Anda di halaman 1dari 14

2.

Metode Pelaksanaan Basement


Basement adalah sebuah tingkat atau beberapa tingkat dari bangunan yang
keseluruhan atau sebagian terletak di bawah tanah. Jadi dapat dikatakan
bahwa basement adalah ruang bawah tanah yang merupakan bagian dari
bangunan gedung. Struktur basement gedung bertingkat (tidak termasuk
pondasi tiang), secara garis besar, terdiri dari diantaranya pile cap, kolom,
dinding basement, balok/tie beam dan pelat lantai. Adanya basement
tentunya akan ada penggalian tanah. Bagian ini yang biasa terjadi dan
merupakan langkah awal berdirinya sebuah gedung tinggi. Kendala yang
dihadapi pada pekerjaan galian basement adalah faktor runtuhnya dinding
tanah vertikal dan munculnya air tanah ke permukaan pada galian. Ada tiga
hal penting yang perlu diperhatikan, yakni metode konstruksi, retaining wall
dan dewatering. Metode pelaksanaan konstruksi basement yang digunakan,
yaitu:

2.1. Metode Konstruksi Bottom Up


Pada sistem ini, struktur basement dilaksanakan setelah seluruh
pekerjaan galian selesai mencapai galian elevasi rencana (sistem
konvensional). Pelat basement paling bawah dicor terlebih dahulu
sehingga menjadi pondasi pile cap, kemudian basement diselesaikan
dari bawah keatas, dengan menggunakan scaffolding. Pada sistem ini
galian tanah dapat berupa open cut, sering tidak menggunakan
dewatering cut off, tetapi menggunakan dewatering sistem
predrainase dan struktur dinding penahan tanahnya menggunakan
soldier pile dan strauss pile yang bisa sementara maupun permanen.
Dalam hal ini pekerjaan dewatering akan diberhentikan, harus dihitung
lebih dahulu apakah struktur basement yang telah selesai dibangun
mampu menahan tekanan ke atas dari air tanah yang ada, agar terjadi
deformasi dari bangunan yang dapat menyebabkan keretakan struktur.
Secara garis besar kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan
konstruksi basement dengan metode bottom up ialah sebagai berikut:
1. Mobilisasi peralatan
2. Pelaksaanaan pondasi tiang (bore pile)
3. Pekerjaan pemasangan soldier pile dan strauss pile
4. Penggalian dan pembuangan tanah
5. Penggalian dan pembuangan tanah
6. Pelaksanaan plat lantai basement
7. Pelaksanaan dinding penahan tanah (retaining wall) dan kolom
basement
8. Dewatering

Secara umum, kegiatan-kegiatan pekerjaan tersebut diatas adalah


item pekerjaan utama yang hampir dapat selalu ditemukan dalam
suatu pelaksanaan pekerjaan basement dengan metode bottom up.
Berikut adalah gambaran pelaksanaan pekerjaan berdasarkan urutan
pekerjaan yang mana harus dimulai dari lantai dasar basement.

Kemungkinan lain dapat saja terjadi, tetapi pada umumnya tata cara
pelaksanaan metode basement bottom up akan mengikuti pola
demikian. Beberapa hal yang dapat disebut merupakan ciri-ciri
pelaksanaan basement dengan metode bottom up yang lazim
dilakasanakan dari jabaran di atas adalah :
1. Metode bottom up tidak memerlukan tata cara manajemen proyek
secara khusus, karena umumnya sudah menjadi hal yang biasa
dilaksanakan
2. Diperlukan pengendalian muka air tanah sekeliling secara intensif
3. Dinding penahan tanah dapat tetap atau sementara, tetapi yang
pasti untuk pelakasanaannya tidak dapat dilakukan simultan
dengan pekerjaan lain, dinding penahan tanah adalah awal dari
pekerjaan basement yang mutlak dilakukan sebelum pekerjaan
lainnya dimulai kecuali tiang pondasi
4. Setiap usaha mempercepat waktu pelaksanaan, pada umumnya
menyebabkan penambahan sumber daya baik manusia maupun
peralatan yang tidak sebanding dengan produksinya
5. Semakin dalam (semakin banyak jumlah basement) metode
pelaksanaan ini akan semakin sulit
6. Diperlukan luas lahan yang cukup untuk mengendalikan
transportasi galian tanah vertical
7. Akibat proses penggalian dan kebutuhan akan konstruksi
samentara yang banyak, maka kondisi lingkungan proyek akan
padat dan kotor
8. Kemungkinan melakukan kombinasi pelaksanaan secara simultan
dengan kegiatan lainnya amat minim karena metode konstruksi
memberikan urutan kegiatan demikian.

