap bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila
berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau
berat badan anak balita di bawah garis merah harus
dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan.
b. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang
(SDIDTK) minimal 2 kali dalam setahun. Pelayanan
SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik
kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian
minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan). Pelayanan
SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan
kesehatan) maupun di luar gedung.
c. Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali
dalam setahun.
d. Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak
balita
e. Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan
menggunakan pendekatan MTBS.

3.2.10 Pelayanan KB Berkualitas


Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB sesuai
standar dengan menghormati hak individu dalam merencanakan
kehamilan sehingga diharapkan dapat berkontribusi dalam
menurunkan angka kematian Ibu dan menurunkan tingkat fertilitas
(kesuburan) bagi pasangan yang telah cukup memiliki anak (2 anak
lebih baik) serta meningkatkan fertilitas bagi pasangan yang ingin
mempunyai anak.
Pelayanan KB bertujuan untuk menunda (merencanakan)
kehamilan. Bagi Pasangan Usia Subur yang ingin menjarangkan
dan/atau menghentikan kehamilan, dapat menggunakan metode
kontrasepsi yang meliputi :
 KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi, coitus
interuptus).
 Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).
 Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan
tubektomi).
Sampai saat ini di Indonesia cakupan peserta KB aktif
(Contraceptive Prevalence Rate/CPR) mencapai 61,4% (SDKI 2007)
dan angka ini merupakan pencapaian yang cukup tinggi diantara
negara-negara ASEAN. Namun demikian metode yang dipakai lebih
banyak menggunakan metode jangka pendek seperti pil dan suntik.
Menurut data SDKI 2007 akseptor KB yang menggunakan suntik
sebesar 31,6%, pil 13,2 %, AKDR 4,8%, susuk 2,8%, tubektomi 3,1%,
vasektomi 0,2% dan kondom 1,3%. Hal ini terkait dengan tingginya
angka putus pemakaian (DO) pada metode jangka pendek sehingga
perlu pemantauan yang terus menerus. Disamping itu pengelola
program KB perlu memfokuskan sasaran pada kategori PUS dengan
“4 terlalu” (terlalu muda, tua, sering dan banyak).
Untuk mempertahankan dan meningkatkan cakupan peserta
KB perlu diupayakan pengelolaan program yang berhubungan
dengan peningkatan aspek kualitas, teknis dan aspek manajerial
pelayanan KB. Dari aspek kualitas perlu diterapkan pelayanan yang
sesuai standard dan variasi pilihan metode KB, sedangkan dari segi
teknis perlu dilakukan pelatihan klinis dan non-klinis secara
berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial, pengelola
program KB perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis situasi
program KB dan sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan KB
kepada masyarakat adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter,
bidan dan perawat.
3.2.11 Indikator Pemantauan
Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS
KIA meliputi indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan
pokok dalam program KIA. Sasaran yang digunakan dalam PWS KIA
berdasarkan kurun waktu 1 tahun dengan prinsip konsep wilayah
(misalnya: Untuk provinsi memakai sasaran provinsi, untuk
kabupaten memakai sasaran kabupaten).

1. Akses pelayanan antenatal (cakupan K1)


Adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat
pelayanan antenatal oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu. Indikator akses ini digunakan untuk
mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan
program dalam menggerakkan masyarakat.
Rumus yang dipakai untuk perhitungannya adalah :
Jumlah ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan
antenatal oleh tenaga kesehatanXdisuatu
100%
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
Jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun

Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun dapat diperoleh


melalui Proyeksi, dihitung berdasarkan perkiraan jumlah ibu
hamil dengan menggunakan rumus :
1,10 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk
Angka kelahiran kasar (CBR) yang digunakan adalah angka
terakhir CBR kabupaten yang diperoleh dari kantor perwakilan
Badan Pusat Statistik (BPS) di kabupaten. Bila angka CBR
kabupaten tidak ada maka dapat digunakan angka terakhir CBR
propinsi. CBR propinsi dapat diperoleh juga dari buku Data
Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2007 – 2011
(Pusat Data Kesehatan Depkes RI, tahun 2007).
Contoh : untuk menghitung perkiraan jumlah ibu hamil di nagari
X di kabupaten Y yang mempunyai penduduk sebanyak 2 .000
jiwa dan angka CBR terakhir kabupaten Y 27,0/1.000 penduduk,
maka :
Jumlah ibu hamil = 1,10 X 0,027 x 2.000 = 59,4.
Jadi sasaran ibu hamil di nagari X adalah 59 orang.

2. Cakupan Pelayanan Ibu Hamil (Cakupan K4)


Adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh
pelayanan antenatal sesuai dengan standar, paling sedikit empat
kali dengan distribusi waktu 1 kali pada trimester ke-1, 1 kali
pada trimester ke-2 dan 2 kali pada trimester ke-3 disuatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan
antenatal secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan
menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat
perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, di samping
menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan
program KIA.

Rumus yang dipergunakan adalah :


Jumlah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4
kali sesuai standar
oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
Jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah dalam 1 tahun

3. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn)


Adalah cakupan ibu bersalin yang mendapat pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi
kebidanan, di suatu wilayah kerja dalam kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi
persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan dan ini
menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam
pertolongan persalinan sesuai standar.

Rumus yang digunakan sebagai berikut :


Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten
disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100%
Jumlah sasaran ibu bersalin disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun

Jumlah sasaran ibu bersalin dalam 1 tahun dihitung


dengan menggunakan rumus :
1,05 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk
Contoh : untuk menghitung perkiraan jumlah ibu bersalin di
nagari X di kabupaten Y yang mempunyai penduduk sebanyak
2.000 penduduk dan angka CBR terakhir kabupaten Y 27,0/1.000
penduduk maka :
Jumlah ibu bersalin = 1,05 X 0,027 x 2.000 = 56,7.
Jadi sasaran ibu bersalin di nagari X adalah 56 orang.

4. Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan (KF3)


Adalah cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam
sampai dengan 42 hari pasca bersalin sesuai standar paling
sedikit 3 kali dengan distribusi waktu 6 jam – 3 hari, 8 – 14 hari
dan 36 – 42 hari setelah bersalin di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui
cakupan pelayanan nifas secara lengkap (memenuhi standar
pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang
menggambarkan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu
nifas, di samping menggambarkan kemampuan manajemen
ataupun kelangsungan program KIA.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah ibu nifas yang telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas
sesuai standar oleh tenaga kesehatan disuatu
X 100%
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
Jumlah sasaran ibu nifas di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
Jumlah sasaran ibu nifas sama dengan jumlah sasaran ibu
bersalin.

5. Cakupan pelayanan neonatus pertama (KN 1)


Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan
sesuai standar pada 6 – 48 jam setelah lahir di suatu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu.Dengan indikator ini dapat diketahui
akses/jangkauan pelayanan kesehatan neonatal.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar
pada 6 – 48 jam
setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentuX 100%
Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
Jumlah sasaran bayi bisa didapatkan dari perhitungan
jumlah perkiraan (angka proyeksi) bayi dalam satu wilayah
tertentu dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Jumlah sasaran bayi = Crude Birth Rate x jumlah
penduduk
Contoh : untuk menghitung jumlah perkiraan bayi di suatu
desa Z di Kota Y Propinsi X yang mempunyai penduduk sebanyak
1.500 jiwa dan angka CBR terakhir Kota Y 24,8/1.000 penduduk,
maka :

Jumlah bayi = 0,0248 x 1500 = 37,2.


Jadi sasaran bayi di desa Z adalah 37 bayi.

6. Cakupan pelayanan neonatus Lengkap (KN Lengkap).


Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan
sesuai standar sedikitnya tiga kali yaitu 1 kali pada 6 – 48 jam, 1
kali pada hari ke 3 – hari ke 7 dan 1 kali pada hari ke 8 – hari ke
28 setelah lahir disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diketahui efektifitas dan kualitas
pelayanan kesehatan neonatal.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah neonatus yang telah memperoleh 3 kali pelayanan
kunjungan neonatal
sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

7. Deteksi faktor risiko dan komplikasi oleh Masyarakat


Adalah cakupan ibu hamil dengan faktor risiko atau
komplikasi yang ditemukan oleh kader atau dukun bayi atau
masyarakat serta dirujuk ke tenaga kesehatan di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu. Masyarakat disini, bisa keluarga
ataupun ibu hamil, bersalin, nifas itu sendiri.
Indikator ini menggambarkan peran serta dan keterlibatan
masyarakat dalam mendukung upaya peningkatan kesehatan ibu
hamil, bersalin dan nifas.

Rumus yang dipergunakan :


Jumlah ibu hamil yang berisiko yang ditemukan kader atau
dukun bayi atau masyarakatdi suatu
X 100%
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
20% x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah dalam 1 tahun

8. Cakupan Penanganan komplikasi Obstetri (PK)


Adalah cakupan Ibu dengan komplikasi kebidanan di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu yang ditangani secara
definitif sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan kompeten
pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Penanganan definitif
adalah penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk
menyelesaikan permasalahan setiap kasus komplikasi kebidanan.
Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA
dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara professional
kepada ibu hamil bersalin dan nifas dengan komplikasi.
Rumus yang dipergunakan :
Jumlah komplikasi kebidanan yang mendapatkan penanganan
definitive di suatu wilayah kerja pada kurun Xwaktu
100%
tertentu
20% x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja dalam 1
tahun

9. Neonatus dengan komplikasi yang ditangani


Adalah cakupan neonatus dengan komplikasi yang
ditangani secara definitif oleh tenaga kesehatan kompeten pada
tingkat pelayanan dasar dan rujukan di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu. Penanganan definitif adalah pemberian
tindakan akhir pada setiap kasus komplikasi neonatus yang
pelaporannya dihitung 1 kali pada masa neonatal. Kasus
komplikasi yang ditangani adalah seluruh kasus yang ditangani
tanpa melihat hasilnya hidup atau mati.
Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan
kesehatan dalam menangani kasus – kasus kegawatdaruratan
neonatal, yang kemudian ditindaklanjuti sesuai dengan
kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat pelayanan yang
lebih tinggi.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah neonatus dengan komplikasi yang mendapat
penanganan definitif
di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100%
15 x jumlah sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1
tahun
10. Cakupan kunjungan bayi (29 hari – 11 bulan)
Adalah cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan
paripurna minimal 4 kali yaitu 1 kali pada umur 29 hari – 2 bulan,
1 kali pada umur 3 – 5 bulan, dan satu kali pada umur 6 – 8
bulan dan 1 kali pada umur 9 – 11 bulan sesuai standar di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini
dapat diketahui efektifitas, continuum of care dan kualitas
pelayanan kesehatan bayi.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah bayi yang telah memperoleh 4 kali pelayanan kesehatan
sesuai standardi suatu wilayah kerja
X 100%pada
kurun waktu tertentu
Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

11. Cakupan pelayanan anak balita (12 – 59 bulan).


Adalah cakupan anak balita (12 – 59 bulan) yang
memperoleh pelayanan sesuai standar, meliputi pemantauan
pertumbuhan minimal 8x setahun, pemantauan perkembangan
minimal 2 x setahun, pemberian vitamin A 2 x setahun
Rumus yang digunakan adalah :
Jumlah anak balita yg memperoleh pelayanan sesuai standar
disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100%
Jumlah seluruh anak balita disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun

12. Cakupan Pelayanan kesehatan anak balita sakit yang dilayani


dengan MTBS
Adalah cakupan anak balita (umur 12 – 59 bulan) yang
berobat ke Puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai standar (MTBS) di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
Rumus yang digunakan adalah :
Jumlah anak balita sakit yg memperoleh pelayanan sesuai
tatalaksana MTBS di Puskesmas di suatu wilayah kerja pada
X 100%
kurun waktu tertentu
Jumlah seluruh anak balita sakit yg berkunjung ke
Puskesmas di suatu wilkerja dalam 1 tahun
Jumlah anak balita sakit diperoleh dari kunjungan balita
sakit yang datang ke puskesmas (register rawat jalan di
Puskesmas). Jumlah anak balita sakit yang mendapat pelayanan
standar diperoleh dari format pencatatan dan pelaporan MTBS
13. Cakupan Peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence Rate)
Adalah cakupan dari peserta KB yang baru dan lama yang
masih aktif menggunakan alat dan obat kontrasepsi (alokon)
dibandingkan dengan jumlah pasangan usia subur di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator ini
menunjukkan jumlah peserta KB baru dan lama yang masih aktif
memakai alokon terus-menerus hingga saat ini untuk menunda,
menjarangkan kehamilan atau yang mengakhiri kesuburan.
Rumus yang dipergunakan:
Jumlah peserta KB aktif di suatu wilayah kerja padakurun
X 100% waktu
tertentu
Jumlah seluruh PUS di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

3.2.12 Pengumpulan, Pencatatan dan Pengolahan Data KIA


1. Jenis data
Data yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan PWS
KIA adalah :
a. Data Sasaran :
 Jumlah seluruh ibu hamil
 Jumlah seluruh ibu bersalin
 Jumlah ibu nifas
 Jumlah seluruh bayi
 Jumlah seluruh anak balita
 Jumlah seluruh PUS
b. Data pelayanan :
 Jumlah K1
 Jumlah K4
 Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
 Jumlah ibu nifas yang dilayani 3 kali (KF 3) oleh tenaga
kesehatan
 Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan
pada umur 6-48 jam
 Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan
lengkap pada umur 0-28 hari (KN 1, KN 2, KN 3)
 Jumlah ibu hamil, bersalin dan nifas dengan factor
risiko/komplikasi yang dideteksi oleh masyarakat
 Jumlah kasus komplikasi obstetri yang ditangani
 Jumlah neonatus dengan komplikasi yang ditangani
 Jumlah bayi yang mendapatkan pelayanan kesehatan pada
umur 29 hari–11 bulan sedikitnya 4 kali
 Jumlah anak balita (12–59 bulan) yang mendapatkan
pelayanan kesehatan sedikitnya 8 kali
 Jumlah anak balita sakit yang mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai standar
 Jumlah peserta KB aktif

2. Sumber data
Data sasaran berasal dari perkiraan jumlah sasaran
(proyeksi) yang dihitung berdasarkan rumus. Berdasarkan data
tersebut, Bidan di Desa bersama dukun bersalin/bayi dan kader
melakukan pendataan dan pencatatan sasaran di wilayah
kerjanya.
Data pelayanan pada umumnya berasal dari :
 Register kohort ibu
 Register kohort bayi
 Register kohort anak balita
 Register kohort KB

3. Pengolahan Data
Setiap bulan Bidan di desa mengolah data yang tercantum
dalam buku kohort dan dijadikan sebagai bahan laporan bulanan
KIA. Bidan Koordinator di Puskesmas menerima laporan bulanan
tersebut dari semua BdD dan mengolahnya menjadi laporan dan
informasi kemajuan pelayanan KIA bulanan yang disebut PWS
KIA. Informasi per nagari dan per kecamatan tersebut disajikan
dalam bentuk grafik PWS KIA yang harus dibuat oleh tiap Bidan
Koordinator.
Langkah pengolahan data adalah : Pembersihan data,
Validasi dan Pengelompokan.
1. Pembersihan data : melihat kelengkapan dan kebenaran
pengisian formulir yang tersedia.
2. Validasi : melihat kebenaran dan ketepatan data.
3. Pengelompokan : sesuai dengan kebutuhan data yang harus
dilaporkan.

