PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
MENGKRITISI MATERI MANAJEMEN KONFLIK
DAN KETAHANAN NASIONAL
Yang diampu oleh Drs. Suparlan Al Hakim, M.Si
Oleh :
1. Aris Aby Chisna (180514627539)
2. DevaraAlhakim (180523630054)
3. GalihKathonPamungkas (180514627539)
4. Lina Amalia (160543613028)
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN MAKALAH
BAB II
PEMBAHASAN
Konflik biasanya didefinisikan sebagai bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat,
paham, dan kepentingan diatara dua atau lebih. Pertentangan ini biasa berbentuk
fisik ataupun nonfisik. Selain itu konflik juga dapat didefinisikan sebagai interaksi antara individu,
kelompok, atau organisasi dan golongan yang membuat tujuan atau arah yang berlawanan, dan merasa
bahwa orang atau kelompok lain dianggap sebagai pengganggu yang potensial terhadap
pencapaian tujuan mereka (Pook dalan Sujak 1990).Senada dengan hal tersebut, Brown dan Moberg
1980 mendefinisikkan konflik sebagai perselisihan diantara dua orang atau lebih atau diantara
kelompok-kelompok kerja yang disebabkan oleh pertentangan tujuan, sumber, harapan, persepsi atau
nilai-nilai. Para teoritis mendefinisikan pertentangan sebagai konflik manakala pertentangan itu
bersifat langsung yakni ditandai interaksi timbal balik diantara pihak-pihak yang bertentangan.
Disamping itu pertentangan juga dilakukan diatas kesabaran pada masing-masing pihak yang diantara
mereka saling berbeda atau berlawanan.( Farah, 1994).
Menurt Marck, Sylnder, da Gurr (1980) membuat kriteria yang meandai adanya suatu konflik
atau pertentangan pertama, sebuah konflik harus melibatkan dua atau lebih pihak
didalamnya; kedua,pihak-pihak tersebut tarik menarik dalam aksi-aksi saling memusuhi (mutualy
opposing actions); ketiga, mereka bisanya cenderung menjalankan perilaku koersif untuk menghadapi
dan menghancurkan musuh; keempat, interaksi pertentangan diantara pihak-pihak itu berada dalam
keadaan yang tegas, karena itu keberadaan peristiwa pertentangan tadi dapat dideteksi dan dimufakati
dengan mudah oleh para pengamat yang tidak terlibat dalam pertentangan. Dalam kehidupan
bermasyarakat biasanya konflik dapat berupa konsep instrumental yang mengarah pada pembentukan,
penyatuan, dan pemeliharaan struktur social serta dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara
dua atau lebih kelompok. Misalnya, konflik yang terjadi antara kelompok dengan kelompok,
kelompok yang menang dapat kembali memperkuat indentitasnya dan melindungi kelompoknya agar
tidak lebur kedalam dunia sekelilingnya. Dalam menghadapi berbagai konflik tersebut diatas
diperlukan suatu cara yang dapat meredam atau bahkan menyelesaikan konflik tersebut. Untuk itu
manajemen konflik dapat di jadikan salah satu alternatif dalam pemecahan konflik baik itu konflik
interen maupun eksteren. Demikian pula dengan ketahanan nasional yang subtansi pokoknya
mencangkup seluruh aspek kehidupan bangsa yang tergambar dalam bidang-bidang seperti ideology,
politik, ekonomi, social-budaya dan pertahanan keamanan (poleksosbuthankam). Oleh karena itu
dengan substansi ini, tujuan ketahanan nasional Indonesia adalah menciptakan prakondisi kehidupan
yang aman dan sejahtera bagi Bangsa dan Negara.
Kondisi diatas dapat digunakan sebagai prasyarat ketika bangsa Indonesia akan melakukan
pemikiran –pemikiran politik terbaik bagi kebijakan nasional yang terjabar dalam politik dan strategi
nasional. Jika ketahanan nasional tidak mampu menciptakan kondisi yang aman, perumusan tadi tidak
akan bisa dilakukan dengan cermat dan penuh pertimbangan. Alhasil kebijakan nasional tidak
memiliki nilai fungsional, terutama dalam memberikan layanan serta pemberdayaan masyarakat,
rakyat, dan warga Negara. Itulah sebabnya, penyelenggaraan ketahanan nasional harus
mempertimbangkan secermat mungkin tentang kemungkinan antisipasi dan munculnya konflik
dikalangan masyarakat bangsa Indonesia.