2.2. Struktur Basement


Struktur basement gedung bertingkat (tidak termasuk pondasi), secara
garis besar, terdiri dari:
1. Pile Cap
Pile cap juga berfungsi untuk menahan gaya geser dari
pembebanan yang ada. Bentuk dari pile cap juga bervariasi
dengan bentuk segitiga dan persegi panjang. Jumlah kolom yang
diikat pada tiap pile cap pun berbeda tergantung kebutuhan atas
beban yang akan diterimanya. Terdapat pile cap dengan pondasi
tunggal, ada yang mengikat 2 dan 4 buah bore pile yang diikat
menjadi satu.

Gambar 1.2.a Pekerjaan Pile Cap


2. Tie Beam
Tie beam adalah elemen struktur yang terdapat pada bangunan
gedung atau bangunan yang menggunakan pondasi dalam atau
pondasi dangkal setempat. Tie beam ini terletak di atas tanah
dan di atas pondasi. Tie beam ini sama dengan balok hanya saja
letaknya di struktur bawah. Dari segi struktural, tie beam
berfungsi sebagai pengaku antara pondasi satu dengan yang
lainnya sehingga tingkat kekakuan dari struktur bawah
meningkat.

Gambar 1.2.b Pekerjaan Tie Beam

3. Kolom
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang
memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen
struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu
bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan
lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai
yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh
struktur (Sudarmoko, 1996). SK SNI T-15-1991-03
mendefinisikan kolom adalah komponen struktur bangunan yang
tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan
bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi
lateral terkecil. Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban
seluruh bangunan ke pondasi. Bila diumpamakan, kolom itu
seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah
bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk
meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup
(manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin.
Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah
roboh.
Gambar 1.2.c Pekerjaan Kolom

Gambar 1.2.d Pengecoran Plat Lantai Basement/ Slab Basement


Sumber: Proyek

4. Dinding Basement
Dinding pada basement harus dirancang agar kokoh dan
kuat, mengingat fungsinya sebagai retaining wall (penahan
beban tekanan tanah dan air).

Gambar 1.2.e Pekerjaan Dinding Basement


Struktur-struktur tersebut di atas adalah struktur beton bertulang
dengan system dicor di tempat (cast in place). Pelaksanaan
struktur basement seperti yang telah dibahas sebelumnya
adadua cara, yaitu: metode konstruksi Top-Down dan Bottom-
Up. Dalam pelaksanaan pembangunan konstruksi basement
banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah
kemampuan teknis dan kondisi lingkungan sekitar konstruksi
tersebut dibangun, Getaran akibat pekerjaan pelaksanaan,
jumlah lantai basement, mobilisasi/transportasi ke dan dari lokasi
proyek dan terlebih lagi parameter-parameter tanah di lokasi. Hal
ini dapat dimengerti mengingat tanah adalah salah satu obyek
dalam bidang geoteknik sebagai bagian dari ilmu teknik sipil,
yang rnempunyai tingkat ketidakpastian (Uncertainty) yang
tinggi, sedang sebagaimana diketahui basement adalah
bangunan konstruksi yang terletak di bawah permukaan tanah.
Kesulitan ini akan makin bertambah dengan sermakin
berkembangnya budaya manusia, sehingga manusia itu sendiri
membentuk lingkungan yang mempengaruhi sekelilingnya.
Pembangunan fasilitas infrastruktur yang diikuti dengan
bangunan-bangunan gedung disekitarnya memberikan dampak
terhadap pola pembangunan gedung dari arah perkembangan
horisontal menjadi vertikal, sehingga pada akhirnya selain
semakin tinggi keatas juga semakin dalam kebawah. Dan dengan
semakin berkembangnya tuntutan akan jadwal pelaksanaan
yang efektif, biaya yang efisien dan mutu konstruksi yang baik,
maka aspek ekonomi, selain aspek teknis, juga memberikan
tambahan aspek pada manajemen pelaksanaan konstruksi untuk
dilakukan secara terintegrasi.
Begitu juga dalam proses pelaksanaan basement telah
berkembang sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia
dan kemampuan manusia itu sendiri merancang suatu
pelaksanaan sesuai dengan perkembangan pengetahuannya.
Sehingga teknik manajemen konstruksi pelaksanaan basement
yang diperlukan adalah bagaimana memilih metode konstruksi
yang tepat dan bagaimana mengendalikannya sebagai
konsekuensi logis dari tuntutan-tuntutan tersebut di atas.

