TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Imunisasi
2.1.1 Pengertian Imunisasi
secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen
yang sama maka tidak akan terjadi penyakit (Akib et.al. 2010). Imunisasi hanya
akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk
kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan
terhadap serangan penyakit berbahaya (Wahab et.al. 2002).
dalam tubuh. Kekebalan yang diperoleh dengan vaksinasi berlangsung lebih lama
dari kekebalan pasif karena adanya memori imunologis, walaupun tidak sebaik
kekebalan aktif alamiah.
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit yang sebenarnya
dapat dicegah dengan imunisasi (Hidayat, 2005).
2.1.2. Manfaat Imunisasi
1
Imunisasi sebagai upaya efektif dalam pencegahan penyakit infeksi
karena melalui vaksinasi ada berbagai keuntungan yang di dapatkan yaitu :
beberapa vaksin akan dibawa seumur hidupnya (Ranuh et.al. 2011).
b. Imunisasi bersifat “costeffective’’ dalam upaya penanggulangan penyakit
menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (Ranuh et.al. 2011).
c. Menurunkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas)
dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yang termasuk
pertusis, campak, polio, dan tuberkulosis (Notoatmodjo, 2011).
2.1.3. Dampak Imunisasi
sosial. Secara individu, apabila anak telah mendapat vaksinasi maka 80%95%
akan terhindar dari penyakit infeksi. Makin banyak bayi yang mendapat vaksinasi
penularan penyakit dari anak ke anak lain atau kepada orang dewasa yang hidup
bersamanya, inilah yang disebut keuntungan sosial, karena dalam hal ini 5%20%
anak yang tidak diimunisasi akan juga terlindung, disebut Herd Immunity (Ranuh
et.al. 2011).
perawatan di rumah sakit, mencegah kematian dan kecacatan yang akan menjadi
anak, berarti akan meningkatkan kualitas hidup anak dan meningkatkan daya
produktivitas karena 30% dari anakanak masa kini adalah generasi yang akan
2
memegang kendali pemerintahan dimasa yang akan datang (Ranuh et.al. 2011).
2.1.4 Sistem Imun Pada Tubuh
Tubuh dapat kebal terhadap infeksi karena adanya sistem kekebalan tubuh
yang melindungi. Sistem imun adalah suatu sistem pertahanan tubuh yang komplek
tubuh. Sistem imun terdiri dari dua komponen utama yaitu sistem imun nonspesifik
dan sistem imun spesifik. Sistem imun nonspesifik merupakan sistem kekebalan
lini pertama sedangkan sistem imun spesifik merupakan lini pertahanan kedua
(Radji, 2015).
a. Sistem Imun Nonspesifik
Lini pertama pertahanan tubuh (sistem imun nonspesifik) terhadap
masuknya mikroorganisme yaitu anatomi tubuh sebagai barier terhadap
infeksi faktor fisik (lapisan kulit luar, lapisan epitel internal kulit dari
tubuh, silia pada saluran pernafasan), faktor kimia (lisozim dan fosfolipase
yang terdapat pada air mata, saliva, sekret hidung, asam lemak pada
keringat, pH rendah pada lambung, dan cairan vagina yang bersifat asam)
dan faktor biologis (flora normal pada kulit dan saluran pencernaan), serta
barier humoral dan berier seluler terhadap infeksi (Radji, 2015).
Sistem imun ini bekerja sesegera mungkin untuk mempertahankan
tubuh dari ancaman organisme asing yang akan masuk ke dalam tubuh.
Jika pertahanan lini pertama tidak mampu maka selsel makrofag dan
neutropil akan menelan dan memusnahkan organisme asing yang masuk
ke dalam tubuh tanpa adanya antibodi. Respon imun nonspesifik terhadap
(Radji, 2015).
3
b. Sistem Imun Spesifik
Lini kedua pertahanan tubuh (sistem imun spesifik) adalah suatu
sistem pertahanan yang dapat mengenali substansi asing (antigen) yang
masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon imun
berperan penting adalah sel limfosit B dan sel limfosit T (Radji, 2015).
Respon imun spesifik memerluhkan waktu beberapa hari setelah
antigen masuk ke dalam tubuh. Produksi antibodi akan berikatan secara
spesifik lainnya yang dapat mengenali dan memusnahkan mikroorganisme
antibodi yang spesifik terhadap antigen tertentu maka jika ada antigen
yang spesifik masuk kembali ke dalam tubuh responnya akan berlangsung
lebih cepat daripada respon infeksi yang pertama. Hal ini terjadi karena
adanya proses aktivasi yang cepat pada memori sel limfosit B dan sel
limfosit T (Radji, 2015).
