Anda di halaman 1dari 3

Bhagavan Krishna tertawa.

‘Uddhava yang baik, hukum dari dunia ini adalah : ‘hanya


orang yang memiliki Viveka (kecerdasan melalui pembedaan/ pemilihan) yang menang’.
Duryodhana saat itu memiliki Viveka, sedangkan Dharmaraj hanya memiliki sedikit saja. Itulah
sebabnya Dharmaraj kalah.’
.
.
Uddhava limbung dan bingung. Krishna melanjutkan, ‘Waktu Duryodhana memiliki banyak
uang dan kekayaan untuk bermain judi, ia tidak tahu caranya main dadu. Itu sebabnya ia
menggunakan pamannya Shakuni untuk bermain ketika ia bertaruh. Itulah Viveka. Dharmaraja
juga bisa berpikir seperti itu dan memintaKu, sepupunya, untuk bermain atas namanya. Jika
Shakuni dan Aku bermain dadu, menurutmu siapakah yang akan menang?
.
.
Dapatkah ia memunculkan angka yang aku sebut atau akankah Aku memunculkan angka yang ia
minta? Lupakan ini. Aku bisa memaafkan kenyataan bahwa Dharmaraj lupa melibatkanKu
dalam permainan dadu ini. Namun, tanpa Viveka, ia melakukan kesalahan lagi. Ia berdoa agar
Aku tidak datang ke ruang pertemuan karena ia tidak ingin Aku tahu bahwa nasib buruknya telah
membuatnya dipaksa untuk main dadu. Ia mengikatKu dengan doanya dan tidak mengijinkan
Aku untuk masuk ke ruang pertemuan; padahal Aku sedang berada di sisi luar ruang tersebut,
menunggu seseorang memanggilku melalui doa mereka. Bahkan ketika Bheema, Arjuna, Nakula
dan Sahadeva telah kalah dipertaruhkan, mereka hanya mengutuk Duryodhana dan merenungkan
nasib mereka saja; mereka lupa memanggilKu.
.
.
.
Bahkan Draupadi tidak memanggilKu saat Dusshasana menjambak rambutnya dan menyeretnya
untuk memenuhi perintah kakaknya. Draupadi juga berdebat di dalam ruang pertemuan sebatas
kemampuannya. Ia tidak pernah memanggilKu. Akhirnya akal sehat muncul; saat Dusshasana
mulai melucuti pakaiannya, ia berhenti bertahan melalui kekuatannya sendiri dan mulai berseru
‘Hari, Hari, Abhayam Krishna, Abhayam’ dan mulai berseru memanggilKu. Hanya pada saat
itulah aku punya kesempatan untuk menyelamatkan kehormatannya. Aku menuju padanya
sesegera mungkin setelah Aku dipanggil. Aku menyelamatkan kehormatannya. Apa
kesalahanKu dalam situasi seperti itu?
.
.
‘Penjelasan yang luar biasa Kanha (Krishna), Aku terkesan sekali. Namun bagaimanapun aku
tidak bisa diperdaya. Bolehkah aku mengajukan pertanyaan lain’, kata Uddhava. Krishna
memberinya ijin untuk melanjutkan pertanyaannya.

‘Apakah itu berarti Engkau hanya akan datang bila dipanggil? Apakah Engkau tidak akan datang
atas kehendakMu sendiri untuk menolong orang disaat kritis, untuk menegakkan keadilan? tanya
Uddhava.
.
.
Krishna tersenyum, ‘Uddhava, dalam hidup ini kehidupan semua orang berlangsung berdasarkan
atas Karma mereka masing-masing. Aku tidak melakukan itu; Aku juga tidak ikut campur dalam
hal itu. Aku hanyalah seorang ‘saksi’. Aku berdiri di sebelahmu dan mengamati apapun yang
sedang terjadi. Itulah Dharma Tuhan.’
.
.
‘Wow, bagus sekali Krishna. Dalam hal ini, Engkau akan berdiri dekat kami, mengamati semua
tindakan jahat kami; pada saat kami terus menerus melakukan kegiatan dosa, Engkau akan terus
mengamati kami. Engkau ingin kami melakukan lebih banyak kesalahan, mengumpulkan dosa
dan penderitaan,’ kata Uddhava.
.
.
Krishna berkata, ‘Uddhava, mohon sadarilah arti sebenarnya dari ucapanmu. Jika kamu
memahami dan menyadari bahwa ketika Aku berdiri sebagai saksi di sebelahmu, bagaimana
mungkin kamu akan melakukan kegiatan yang salah atau buruk. Kamu melupakan hal ini dan
menganggap dirimu mampu melakukan hal-hal tersebut tanpa sepengetahuanKu. Itulah yang
terjadi saat kamu masuk dalam suatu masalah. Kebodohan Dharmaraj adalah bahwa ia
menganggap ia dapat bermain judi tanpa sepengetahuanKu. Jika saja saat itu Dharmaraj
menyadari bahwa Aku selalu hadir bersama setiap orang sebagai ‘Sakshi’ (saksi), tentunya
permainannya akan berakhir lain, kan?’
.
.
Uddhava sangat terpesona dan diliputi oleh rasa bhakti yang melimpah. Ia berkata,’ Sungguh
suatu filsafat yang sangat luar biasa. Alangkah benarnya! Bahkan berdoa dan melakukan puja
pada Tuhan serta memanggilNya untuk mohon pertolongan semuanya bukanlah apa-apa dan
tidak lain dan tidak bukan adalah rasa serta keyakinan kita. Begitu kita mulai yakin bahwa tiada
sesuatu apapun bergerak tanpaNya, bagaimana kita bisa tidak merasakan kehadiranNya sebagai
saksi? Bagaimana kita bisa melupakan kenyataan ini dan bertindak tanpaNya?
.
.
.
Melalui Bhagavad Gita, inilah filsafat yang Krishna tanamkan pada Arjuna. Ia adalah kusir
kereta dan juga pemandu jalan bagi Arjuna, namun Ia sendiri tidak ikut berperang.” – Sadarilah
Saksi Yang Utama yang ada di dalam dirimu dan sekaligus meliputi dirimu di luar! Dan leburlah
dalam kesadaran Ketuhanan itu! Temukanlah Dirimu yang sejati – Kesadaran Murni Utama yang
penuh Cinta Kasih dan Kebahagiaan!
.
.
Sumber : http://sanatanadharmaindonesia.blogspot.co.id/…/percakapan-…

Anda mungkin juga menyukai