3. Hal – Hal Umum Yang Harus Diperhatikan Dalam Pembangunan


Struktur Basement
Berbeda dengan bangunan yang lain, maka proyek gedung bertingkat memiliki
karakteristik yang spesifik, khususnya dalam teknologi pelaksanaannya. Sifat
yang spesifik ini perlu diperhatikan dalam rangka penyusunan metode
pelaksanaan. Khususnya dalam metode pelaksanaan konstruksi basement 8
lantai. Beberapa hal yang spesifik antara lain sebagai berikut :
1. Urutan Pekerjaan
Tiap bagian pekerjaan sangat terkait dengan bagian pekerjaan yang
lain, sehingga perlu disusun urutan pelaksanaannya. Bila urutan
kegiatan disusun tidak tepat, maka akan menimbulkan berbagai
masalah pelaksanaan, yang dapat berdampak pada tidak tercapainya
sasaran efisiensi dan efektivitas. Urutan kegiatan pelaksanaan ini pun
juga dapat berubah sesuai dengan penemuan cara-cara pelaksanaan
yang baru.

2. Jenis Pekerjaan
Bangunan gedung, dikenal memiliki banyak jenis kegiatan dan
memerlukan banyak jenis material dengan berbagai macam spesifikasi.
Bahkan jenis material konstruksi pun ikut berkembang sesuai dengan
penemuan-penemuan baru yang dihasilkan. Untuk dapat merinci jenis
kegiatan pada bangunan gedung secara lengkap diperlukan
kemampuan menyusun work breakdown structures.

3. Kegiatan Pengangkutan Vertikal


Angkutan vertikal ini merupakan jantungnya kegiatan dari proyek
gedung bertingkat dan sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran
pelaksanaan. Oleh karena itu sistem angkutan vertikal ini harus
direncanakan sebaik-baiknya, baik untuk angkutan tenaga kerja
maupun angkutan material dan diperlukan juga penggunaan peralatan
yang semakin canggih, seperti tower crane, climbing crane, passenger
hoist dan lain sebagainya.

4. Keselamatan Kerja
Banyak kegiatan pekerjaan yang rawan terhadap kecelakaan, baik
disebabkan oleh manusia, alat, material, maupun desain dan metode
yang tidak aman. Oleh karena itu safety plan sangat diperlukan, baik
untuk menjaga keselamatan orang yang bekerja pada bangunan itu,
dan orang yang mungkin berada di sekitar tempat bangunan. Begitu
juga terhadap keamanan bangunan itu sendiri selama proses
pelaksanaan.

5. Keterbatasan Lokasi
Pada umumnya letak lokasi proyek ada di tengah kota yang terbatas
areal kerjanya. Sehingga diperlukan suatu perencanaan site (site plan)
yang baik, untuk menjamin kelancaran proses pelaksanaan pekerjaan.
Perencanaan site plan ini harus dianggap penting karena akan
berpengaruh pada kelancaran pelaksanaan, di mana meletakkan
perkantoran, pergudangan, jalan kerja, dan lain sebagainya. Dalam hal
ini kita patut untuk meniru perencanaan tata letak mesin-mesin pada
suatu pabrik, yang direncanakan dengan sempurna untuk memperoleh
tingkat produktivitas yang maksimal.

6. Air Tanah
Khususnya untuk bangunan bertingkat yang memiliki ruang basement
yang dalam, kondisi air tanah setempat akan cukup berpengaruh pada
proses pelaksanaan. Dari beberapa kondisi yang spesifik tersebut di
atas, maka proses pelaksanaan gedung bertingkat tinggi, sangat perlu
didahului dengan pekerjaanpekerjaan persiapan untuk menjamin
kelancaran dan keamanan proses tersebut. Pekerjaan-pekerjaan
persiapan tersebut, yang biasanya masuk dalam pos preliminaries, di
mana besarnya cukup berarti terhadap total biaya proyek. Untuk
beberapa proyek besar, pos tersebut dapat mencapai lebih dari 10%
dari total biaya.

4. Pekerjaan Strauss Pile


Liat Di Gambar 4.A Zoning Pekerjaan Basement
GAMBAR 4.A ZONING
PEKERJAAN BASEMENT
GAMBAR 4.B DENAH
PEKERJAAN BASEMENT
Urutan pekerjaan Strauss Pile
1. Membuat pintuk akses untuk jalan kerja excavator & dump truck
2. Dump truck (vol. Muat 20 m3) fill tanah & excavator memadatkan
sampai top tanah urugan
3. Kemudian excavator berpindah untuk memadatkan tanah
4. Mesin bor strauss pile melakukan pengeboran
5. Pengecoran strauss pile dimulai
6. Excavator berpindah untuk memadatkan tanah
7. Mesin bor strauss pile melakukan pengeboran
8. Pengecoran strauss pile dimulai dari
9. Setelah point 1 – 5 selesai, kemudian lereng galian proteksi kembali
dengan terpal

4.1. PEKERJAAN DINDING PENAHAN (RETAINING WALL)

a. Kualitas Beton
Kualitas beton yang digunakan adalah fc’ = 30 Mpa (K-300) (Beton
Integral).