2.1.5 Jenisjenis Imunisasi
Imunisasi dapat terjadi secara alamiah dan buatan dimana masingmasing
pasif.
a. Imunisasi Aktif
substansi, atau toksin mikroorganisme yang sudah dimatikan atau dilemahkan
Guerin (BCG), DifteriPertusisTetanus (DPT), Polio, Campak, MMR, tifoid,
Hib, hepatitis A, cacar air, dan influenza termasuk kategori imunisasi aktif
4
buatan (Radji, 2015).
Namun hanya lima imunisasi (BCG, DPT, Polio, Hepatitis B, Campak)
Pengembangan Imunisasi (PPI) atau extended program on immunization (EPI)
Universal Child Immunization (Ranuh et.al. 2011).
Sistem kekebalan yang timbul pada tubuh bersifat seumur hidup terhadap
beberapa jenis mikroorganisme (virus cacar dan virus polio), sedangkan untuk
2015).
b. Imunisasi Pasif
sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Imunisasi
pasif dapat terjadi secara alamiah dan secara buatan. Imunisasi pasif alamiah,
bisa diperoleh melalui transfer antibodi dari seorang ibu kepada janinnya
melalui plasenta (transplancental transfer). Apabila seorang ibu kebal terhadap
difteri, rubella atau polio, maka bayi yang baru lahir juga akan kebal terhadap
penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme tersebut. Beberapa antibodi
dari ibu tidak bertahan lama, biasanya hanya dapat bertahan selama beberapa
bulan, oleh sebab itu harus segera dilakukan imunisasi aktif untuk dapat
memproduksi sendiri antibodinya (Akib et.al. 2010).
5
menyuntikkan antibodi tersebut ke dalam tubuh seseorang yang memerlukan
antibodi segera, untuk mengatasi keadaan defisiensi antibodi di dalam tubuh.
tubuh seseorang maka orang tersebut akan segera kebal terhadap suatu
disuntikkan dapat didegradasi oleh penerima. Waktu paruh dari antibodi yang
disuntikkan tersebut biasanya sekitar 3 minggu (Akib et.al. 2010).
digunakan pada keadaan tertentu seperti untuk penderita hepatitis A, hepatitis
antitoksin untuk penderita luka tusuk yang diduga mengalami tetanus. Rabies
diberikan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu terinfeksi virus Hepatitis B
(Radji, 2015).
2.1.6 Penyelenggaraan Imunisasi di Indonesia
terjangkit penyakit menular, yaitu bayi, balita, anakanak, Wanita Usia Subur
dikelompokkan menjadi imunisasi wajib dan imunisasi pilihan.
a. Imunisasi Wajib
untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang
Pelaksanaan pelayanan imunisasi wajib dapat dilaksanakan secara massal atau
perseorangan. Pelayanan imunisasi secara massal dilaksanakan di Puskesmas,
6
ditentukan sedangkan pelayanan imunisasi secara perseorangan dilaksanakan
di rumah sakit, puskesmas, klinik, praktik dokter, dan dokter spesialis, praktik
bidan, dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Imunisasi wajib terdiri atas
imunisasi rutin, tambahan dan khusus.
1. Imunisasi Rutin
Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara
terus menerus sesuai jadwal. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar
dan imunisasi lanjutan.
a) Imunisasi Dasar
Imunisasi ini diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun.
Jenis imunisasi dasar terdiri atas BCG, DPTHB atau DPTHBHib,
Hepatitis B pada bayi baru lahir, Polio dan Campak (Kemenkes RI,
2013).
b) Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
melengkapi imunisasi dasar pada bayi yang diberikan kepada anak
usia bawah tiga tahun (Batita), anak usia sekolah, dan wanita usia
subur (WUS) termasuk ibu hamil sehingga dapat mempertahankan
waktu melakukan pelayanan antenatal.
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia bawah
tiga tahun (Batita) terdiri atas Difhteria Pertusis TetanusHepatitis B
(DPTHB) atau Difhteria Pertusis TetanusHepatitis BHaemophilus
Influenza type B (DPTHB Hib) pada usia 18 bulan dan campak
pada usia 24 bulan. Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar
diberikan pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) dengan jenis
7
terdiri atas Difhteria Tetanus (DT), campak dan Tetanus Difhteria
(Td). Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur
beruta Tetanus Toxoid.