Contoh :
 Pembersihan data : Melakukan koreksi terhadap laporan
yangmasuk dari Bidan di nagari mengenai duplikasi nama,
duplikasi alamat, catatan ibu langsung di K4 tanpa melewati
K1.
 Validasi : Mecocokkan apabila ternyata K4 & K1 lebih besar
daripada jumlah ibu hamil, jumlah ibu bersalin lebih besar
daripada ibu hamil.
 Pengelompokan : Mengelompokkan ibu hamil anemi
berdasarkan nagari untuk persiapan intervensi, ibu hamil
dengan KEK untuk persiapan intervensi.
Hasil pengolahan data dapat disajikan dalam bentuk :
Narasi, Tabulasi, Grafik dan Peta.
1. Narasi : dipergunakan untuk menyusun laporan atau
profil suatu wilayah kerja, misalnya dalam Laporan PWS KIA
yang diserahkan kepada instansi terkait.
2. Tabulasi : dipergunakan untuk menjelaskan narasi
dalam bentuk lampiran.
3. Grafik : dipergunakan untuk presentasi dalam
membandingkan keadaan antar waktu, antar tempat dan
pelayanan. Sebagian besar hasil PWS disajikan dalam
bentuk grafik.
4. Peta : dipergunakan untuk menggambarkan kejadian
berdasarkan gambaran geografis.
Puskesmas yang sudah menggunakan komputer untuk
mengolah data KIA maka data dari kartu- kartu pelayanan bidan
di nagari, dimasukkan ke dalam komputer sehingga proses
pengolahan data oleh bidan di nagari dan bidan koordinator
Puskesmas akan terbantu dan lebih cepat.

3.2.13 Pembuatan Grafik PWS KIA


PWS KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator
yang dipakai, yang juga menggambarkan pencapaian tiap nagari
dalam tiap bulan.
Di bawah ini dijabarkan cara membuat grafik PWS KIA
untuk tingkat puskesmas, yang dilakukan tiap bulan, untuk
semua nagari.

Langkah – langkah pokok dalam pembuatan grafik PWS


KIA :
1. Penyiapan data
Data yang diperlukan untuk membuat grafik dari tiap
indikator diperoleh dari catatan ibu hamil per nagari, register
kegiatan harian, register kohort ibu dan bayi, kegiatan
pemantauan ibu hamil per nagari, catatan posyandu, laporan dari
bidan / dokter praktik swasta, rumah sakit bersalin dan
sebagainya.
Untuk grafik antar wilayah, data yang diperlukan adalah :
a. Data cakupan per nagari dalam kurun waktu yang sama
Misalnya: untuk membuat grafik cakupan K4 bulan juni di
wilayah kerja puskesmas X, maka diperlukan data cakupan K4
nagari A, nagari B, nagari C, dst pada bulan Juni.

Untuk grafik antar waktu, data yang perlu disiapkan


adalah:
b. Data cakupan per bulan

Untuk grafik antar variabel diperlukan data variabel yang


mempunyai korelasi misalnya:
c. K1, K4 dan Pn

2. Membuat Grafik
a. Menentukan target rata2 per bulan untuk menggambarkan
skala pada garis vertikal (sumbu Y), caranya target 1 tahun/12
b. Hasil perhitungan cakupan kumulatif, dimasukan kedalam
lajur % kumulatif secara berurutan sesuai peringkat (tertinggi
sebalah kiri)
c. Nama desa ditulis pada lajur desa, menyesuaikan lajur
kumulatif
d. Hasil perhitungan bulan ini dan bulan lalu untuk tiap desa
dimasukan ke lajur masing2
e. Gambar anak panah untuk mengisi lajur trend,
f. Bila bulan ini lebih tinggi dari bulan lalu maka trend naik (↑)
g. Bila bulan ini lebih rendah dari bulan lalu maka trend turun
(↓)
h. Bila bulan ini sama dari bulan lalu maka trend tetap (−)

3.2.14 Analisis dan Tindak Lanjut


Analisis yang dapat dilakukan mulai dari yang sederhana
hingga analisis lanjut sesuai dengan tingkatan penggunaannya.
1. Analisis Sederhana
Analisis ini membandingkan cakupan hasil kegiatan antar
wilayah terhadap target dan kecenderungan dari waktu ke waktu.
Analisis sederhana ini bermanfaat untuk mengetahui nagari mana
yang paling memerlukan perhatian dan tindak lanjut yang harus
dilakukan.

Contoh analisis sederhana


Analisis dari grafik cakupan ibu hamil baru (akses) pada
pemantauan bulan Juni 2008 dapat digambarkan dalam matriks
seperti di bawah ini.

Desa Cakupan Terhadap cakupan Status Desa


terhadap target bulan lalu
Diatas Dibawah Naik Turun Tetap
A + + Baik
+
B + Baik
+
C + Kurang
+
D + Cukup
+
E + Jelek

Dari matriks diatas dapat disimpulkan adanya 4 macam


status cakupan Desa, yaitu :
1. Status baik.
Adalah Desa dengan cakupan diatas target yang
ditetapkan untuk bulan Juni 2008, dan mempunyai
kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat atau tetap
jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa - desa ini
adalah Desa A dan Desa B. Jika keadaan tersebut berlanjut,
maka Desa - desa tersebut akan mencapai atau melebihi
target tahunan yang ditentukan.
2. Status kurang.
Adalah Desa dengan cakupan diatas target bulan Juni
2008, namun mempunyai kecenderungan cakupan bulanan
yang menurun jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu.
Desa dalam kategori ini adalah Desa C, yang perlu
mendapatkan perhatian karena cakupan bulan lalu ini hanya
5% (lebih kecil dari cakupan bulan minimal 7,5%). Jika
cakupan terus menurun, maka Desa tersebut tidak akan
mencapai target tahunan yang ditentukan.
3. Status cukup.
Adalah Desa dengan cakupan dibawah target bulan
Juni 2008, namun mempunyai kecenderungan cakupan
bulanan yang meningkat jika dibandingkan dengan cakupan
bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa D, yang perlu
didorong agar cakupan bulanan selanjutnya tidak lebih
daripada cakupan bulanan minimal 7,5%. Jika keadaan
tersebut dapat terlaksana, maka Desa ini kemungkinan besar
akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
4. Status jelek.
Adalah Desa dengan cakupan dibawah target bulan
Juni 2008, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan
yang menurun dibandingkan dengan bulan lalu. Desa dalam
kategori ini adalah Desa E, yang perlu diprioritaskan untuk
pembinaan agar cakupan bulanan selanjutnya dapat
ditingkatkan diatas cakupan bulanan minimal agar dapat
mengejar kekurangan target sampai bulan Juni, sehingga
dapat pula mencapai target tahunan yang ditentukan.
2. Analisis Lanjut
Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan
variable tertentu dengan variable terkait lainnya untuk
mengetahui hubungan sebab akibat antar variable yang dimaksud.
Contoh analisis lanjut : Analisis grafik PWS KIA K1, K4, Pn
Desa Cakupan Cakupan Cakupan Keterangan
K1 K4 Pn
A 70 % 60 % 50 % DO K4
B 85 % 70 % DO Pn
C
D
E
Apabila Drop Out (DO) K1 - K4 lebih dari 10 % berarti
wilayah tersebut bermasalah dan perlu penelusuran dan intervensi
lebih lanjut. Drop Out tersebut dapat disebabkan karena ibu yang
kontak pertama (K1) dengan tenaga kesehatan, kehamilannya
sudah berumur lebih dari 3 bulan. Sehingga diperlukan intervensi
peningkatan pendataan ibu hamil yang lebih intensif.

3.2.15 Rencana Tindak Lanjut


Bagi kepentingan program, analisis PWS KIA ditujukan untuk
menghasilkan suatu keputusan tindak lanjut teknis dan non-teknis
bagi puskesmas. Keputusan tersebut harus dijabarkan dalam bentuk
rencana operasional jangka pendek untuk dapat menyelesaikan
masalah yang dihadapi sesuai dengan spesifikasi daerah.

Skema Alternatif Tindak Lanjut (Alt)


Rencana operasional tersebut perlu dibicarakan dengan
semua pihak yang terkait :
1. Bagi Desa yang berstatus baik atau cukup, pola
penyelenggaraan pelayanan KIA perlu dilanjutkan, dengan
beberapa penyesuaian tertentu sesuai kebutuhan antara lain
perbaikan mutu pelayanan.
2. Bagi Desa berstatus kurang dan terutama yang berstatus jelek,
perlu prioritas intervensi sesuai dengan permasalahan.
3. Intervensi yang bersifat teknis (termasuk segi penyediaan
logistik) harus dibicarakan dalam pertemuan mini lokakarya
puskesmas dan/atau rapat dinas kesehatan kabupaten (untuk
mendapat bantuan dari kabupaten).
4. Intervensi yang bersifat non-teknis (untuk motivasi,
penggerakan sasaran, dan mobilisasi sumber daya di
masyarakat) harus dibicarakan pada rapat koordinasi
kecamatan dan/atau rapat dinas kesehatan kabupaten (untuk
mendapat bantuan dari kabupaten).

Sumber :
Sub Direktorat Kesehatan Ibu yang merupakan pembahasan akhir
dan hasil editing dari dr. Andi Ayusianto dan dr. Kirana

3.2.16 Pelayanan
Kesehatan Bayi
1. Pelayanan Kesehatan Pada Bayi Baru Lahir
Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir mengacu pada
pedoman Asuhan Persalinan Normal yang tersedia di puskesmas,
pemberi layanan asuhan bayi baru lahir dapat dilaksanakan oleh
dokter, bidan atau perawat. Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir
dilaksanakan dalam ruangan yang sama dengan ibunya atau
rawat gabung (ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, bayi
berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam).
Asuhan bayi baru lahir meliputi:
1. Pencegahan infeksi (PI)
2. Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi
3. Pemotongan dan perawatan tali pusat
4. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
5. Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6
jam, kontak kulit bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan
tubuh bayi.
6. Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis
tunggal di paha kiri
7. Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha
kanan
8. Pencegahan infeksi mata melalui pemberian salep mata
antibiotika dosis tunggal
9. Pemeriksaan bayi baru lahir
10. Pemberian ASI eksklusif
11. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)
2. Pelayanan Kesehatan Bayi
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan
sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi
sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan
setelah lahir.
Pelaksana pelayanan kesehatan bayi :
a. Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan
b. Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan
c. Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan
d. Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi
terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin
bila terdapat kelainan pada bayi sehingga cepat mendapat
pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit
melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan
kualitas hidup bayi dengan stimulusi tumbuh kembang. Dengan
demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi.
Pelayanan kesehatan tersebut meliputi :
1. Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1, 2, 3, 4,
DPT/HB 1, 2, 3, Campak) sebelum bayi berusia 1 tahun
2. Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi
(SDIDTK)
3. Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 – 11 bulan)
4. Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI,
tanda-tanda sakit dan perawatan kesehatan bayi di rumah
menggunakan Buku KIA
5. Penanganan dan rujukan kasus bila di perlukan
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan
kesehatan bayi adalah dokter spesialis anak, dokter, bidan dan
perawat.
3. Bentuk Pelayanan kesehatan pada bayi :
a. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
IMD adalah memberikan pelayanan kesehatan pada
anak dengan mendekapkan bayi diantara kedua payudara
ibunya segera setelah lahir. Memberikan kesempatan bayi
menyusui sendiri segera setelah lahir dengan meletakkan bayi
di dada atau perut dan kulit bayi melekat pada kulit ibu (skin to
skin contact) setidaknyaselama 1-2 jam sampai bayi menyusui
sendiri. Hal ini dapat menghindari kematian bayi dan penyakit
yang menyerang bayi, karena kandungan antibodi yang ada
pada colostrum dan ASI. Setelah bayi lahir dan tali pusat
dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu, kulit bayi
kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD.
Langkah IMD pada persalinan normal (partus spontan) :
1. Suami atau keluarga dianjurkan mendampingi ibu di kamar
bersalin
2. Bayi lahir segera dikeringkan kecuali tangannya, tanpa
menghilangkan vernix, kemudian tali pusat diikat.
3. Bila bayi tidak memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan
di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu dan
mata bayi setinggi puting susu ibu. Keduanya diselimuti dan
bayi diberi topi.
4. Ibu dianjurkan merangsang bayi dengan sentuhan, dan
biarkan bayi sendiri mencari puting susu ibu.
5. Ibu didukung dan dibantu tenaga kesehatan mengenali
perilaku bayi sebelum menyusu.
6. Biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu minimal
selama satu jam, bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam,
biarkan bayi tetap di dada ibu sampai 1 jam
7. Jika bayi belum mendapatkan putting susu ibu dalam 1 jam
posisikan bayi lebih dekat dengan puting susu ibu, dan
biarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibu selama 30 menit.
Setelah IMD selesai, maka dilanjutkan langkah berikut :
1. Dilakukan penimbangan, penyuntikan vitamin K1, salep
mata dan imunisasi Hepatitis B (HB 0).
2. Pemberian layanan kesehatan tersebut dilaksanakan pada
periode setelah IMD sampai 2-3 jam setelah lahir, dan
dilaksanakan di kamar bersalin oleh dokter, bidan atau
perawat.
3. Semua BBL harus diberi penyuntikan vitamin K1
(Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk
mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin K yang
dapat dialami oleh sebagian BBL.
4. Salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi
mata (Oxytetrasiklin 1%).
5. Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan
setelah penyuntikan Vitamin K1 yang bertujuan untuk
mencegah penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi
yang dapat menimbulkan kerusakan hati.
b. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini
mungkin kelainan pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL
terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, sehingga jika bayi lahir
di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di
fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama. Pemeriksaan bayi
baru lahir dilaksanakan di ruangan yang sama dengan ibunya,
oleh dokter/ bidan/ perawat. Jika pemeriksaan dilakukan di
rumah, ibu atau keluarga dapat mendampingi tenaga kesehatan
yang memeriksa.
c. Pencegahan infeksi
Pemotongan tali pusat pada BBL normal dilakukan
sekitar 2 menit setelah bayi baru lahir atau setelah penyuntikan
oksitosin 10 IU intramuskular kepada ibu. Hindari
pembungkusan tali pusat atau jika di bungkus tutupi dengan
kassa steril dalam keadaan longgar, agar tetap terkena udara
dan akan lebih mudah kering.
d. Pencegahan hilangnya panas tubuh bayi
Pastikan bayi selalu dalam keadaan hangat dan hindari
bayi terpapar langsung dengan suhu lingkungan
e. Kunjungan Neonatal
Adalah pelayanan kesehatan kepada neonatus sedikitnya 3 kali
yaitu :
1. Kunjungan neonatal I (KN1) pada 6 jam sampai dengan 48 jam
setelah lahir
2. Kunjungan neonatal II (KN2) pada hari ke 3 s/d 7 hari
3. Kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8 – 28 hari
Pelayanan kesehatan diberikan oleh
dokter/bidan/perawat, dapat dilaksanakan di puskesmas atau
melalui kunjungan rumah. Pelayanan yang diberikan mengacu
pada pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada
algoritma bayi muda (Manajemen Terpadu Bayi Muda/MTBM)
termasuk ASI ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan
mata, perawatan tali pusat, penyuntikan vitamin K1 dan
imunisasi HB-0 diberikan pada saat kunjungan rumah sampai
bayi berumur 7 hari (bila tidak diberikan pada saat lahir).
4.Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)
Hipotiroid Kongenital adalah kekurangan hormon tiroid
pada bayi baru lahir. Kekurangan hormon tiroid pada bayi dan
masa awal kehidupan, bisa mengakibatkan hambatan
pertumbuhan (cebol) dan retardasi mental (keterbelakangan
mental). Lebih dari 90 % bayi dengan HK tidak memperlihatkan
gejala saat dilahirkan. Kalaupun ada sangat samar dan tidak
khas. Komponen yang sangat penting dalam system skrining BBL
adalah :
1. KIE (Konseling Informasi Edukasi)
Tenaga kesehatan yang menolong persalinan bayi dan
pelaksanaan asuhan perinatal bertanggung jawab untuk
memberikan KIE kepada orang tua bayi tentang SHK
2. Proses Skrining
a. Persiapan : mendorong orang tua untuk mau melakukan
SHK
b. Persetujuan (informed consent)
c. Penolakan (dissent consent)
d. Pengambilan specimen yang harus diperhatikan :
 Waktu pengambilan (timing) : paling ideal umur bayi 48
– 72 jam (KN2), jangan lakukan dalam 24 jam I karena
kadar TSH masih tinggi, sehingga hasil nya menjadi
positif palsu,.
 Data : isi kartu identitas bayi dengan lengkap dan benar
dalam kartu informasi
 Metode dan tempat pengambilan darah : Metode
pengambilan darah dari tumit bayi, teteskan darah ke
tengah bulatan kertas saring sampai bulatan terisi
penuh dan tembus kedua sisi. Kertas saring berada di
bagian atas kartu identitas bayi.
 Pengiriman/transportasi specimen : Kertas saring di
masukkan ke dalam amplop, langsung dikirim melalui
pos ekspres, tidak boleh lebih dari 7 hari sejak specimen
di ambil, perjalanan tidak boleh lebih 3 hari.
 Proses Skrining di laboratorium
 Koreksi terhadap kemungkinan kesalahan dalam
pengambilan specimen
Hal pertama yang harus dilakukan jika mendapatkan hasil
test positif adalah sesegera mungkin menghubungi orang tua bayi
yang bersangkutan. Tugas dari tim tindak lanjut bayi dengan hasil
test positif ialah mencari tempat tinggal bayi tsb dan memfasilitasi
pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis.
3.2.17 Pelayanan Kesehatan Pada Anak Balita
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan
intelektual berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan
atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan
keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual
yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi
sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh
dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi
sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau
mencegah gangguan ke arah yang lebih berat.
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan
dilakukan dengan mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan
Intervensi Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK) yang dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan di puskesmas dan jajarannya seperti dokter, bidan
perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan tenaga
kesehatan lainnya yang peduli dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter
derajat kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar penyebab
kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan teknologi sederhana
ditingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan
menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), ditingkat
pelayanan kesehatan dasar. Bank dunia, 1993 melaporkan bahwa
MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi
masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan
Akut (ISPA), diare, campak, malaria, kurang gizi dan yang sering
merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian balita, Departeman Kesehatan RI bekerja sama dengan
WHO telah mengembangkan paket pelatihan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) yang mulai dikembangkan di Indonesia sejak
tahun 1996 dan implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah
mencakup 33 provinsi.
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada
anak balita sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan sesuai standar yang meliputi :
1. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang
tercatat dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah
pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat
pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan
berturut-turut atau berat badan anak balita dibawah garis merah
dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan.
2. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)
minimal 2 kali dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi
pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa,
sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali setahun (setiap 6
bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana
pelayanan kesehatan) maupun di luar gedung.