Sujak (1990), memandang konflik menjadi dua yaitu cara lama dan cara baru.
1. Memenurut cara pandang lama, konflik harus dihilangkan karena dapat mengganggu
organanisasi dan merusak prestasi; sedagkkan dalam cara baru konflik sesungguhnya
meningkatkan prestasi organisasi dan karena itu harus dikelola dengan baik.
2. Dalam cara pandang lama, organisasi atau kelompok atau komunitas yang baik seharusnya
tidak ada konflik; sedangkan dalam pandangan baru bahwa dalam organisasim yang baik
konflik yang memuncak dapat mendorong anggotanya untuk memacu prestasi.
3. Dalam padangan lama, konflik harus dibasmi atau diealakkan; sedangkan dalam padangan
baru konflik merupakan bagian integrasi dari kehidupan organisasi,kelompok, dan komunitas
tertentu.
4. Menurut pandangan lama, konflik itu jelek karena dapat menjurus pada tingkat stress yang
lebih tinggi, memunculkan kejahatan, dan sabotase berbagai program kegiatan; sedangkan
pandangan baru mengatakan bahwa konflik itu baik karena dapat merangsang orang untuk
memecahkan persoalan dan menyebabkan timbulnya konflik.
Sementara itu Lewis A. Coser memandang konflik sebagai sesuatu yang bersifat fungsional.
Konflik bisa bersifat jika memiliki nilai-nilai fungsional dalam hal:
Konflik dapat terjadi karena banyak hal dimana hal-hal tersebut didasatkan oleh perbedaan .
Seperti sebagai berikut :
Konflik memiliki dampak positif dan negatif, adapun dampak positif dari konflik adalah :
E. Manajemen Konflik
Hodge dan Anthony memberikan gambaran melalui berbagai metode penyelesaian konflik.
Pertama, setiap orang menggunakan kekuasaan dan kewenangan agar konflik dapat diredan atau
dipadamkan. Kedua, penyelesaian konflik denga menggunakan metode penghalusan. Pihak-pihak
yang berkonflik hendaknya saling memahami konflik dengan bahasa cinta untuk memecahkan dan
memulihkan hubungan yang bersifat perdamaian. Ketiga, penyelesaian konflik dengan cara
demokratis, artinya memberikan peluang kepada masing-masing pihak uuntuk mengemukakakan
pendapat dan memberikan keyakinan akan kebenaran pendapatnya sehigga dapat diterima oleh kedua
pihak.
1. Konsiliasi
Merupakan bentuk pengendalian konflik yang utama. Pengendalian ini terwujud melalui
lembaga tertentu yang memungkinkan timbulnya pola diskusi dan pengambilan keputusan.
Pada umumnya, bentuk konsiliasi terjadi pada masyarakat politik.
Terdapat empat hal yang harus dipenuhi dalam konsiliasi diantaranya:
2. Mediasi
Merupakan pengendalian konflik yang dilakukan dengan cara membuat consensus di
antara dua pihak yang berkonflik untuk mencari pihak ketiga yang berkedudukan netral
sebagai mediator dalam penyaelesaian konflik. Pengendalian ini sangat efektif dan
mampu menjadi pengendalian konklik yang selalu digunakan oleh masyarakat. Misalnya,
pada konflik sara di Poso dimana pemerintah menjadi mediator dalam penyelesaian
konflik tersebut.
3. Arbitrasi
Merupakan pengendalian konflik yang dilakukan dengan cara kedua belah pihak yang
bertentangan sepakat untuk menerima atau terpaksa hadirnya pihak ketiga yang
memberikan keputusan untuk menyelesaikan konflik.
Ketiga jenis pengendalian konflik diatas memiliki daya kemampuan untuk mengurangi atau
menghindari kemungkinan terjadinya konflik berkelanjutan dalam suatu masyarakat.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pemaparan materi diatas serta identifikasi konflik yang ada, dapat disimpulkan bahwa
setiap permasalahan atau konflik dapat timbul karena berbagai hal, dan setiap jenis konflik memiliki
cara atau langkah menejemen pengendalian konflik masing-masing yang dirasa tepat dengan konflik
yang tengah terjadi. Konflik dapat terjadi secara individu maupun kelompok. Selain itu, konfli
memiliki dampak negatif dan positif.
Daftar Pustaka
Hakim, A., S.dkk. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Konteks Indonesia. Malang