2. Imunisasi Tambahan
Imunisasi tambahan diberikan pada kelompok umur tertentu yang
paling berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode
kewajiban pemberian imunisasi rutin. Kegiatan imunisasi tambahan antara
Sub PIN, Catch up Campaign campak, imunisasi dalam penanganan KLB
(Kemenkes RI, 2013).
3. Imunisasi Khusus
Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan
negara endemis penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar biasa (KLB).
(VAR) (Kemenkes RI, 2013).
Pelaksanaan pelayanan imunisasi wajib berdasarkan tempat pelayanan
dibagi menjadi :
puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit, klinik, bidan atau dokter
diberikan melalui fasilitas Pemerintah maupun swasta, antara lain rumah
sakit swasta, praktik dokter, praktik bidan klinik swasta, balai imunisasi.
b. Pelayanan imunisasi di luar gedung (komponen dinamis) seperti
8
posyandu, di sekolah, atau melalui kunjungan rumah.
b. Imunisasi Pilihan
Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada
imunisasi lain yang tidak termasuk dalam imunisasi wajib, namun penting
diberikan pada bayi, anak, dan dewasa di Indonesia mengingat beban penyakit
dari masingmasing penyakit. Jenis imunisasi pilihan dapat berupa imunisasi
2013).
2.2 Bulan Imunisasi Anak Sekolah
2.3 Campak
2.3.1 Definisi[2]
Morbili adalah suatu penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai
oleh tiga stadium, yakni :
1. Stadium inkubasi sekitar 10-21 hari dengan
sedikit tanda-tanda atau gejala-gejala.
2. Stadium prodromal dengan enantem (bercak
koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam ringan sampai sedang,
konjunctivitis ringan, koryza dan batuk yang semakin berat.
3. Stadium akhir (stadium erupsi) dengan rash
makulopapular yang muncul berturut-turut pada leher dan muka, tubuh, lengan
dan kaki disertai oleh demam tinggi.
9
Morbili disebut juga campak atau roseola atau measle yang disebabkan oleh
virus RNA, genus Morbillivirus, family Paramyxoviridae. Hanya satu tipe
antigen yang diketahui.
Selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul ruam, virus dapat
ditemukan dalam sekret nasofarings, darah dan urine. Virus dapat tetap aktif
selama sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar, 15 minggu di dalam
pengawetan beku, minimal 4 minggu disimpan dalam temperatur 35 C dan
beberapa hari pada suhu 0C. virus tidak aktif pada pH rendah.
Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan
ginjal kera rhesus. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.
Virus campak menunjukkan antigenisitas yang homogeny. Infeksi dengan virus
campak memicu pembentukan Nutralizing antibody, komplemen fixing antibody
dan hemaglutinin inhibition antibody.
Imunoglobulin IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak, muncul
bersama-sama diperkirakan 12 hari setelah infeksi dan mencapai titer tertinggi
setelah 21 hari. Kemudian IgM menghilang dengan cepat sedangkan IgG tinggal
tidak terbatas dan jumlahnya terus terukur. IgM menunjukkan pertanda baru
terkena infeksi atau baru mendapatkan vaksinasi, sedangkan IgG menunjukkan
bahwa pernah terkena infeksi walaupun sudah lama. Antibody IgA sekretori dapat
dideteksi dari sekret nasal dan terdapat di seluruh saluran napas. Daya efektivitas
vaksin virus campak yang hidup dibandingkan dengan virus campak yang mati
adalah adanya IgA sekretori yang hanya dapat ditimbulkan oleh vaksin virus
campak hidup.
10
Campak merupakan penyakit endemis, terutama di negara sedang berkembang.
Dari penelitian retrospektif, dilaporkan bahwa campak di Indonesia ditemukan
sepanjang tahun.
Banyak kesamaan antara sifat-sifat biologis campak dengan cacar sehingga
memberi kesan kemungkinan bahwa campak dapat diberantas sama seperti cacar.
Kesamaannya itu antara lain ditandai dengan (1) ruam yang khas, (2) tidak
adanya binatang reservoir, (3) tidak adanya vektor, (4) terjadinya musiman
dengan adanya masa bebas penyakit, (5) virus laten tidak dapat ditularkan, (6)
hanya satu serotip, dan (7) vaksin yang efektif. Prevalensi lebih dari 90%
imunisasi pada bayi terbukti menghasilkan zona bebas penyakit.