Index : SDIDTK (STIMULASI DETEKSI INTERVENSI DINI


TUMBUH KEMBANG)
Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang (SDIDTK) merupakan revisi dari program Deteksi Dini
Tumbuh Kembang (DDTK) yang telah dilakukan sejak tahun 1988
dan termasuk salah satu program pokok Puskesmas Kegiatan ini
dilakukan menyeluruh dan terkoordinasi diselenggarakan dalam
bentuk kemitraanan tara keluarga, masyarakat dengan tenaga
professional Tidak ada perbedaan yang signifikan antara SDIDTK
dengan DDTK, hanyalah perbedaan istilah.
Program SDIDTK merupakan program pembinaan tumbuh
kembang anak secara komprehensif dan berkualitas melalui kegiatan
stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh
kembang pada masa lima tahun pertama kehidupan,
diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga (orang
tua, pengasuh anak dan anggota keluarga lainnya), masyarakat
(kader, tokoh masyarakat, organisasi profesi, lembaga swadaya
masyarakat) dengan tenaga professional kesehatan, pendidikan dan
sosial).
SDIDTK adalah pembinaan tumbuh kembang anak secara
komprehensif dan berkualitas melalui kegiatan stimulasi, deteksi
dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang pada masa
5tahun pertama kehidupan . Diselenggarakan dalam bentuk
kemitraan antara : keluarga, masyarakat dengan tenaga professional
(kesehatan, pendidikan dan sosial).
Indikator keberhasilan program SDIDTK adalah 90% balita
dan anak prasekolah terjangkau oleh kegiatan SDIDTK pada tahun
2015.Tujuan agar semua balita umur 0–5 tahun dan anak
prasekolah umur 5-6 tahun tumbuh dan berkembang secara
optimal.
1. Pengertian Pertumbuhan, Perkembangan, dan Stimulasi
 Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel
serta jaringan, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur
tubuh sebagian atau keseluruhan sehingga dapat diukur
dengan satuan panjang dan berat.
 Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar,
gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan
kemandirian.
 Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar
anak umur 0 – 6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang
secara optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin
sedini mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan.
Stimulasi tumbuh kembang anak dapat dilakukan oleh ibu,
ayah, pengganti orang tua/pengasuh anak, anggota keluarga
lain atau kelompok masyarakat di lingkungan rumah tangga
masing-masing dan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Prinsip Dasar Stimulasi Tumbuh Kembang Anak
Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada
beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan, yaitu :
 Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih
sayang.
 Selalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena akan
meniru tingkah laku orang-orang yang terdekat dengannya.
 Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak.
 Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain,
bernyanyi, bervariasi, menyenangkan, tanpa paksaan dan
tidak ada hukuman.
 Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai
umur anak , terhadap ke 4 aspek kemampuan dasar anak.
 Gunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman dan
ada di sekitar anak.
 Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan
perempuan.
 Anak selalu diberi pujian, bila perlu diberi hadiah atas
keberhasilannya.
3. Jenis Deteksi Dini Tumbuh Kembang
Ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat
dikerjakan oleh tenaga kesehatan di puskesmas dan jaringannya,
berupa:
a. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk
mengetahui/menemukan status gizi kurang/buruk dan
mikrosefali/makrosefali. Deteksi dini penyimpangan
pertumbuhan dilakukan dengan pengukuran Berat Badan
terhadap Tinggi Badan dengan tujuan untuk memnetukan
status gizi anak, normal, kurus, kurus sekali atau gemuk.
Selain itu, juga dilakukan pengukuran Lingkar Kepala Anak
(LKA) dengan tujuan untuk mengetahui lingkar kepala anak
dalam batas normal atau diluar batas normal.
b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan yaitu untuk
mengetahui gangguan perkembangan anak (Keterlambatan),
gangguan daya lihat, gangguan daya dengar. Deteksi dini
penyimpangan perkembangan dilakukan dengan :
 Skrining/Pemeriksaan perkembangan anak menggunakan
Kuisioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) dengan tujuan
untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada
penyimpangan.
 Tes Daya Dengar (TDD) dengan tujuan untuk menemukan
gangguan pendengaran sejak dini, agar dapat segera ditindak
lanjuti untuk meningkatkan kemampuan daya dengar dan
bicara anak.
 Tes daya Lihat (TDL) dengan tujuan untuk mendeteksi secara
dini kelainan daya dengar agar segera dapat dilakukan
tindakan lanjutan sehingga kesempatan untuk memperoleh
ketajaman daya lihat menjadi lebih besar.
c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk
mengetahui adanya masalah mental emosional, autisme dan
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Ada
beberapa jenis alat yang digunakan untuk mendeteksi secara
dini adanya penyimpangan mental emosional pada anak,
yaitu; Kuisioner Masalah Mental Emosional (KMME) bagi anak
umur 36 bulan sampai 72 bulan. Tujuannya untuk mendeteksi
secara dini adanya penyimpangan/masalah mental emosional
pada anak prasekolah. Alat yang digunakan adalah :
 Ceklist Autis anak praseolah (Checklist for Autism in
Toddler/CATT) bagi anak umur 18 bulan samapai 36 bulan.
Tujuan untuk mendeteksi secara dini adanya Autis pada anak
umur 18 bulan – 36 bulan.
 Formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas (GPPH) menggunakan Abreviated Conner
Rating Scale bagi anak umur 36 bulan ke atas.
d. Sasaran deteksi dini :
a. Sasaran Langsung : Semua anak umur 0-6 tahun yang ada
di wilayah kerja Puskesmas
b. Sasaran Tidak Langsung : Tenaga kesehatan yang berkerja
di lini terdepan (Dokter, Bidan, Perawat, Ahli Gizi,
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat dan sebagainya), Tenaga
pendidik, Petugas lapangan KB, Petugas sosial yang terkait
dengan pembinaan tumbuh kembang anak, Petugas sektor
swasta dan profesi lainnya.
e. Rujukan Dini Penyimpangan Perkembangan Anak
Rujukan diperlukan jika masalah/penyimpangan
perkembangan anak tidak dapat ditangani meskipun sudah
dilakukan tindakan intervensi. Rujukan penyimpangan tumbuh
kembang dilakukan secara berjenjang sebagai berikut:
 Tingkat keluarga dan masyarakat
Keluarga dan masyarakat (orang tua, anggota keluarga lainnya dan
kader) dianjurkan untuk membawa anak ke tenaga kesehatan di
Puskesmas dan jaringan atau Rumah Sakit. Orang tua perlu
diingatkan membawa catatan pemantauan tumbuh kembang
buku KIA.
 Tingkat Puskesmas dan jaringannya
Pada rujukan dini, bidan dan perawat di posyandu, Polindes, Pustu
termasuk Puskesmas keliling, melakukan tindakan intervensi dini
penyimpangan tumbuh kembang sesuai standar pelayanan yang
terdapat pada buku pedoman. Bila kasus penyimpangan tersebut
ternyata memerlukan penanganan lanjut, maka dilakukan rujukan
ke tim medis di Puskesmas.
 Tingkat Rumah Sakit Rujukan
Bila kasus penyimpangan tersebut tidak dapat di tangani di
Puskesmas maka perlu dirujuk ke Rumah Sakit Kabupaten yang
mempunyai fasilitas klinik tumbuh kembang anak dengan dokter
spesialis anak, ahli gizi serta laboratorium/pemeriksaan penunjang
diagnostic. Rumah Sakit Provinsi sebagai tempat rujukan sekunder
diharapkan memiliki klinik tumbuh kembang anak yang didukung
oleh tim dokter spesialis anak, kesehatan jiwa, kesehatan mata, THT,
rehabilitasi medik, ahli terapi, ahli gizi dan psikolog.

Index : PELAYANAN KESEHATAN LAIN PADA BALITA


1. Pemantauan pertumbuhan balita dengan Buku KIA
Buku KIA adalah alat yang sederhana dan murah, yang
dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan
anak. Oleh karenanya Buku KIA harus disimpan oleh ibu balita di
rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi
posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan
dokter. Buku KIA menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu
dan keluarga untuk memantau tumbuh kembang anak, agar tidak
terjadi kesalahan atau ketidak seimbangan pemberian makan
pada anak.
Buku KIA juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang
bagi petugas kesehatan untuk menentukan jenis tindakan yang
tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan gizi anak untuk
mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan kesehatan-
nya. Buku KIA berisi catatan penting tentang pertumbuhan,
perkembangan anak, imunisasi, penanggulangan diare, pemberian
kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak, pemberian ASI
eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, pemberian makanan
anak dan rujukan ke Puskesmas/ Rumah Sakit. Buku KIA juga
berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua
balita tenta ng kesehatan anaknya
2. Pemberian Kapsul Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin
yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan
mata. Kekurangan vitamin A bisa terjadi karena serapan vitamin A
pada mata mengalami pengurangan sehingga terjadi kekeringan
pada selaput lendir atau konjungtiva dan selaput bening ( kornea
mata ). Vitamin A juga berguna untuk meningkatkan daya tahan
tubuh, jaringan epitel, untuk melawan penyakit misalnya campak,
diare dan infeksi lain.
Pemberian vitamin A termasuk dalam program Bina Gizi
yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan setiap 6 bulan
yaitu bulan Februari dan Agustus, anak-anak balita diberikan
vitamin A secara gratis dengan target pemberian 80 % dari seluruh
balita. Dengan demikian diharapkan balita akan terlindungi dari
kekurangan vitamin A terutama bagi balita dari keluarga
menengah kebawah.
Vitamin A terdiri dari 2 jenis :
a. Kapsul vitamin A biru ( 100.000 IU ) diberikan pada bayi yang
berusia 6-11 bulan satu kali dalam satu tahun
b. Kapsul vitamin A merah ( 200.000 IU ) diberikan kepada balita
Kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia (mata
kering).
3. Pelayanan Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan
diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu
untuk balita mencakup :
a. Penimbangan berat badan
b. Penentuan status pertumbuhan
c. Penyuluhan
d. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas, dilakukan pemeriksaan
kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang,
apabila ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke Puskesmas.
4. Manajemen Terpadu Balita Sakit
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated
Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan
yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan
fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara
menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan
tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit.
Kegiatan MTBS merupakan upaya pelayanan kesehatan yang
ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit
rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya
termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll).
Bila dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS
tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang
sering menyebabkan kematian bayi dan balita di Indonesia.
Dikatakan lengkap karena meliputi upaya preventif (pencegahan
penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling) dan
upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-penyakit dan
masalah yang sering terjadi pada balita. Badan Kesehatan Dunia
WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok
diterapkan negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan
angka kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita.
Dalam pelaksanaannya, MTBS ini dibedakan dalam 2
kategori, yaitu :
a. Manajemen Terpadu Bayi Muda/MTBM (Usia 1 hari sampai 2
bulan)
Pengelolaan bayi sakit pada usia 1 hari sampai 2 bulan
ini, meliputi penilaian tanda dan gejala, penentuan klasifikasi
dan tingkat kegawatan, penentuan tindakan dan pengobatan,
pemberian konseling, pemberian pelayanan dan tindak lanjut.
Dalam manajemen terpadu bayi muda ini, dilakukan
pengelolaan terhadap penyakit-penyakit yang lazim terjadi
pada bayi muda, antara lain adanya kejang, gangguan nafas,
hipotermi, kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, gangguan
saluran cerna, diare serta kemungkinan berat badan rendah
dan masalah pemberian ASI.
b. Manajemen Terpadu Balita Sakit Umur 2 Bulan sampai 5
Tahun
Tahapan pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit
pada usia 2 bulan sampai 5 tahun ini sama seperti manajemen
terpadu bayi muda, yaitu penilaian tanda dan gejala,
penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan, penentuan
tindakan dan pengobatan, pemberian konseling, pemberian
pelayanan dan tindak lanjut. Dalam MTBS usia 2 bulan
sampai 5 tahun ini, dilaksanakan pengelolaan terhadap
beberapa penyakit pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun.
Beberapa penyakit yang lazim terjadi pada anak usia 2 bulan
sampai 5 tahun, aantara lain adanya tanda bahaya umum (
tidak bias minum atau menetek, muntah, kejang, letargis, atau
tidak sadar ), batuk dan sukar bernafas, diare, demam,
masalah telinga, status gizi buruk ( malnutrisi dan anemia ).
5. Konseling pada keluarga balita
Konseling yang dapat diberikan adalah :
a. Pemberian makanan bergizi pada bayi dan balita
b. Pemberian makanan bayi
c. Mengatur makanan anak usia 1-5 tahun.
d. Pemeriksaan rutin/berkala terhadap bayi dan balita
e. Peningkatan kesehatan pola tidur, bermain, peningkatan
pendidikan seksual dimulai sejak balita (sejak anak mengenal
idenitasnya sebagai laki-laki atau perempuan