Gambar 4.c. Beton Integral

b. Baja Tulangan
Baja tulangan yang digunakan adalah U – 39 Baja Keras 3 900 kg/cm2.

Gambar 4.d. Baja Tulangan


c. Semen Portland
Jenis semen yang digunakan adalah jenis semen portland type I. Jenis
ini biasa digunakan untuk konstruksi bangunan umum yang tidak
memerlukan persyaratan khusus untuk hidrasi panas dan kekuatan
tekan awal. Kegunaan semen portland type I diantaranya konstruksi
bangunan untuk rumah permukiman, gedung bertingkat, dan jalan
raya. Karakteristik semen portland type I ini cocok digunakan di lokasi
pembangunan di kawasan yang jauh dari pantai dan memiliki kadar
sulfat rendah.

Gambar 4.e. Semen Portland

4.2. Pekerjaan Galian


Pekerjaan galian tanah di bagi beberapa zona, dikarenakan area proyek
yang sangat terbatas.
Pembagian tahap galian sebagai berikut:
1. Galian Tahap 1 Zona Dekat Pintu masuk Rumah Sakit

Gambar 4.f Galian Tanah Tahap 1


2. Galian Tahap 2 Zona Tengah Gedung Rumah Sakit

Gambar 4.f Galian Tanah Tahap 2

3. Galian Tahap 3 Zona Tengah Gedung Rumah Sakit Dekat Pintu


Keluar Basement

Gambar 4.g. Galian Tanah Tahap 3


4. Galian Tahap 4 Zona Pintu Keluar Basement

Gambar 4.g. Galian Tanah Tahap 4

a. Material : Tanah Existing


b. Alat kerja :
- Exavator, Dumptruck
- Alat tukang gali, tangga kerja
- Alat ukur Waterpass, theodolite, meteran
- Perlengkapan K3LM
c. Lokasi : Area Basement

4.3. PEMASANGAN BEKISTING PILE CAP


Struktur bawah terdiri dari pekerjaan pondasi pile cap sebagai kepala bore
pile. Sequence pekerjaan pile cap dapan di jelaskan sebagai berikut :
a. Material : Pasir pasang, semen, batako, air bersih
b. Alat Kerja :
- Alat tukang batu
- Alat ukur
- Perlengkapan K3
- Alat tukang gali
c. Lokasi Kerja : Pile Cap
d. Urutan Pelaksanaan :
1. Periksa ulang dimensi/elevasi galian
2. Marking posisi Pile Cap / Tie Beam
3. Marking posisi bekisting Pile Cap / Tie Beam
4. Buat lantai kerja sesuai elevasi Pile Cap / Tie Beam
5. Pasang bekisting sesuai dengan dimensi Pile Cap / Tie Beam kuat
dan rata
6. Beersihkan lokasi Pile Cap / Tie Beam setelah selesai pasang
bekisting dan lantai kerja.
Gambar 4.h. Pemasangan Bekisting Pile Cap

4.4. PEKERJAAN PENGECORAN PILE CAP

Gambar 4.i. Detail Pekerjaan Pengecoran Pile Cap

a. Material : Beton dengan mutu fc’ 30 MPa (ready mix)


b. Alat Kerja :
a. Truck Mixer
b. Vibrator
c. Alat tukang cor beton
d. Alat ukur
e. Roskam
f. Power listrik
g. Instalasi lampu penerangan
h. Concrete Pump
i. Perlengkapan K3
c. Lokasi Kerja : Pile Cap
d. Urutan Pelaksanaan :
a. Persiapan
- Membuat ijin kerja yang disetujui oleh MK
- Membuat Shop Drawing Pile cap
b. Pelaksanaan
1. Periksa sesuai dengan shop drawing
2. Periksa stek kolom yang sudah terpasang
3. Periksa instalasi M/E apabila ada
4. Bersihkan lokasi pengecoran dari kotoran yang mengurangi
mutu beton /bersih. Periksa slump beton dan surat jalan beton
5. Pengecoran menggunakan concrete Pump dari Truck Mixer
6. Pemadatan menggunakan mesin vibrator dan perataan beton.

Anda mungkin juga menyukai