Ska Fix Isti
Ska Fix Isti
OLEH:
ISTI KHOMATUL MASITA
NIM.P07220216024
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur hanya milik Allah SWT, karena barkat rahmat karunia serta
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sindrom
Koroner Akut”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kuliah Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat kardiopulmonal. Makalah ini tidak mungkin
terwujud tanpa bantuan dari beberapa pihak yang ikhlas bersedia meluangkan
waktunya untuk membantu Penulis. Maka pada kesempatan ini Penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
Penulis
DAFTAR ISI
2
COVER
1
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
3
PEMBAHASAN
4
A. Definisi SKA
4
B. Etiologi
4
C. Patofisiologi
5
D. Manifestasi Klinis
7
E. Pemeriksaan Diagnosstik
8
F. Penatalaksanaan
8
A. Pengkajian
14
3
B. Pemeriksaan Penunjang
14
C. Pemeriksaan Fisik
14
F. Intervensi SIKI
15
DAFTAR PUSTAKA
18
4
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Andra (2006) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah
kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner.Wasid (2007)
menambahkan bahwa SKA adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris
Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard akut/ IMA gelombang Q
(IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q
(IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya
trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.
Harun (2007) berpendapat istilah SKA banyak digunakan saat ini
untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah coroner.
Sindrom coroner Akut merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa
penyakit coroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard
non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris
pasca infark atau pasca tindakan intervensi coroner perkutan. Sindrom
coroner Akut merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi
klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokardium.
B. Etiologi
5
Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya SKA dipengaruhi oleh
beberapa keadaan, yakni:
6
endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO)
oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/
NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan
endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS).Oksigen reaktif ini
dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis,
perokok, hipertensi, dan gagal jantung.Diduga masih ada beberapa enzim
yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah,
misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases.Angiotensin II juga
merupakan aktivator NADPH oxidase yang poten.Ia dapat meningkatkan
inflamasi dinding pembuluh darah melalui pengerahan makrofage yang
menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh
darah sebagai aterogenesis yang esensial.
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri coroner
akibat disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi
itu.Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan
(yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor
relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin).Nitrit Oksid secara langsung
menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke
endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic.Melalui efek
melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan
kontraktilitas miokard, dilatasi coroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan
luasnya infark. Sindrom coroner akut yang diteliti secara angiografi 60—
70% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai
dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis
- tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada
kapsul, dan hemodinamik stress mekanik. Adapun mulai terjadinya
Sindrom coroner akut, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa
keadaan, yakni aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan),
stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi
hari), dan hari dari suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada
hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan
7
darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas
jantung meningkat, dan aliran coroner juga meningkat. Dari mekanisme
inilah beta blocker mendapat tempat sebagai pencegahan dan terapi.
D. Manifestasi klinis
Rilantono (1996) mengatakan gejala Sindrom Koroner Akut berupa
keluhan nyeri ditengah dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas,
menjalar ke leher,lengan kiri dan kanan, serta ulu hati, rasa terbakar
dengan sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri ini bisa
8
merambat ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta punggung.
Lebih spesifik, ada juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti
masuk angin atau maag.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Wasid (2007) mengatakan cara mendiagnosis IMA, ada 3
komponen yang harus ditemukan, yakni:
1. Sakit dada
2. Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/ NSTEMI
dengan atau tanpa gelombang Q patologik
9
F. Penatalaksanaan
Rilantono (1996) mengatakan tahap awal dan cepat pengobatan
pasien SKA adalah:
10
5. Penelitian ISIS-2 (International Study of Infarct Survival) menyatakan
bahwa Aspirin menurunkan mortalitas sebanyak 19%, sedangkan "The
Antiplatelet Trialists Colaboration" melaporkan adanya penurunan
kejadian vaskular IMA risiko tinggi dari 14% menjadi 10% dan
nonfatal IMA sebesar 30%. Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg
perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet,
terutama pada stadium awal 3,4. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat
diberikan pada pasien yang mual atau muntah 4. Aspirin boleh
diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH
(unfractioned heparin). Ternyata efektif dalam menurunkan kematian,
infark miokard, dan berulangnya angina pectoris.
11
gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari
adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien SKA yang
diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah 17,22.
Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi
sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan
40–60% inhibisi dicapai dalam 3–7 hari. Penelitian CAPRIE
(Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic Events )
menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif
daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah
(IMA, stroke) pada aterosklerosis (Product Monograph New Plavix).