3.3 Tatalaksana Upaya Gizi Masyarakat


3.3.1 Jenis Pelayanan Gizi
1. Penanggulangan Gizi Buruk
Gizi Buruk pada Balita dapat menyebabkan penurunan
kecerdasan dan daya tahan tubuh bahkan dapat menyebabkan
kematian. Sedangkan pada ibu hamil dapat menyebabkan bayinya
BBLR. Penanggulangan Gizi Buruk perlu dilakukan secara terpadu.
Keterlibatan lintas sektor dan lintas program merupakan penentu
yang amat penting dalam keberhasilan penanggulangan gizi buruk.
Pelayanan diberikan terhadap Balita (0-59 Bulan) dengan status gizi
buruk (BB/PB <-3 SD dan BB/TB < -3 SD) dan ibu hamil dengan
LILA kurang dari 23,5 cm. Pelayanan yang diberikan berupa
konseling gizi, pemberian Makanan Tambahan Pemulihan dan
pemantauan status gizi.
2. Penanggulangan Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI)
GAKI menyebabkan pembesaran kelenjar gondok (tiroid),
hambatan pertumbuhan jasmani maupun mental yang ditandai
dengan cebol, dungu atau bodoh. Kekurangan Iodium terutama
terjadi didaerah pegunungan. Beberapa daerah di Kabupaten Lima
Puluh Kota termasuk daerah endemik. Penanggulangan masalah
GAKI secara khusus dilakukan melalui pemberian kapsul minyak
beriodium kepada seluruh Wanita Usia Subur dan Anak Sekolah
yang berada pada wilayah endemik. Secara umum penanggulanagn
GAKI dilakukan dengan Iodisasi garam dapur.
3. Penanggulangan Kurang Vitamin A
Kekurangan Vitamin A yang berat dapat menyebabkan
kebutaan, mengurangi daya tahan tubuh sehingga mudah terkena
infeksi yang sering menyebabkan kematian. Penanggulangan KVA
perlu dilakukan secara dini melalui pemberian kapsul vitamin A
pada ibu nifas, bayi dan anak balita.
4. Penanggulangan Anemia Gizi Besi (AGB)
AGB menyebabkan penurunan kemampuan fisik atau
produktifitas kerja, penurunan kemampuan berpikir dan antibodi.
Anemia pada ibu hamil dapat menyebabkan pendarahan pada proses
persalinan yang beujung pada kematian ibu. Penanggulangan AGB
dilakukan dengan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil dan remaja
putri.
5. Penanggulangan Gizi Lebih
Gizi lebih pada orang dewasa dapat menyebabkan
meningkatkan resiko penyakit degeneratif seperti jantung koroner,
diabetes mellitus, hipertensi dan penyakit hati. Status gizi orang
dewasa dinilai dengan IMT (indeks Massa Tubuh). Orang dewasa
dikategorikan gemuk apabila IMTnya lebih dari 25. Penanggulangan
Gizi lebih dilakukan dengan pengaturan makanan (diet).
6. Konsultasi Gizi
Konsultasi gizi dilakukan diunit pelayanan kesehatan.
Pelayanan diberikan kepada pasien yang menderita penyakit yang
memerlukan pengaturan makanan oleh ahli gizi. Kegiatan dalam
konsultasi berupa pengukuran antropometri, penentuan status gizi,
menggali permasalahan dan membuat kesepakatan dengan klien
serta menentukan kebutuhan gizi klien.
3.3.2 Bentuk Pelayanan
1. Pemberian Makanan Tambahan dan Makanan Pendamping ASI
Pemberian PMT kepada balita gizi buruk berupa Pan-
enteral atau dengan pemberian Formula WHO bertahap sesuai
dengan fase perawatan yang dilakukan terhadap anak. Pemberian
PMT berlangsung selama 90 hari secara terus menerus.
Pemantauan Berat Badan dan Status Gizi anak dilakukan setiap
15 hari. Pemberian PMT kepada Ibu Hamil KEK berupa susu ibu
hamil selama 90 hari berturut-turut. Selama pemberian PMT ibu
dipantau Berat Badan, LILA dan kadar haemoglobin darahnya.
2. Pemberian Vitamin A
Vitamin A diberikan kepada Bayi usia 6-11 bulan dengan
dosis 100.000 IU berupa 1 butir kapsul dengan warna biru dan
kepada anak balita usia (1-5) tahun dengan dosis 200.000 IU
berupa 1 butir kapsul dengan warna merah pada bulan februari
dan agustus. Ibu nifas juga diberikan Vitamin A 2 butir yang
harus diminum 1 butir segera setelah persalinan dan satu butir
lagi 24 jam berikutnya.
3. Pemeriksaan Garam
Pemeriksaan garam dilakukan di Sekolah Dasar disetiap
jorong. Murid-murid dengan jumlah 26 orang disetiap sekolah
diminta membawa garam kesekolah, kemudian diwawancarai
mengenai beberapa hal tentang garam misalnya: tempat membeli
garam, wadah penyimpanan, tempat meletakkan dan juga
dilakukan pemeriksaan iodium dengan menggunakan iodine tes.
Pemeriksaan garam ini dilakukan setiap bulan februari dan
agustus.
4. Pemberian Tablet Fe
Tablet Fe diberikan kepada ibu hamil dengan jumlah 90
butir selama kehamilan dengan ketentuan trimester pertama
diberikan 30 butir, trimester kedua 30 butir dan trimester ketiga
30 butir. Ibu nifas juga diberikan tablet Fe sebanyak 30 butir
selama nifas dengan tujuan untuk mencegah terjadinya anemia
gizi besi pada ibu hamil dan menyusui. Remaja putri juga
diberikan tablet Fe yang harus diminum sebanyak 1 butir setiap
hari selama 10 hari yang dimulai pada hari pertama menstruasi.
5. Konsultasi Gizi
Kegiatan yang dilakukan pada konsulasi gizi adalah
sebagai brikut
a. Pasien datang berdasarkan rujukan dari BP/KIA/KB atau
datang dengan keinginan sendiri.
b. Melakukan pengukuran Antopometri (BB & TB) Cari IMT untuk
menentukan status gizi.
c. Anamnesa Kebiasaan Makan Pasien
d. Recall 24 jam konsumsi makanan pasien
e. Tentukan kebutuhan gizi pasien
f. Penjelasan Diet Pasien
g. Review kepada pasien
6. Penyuluhan Gizi
Penyuluhan gizi dilakukan dipuskesmas, diposyandu,
disekolah dan tempat umum lainnya. Materi penyuluhan
desesuaikan dengan keadaan sasaran. Penyuluhan dilakukan
menggunakan media seperti flipcahart, lembar balik, lapto,
proyektor dan lain sebagainya. Umumnya materi yang
disampaikan adalah mengenai menu seimbang orang dewasa
lansia dan anak, manfaat garam beriodium, manfaat vitamin A,
cara memilih dan mengolah makanan yang baik, kadarzi dan lain
sebagainya.
7. Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah dilakukan apabila ada kasus yang
misalnya gizi buruk. Balita gizi buruk dikunjungi kerumahnya
bersama tim penanggulangan gizi buruk yang terdiri dari: Petugas
gizi, petugas promkes, pengelola anak, dokter, perawat.

3.3.3 Fasilitas Pendukung Pelayanan


1. PMT dan MP-ASI
PMT berupa susu ibu hamil dan Pan-Enteral. MP-ASI berupa
bubur bayi dan biskuit
2. Vitamin A
Vitamin A biru (100.000IU) dan Vitamin A merah (200.000IU)
3. Iodina Test
Cairan untuk menguji ketersediaan iodium pada garam
4. Tablet Fe
Tablet tambah darah untuk membantu pembentukan sel darah
merag guna mencegah anemia gizi besi
5. Media Penyuluhan (lembar balik, liflet, laptop,dll)
6. Media Konsultasi Gizi (food model, timbangan injak, microtois, alat
ukur panjang badan, pita LILA, liflet diet.)

3.3.4 Format Pelaporan


1. Laporan LB3 Gizi
2. Laporan Identitas Gizi Buruk
3. Laporan Semester (F6)
4. Laporan Perkembangan Balita Gizi Buruk yang Mendapat PMT
5. Laporan Perkembangan Ibu Hamil yang Mendapat PMT
6. Laporan MP-ASI

3.3.5 Visualisasi Data


1. Grafik pencapaian
 Grafik Cakupan D/S, N/D’ dan BGM/D
 Grafik Cakupan ASI ekslusif
 Grafik Cakupan Vitamin A bayi, balita dan bufas
 Grafik Cakupan Garam beriodium
 Grafik pencapaian Fe1 dan Fe3
2. Laporan bulanan
 LB3 Gizi
 Identitas Gizi Buruk
 Perkembangan Gizi Buruk
3. Laporan semester
 Vitamin A
 ASI Ekslusif
 Garam beriodium
4. Laporan tahunan

3.4 Tatalaksana Upaya Kesehatan Lingkungan


Dalam upaya meningkatkan kebutuhan sanitasi masyarakat
terhadap sanitasi dilakukan melalui perubahan perilaku higiene dan
sanitasi masyarakat. Oleh karena itu program/kegiatan penyehatan
lingkungan di puskesmas diharapkan dapat merubah perilaku
masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.
1. Pembinaan dan Pengawasan Kualitas Air
Sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Undang-
Undang Kesehatan nomor 36 Tahun 2009, khususnya yang terkait
dengan penyehatan air dan tujuan penyediaan air bersih, maka
pengawasan kualitas air dan pengamanan kualitas air dalam
kaitannya membantu penyediaan air bersih yang memenuhi syarat
kesehatan, penyuluhan kesehatan dalam kaitannya meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk penyediaan dan pemanfaatan air
bersih merupakan kegiatan yang strategis untuk mencapai tujuan
tersebut.
Tujuan umum pengawasan kualitas air adalah diketahuinya
gambaran mengenai keadaan sanitasi sarana dan kualitas air
sebagai data dasar untuk memberikan rekomendasi untuk
pengamanan kualitas air. Adapun tujuan khusus adalah :
a. Tersedianya informasi keadaan sanitasi sarana air bersih dan
kualitas air
b. Tersedianya rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya
perlindungan pencemaran, perbaikan kualitas air dan
penyuluhan kepada pihak terkait.
Sasaran kegiatan pembinaan dan pengawasan kualitas air
adalah sebagai berikut :
a. Air Minum (Depot Air Minum)
b. Air bersih yang digunakan masyarakat untuk keperluan rumah
tangga (minum, masak, cuci alat rumah tangga)
Bentuk kegiatan yang dilaksanakan untuk pembinaan dan
pengawasan kualitas air adalah :

a. Inspeksi sanitasi
Inspeksi sanitasi dilakukan untuk air minum dengan
sistem perpipaan, depot air minum dan air minum bukan jaringan
perpipaan, melalui :
 Penetapan lokasi titik dan frekuensi inspeksi sanitasi;
Pengamatan dan peniaian terhadap sarana air minum dengan
menggunakan formulir inspeksi sanitasi sarana air minum
(terlampir); dan
 Menetapkan tingkat resiko pencemaran berdasarkan penilaian.
b. Pemeriksaan kualitas air bersih
Pemerikasaan kualitas air dilakukan dengan cara
pengambilan sampel air minum.
Tata cara pengambilan sampel adalah sebagai berikut :
 Penetapan lokasi titik pengambilan sampel dilakukan
berdasrkan hasil inspeksi sanitasi;
 Titik-titik sampel menyebar dan mewakili kualitas air dari
sistem penyediaan air bersih;
 Sampel diambil, disimpan dan dikirim dalam wadah yang steril
dan bebas dari kontaminasi;
 Pengiriman sampel dilakukan dengan segera;
 Sampel yang diambil dilengkapi dengan data rinci sampel yang
diambil.
Penetapan jumlah dan frekuensi pengambilan sampel air
minum sesuai dengan yang diatur pada lampiran Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
736/MENKES/PER/VI/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan
Kualitas Air Minum.
c. Pembinaan pemakai air
Pembinaan pemakai air dilakukan untuk pengamanan
kualitas air sebagai tindak lanjut pengawasan kualitas air melalui
upaya penyuluhan. Kegiatan penyuluhan penyehatan air
terdiridari :
 Penyuluhan penyehatan air bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran penduduk akan pentingnya penggunaan dan
penanganan air bersih secara higienis dalam kehidupan
sehari-hari, diperolehnya perubahan perilaku hidup sehat yang
berhubungan dengan penyediaan air bersih, dan
melembaganya kegiatan perencanaan, pembangunan,
pemanfaatan, pemeliharaan, perbaikan, serta pengembangan
sarana air bersih dimasyarakat.
 Peningkatan kegiatan kelompok pemakaiair (Pokmair).
 Penerapan upaya penyehatan air melalui pendekatan desa
percontohan kesehatan lingkungan.
2. Pembinaan dan Pengawasan Tempat-Tempat Umum (TTU)
Tujuan pembinaan dan pengawasan Tempat-Tempat
Umum (TTU) adalah sebagai berikut :
a. Tersedianya informasi keadaan sanitasi TTU.
b. Tersedianya rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya
pencegahan penyakit yang disebabkan oleh TTU yang tidak
memenuhi syarat kesehatan.
c. Sebagai data dasar untuk penyuluhan kepada pihak terkait.
Bentuk kegiatan pembinaan dan pengawasan TTU adalah
inspeksi sanitasi pada TTU, diantaranya adalah :
a. Inspeksi sanitasi sekolah
b. Inspeksi sanitasi pondok pesantren
c. Inspeksi sanitasi hotel
d. Inspksi sanitasi Pasar
e. Inspeksi sanitasi sarana ibadah
f. Inspeksi sanitasi salon/pangkas rambut
g. Inspeksi sanitasi sarana pelayanan kesehatan
h. Inspeksi sanitasi kolom renang
Inspeksi sanitasi TTU dilakukan dengan menggunakan
formulir inspeksi sanitasi TTU tersendiri, sesuai dengan jenis TTU
sebagaimana terlampir. Sebagai alat bantu dalam inspeksisanitasi
TTU juga dapat digunakan sanitarian kids.
Hasil inspeksi sanitasi TTU akan mengambarkan
permasalahan yang ada pada TTU tersebut dan merupakan
rekomendasi bagi petugas dalam pelaksanaan penyuluhan guna
mengubah perilaku yang terkait dengan TTU tersebut. Salah satu
bentuk metode dalam mengubah perilaku yang dapat dilakukan di
TTU seperti di sekolah, pondok pesantren dan masyarakat
sekitarnya adalah dengan methodology for participatory assesment
(MPA) dan participatory hygiene and sanitation transformation
(PHAST) yang disingkat dengan MPA-PHAST.
MPA adalah suatu metode/cara yang digunakan untuk
melakukan suatu kajian atau penilaian terhadap keadaan atau
kondisi sarana sanitasi suatu kelompok masyarakat dengan
melibatkan partisipasi masyarakat. PHAST adalah suatu metode
yang digunakan untuk mencapai perubahan perilaku ke arah
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan mengembangkan
sarana sanitasi.
Mengapa digunakan metode MPA-PHAST? Atau apa
kelebihan dari MPA-PHAST? :
a. Masyarakat dapat mengekspresikan “voice dan choicenya”.
b. Memungkinkan bagi yang buta huruf untuk mengekpresikan
pandangannya.
c. Kesinambungan dan efektifitas suatu program.
Peralatan yang diperlukan dalam Metode MPA-PHAST
adalah gambar-gambar yang mengambarkan sarana sanitasi yang
digunakan masyarakat, perilaku masyarakat dalam pemanfaatan
sarana sanitasi, alur penyakit yang bisa disebabkan oleh perilaku
tersebut, dan alur pencegahan penyakit. Permasalahan dan
pemecahan masalah di dapat dari masyarakat, petugas
menyimpulkan sampai ada suatu komitmen perubahan perilaku
ke arah PHBS.