Bayi mendapat kekebalan transplasenta dari ibu yang pernah menderita
morbili atau mendapat imunisasi. Imunitas pada bayi biasanya sempurna selama
umur 4-6 bulan pertama dan menghilang pada frekuensi yang bervariasi.
Walaupun kadar antibodi ibu secara umum tidak dapat dideteksi pada bayi setelah
9 bulan. Bayi dari ibu yang rentan terhadap morbili tidak mempunyai imunitas
terhadap morbili dan dapat tertular penyakit ini bersama ibu sebelum atau
sesudah melahirkan.
2.3.5 Patogenesis[3]
Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit, membran mukosa
nasofaring, bronkus, saluran pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler
terdapat eksudat serosa dan proliferasi dari sel mononuklear dan beberapa sel
polimorfonuklear. Karakteristik patologi dari Campak ialah terdapatnya distribusi
yang luas dari sel raksasa berinti banyak yang merupakan hasil dari
penggabungan sel. Dua tipe utama dari sel raksasa yang muncul adalah (1) sel
11
Warthin-Findkeley yang ditemukan pada sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil,
appendiks, limpa dan timus) dan (2) sel epitel raksasa yang muncul terutama pada
epitel saluran nafas. Lesi di daerah kulit terutama terdapat di sekitar kelenjar
sebasea dan folikel rambut. Terdapat reaksi radang umum pada daerah bukal dan
mukosa faring yang meluas hingga ke jaringan limfoid dan membran mukosa
trakeibronkial. Pneumonitis intersisial karena virus campak menyebabkan
terbentuknya sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia yang terjadi mungkin
disebabkan infeksi sekunder oleh bakteri (Cherry, 2004).
Pada kasus encefalomyelitis terdapat demyelinisasi vaskuler dari area di
otak dan medula spinalis. Terdapat degenerasi dari korteks dan subsdtansia alba
dengan inclusion body intranuklear dan intrasitoplasmik pada subacute sclerosing
panencephalitis (Phillips, 1983).
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus
yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama
infeksi virus campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama
pada saluran nafas sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah
penyebaran pertama virus campak ke jaringan limfatik regional yang
menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi
multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik
regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus campak
juga terjadi di lokasi pertama infeksi.
Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang
ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit,
konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi
organ lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan
virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan
kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama
infeksi virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit,
dan makrofag (Cherry, 2004).
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan
memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa
bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus
dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak.
12
Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit
Hari Manifestasi
0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring
atau kemungkinan konjungtiva
Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus
1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer
3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi
pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh
5-7 Viremia sekunder
7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran
nafas
11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang
Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition
13
Biasanya koryza, demam, dan batuk semakin bertambah berat sampai waktu
ruam telah merata diseluruh tubuh.
Fase erupsi, Suhu naik mendadak ketika ruam muncul dan sering mencapai
40-40,5 C (104-105 F). Pada kasus tidak terkomplikasi, ketika ruam muncul
pada tungkai dan kaki, pada sekitar 2 hari gejala-gejala menghilang dengan cepat;
proses pengurangan biasanya termasuk penurunan suhu mendadak. Penderita
sampai saat ini mungkin tampak sangat sakit, tetapi dalam 24 jam sesudah suhu
turun mereka pada dasarnya tampak baik.
Ruam biasanya mulai sebagai makula tidak jelas pada bagian atas lateral
leher, dibelakang telinga, sepanjang garis pertumbuhan rambut dan pada bagian
posterior pipi. Lesi sendiri-sendiri menjadi semakin makolopapuler sebagai ruam
yang menyebar dengan cepat pada seluruh muka, leher, lengan atas dan bagian
atas dada pada sekitar 24 jam pertama. Selama 24 jam berikutnya ruam menyebar
ke seluruh punggung, abdomen, seluruh lengan, dan paha. Ketika ruam akhirnya
mencapai kaki pada hari ke 2 – ke 3, ruam ini mulai menghilang dari muka.
Hilangnya ruam menuju ke bawah pada urutan yang sama dengan ketika ruam
muncul. Keparahan penyakit secara langsung dihubungkan dengan luas dan
menyatunya ruam. Pada campak ringan ruam cenderung tidak menyatu, dan pada
kasus yang sangat ringan ruam hanya sedikit, jika ada, lesi pada kaki. Pada
campak berat ruam menyatu, kulit tertutup secara sempurna, termasuk telapak
tangan dan kaki, dan muka membengkak dan menjadi jelek.