12
Fraxiparin untuk APTS dan NQMCI: 86 iu antiXa/kg intravena bersama
Aspirin (maksimum 325 mg) kemudian 85 iu antiXa/kg subkutan selama 6
hari: 2 x tiap 12 jam (Technical Brochure of Fraxiparin . Sanofi –
Synthelabo).
13
yang merangsang kombinasi platelet meningkat dan menyokong terjadinya
trombositopenia. Penelitian TARGET menunjukkan superioritas
Abciximab dibanding Agrastat dan tidak ada perbedaan antara intergillin
dengan derivat yang lain. Penelitian ESPRIT memprogram untuk
persiapan IKP, ternyata hanya nenguntungkan pada grup APTS.
6. Trombolitik: dengan trombolitik pada STEMI dan left bundle branch block
(LBBB) baru, dapat menurunkan mortalitas dalam waktu pendek sebesar
18% 29, namun tidak menguntungkan bagi kasus APTS dan NSTEMI.
Walaupun tissue plasminogen activator (t-PA) kombinasi dengan Aspirin
dan dosis penuh UFH adalah superior dari Streptokinase, hanya 54%
pasien mencapai aliran normal pada daerah infark selama 90 menit
30,31,32,33. Trombolitik terbaru yang diharapkan dapat memperbaiki
patensi arteri coroner dan mortalitas ialah Reteplase (r-PA) dan
Tenecteplase (TNK-t-PA), karena mempunyai waktu paruh lebih panjang
daripada t-PA. Namun, ada 2 penelitian besar membandingkan t-PA
dengan r-PA plus TNK-t-PA, namun ternyata tidak ada perbedaan dan
risiko perdarahannya sama saja.
14
Asuhan Keperawatan Klien dengan Sindrom Koroner Akut (SKA)
A. Pengkajian:
1. Identitas klien (umumnya jenis kelamin laki-laki dan usia > 50 tahun)
B. Pemeriksaan Penunjang:
1. Perubahan EKG (berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa
gelombang Q patologik)
2. Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal,
terutama CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk
nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan
dianggap positif bila > 0,2 ng/dl).
C. Pemeriksaan Fisik
15
3. B3: pupil isokor, reflek cahaya (+), reflek
fisiologis (+)
4. B4: oliguri
D. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d agen cedera fisiologis (D.0077)
2. Penurunan Curah Jantung b.d perubahan irama jantung (D.0008)
3. Risiko Perfusi Miokard Tidak Efektif d.d spasme arteri koroner(D.0014)
E. Kriteria Hasil (SLKI)
1. Diagnosa Nyeri Akut
a. Keluhan nyeri (4) : cukup menurun
b. Gelisah (4) : cukup menurun
c. Diaforesis (4) : cukup menurun
d. Kesulitan tidur (4) : cukup menurun
2. Diagnosa Penurunan Curah Jantung
a. Palpitasi (4) : cukup menurun
b. Gambaran EKG aritmia (4) : cukup menurun
c. Lelah (4) : cukup menurun
3. Diagnosa Risiko Perfusi Miokard Tidak Efektif
a. Nyeri dada (2) : cukup menurun
b. Diaforesis (2) : cukup menurun
c. Tekanan darah (4) : cukup membaik
16
f. Fasilitasi istirahat dan tidur.
g. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri.
h. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu.
2. Diagnosa Penurunan Curah Jantung
a. Identifikasi karakteristik nyeri dada (meliputi faktor pemicu dan
pereda, kualitas, lokasi, radiasi, skala, durasi, dan frekuensi.
b. Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T.
c. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi).
d. Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan risiko aritmia (mis, skor
TIMI, Kilip, Cruscade).
e. Monitor enzim jantung (mis. CK, CK-MB, Troponin T, Troponin I.
f. Pertahankan tirah baring minimal 12 jam.
g. Pasang akses intravena.
h. Puasakan hingga bebas nyeri.
i. Anjurkan segera melaporkan nyeri dada.
j. Anjurkan menghindari manuver Valsava (mis. mengedan saat BAB
atau batuk).
k. Kolaborasi pemberian antiplatelet, jika perlu.
l. Kolaborasi pemberian antiangina, jika perlu.
m. Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu.
n. Kolaborasi pemberian inotropik ,jika perlu .
o. Kolaborasi pencegahan trombus dengan antikoagulan, jika perlu.
p. kolaborasi pemeriksaan x-ray dada, jika perlu.
17
i. Pertahankan jalan napas paten.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
19
Daftar Pustaka
20