Bentuk pencatatan dan pelaporan dari inspeksi sanitasi


TTU, dan visualisai data dalam bentuk pemetaan, tabel dan
grafik… (lihat lampiran)

3. Pembinaan dan Pengawasan Lingkungan Pemukiman


Tujuan pembinaan dan pengawasan lingkungan
pemukiman adalah sebagai berikut :
a. Tersedianya informasi keadaan sanitasi lingkungan
pemukiman.
b. Tersedianya rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya
pencegahan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan
pemukiman yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan upaya
perbaikan ligkungan pemukiman.
c. Sebagai data dasar penyuluhan untuk pihak terkait serta
perencanaan pengembangan pemukiman yang sehat.
Salah satu bentuk kegiatan pembinaan dan pengawasan
lingkungan pemukiman adalah inspeksi sanitasi rumah,
didalamnya tercakup masalah jamban, air bersih, limbah cair dan
pengolahan sampah. Inspeksi sanitasi rumah dilaksanakan
dengan menggunakan formulir inspeksi sanitasi sebagaimana
terlampir.
Dari inspeksi sanitasi rumah dapat diketahui cakupan
masyarakat yang telah menggunakan jamban sehat, akses
terhadap air bersih, perilaku masyarakat dalam pengolahan
limbah cair dan sampah. Untuk meningkatkan higienitas dan
kualitas kehidupan masyarakat Indonesia, serta untuk
mendukung tercapainya Millinium Development Goals (MDGs)
tahun 2015, Pemerintah Indonesia mencanangkan kegiatan
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Lingkup sanitasi
dalam STBM meliputi 5 pilar yaitu :
a. Stop Buang Air Besar Sembarangan
b. Cuci tangan pakai sabun
c. Penggelolaan air minum dan makan dalam rumah tangga
d. Pengelolaan sampah rumah tangga
e. Pembuangan salurann limbah cair rumah tangga secara aman.
Dalam upaya meningkatkan kebutuhan STBM dilakukan
melalui perubahan perilaku hygiene dan sanitasi masyarakat.
Perubahan perilaku ini digunakan 2 metode pendekatan yaitu
metode promosi sanitasi menggunakan komunikasi perubahan
perilaku (behavior change communication/BBC) dan metode
pemicuan (Community Lead Total Sanitation/CLTS).
Metode pemicuan (CLTS) pada prinsipnya adalah pemicuan
terhadap rasa jijik, rasa malu, rasa takut sakit, rasa berdosa dan
rasa tanggug jawab yang berkaitan pada kebiasaan buruk seperti
buang air besar sembarangan. Untuk membantu pemicuan
digunakan beberapa komponen seperti pemetaan, alur
kontaminasi, alur penyakit dan simulasi lainnya. Alat bantu yang
diperlukan dalam pelaksanaan pemicuan (CLTS) adalah :
a. Tanah lapang atau halaman
b. Bubuk putih untuk membuat batas desa
c. Potongan-otongan kertas untuk menggambarkan rumah
penduduk
d. Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran
e. Spidol
f. Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk terhadap
sarana sanitasi.
Dengan metode CLTS diharapkan adanya pemahaman dan
persamaan persepsi individu maupunkelompok tentang tiga
komponen STBM yang saling terkait (komponen peningkatan
kebutuhan/demand, perbaikan penyediaan/spply, dan penciptaan
lingkungan yang mendukung) dalam pelaksanaan program STBM.
4. Pembinaan dan Pengawasan Tempat Pengolahan Makanan

Tujuan pembinaan dan pengawasan tempat pengolahan


makanan (TPM) adalah sebagai berikut :
a. Tersedianya informasi keadaan sanitasi TPM
b. Tersedianya rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya
pencegahan penyakit yang disebabkan oleh TPM yang tidak
memenuhi syarat kesehatan.
c. Sebagai data dasar penyuluhan untuk pihak terkait
Bentuk kegiatan pembinaan dan pengawasan tempat
pengolahan makanan adalah :
a. Inspeksi sanitasi pada rumah makan, jasa boga, warung kopi,
makanan jajanan, dan industri rumah tangga. Inspeksi sanitasi
dilakukan dengan menggunakan formulir inspeksi sanitasi
sesuai dengan tempat pengolahan makanan sebagaimana
terlampir.
b. Pemeriksaan sampel makanan
Makanan yang diperiksa jika dicurigai mengandung bahan-
bahan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dimana
dapat membahayakan kesehatan yang mengkonsumsinya, diambil
sampelnya untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Bentuk pencatatan dan pelaporan dari inspeksi sanitasi
TPM, dan visualisasi data ditampilkan dalam bentuk tabel dan
grafik.

5. Klinik Sanitasi
Tujuan pelaksanaan klinik sanitasi adalah suatu upaya
penyehatan lingkungan dan pembenrantasan penyakit berbasis
lingkungan. Dengan klinik sanitasi maka upaya penyehatan
lingkungan difokuskan pada kelompok resiko tinggi penyakit
berbasis lingkungan.
Alur merujuk pasien penyakit berbasis lingkungan ke
klinikk sanitasi adalah sebagai berikut :
a. Pengunjung mendaftar di loket
b. Petugas loket mengisi kartu status
c. Pasien menuju ke poliklinik dengan membawa kartu status
d. Petugas poliklinik (perawat, dokter, bidan) memeriksa pasien
sesuai prosedur yang berlaku dipuskesmas
e. Apabila dari hasil emeriksaan diduga menderita penyakit yang
berbasis lingkungan (diare, kecacingan, ISPA, malaria, DBD, TB
Paru, kulit/gatal-gatal, keracunan makan, minuman dan
pestisida) dan diakibatkan oleh pengaruh lingkungan, maka
pemeriksa memberikan kartu rujukan/kartu status kepada
pasien untuk menuju ke petugas klinik sanitasi
f. Penderita menuju dan memberikan kartu rujukan/kartu status
pasien ke petugas klinik sanitasi.
Alur pelaksanaan wawancara petugas klinik sanitasi
dengan pasien adalah sebagai berikut :
a. Pasien yang dirujuk menyerahkan rujukann/kartu status ke
petugas klinik saniitasi
b. Petugas klinik sanitasi mempelajari kartu pasien untuk
mengetahui penyakit penderita
c. Lakukan wawancara dengan menggunkan daftar pertanyaan
sesuai penyakit yang diderita pasien
d. Simpulkan hasil wawancara apakah penyakit yang diderita
pasien itu ada indikasi berhubugan dengan faktor lingkungan
e. Berikan saran pemecahan yang sederhana, mudah
dilaksanakan danmurah sesuai dengan masalahnya
f. Adakan kesepakatan kapan bisa berkunjung ke rumah pasien
jika penyakit disebabkan oeh faktor lingkungan
g. Pasien ambilobat di apotik dan pulang
h. Petugas klinik sanitasi mengisi kartu status kesehatan
ligkungan berdasarkan kartu status penderita dan mencatat ke
dalam buku registrasi.

Masyarakat juga boleh langsung berkunjung ke klinik


sanitasi tanpa pemeriksaan di poliklinik. Alur kunjungan ke
klinik sanitasi adalah :
a. Klien langsung ke ruang kerja kliniksanitasi (disesuaikan
dengan kondisi daerah, perlu mendaftarkan ke loket atau
langsung ke klinik sanitasi).
b. Petugas melakukan wawancara dengan klien sesuai dengan
permasalahan yang disampaikan dan hasilnya dicatat.
c. Simpulkan hasil wawancara apakah permasalahan yang
disampaikan berhubungan dengan faktor lingkungan.
d. Berikan saran pemecahan yang sederhana, murah dan mudah
dilaksanakan sesuai dengan masalahnya.
e. Apabila diperlukan adakan kesepakatan kapan berkunjung ke
rumah klien.
f. Klien pulang.
g. Petugas kliniksanitasi mengisi buku register berdasarkan
penjelasan klien.
Persiapan kegiatan klinik sanitasi di luar gedung
(kunjungan rumah) adalah sebagai berikut :
a. Pelajari hasil wawancara.
b. Siapkan formulir kunjungan lapangan sesuai denggan
penyyakkit pasien/klienn yang akan dikunungi.
c. Koordinasi lintas sektor terkait dan perhatikann hal-hal sebagai
berikut :
 Apa masalahnya dan apa pesan yang ingin disampaikan?
 Media penyuluhan yang diperlukan
 Peralatan yang diperlukan sesuai dengan permasalahan
 Sarana transportasi yang diperlukan
Alur pelaksanaan kegiatan kunjungan rumah oleh petugas
klinik sanitasi adalah :
a. Petugas langsung kunjungan ke rumah pasien/klien sesuai
dengan jadwal yang telah disepakati.
b. Gunakan formulir (panduan lapangan) sesuai dengan
penyakit/masalah pasien/klien.
c. Simpulkan hasil kunjungan kepada sasaran (keluarga dan
masyarakat sekitar).
d. Berikan saran pemecahan yang sederhana, murah dan mudah
dilaksanakan.
Apabila hasil kunjungan menyangkut sekelompok keluarga
(5 keluarga atau lebih) informasikan kepada petugas kesehatan di
desa dan kepada ketua RT/Rw atau lintas sektor untuk dapat
ditindaklanjuti bersama.

3.5 Tatalaksanan Upaya Kesehatan P2P


Saat ini Indonesia dihadapkan dengan beban ganda terhadap
masalah kesehatan, dimana penyakit-penyakit menular belum bisa
diatasi dengan baik sekarang dihadapi dengan Penyakit Tidak Menular.
Program Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit ditujukan untuk
menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit
menular dan tidak menular. Prioritas penyakit menular yang akan
ditanggulangi adalah demam berdarah dengue, tubercolusis paru,
HIV/AIDS, kusta, pneumonia, diare, malaria, filariasis . Prioritas
penyakit tidak menular yang ditanggulangi adalah penyakit jantung dan
gangguan sirkulasi, diabetes melitus dan kanker.
Tujuan Program Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit bertujuan :
1. Menurunnya angka kesakitan, Kecacatan dan kematian akibat
penyakit menular dan penyakit tidak menular
2. Memutuskan rantai penularan penyakit
3. Meningkatnya perilaku masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan faktor risiko Penyakit Tidak Menular
Sasaran pelaksanaan Program Pengendalian dan Pemberantasan
Penyakit, meliputi :
1. Masyarakat
2. Penderita
3. Keluarga Penderita
4. Petugas Kesehatan / Lintas Program
5. Lintas Sektoral
Kegiatan yang dilaksanakan pada Pelayanan Pengendalian dan
Pemberantasan Penyakit terdiri dari :
1. Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Tuberculosis Paru
2. Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Kusta
3. Pengendalian dan Pemberantasan Rabies
4. Pengendalian dan Pemberantasan HIV/AIDS
5. Pengendalian dan Pemberantasan Ispa
6. Pengendalian dan Pemberantasan Diare
7. Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Tidak Menular
8. Pengendalian dan Pemberantasan DBD
9. Pengendalian dan Pemberantasan Malaria
10. Pengendalian dan Pemberantasan Filariasis
1. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT TB PARU
Hasil Riskesdas menyatakan bahwa penyakit TB merupakan penyebab
kematian ke 2 setelah penyakit stroke baik diperkotaan maupun di pedesaan.
Kondisi ini diperparah oleh kejadian HIV yang semakin meningkat dan
bertambahnya jumlah kasus kekebalan ganda kuman TB terhadap OAT atau
MDRTB bahkan XDR TB, keadaan ini akan memicu epidemi TB yang sulit dan
terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama.
TB Bisa disembuhkan jika pasien minum obat secara teratur sehingga
memerlukan layanan petugas kesehatan yang berkualitas. Keterlibatan
Petugas Kesehatan dengan penderita TB terjadi dibeberapa titik pelayanan,
yaitu : Loket, Poliklinik, Laboratorium atau petugas yang melakukan
kunjungan rumah.
Yang dimaksud dengan pengendalian dan pencegahan infeksi TB (PPI TB)
adalah upaya khusus untuk mengendalikan penularan khusus untuk TB
sehingga dapat menurunkan resiko penularan dari seseorang pasien TB
kepada Petugas kesehatan maupun orang lain.
Gambar. Faktor resiko Kejadian TB

Jumlah Kasus TB BTA + Resiko menjadi TB bila


Faktor Lingkungan : Dengan HIV :
- Ventilasi - 5 s/d 10 % setiap tahun
- Kepadatan Hunian
- Perilaku

HIV ( + )

SEMBUH

PAJANAN INFEKSI TB
10%
MATI

Kosentrasi Kuman
Lama kontak
 Keterlambatan Diagnosis
 Tatalaksana tak memadai
 Kondisi kesehatan
 Malnutrisi
 Penyakit DM, dll

a. Tujuan Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru :


 Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB
 Memutus rantai penularan TB
 Mencegah terjadinya MDR ( Multi Drug Resisten ) TB
b. Sasaran Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru :
 Masyarakat
 Penderita TB
 Keluarga Penderita
 Petugas Kesehatan
 Lintas Sektoral
c. Kegiatan Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru :
1. Tatalaksana dan Pencegahan TB :
 Penemuan Kasus Tuberkulosis ; Pemeriksaan Sputum
 Pengobatan
 Pemantauan Hasil Pengobatan
 Pengendalian Infeksi pada sarana pelayanan kesehatan
 Pencegahan Tuberkulosis
2. Manajemen Program :
 Perencanaan Program Tuberkulosis
 Monitoring dan Evaluasi Program Tuberkulosis : KPP PRM , Supervisi
 Manajemen Logistik
 Pengembangan ketenagaan program Tuberkulosis
 Promosi Program Tuberkulosis ; Nagari Peduli TB, Pos TB Desa
3. Pengendalian TB Komprehensif :
 Kolaborasi TB – HIV
 Pemberdayaan masyarakat dan pasien tb
 Manajemen TB resisten obat
4. Upaya Pengendalian TB dengan Strategi DOTS :
Ada 5 (lima) komponen kunci strategi DOTS ( Directly Observed
Treatmen Short-Course) , Yaitu ;
 Komitmen politis
 Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak yang terjamin mutunya
 Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi
pasien
 Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif
 Sistem Monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu
memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja
program