Ruam sedikit hemorragik; pada kasus berat dengan ruam menyatu, mungkin
ada petekie yang luas. Gatal biasanya ringan. Ketika ruam menghilang,
deskuamasi seperti kulit padi dan perubahan warna kecoklatan terjadi dan
kemudian menghilang dalam 7-10 hari.
Ruam dapat sangat bervariasi. Jarang terjadi ruam urtikaria ringan, makuler
tidak jelas atau skarlatiniformis dapat tampak selama stadium prodromal awal
dan menghilang sebelum ruam khas. Tidak ada ruam sama sekali juga jarang
terjadi kecuali pada penderita yang telah mendapat antibodi manusia selama masa
inkubasi, pada beberapa penderita dengan infeksi HIV dan mungkin pada bayi
umur sebelum 8 bulan yang mempunyai kadar antibodi ibu cukup besar. Pada
campak tipe hemorragik (campak hitam), dimana perdarahan dapat terjadi dari
mulut, hidung, atau usus besar. Pada kasus ringan ruam mungkin kurang makuler
14
dan lebih mendekati ujung jarum (pinpoint), agak menyerupai ruam demam
skarlet atau rubella.
Limfonodi pada sudut rahang dan pada daerah servikal posterior biasanya
membesar, dan splenomegali ringan dapat dicatat. Limfadenopati mesenterika
dapat menyebabkan nyeri perut. Perubahan patologis khas campak pada mukosa
apendiks dapat menyebabkan obliterasi lumen dan gejala-gejala apendisitis.
Perubahan-perubahan tipe ini cenderung menghilang dengan menghilangnya
bercak koplik. Otitis media, bronkopneumonia, dan gejala- gejala saluran cerna,
seperti diare dan muntah, lebih sering pada bayi dan anak kecil (terutama anak
malnutrisi) daripada anak yang lebih tua.
Diagnosis campak sering tertunda pada orang dewasa karena dokter umum
yang memberikan perawatan kesehatan pada orang dewasa umumnya tidak
menemukan penyakit dan jarang memasukkannya dalam diagnosis bading.
Gambaran klinis serupa dengan gambaran klinis yang ditemukan pada anak.
Keterlibatan hati, dengan nyeri perut, kenaikan kadar aspartat aminotransferase
(ATS), dan kadang-kadang ikterus, adalah biasa pada orang dewasa. Di negara
yang sedang berkembang dan pada wabah baru-baru ini di amerika serikat,
campak seringkali terjadi pada bayi yang lebih muda dari 1 tahun; mungkin
karena malnutrisi ada bersamanya, penyakit sangat berat dan mempunyai
mortalitas yang tinggi.
2.3.7 Diagnosis(4)
Biasanya dibuat hanya dari gambaran klinis khas, konfirmasi laboratorium
jarang diperlukan. Selama stadium prodormal dapat ditemukan sel raksasa
multinuklear pada pulasan mukosa hidung. Virus dapat diisolasi pada biakan
jaringan, dan diagnosis didukung dengan kenaikan titer antibody yang dapat
dideteksi pada serum pada fase akut dan konvalesens. Angka sel darah putih
cenderung rendah dengan limfositosis relatif. Serum antibodi dari virus campak
dapat dilihat dengan pemeriksaan Hemagglutination-inhibition (HI), complement
fixation (CF), neutralization, immune precipitation, hemolysin inhibition, ELISA,
serologi IgM-IgG, dan fluorescent antibody (FA). Pemeriksaan HI dilakukan
dengan menggunakan dua sampel yaitu serum akut pada masa prodromal dan
serum sekunder pada 7 – 10 hari setelah pengambilan sampel serum akut. Hasil
dikatakan positif bila terdapat peningkatan titer sebanyak 4x atau lebih. Serum
15
IgM merupakan tes yang berguna pada saat munculnya ruam. Serum IgM akan
menurun dalam waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG akan menetap
kadarnya seumur hidup. Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih
cenderung menurun. Pungsi lumbal dilakukan bila terdapat penyulit encephalitis
dan didapatkan peningkatan protein, peningkatan ringan jumlah limfosit
sedangkan kadar glukosa normal.
18
19
20
21