Index : POJOK DOTS TB


 Adalah sarana bagi tenaga kesehatan untuk memberikan sosialisasi
kepada masyarakat tentang penyakit TB
 DOTS TB ( Directtly Observed Treatment Shourchor ) adalah strategi
penyembuhan TB jangka pendek dengan pengawasan lansung yang
telah direkomendaskan oleh WHO
TUJUAN POJOK DOTS :
 Jangka Pendek : Untuk memperingati hari hari TB
 Jangka Panjang :
1. Untuk meningkatkan jejaring TB di Unit Pelayanan Kesehatan
2. Memberikan Edukasi dan memberdayakan petugas dan masyarakat
agar ikut menjadi kader aktif dalam penanggulangan TB
3. Menurunkan angka insiden TB karena masyarakat telah mengetahui
penularan dan pencegahan
4. Meningkatkan tingkat edukasi penderita TB oleh petugas kesehatan
dan masyarakat
5. Meninngkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka
kematian karena TB
6. Menurunkan angka putus berobat , angka kekambuhan kasus gagal
dan kebal obat TB ( MDR – TB )
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin kelangsungan
pengobatan diperlukan seorang PMO.
1. Persyaratan PMO :
 Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus dihormati dan disegani
pasien
 Seseorang yang tinggal dekat dengan rumah pasien
 Bersedia membantu pasien dengan sukarela
 Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama
dengan pasien
2. Siapa yang bisa jadi PMO :
 Petugas kesehatan, misal : Bidan desa, Perawat, perkarya, jurim dan
lain-lain
 Kader kesehatan
 Guru
 Anggota keluarga
 Tokoh masyarakat
3. Tugas PMO :
 Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan
 Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat
 Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang
telah ditentukan
 Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan dirim ke fasilitas kesehatan.
Tugas seorang Pengawas Minum Obat (PMO) bukanlah untuk
menggantikan kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan
kesehatan.
d. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB
Paru :
Dalam Manajemen Program Pengendalian TB, logistik / fasilitas
pendukung dikelompokan menjadi 2, yaitu ;
a. Logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Sediaan OAT lini pertama ada 2 macam Yaitu Kombinasi Dosis Tetap
(KDT) dan Kombipak
 OAT KDT : Kombinasi Isoniasid dengan Rifampisin (HR) atau empat
jenis ; Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol (HRZE) dalam
satu tablet yang disesuaikan dengan berat badan
 OAT Kombipak Paket Obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol yang dikemas dalam bentuk
blister
Paduan OAT yang digunakan oleh Program : Katergori 1, Kategori 2 dan
kategori anak
b. Logistik Non OAT
 Alat Laboratorium : Mikroskop, Pot dahak, kaca sediaan, oli emersi,
eter alkohol, tisu, lampu spritus, ose, pipet, kertas saring, Boks
Slide dan lain-lain.
 Bahan diagnostik : Reagensia ZN, PPD RT (tuberkulin)
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan
pelaporan, brosur, poster, lembar balik, kertas, tinta printer, map
dan lain-lain.

Gambar. Alur Permintaan, distribusi dan pelaporan Logistik

Program TB Surat Perintah Pengiriman


Gudang Binfar
Nasional dan P2PL

Laporan OAT
Pengiriman
Pengiriman

Dinkes propinsi Dinkes


TB13 Kab/Kota
LPLPO LPLPO
Permintaan/pengiriman Permintaan/ Pengiriman

RS/Klinik Puskemas
e. Format Pelaporan Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru :
Formulir pencatatan dan pelaporan Program Nasional Pengendalian TB :
1. TB 01 : Kartu Pengobatan Penderita
2. TB 02 : Kartu Identitas Penderita
3. TB 03 : Register TB / Kabupataten / Kota
4. TB 04 : Register Laboratorium
5. TB 05 : Formulir Permohonan Laboratorium untuk pemeriksaan dahak
6. TB 06 : Daftar tersangka / Suspek TB yang diperiksa dahak SPS
7. TB 07 : Laporan Triwulan Penemuan dan Pangobatan pasien TB
8. TB 08 : Laporan triwulan hasil pengobatan TB
9. TB 09 : Formulir Rujukan / Pindah pasien TB
10. TB 10 : Formulir hasil pengobatan pasien TB Pindahan
11. TB 11 : Laporan Triwulan Hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
akhir tahap intensif
12. TB 12 : Formulir jaga mutu pemeriksaan laboratorium
13. TB 13 : Laporan Triwulan OAT
Sistem pencatatan dan Laporan pada Program menggunakan formulir
tersebut diatas dan juga menggunakan media elektonik (komputerisasi)
dengan program TB Elektronik dan Program SITT.
f. Visualisasi Data :
Jenis – jenis data yang akan di disajikan pada papan cakupan Program di
Puskesmas atau di dinas Kesehatan meliputi :
a. Peta Wilayah Kasus TB : BTA +, TB Anak, Rongent +, TB Mangkir
b. Grafik Jumlah penderita TB : BTA +, TB Anak, Rongent +, TB Mangkir
dibuat berdasarkan Waktu., tempat, Kelompok umur dan jenis
Kelamin.
c. CDR masing-masing Nagari atau Puskesmas
d. Protap / SOP : penatalaksanaan penderita TB
e. Alur Pelayanan dan Rujukan
ALUR DIAGNOSIS TB PARU PADA ORANG DEWASA

Tersangka Penderita TB
(Suspek TB)

Periksa dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)

Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA


+++ + - - - - -
++ -

Periksa Röntgen Beri Antibiotik


Dada Spektrum Luas

Tidak ada Ada


Hasil Hasil Tidak perbaikan perbaikan
Mendukung Mendukung
TB TB
Ulangi periksa dahak SPS

Hasil BTA Hasil BTA


Penderita TB +++ - - -
BTA Positif ++ -
+ - -

Periksa röntgen dada

Hasil Hasil
mendukung Röntgen
TB Neg

TB BTA Neg Bukan TB,


Röntgen Pos Penyakit Lain
2. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT KUSTA
Penyakit Kusta merupakan salah satu penyakit menular yang
menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang ditimbulkan
bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi,
budaya, dan keamanan. Penyakit Kusta sampai saat ini masih ditakuti oleh
masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini
disebabkan karena masih kurangnya pengetahuan / pengertian, kepercayaan
masyarakat yang keliru terhadap kusta dana cacat yang ditimbulkannya.
Dengan kemajuan teknologi, seharusnya tidak lagi menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Akan tetapi mengingat kompleksnya masalah penyakit
kusta, maka diperlukan program pengendalian secara menyeluruh dan
terpadu dengan melibatkan lintas program, lintas sektoral dan elemen
masyarakat. Selain itu juga perlu diperhatikan rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup penderita
kusta maupun mantan penderita kusta.
1. Tujuan :
a. Menurunkan angka kesakitan dan kecactan akibat penyakit kusta
dengan memutus rantai penularan
b. Tercapainya penemuan tersangka penyakit kusta sedini mungkin
c. Ditemukannya penderita kusta dengan cacat tingkat nol
d. Tercapainya penyebaran informasi tentang penyakit kusta secara
menyeluruh kepada masyarakat.
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita Kusta
c. Keluarga Penderita
d. Petugas Kesehatan
e. Lintas Sektoral
3. Kegiatan pelayanan yang dilaksanakan :
a. Survei Cepat Kusta / RVS
Kegiatan Survei Cepat dilakukan untuk mendeteksi sedini mungkin
penderita kusta di masyarakat. Survei dilakukan di Nagari yang di
temukan penderita kusta. Rincian kegiatan Survey sebagai berikut :
- Sosialisasi kepada Tokoh Masyarkat, Tokoh Agama, Pemerintahan
Nagari/Jorong dan Tenaga Kesehatan.
- Pemeriksaan kelainan kulit kepada masyarakat dan anak sekolah
b. Pemeriksaan kontak
Pemeriksaan kontak dilakukan oleh petugas kesehatan Puskesmas
kepada semua kontak penderita kusta baik itu kontak serumah,
dilikungan kerja maupun sekolah.
c. Promosi Kesehatan
Penyuluhan kesehatan dilakukan untuk meningkatkan penegetahuan
masyarakat dan lintas sektor terkait tentang penyakit kusta, sehingga
terbentuknya prilaku yang baik dari masyarakat tentang penyakit kusta.
d. Pembentukan Kelompok Perawatan Diri Penderita Kusta
Kelompok perawatan diri dibentuk bertujuan untuk melatih para
penderita kusta dan keluarga agar dapat melakukan perawatan diri
sendiri agar tercipta personal hygiene yang baik dan mencegah terjadi
infeksi ulangan pasca pengobatan.
e. Kegiatan Pencegahan cacat dirumah
Dilakukan oleh penderita sendiri dirumah, petugas hanya memberikan
penjelasan dan memperagakan tindakan-tindakan perawatan diri.
Prinsip pencegahan cacat pada dasarnya adalah 3 M :
 Memeriksa mata, tangan dan kaki secara teratur
 Melindungi mata, tangan dan kaki dari trauma fisik
 Merawat diri
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Kusta
a. Logistik berupa Obat ;
Obat kusta dikemas dalam bentuk blister Obat Kusta di kelompokkan
menjadi 2 (dua) jenis yaitu ; Obat untuk Kusta Basah (MB) dan Obat
untuk Kusta Kering (PB) yang di bagi dalam 2 Dosis yaitu ; obat kusta
untuk anak dan Dewasa
b. Logistik Non Obat
 Alat Laboratorium : Mikroskop, kaca sediaan, alkohol, tisu, kapas,
dan lain-lain.
 Bahan diagnostik : Reagensia Zeil Nelsen
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
Kartu Penderita Kusta, brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
 Perawatan untuk KPD ( kelompok perawatan diri ) ; Waskom, Ember,
Kain handuk, sikat/bros, sabun, cairan desinfektan dan lain-lain.
5. Pengelolaan Logistik :
Merupakan suatu rangkaia kegiatan meliputi : Perencanaan Kebutuhan,
Pengadaan, Penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pencatatan dan
pelaporan serta monitoring dan evaluasi.

Perencanaan Kebutuhan

Penggunaan Penyimpanan &


Di UPK Pendisribusian
Ketersediaan

Monitoring & Evaluasi

1. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Kusta
- Register dan Kartu penderita kusta
Alur Pelaporan program Kusta

Ditjen PP & PL

Propinsi

Kabupaten

Puskemas UPK Lain RSU

2. Visualisasi Data
Data yang disajikan adalah :
- Peta Penderita Kusta
- Jumlah Penderita Kusta Type MB dan PB, berdasarkan tempat, umur
dan jenis kelamin.
ALUR TATALAKSANA PENDERITA KUSTA
TANDA UTAMA

ADA RAGU TIDAK ADA

KUSTA TERSANGKA BUKAN KUSTA

PERIKSA ULANG
JUMLAH BERCAK
3-6 BLN

TANDA UTAMA

1-5 TAK
>5 ADA RAGU
ADA

PB MB
RUJUK

3. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN RABIES


Penyakit Anjing gila ( Rabies ) merupakan penyakit infeksi akut pada
susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus terutama pada anjing, kucing
dan kera.
Penyakit ini bila sudah menunjukan gejala klinis pada hewan atau
manusia selalu diakhiri dengan kematian, sehingga menibulkan rasa cemas
dan takut bagi orang-orang yang terkena gigitan dan kekhawatiran serta
keresahan bagi masyarakat pada umumnya.
Program pembebasan rabies merupakan kesepakatan nasional dan
merupakan kerjasama 3 (tiga) Kementrian, yaitu : kementrian Kesehatan,
Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Pertenakkan.
1. Tujuan :
a. Menekan serendah rendahnya kesakitan dan kematian akibat rabies
b. Penemuan dan penatalaksanaan dini kasus gigitan Hewan Penular
Rabies ( anjing, Kucinng,dan kera ) dengan perawatan cuci luka
memakai sabun dan pemberian VAR atau kombinasi VAR & SAR sesuai
indikasi
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita / Tergigit
c. Keluarga Penderita/tergigit
d. Petugas Kesehatan
e. Lintas Sektoral
3. Kegiatan pelayanan yang dilaksanakan :
a. Pelacakan Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies ( HPR )
- Untuk melaksanakan penatalaksanaan sedini mungkin terhadap
kasus gigitan HPR agar tidak menimbulkan keresahan bagi penderita,
keluarga maupun masyarakat dan untuk mencegah terjadinya KLB.
- Pengambilan dan Pemeriksaan Spesimen
Pengambilan dan pemeriksaan dilakukan bekerjasama dengan dinas
peternakan kecamatan / kabupaten
b. Pembentukan Puskesmas Rabies Center
Puskesmas Rabies center dibentuk dengan Surat Keputusan Kepala
Dinas Kesehatan. Bertujuan untuk mempermudah akses pelayanan
kesehatan terhadap kasus-kasus gigitan HPR. Selain itu juga rabies
center dibentuk agar dapat lebih mudah untuk melakukan Monitoring
dan evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan, ketersediaan logistik
untuk penatalaksanaan kasus gigitan. Puskesmas Rabies Center
berfugsi untuk melayani puskesmas yang ada disekitarnya antara 1
sampai dengan 5 Puskesmas. Puskesmas Rabies Center dibentuk
dengan mempertimbangkan :
- Letak Lokasi / Geografis suatu daerah,
- Transportasi
- Ketersediaan Tenaga yang kompeten dan sudah dilatih,
- Ketersedian Sarana dan Prasarana untuk penyimpanan VAR dan SAR
c. Penyuluhan / Pertemuan/ Sosialisasi program tingkat Nagari,
Kecamatan dan Tingkat Kabupaten.
Kegiatan ini merupakan pemberian materi dan evaluasi tetang Program
Rabies. Hal ini untuk melihat dan memantau permasalahan
permasalahan program rabies dan sekaligus untuk mengkoordinasikan
antara rabies center dengan puskesmas satelit. Kegiatan ini di ikuti oleh
Petugas Pengelola Rabies, Kepala Puskesmas dan petugas Rumah Sakit
umum. Pada pertemuan ini juga akan dihadiri oleh petugas dari Dinas
Peternakan.
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Rabies
a. Logistik berupa Obat ; VAR dan SAR
b. Logistik Non Obat
 Bahan Pembersih luka gigitan : Hands Scone, Betadine, Sabun
Deterjen / Cairan Antiseptik, yodium, kasa steril
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
1. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan : Laporan Kasus gigitan, Laporan Pemakaian VAR /
SAR
- Register Kasus dan Formulir Pelacakan kasus
2. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus Gigitan HPR
- Grafik Kasus Gigitan HPR berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah
/tempat dan berdasarkan Waktu
- Grafik Kasus Gigitan yang meninggal dan kasus Diberi VAR / SAR
4. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN FILARIASIS
Penyakit Kaki Gajah ( Filariasis ) adalah penyakit menular menahun yang
disebabkan karena infeksi cacing filaria yang hidup dalam saluran dan
kelenjar getah bening yang dapat menyebabkan gejala akut dan kronis.
Penyakit kaki gajah merupakan penyebab utama kecacatan, stigma
sosial, hambatan psikososial yang menetap dan penurunan produktifitas kerja
individu, keluarga dan masyarakat sehingga menibulkan kerugian ekonomi.
1. Tujuan :
a. Memutus rantai penularan
b. Penemuan penderita dan tata laksana kasus
c. Menurunkan angka mikrofilaria < 1%
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita
c. Keluarga Penderita
d. Petugas Kesehatan
e. Lintas Sektoral
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan :
 Meniadakan sumber penularan dengan mencari / pelacakan kasus
dan mengobati semua penderita
 Pengobatan Massal Filariasis
 Survey Darah Jari ( SDJ ) :
Rapid Diagnostik Test ( RDT ) merupakan evaluasi dari pengobatan
massal filariasis, sasaran untuk RDT ini adalah siswa kelas I dan
kelas II SD, petugas yang melaksanakan adalah petugas kesehatan (
Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten ) yang akan mengambil
sampel darah kepada sasaran.
 Sosialisaasi dan Pelaksanaan TAS ( Transmission Assesment Survey)
Kegiatan TAS Juga Merupakan evaluasi dari pengobatan massal
filariasis, kegiatan ini dilaksanakan setelah 5 (lima) tahun
pengobatan massal dikaksanakan
b. Pendidikan Kesehatan kepada Masyarakat
Melakukan kegiatan sosialisasi / penyuluhan di masyarakat, di sekolah
maupun di tempat-tempat umum lain.
c. Memberantas Vektor dan Larvanya
Pemberantasan vektor dapat dilakukan secara biologis, Fisik maupun
kimiawi
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Filariasis
a. Logistik berupa Obat ; DEC, Albendazol, Paracetamol
b. Logistik Non Obat
 RDT Filariasis
 Alat Laboratorium : Mikroskop, kaca sediaan, alkohol, kapas, Boks
Slide, Hand Scone dan lain-lain.
 Bahan diagnostik : Giemsa, cairan Buffer
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Filariasis
- Laporan Pengobatan Massal Filariasis
- Register Kasus dan Formulir Pelacakan kasus
6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus Filariasis
- Grafik Kasus Filariasis berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah
/tempat
- Grafik Hasil Pengobatan Massal Filariasis
5. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN DEMAM BERDARAH DENGUE
(DBD)
Setiap tahun ribuan orang meninggal karena Demam Berdarah dengue
(DBD) dan sering menyebabkan kejadian luar biasa. Penyakit ini bersifat
musiman dan biasanya kasusnya meningkat pada musim hujan. DBD masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena angka
kesakitan pada semua kelompok umur cukup tinggi.
Masih tingginya angka kesakitan dan kematian DBD disebabkan karena
ketidak pedulian masyarakat dalam upaya menanggulangi DBD, sebagian
masyarakat sudah tahu cara pencegahannya tetapi tidak melaksanakan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) untuk mencegah DBD. Faktor – faktor
yang mempengaruhi penyebar luasan DBD, antara lain : Prilaku masyarakat,
Perubahan iklim, pertumbuhan ekonomi, ketersediaan air bersih.
1. Tujuan :
a. Memutus rantai penularan
b. Penemuan penderita dan tata laksana kasus
c. Menurunkan angka Kesakitan dan kematian akibat DBD
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita DBD
c. Keluarga Penderita DBD
d. Petugas Kesehatan
e. Lintas Sektoral
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Pengendalian Vektor
 Pengendalian Fisik ; PSN
 Pengendalian Biologis
 Pengendalian Kimiawi :
 Larvasida
 Penyemprotan / Fogging
Demam Berdarah Dengue ditularkan terutama oleh Nyamuk Aedes Aegypti.
Cara pencegahan / pemberantasan yang dapat dilakukan saat ini adalah
dengan memberantas vektor ( Nyamuk penularnya ), karena vaksin untuk
mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Salah satu
kegiatan pencegahan yang dilaksanakan adalah dengan melakukan
penyemprotan terhadap vektor penular. Penyemprotan dilakukan apabila
ditemukan kasus positif DBD yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan
dari Rumah Sakit dan ditemukan jentik disekitar rumah tempat tinggal
penderita. Kegiatan penyemprotan dilakukan dalam 2 kali periode di satu
wilayah yang dilakukan fogging dengan interval waktu 1 Minggu.
b. Sosialisasi / Pelatihan Jumantik (Juru Pemantau Jentik )
Pelatihan Jumantik dapat dilakukan pada Masyarakat dan Anak
Sekolah. Tujuannya adalah :
 Meningkatkan Pengetahuan masyarakat / kader dan Petugas tentang
penyakit BDB dan penanggulangannya.
 Meningkatkan Partisipasi masyarakat dan penanggulangan penyakit
DBD
c. Surveilans Kasus
Miningkatan Sistem Surveilans di tingkat Puskemas dan Rumah sakit
serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
d. Penemuan dan tatalaksana kasus
e. Penyuluhan / Pendidikan Kesehatan
Penyuluhan dapat dilakukan di : Sarana Kesehatan, Sekolah, di
Masyarakat dan di tempat umum.
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan DBD
a. Logistik berupa Obat , Cairan Infus, Oksien
b. Logistik Non Obat
 RDT DDB : IgG, IgM, Ns1
 Alat Laboratorium : Mikroskop, kaca sediaan, alkohol, kapas, dan
lain-lain.
 Bahan diagnostik : Giemsa, cairan Buffer
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
 Peralatan dan Perlengkapan Fogging
 Insektisida untuk pengendalian Vektor
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan DBD
- Laporan Penyelidikan Epidemiologi
6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus DBD
- Grafik Kasus DBD berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah /tempat
dan Waktu
Sistem Pelaporan DBD
Kemenkes

Dinkes Provinsi

Dinkes Kab/Kota

Form KDRS

Puskesmas/ Dokter Praktik/


Rumah Sakit Klinik
PHC
Epidemiological
Investigation/
Penyelidikan Penderita
Epidemiologis Penanggulangan Fokus

BAGAN PENANGGULANGAN FOKUS


Penderita DBD

Penyelidikan Epidemiologi (PE)

Di lokasi tempat tinggal


-Pencarian penderita penderita dan rumah/
atau tersangka DBD bangunan lainnya
lainnya dengan radius 100 m
-Pemeriksaan jentik (kurang lebih 20 rumah/
bangunan secara acak)
Ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lainnya
dan/atau ≥ 3 orang tersangka DBD, dan ditemukan
jentik (≥5%)

Positif Negatif

1. PSN DBD
2. Larvasidasi radius 200 m 1. PSN DBD
3. Penyuluhan 2. Larvasidasi radius 200 m
4. Fogging, radius 200 m 3. Penyuluhan
(2 siklus interval 1 minggu)
Tatalaksana DBD :

Tersangka Infeksi Virus Dengue


Demam tinggi, mendadak <7 hari
lesu, tidak ada ISPA

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan


Syok Uji Torniquet
Kejang
Kesadaran menurun
Perdarahan positif negatif

Rawat inap
Leukosit <5000/ul Leukosit normal

Rawat sehari + Rawat jalan


Observasi 24 jam
Klinis & lab
kontrol tiap hari
+ Trombo ≤100.000/ul sp demam reda
Nasehat orang tua
+ Ht meningkat >10%

Demam menetap >3 hari


Periksa Hb, Ht, leukosit, trombosit

6. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN MALARIA


Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Setiap athun lebih dari 500 juta manuasia
terinfeksi malaria dan lebih dari 1 juta diantaranya meninggal dunia. Penyakit
ini berpengaruh terhadap tingginya angka kematian bayi, balita dan wanita
hamil serta menurunkan produktivitas sumber daya manusia.
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui
program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain ; diagnosis dini,
pengobatan yang cepat dan tepat, surveilan dan pengendalian vektor yang
semuanya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan malaria.
Keterbatasan SDM kesehatan untuk dapat menjangkau semua penduduk
diwilayah kerjanya menyebabkan cakupan penemuan masih rendah dan
sering terjadi KLB. Oleh sebab itu perlu adanya kepedulian masyarakat untuk
berperan aktif dalam upaya penanggulangan malaria dengan melibatkan
seluruh elemen masyarakat dan kader sebagai ujung tombak masyarakat.
1. Tujuan :
a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan Malaria
b. Memutus rantai penularan Malaria
c. Melakukan Pengobatan yang tepat ( ACT ) untuk mencegah terjadinya
kematian akibat malaria
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita Malaria
c. Keluarga Penderita
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Penemuan dan pengobatan penderita.
Kegiatan penemuan dan pengobatan penderta dapat dilakukan secara
aktif maupun pasif dan melalui kegiatan survey, bentuk kegiatannya
antara lain :
1. Active Case Detection ( ACD )
Penemuan penderita dengan cara Petugas / JMD/ Kader secara
aktif mencari penderita dengan mendatangi rumah penduduk
secara rutin dalam siklus waktu tertentu berdasarkan tingkat
insiden kasus malaria di daerah tersebut.
2. Pasif Case Detection ( PCD )
Upaya penemuan penderita secara pasif menunggu penderita
datang berobat, dilakukan oleh tenaga kesehatan di unit pelayanan
kesehatan.
3. Mass Fever Survey ( MFS )
Kegiatan pengambilan sediaan darah pada semua oprang yang
menunjukkan gejala klinis malaria di suatu wilayah.
4. Mass Blood Survey ( MBS )
Upaya pencarian dan penemuan penderita malaria melalui survey
didaerah endemis yang penduduknya tidak lagi menunjukkan gejala
spesifik malaria.
Pada kegiatan ini dapat juga dilaksanakan sosialisasi bagi petugas,
kader dan tokoh masyarakat.
5. Kontak Survey
Pengambilan sediaan darah pada orang-orang yang tinggal serumah
dengan penderita Positif malaria atau orang-orang tinggal disekitar
rumah penderita malaria.
6. Surveilan Migrasi
Kegiatan pengambilan sediaan darah pada orang-orang yang
menunjukkan gejala klinis malaria yang datang dari daerah
endemis malaria.
b. Melaksanakan pengumpulan dan pengolahan data dan kajian
epidemiologis secara terus menerus dan sistematis
c. Melaksanakan Peneyelidikan Epidemiologi
d. Melakukan Intervensi untuk pengendalian Vektor dengan kegiatan ;
Larvasidasi, Penyemprotan dan Kelambunisasi
e. Pelatihan Kader
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Malaria
a. Logistik berupa Obat : ACT ( Darplex, Arterakine, OAM ), Obat Non ACT
( Kina, Primakuine, Artermeter )
b. Logistik Non Obat/ Bahan dan alat diagnostik : RDT, Giemsa,
Microslide, Blood Lancet, Hand scone, Mikroskop, Kelambu LLIN’s,
boks slide dan rak slide.
c. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Kasus Malaria
- Laporan Logistik Malaria
- Laporan Penyelidikan Epidemiologi

Subdit Malaria

Tgl. 15 (bulan berikut)

Gudang Farmasi Dinkes Provinsi


Provinsi (LOGMAL 3A/3B) Labkes Provinsi

Tgl. 10 (bulan berikut)

Gudang Farmasi Dinkes Kab/Kota Labkes


Kabupaten/Kota (LOGMAL 2A/2B) Kabupaten/Kota

Tgl. 5 (bulan berikut)

Gudang Farmasi Puskesmas Labkes


Puskesmas (LOGMAL – 1) Puskesmas

6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus Malaria
- Grafik Kasus Malaria berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah /
tempat dan Waktu
Alur Penemuan Penderita Malaria

Pasien datang dengan Gejala


Klinis Demam atau Riwayat
Demam dari 7 hari lalu

Periksa Darah Dengan :


RDT / Miskroskop

Hasil Postif Hasil Negatif

Malaria Ulangi Pemeriksaan Cari Etiologi


Obati sesuai standar Darah setiap 24 Jam – 48 Demam yang Lain
Jam
Hasil Positif Therapi sesuai Etiologi

Malaria Obati sesuai standar


7. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN DIARE
Hingga saat ini penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di indonesia, beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya
penyakit diare disebabkan oleh kuman melalui kontaminasi
makanan/minuman yang tercemar tinja atau kontak lansung dengan
penderita, sedangkan faktor lainnya meliputi faktor lingkungan dan penjamu.
Kegiatan Pengendalian dan pemberantasan diare dilaksanakan untuk
menurunkan angka kesakitan, kematian dan pennggulangan KLB dengan
meningkatkan kerjasma lintas program dan lintas sektoral serta partisipasi
aktif masyarakat.
1. Tujuan :
a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan Diare
b. Melakukan Pengobatan yang tepat untuk mencegah terjadinya KLB /
kematian akibat Diare.
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita Diare dan Keluarga
c. Lintas program dan sektor
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Pengamatan terhadap kasus dan faktor resiko
b. Penyuluhan kesehatan yang intensif secara kelompok dan keliling
dalam pencegahan dan pembuatan media sederhana
c. Menyiapkan Stock Oralit (Logistik ) dan mendistribusikan ke Bidan
Desa dan Posyandu
d. Desiminasi informasi kepada kepala wilayah dan kepala desa serta
masyarakat
e. Penatalaksanaan / Penangggulangan kasus dengan cepat dan tepat
f. Perbaikan kualitas air dan lingkungan melalui inspeksi sanitasi (IS) dan
pengambilan sampel
g. Pembentukan Pojok Oralit
Penentuan Tingkat Dehidrasi akibat Diare
DERAJAT DEHIDRASI
Penilaian
Tanpa Dehidrasi Dehidrasi berat
Dehidrasi Ringan/ Sedang
Bila terdapat dua tanda atau lebih
Keadaan Baik/ Sadar Gelisah / Rewel Lesu, Lunglai/tidak
Umum sadar
Mata Tidak Cekung Cekung Cekung

Keinginan Normal Ingin minum Malas minum


untuk minum terus
Turgor Kembali Kembali lambat Kembali sangat
segera lambat

4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Diare


a. Logistik berupa Obat : Oralit, Zinc, Cairan Infus
b. Logistik Non Obat : Peralatan Infus set
c. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Kasus Diare
- Laporan Penyelidikan Epidemiologi
6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus Diare
- Grafik Kasus Diare berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah /
tempat dan Waktu
- Grafik Cakupan proporsi penderita diberi oralit dan diberi RL

8. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN ISPA / PNEUMONIA


Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan pneumonia
merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ISPA juga
merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien disarana
kesehatan, sekitar 15 – 30 % kunjungan rawat jalan dan rawat inap
disebabkan oleh ISPA.
Dalam pelaksanaan P2P ISPA memerlukan komitmen pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dukungan lintas program, lintas sektoral serta peran serta
masyarakat termasuk dunia usaha.
1. Tujuan :
a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan Ispa/Pneumonia
b. Melakukan Pengobatan yang tepat untuk mencegah terjadinya
kematian akibat Ispa / Pneumonia
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita ISPA
c. Keluarga Penderita ISPA
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Penemuan dan tatalaksana Kasus ; Penemuan secara pasif maupun
aktif
b. Surveilans
c. Pemberdayaan Masyarakat : Pelatihan kader
d. Penyuluhan yang intensif tentang ISPA
e. Rujukan kasus
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan ISPA
a. Logistik berupa Obat : Kontrimoksazol, Paracetamol, Amoksilin
b. Alat Bantu Tata Laksana : Sound Timer, Oksigen Konsentrator.
c. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
d. VCD
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Kasus Ispa
- Registrasi Penderita Ispa
- Laporan Penyelidikan Epidemiologi
ALUR PENCATATAN dan PELAPORAN
PENDERITA ISPA BALITA
DI PUSKESMAS
LB 1
Bidang
•1302 Yankes
•1401
KARTU
PENDERITA/
FORM BUKU
PENCATATAN HARIAN
MTBS REG.
PASIEN RJ; RAWAT LAP.
•FREK.NAPAS JALAN BULANAN
PROG.
P2 ISPA:
•BBP
•P BPMK
KLASIFIKASI P2 ISPA
•PB
&
TATALAKSANA STANDAR

6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus ISPA dan Pneumonia
- Grafik Kasus ISPA berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah /
tempat dan Waktu
- Grafik Cakupan proporsi Penderita Ispa / Pneumonia yang di tangani
dan dirujuk.
- Grafik Pengunaan Obat-Obatan

9. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN HIV/AIDS


HIV dan AIDS adalah masalah darurat Global yang merupakan salah
satu ancaman terbesar terhadap pembangunan sosial ekonomi, stabilitas dan
keamanan negara. Situasi epidemi yang semakin meluas memberikan berbagai
dampak terhadap kehidupan negara.
Harus diingat bahwa belum ada vaksin untuk mencegah HIV/AIDS, dan
pengobatannya juga belum ada. Pencegahan sangat tergantung pada
kampanye kesadaran masyarakat dan perubahan perilaku individu dalam
lingkungan yang mendukung, yang memerlukan waktu dan kesabaran
1. Tujuan :
a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan karena HIV /AIDS
b. Melakukan Pengobatan yang tepat untuk mencegah terjadinya kematian
akibat HIV / AIDS
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita dan keluarga
c. Lintas program dan Lintas sektor terkait.
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Penemuan dan tatalaksana Kasus ; Penemuan secara pasif maupun
aktif
b. Rujukan kasus
c. Pemberdayaan Masyarakat
d. Penyuluhan dan sosialisasi yang intensif tentang HIV / AIDS kepada
masyarakat dan ditingkat sekolah
e. Pelayanan Gizi dan Laboratorium
f. Klinik VCT
g. Perawatan dirumah
h. Pelatihan Petugas : Konselor
i. Pengembangan Layanan Komprehensif HIV & IMS yang
berkesinambungan (LKB).
LKB adalah Upaya yang meliputi upaya promotif, prenventif, kuratif dan
rehabilitatif yang mencakup semua bentuk layanan HIV dan IMS. Pelayanan
yang diberikan sejak dari rumah atau komunitas , fasilitas kesehatan dan
kembali ke rumah atau komunitas ; juga selama perjalanan infeksi HIV (
semenjak belum terinfeksi sampai stadium terminal). Dimana kegiatan
dilaksanakan harus melibatakan seluruh aspek terkait baik pemerintah,
swasta maupun masyarakat.
Komponen utama dalam pengendalian HIV adalah ; Pencegahan,
Perawatan, Pengobatan, dukungan dan konseling. Layanan Komprehensif dan
berkesinambungan juga memberikan dukungan baik aspek manajerial, medis,
psikologi maupun sosial ODHA selama perawatan dan pengobatan untuk
mengurangi atau menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan HIV/AIDS
a. Obat-Obatan : ARV
b. Alat Diagnostik : Rapid Test / RDT
c. Alat APD untuk Petugas Kesehatan
d. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Puskesmas
6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus HIV AIDS
- Grafik Kasus HIV/ ADIS berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah /
tempat dan Waktu

Program Surveilens, imunisasis dan wabah bencana ditujukan untuk


menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit
menular dan tidak menular kurang dari 24 jam. Prioritas penyakit menular
harus ditanggulangi 100% sesuai dengan Permenkes nomor ;1501 Tahun 2010
adalah leptospirosis, hepatitis, demam berdarah dengue, Kolera, Pes, Campak,
H1N1(Avian Influensa Baru, Antrak, Rabies, Polio, Pertusis, Difteri, Malaria,
Maningitis, Yellow Fiver, chikungunya, dan penyakit menular tertentu lainya ;
tubercolusis paru, HIV/AIDS, kusta, pneumonia, filariasis .
Penyakit tidak menular yang ditanggulangi adalah BBLR, Kematian Ibu,
Kematian Bayi/Neonatus, Anemia, Bumil Lila,Persalinan, BGM, Kwashiokort,
Marasmus, Gizi Buruk, dan lain-lain penyakit jantung dan gangguan sirkulasi,
diabetes melitus dan kanker. Rencana kerja indikatif berupa kegiatan pokok
dalam rangka pelaksanaan program Surveilens, Imunisasi dan wabah bencana
antara lain :
1. Penyelidikan Epidemiologi
2. Pelacakan, Peningkatan penemuan kasus penyakit menular yang dapat
menimbulkan wabah dan penanggulangan wabah dan KIPI
3. Penemuan secara pasif dan aktif melalui Penyeldikan epidemiologi /
kunjungan lapangan penyakit
4. Pengambilan dan pengiriman sampel penyakit
5. Peningkatan Imunisasi
6. Melaksanakan vaksinasi balita dan anak sekolah
7. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko < 24 jam
8. Melaksanaan Pelatihan Siaga Bencana untuk tenaga Puskesmas dan
Kabupaten
B. TUJUAN DAN SASARAN KEGIATAN :
1. Tujuan :
a. Menurunnya angka kesakitan, Kecacatan dan kematian akibat
penyakit menular dan penyakit tidak menular < 24 jam
b. Merekomendasikan untuk Memutuskan mata rantai penularan
penyakit
c. Merekomendasikan untuk Meningkatkan perilaku masyarakat dalam
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko Penyakit Tidak
Menular
2. Sasaran Kegiatan :
Sasaran dalam pelaksanaan kegiatan, meliputi :
a. Masyarakat
b. Penderita
c. Keluarga Penderita
d. Petugas Kesehatan / Lintas Program / Lintas Sektoral
C. MEKANISME PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan yang dilaksanakan pada program surveilens, imunisasi dan
wabah bencana terdiri dari :
1. Peningkatan Surveilens Epidemiologi dan penaggulangan wabah
a. Tujuan :
 Mencegah terjadinya penularan penyakit dan wabah penyakit
 Mencegah, menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan angka
kematian akibat penyakit menular dan tidak menular < 24 jam
 Mencegah wabah penyakit menular dan tidak menular melalui
penyeledikan epidemiologi
 Merekomendasikan untuk melakukan pemutusan mata rantai
penularan penyakit pada lintas program dan lintas sektor terkait
 Melalukan Investigasi / kunjungan lapangan kelokasi terjangkit
penyakit
 Melakukan pengumpulan data, pengolahan dan menganalisa data
dan membuat kesimpulan dan mendistribusikan kepada yang
berkepentingan.
b. Sasaran :
 Masyarakat
 Penderita
 Keluarga Penderita
 Petugas Kesehatan
 Lintas Program dan Lintas Sektoral
c. Kegiatan yang akan dilaksanakan :
1. Melakukan Pertemuan Surveilens, Siaga Bencana, Petugas /tim
Pemeriksa haji tingkat Kabupaten dan Pertemuan Zona surveilens
tingkat Kecamatan dan tingkat nagari bagi petugas kesehatan,
kader kesehatan.
2. Pengambilan dan pengiriman sampel, kegiatan meliputi :
 Kunjungan rumah kepada seluruh kepala keluarga & anggota
keluarga
 Pengambilan sampel
 Pengiriman sampel
3. Penyeldikan epidemiologi / Penyelidikan KLB :
Penemuan Kasus dini dilaksanakan di setiap Puskesmas, Pustu
Pembantu, Polindes dan Rumah sakit dan dimasyarakat. Tujuan
pokok dari penyelidikan KLB adalah untuk mengetahui cara
mencegah penularan lebih lanjut dari penyebab penyakit.
4. Pelaksanaan Surveilans Terpadu Penyakit
Surveilens Terpadu Penyakit merupakan proses kegiatan yang
terus menerus dan sistematis yang membutuhkan dukungan
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi serta
dukungan sumber daya yang memadai, kegiatan penyelenggaraan
Surveilens Terpadu meliputi :
 Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data untuk Surveilens bersumber dari register rawat jalan,
raway inap, Puskesmas Pembantu serta dari masyarakat
 Analisa serta Rekomendasi Tindak lanjut
Analisa dilakukan baik secara mingguan, bulanan maupun
tahunan
 Umpan Balik
Mengirim umpan balik bualanan dan permintaan perbaikan
data ke Puskesmas Pembantu dan jejaringnya.
 Laporan
2. Peningkatan Imunisasi dan Pelayanan Imunisasi pada Anak Sekolah
a. Tujuan :
 Terlaksananya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular
dan wabah
 Turunnya angka PD3I melalui kegiatan BIAS dan Penanggulangan
KIPI
 Menurunkan AKI dan AKABA melalui PD3I
 Memutus mata rantai penularan penyakit melalui Vaksinasi balita
dan anak sekolah
 Terjaringnnya Kasus KIPI dan Penanganan kasus KIPI 100%
 Teraksananya Penyeleidikan Epedemiologi penemuan kasus
tersangka penyakit menular sedini mungkin atau < 24 jam
 Dicegahnya penderita cacat/lumpuh layuh menetap melalui
imunisasi
 Tersosisialisasi / terdistribusinya penyebaran informasi tentang
PD3I penyakit menular secara menyeluruh kepada masyarakat.
b. Sasaran :
 Masyarakat : Bayi, Balita dan Anak Sekolah
 Petugas Kesehatan
 Lintas Program dan Lintas Sektoral
c. Kegiatan yang dilaksanakan :
1. Melakukan Pertemuan Imunisasi Tingkat Puskesmas / Tingkat
Kecamatan bagi petugas dan Bidan Desa
2. Pelayanan Imunisasi Rutin
3. Pelaksanaan Imunisasi Rutin dilaksanakan di Posyandu dan di
Puskesmas yang dilaksanakan 1 ( satu ) bulan sekali sesuai jadwal
yang telah ditetapkan oleh masing-masing Puskesmas melalui
kesepatan dengan masyarakat.
4. Pelaksanaan Imunisasi TT untuk Bumill dan Calon Pengantin
5. Kegiatan dilaksanakan di Puskesmas dengan melibatkan lintas
program terkait yaitu Petugas KIA/ KB Puskesmas.
6. Pelacakan KIPI ( Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi )
7. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui KIPI yang terjadi dan
Penatalaksanaan KIPI sedini mungkin.
8. Bulan Imunisasi Anak Sekolah ( BIAS )
9. Kegiatan BIAS ini merupakan program yang dilaksanakan oleh
Puskesmas dengan jajarannya terutama pada sekolah dasar kelas I,
II dan Kelas III. Vaksinasi yang diberikan adalah Vaksin Campak
untuk anak kelas I dan Vaksin DT dan TD untuk anak kelas I, II
dan III.
10. Sosialisasi dan Penyuluhan tentang Program Imunisasi
11. Sosialisasi dan penyuluhan dapat dilakukan di tingkat Puskesmas,
Nagari maupun di posyandu waktu pelaksanaan posyandu untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat dan petugas tentang
program imunisasi.
12. Sweeping Imunisasi / Dofu( dropout follow up)
Kegiatan sweeping/dofu dilakukan untuk pemberian imunisasi
pada balita yang tidak datang ke posyandu untuk imunisasi
3. Pelayanan Kesehatan Haji dan Bencana
a. Tujuan :
 Terlaksana pelaksanaan pelayanan kesehatan haji yang baik
 Telaksana sistem manajemen bencana di tingkat Puskemas /
Kecamatan.
b. Sasaran :
 Masyarakat
 Calon Jemaah Haji
 Petugas Kesehatan
 Lintas Sektor terkait
c. Kegiatan yang dilaksanakan :
1. Pemeriksaan Kesahatan Haji
Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji dilaksanakan untuk
mengetahui kesehatan jemaah haji, deteksi dini penyakit pada
calon jemaah haji dan penatalaksaan lanjutan terhadap calon
jemaah haji yang mempunyai masalah terhadap kesehatannnya dan
sekembalinya jemaah haji dari Mekah dilkakukan kembali
pelacakan terkait dengan masalah kesehatannya.
2. Vaksinasi bagi Calon Jemaah Haji
Vaksinasi merupakan upaya preventif untuk perlindungan terhadap
jemaan haji waktu pelaksanaan haji sehingga tidak tertular
penyakit dan menjadi sumber penularan penyakit sewaktu pulang
dari ibadah haji.
3. Pencatatan dan Pelaporan
Dokumentasi Haji sangat diperlukan dan merupakan salah satu
syarat yang harus dilengkapi sebelum berangkat haji.
4. Pelatihan Manajemen Bencana Tingkat Puskesmas
Pelatihan Manajemen bencana bertujuan agar Puskesmas dan
Jaringan mengatahui tata cara / langkah-langkah yang harus
dilakukan bila terjadi bencana diwilayah kerjanya.
D. FASILITAS PENDUKUNG
1. Program Surveilans
a. Bahan / Alat :
 Senter Surveilans untuk pemeriksaan jentik
 Botol spesimen, Slide dan Bok Slide untuk spesimen
 Alat APD untuk Petugas Kesehatan
 Reagen untuk pemeriksaan spesimen
 Termometer
 Tensi meter
 Obat-obatan ; misal ; anti racun binatang berbisa ketika PE,dll
b. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
2. Program Imunisasi
a. Bahan / Alat Imunisasi :
 Vaksin Imunisasi dan Pelarut : Campak, Polio, DPT-HIB, TT, DT dan
Td, BCG, HB0
 Vaksin Carier / Termos Vaksin
 Kulkas Vaksin
 Ice cold
 Safety Box
 Hand Scone
 Spuid / Jarum Suntik
 Kapas alkohol
 Termometer untuk Kulkas Vaksin/fristeg/fridge-tag
b. Barang Cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan
pelaporan, brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
3. Program Haji
a. Bahan / Alat Imunisasi :
 Vaksin Haji : Meningitis, Influenza
 Spuid / Jarum suntik
 Safety Box
 Hand Scone
 Kapas Alkohol
 Coldbox
b. Barang Cetakan : Buku Pedoman, Buku Haji, Formulir pencatatan
dan pelaporan, brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
4. Program Bencana
a. Bahan / Alat :
 Peralatan P3K
 Alat Resusitasi
 Peralatan untuk pertolongan pertama pada Gangguan Kesehatan
dan Penyakit
 Obat-Obatan
 Radio Orari/HT/Hp
 Logistik pedukung lain ; Tandu, Oksigen, Tensi meter, Termometer
b. Barang Cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
c. Media Tranportasi/Mobil Ambulance/Motor
E. FORMAT – FORMAT PELAPORAN
a. Format Laporan Surveilans :
 Laporan W1
 Laporan W2
 Laporan Surveilans Campak
 List Penderita AFP
 Laporan Surveilans Integrasi AFP dan PD3I
 Laporan Kelengkapan dan Ketepatan
 Surveilans Terpadu Puskesmas
b. Format Laporan Imunisasi :
 PWS Imunisasi ( Software )
 Monitoring Vaksin 1 dan 2
 Laporan Bias Campak, Laporan Bias DT dan Td
c. Format Laporan Haji dan Bencana
 Laporan Rekapitulasi Jemaah Haji
 Laporan Penjaringan Kesehatan Jemaan Haji
 Laporan Kejadian Bencana
F. VISUALISASI DATA
a. Peta Wilayah :
 Peta Cakupan Imunisasi
 Peta Wilayah Rawan Bencana
 Peta KLB / Wabah
b. Grafik pencapaian :
 Cakupan Imunisasi Rutin : HBO,BCG, Polio, DPT-HB-Hib Campak,
TT, Cakupan BIAS : Campak, DT dan Td
 Grafik Suhu Vaksin
 Grafik Kejadian Luar Biasa
 Grafik Surveilens Terpadu Puskesmas

Anda mungkin juga menyukai