Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 dengan tegas


dinyatakan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum, dengan
demikian salah satu tugas terpenting bagi pemerintah adalah memberikan dan
menjamin adanya rasa kepastian hukum bagi para warga anggota masyarakatnya.
Dalam bidang tertentu tugas tersebut oleh pemerintah melalui Undang-Undang
diberikan dan dipercayakan kepada Notaris dan sebaliknya masyarakat juga harus
percaya bahwa Akta Notaris yang dibuat itu memberikan kepastian hukum bagi
para warganya, sesuai dengan bunyi Pasal 15 ayat 1 Undang-undang nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan dan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta
otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan
akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang
lain yang ditetapkan oleh undang-undang”.
Kepastian hukum tersebut selain otentiknya suatu akta yaitu mempunyai
kekuatan pembuktian, yaitu secara lahiriah, formil maupun materil termasuk juga
etika seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya. Dalam melaksanakan tugas
jabatannya para Notaris tidak hanya menjalankan pekerjaan yang diamanatkan
oleh undang-undang semata sekaligus menjalankan suatu fungsi sosial yang
sangat penting yaitu bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang
diberikan masyarakat umum yang dilayaninya, seorang Notaris harus berpegang
teguh kepada Kode Etik Notaris, namun dalam realitasnya, keselarasan
pelaksanaan hukum dilapangan masih ada Notaris yang melakukan pelanggaran
kode etik Notaris tersebut. Disamping itu, aturan demi aturan yang mengikat
setiap anggotanya belum dijalankan sebagaimana mestinya.
Kode Etik bagi profesi Notaris sangat diperlukan untuk menjaga kualitas
pelayanan hukum kepada masyarakat oleh karena hal tersebut, Ikatan Notaris
Indonesia (INI) sebagai satu-satunya organisasi protesi yang diakui kebenarannya
sesuai dengan UU Jabatan Notaris No.30 Tahun 2004, menetapkan Kode Etik
bagi para anggotanya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan profesi notaris?
2. Apa saja syarat dapat diangkat dan diberhentikan menjadi Notaris?
3. Apa saja Kewenangan seorang Notaris?
4. Apa saja kewajiban dan larangan notaris berdasarkan kode etik notaris?
5. Bagaimanakah penegakan hukum kode etik notaris?
6. Apa saja pelanggaran terhadap kode etik notaris?
7. Apa saja sanksi jika seorang notaris melanggar kode etik?

C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH


1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan profesi notaris
2. Untuk mengetahui Apa saja syarat dapat diangkat dan diberhentikan
menjadi Notaris
3. Untuk mengetahui Apa saja Kewenangan seorang Notaris
4. Untuk mengetahui Apa saja kewajiban dan larangan notaris berdasarkan
kode etik notaris
5. Untuk mengetahui Bagaimanakah penegakan hukum kode etik notaris
6. Untuk mengetahui Apa saja pelanggaran terhadap kode etik notaris
7. Untuk mengetahui Apa saja sanksi jika seorang notaris melanggar kode
etik
D. KEGUNAAN MAKALAH
1. Secara teoritis, diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan
bagi pelaksanaan Pengembangan ilmu hukum di bidang Hukum Perdata,
terutama yang mempunyai hubungan dengan bidang kenotariatan.

2. Secara praktis, dengan penulisan penelitian ini diharapkan dapat


memberikan masukan yang berharga bagi semua pihak yang terkait dalam
pelaksanaan jabatan notaris dan juga dapat menambah wawasan bagi
notaris mengenai masalah pelanggaran kode etik yang berakibat
perbuataan pidana.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PROFESI NOTARIS

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dapat dilihat bahwa istilah


Notaris berarti adalah orang yang mendapat kuasa dari Pemerintah (dalam hal ini
Departemen Hukum dan HAM RI) untuk mengesahkan menyaksikan berbagai
surat perjanjian, surat wasiat, akta dsb. Sedangkan menurut Kamus Hukum
Ekonomi (Inggris-Indonesia) dikenal dengan istilah Notary Public artinya sama
dengan Notaris, yaitu pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik.
Menurut kamus hukum black law dictionary, menyatakan bahwa notaris adalah
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang jabatan notaris.

B. PENGANGKATAN NOTARIS

Adapun syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi notaris adalah:

1. Warga Negara Indonesia

2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

3. Berumur paling sedikit 27 tahun

4. Sehat jasmani dan rohani

5. Berijazah Sarjana Hukum dan Lulusan Jenjang Strata dua kenotariatan,


dengan gelar Magister Kenotariatan (M.Kn)
6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan
Notaris dalam waktu 12 bulan berturut-turut pada Kantor Notaris atas
prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus
Strata dua Kenotariatan (M.Kn)

7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat atau tidak
sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk
dirangkap dengan jabatan notaris.

Seorang Notaris dapat berhenti dari jabatan notarisnya atau seorang notaris dapat
diberhentikan dengan hormat dari jabatan notarisnya, karena:

1. Meninggal dunia

2. Telah berumur 65 tahun ketentuan umur dapat diperpanjang sampai


berumur 67 tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang
bersangkutan.

3. Karena permintaan sendiri untuk diberhentikan dari jabatan notaris

4. Tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas


jabatan notaris secara terus-menerus lebih dari tiga tahun.

5. Merangkap jabatan sebagai Pegawai Negeri Sipil, Pejabat negara, advokat,


dan jabatan lain yang dilarang oleh undang-undang.

C. KEWENANGAN NOTARIS

Adapun yang merupakan kewenangan dari seorang notaris adalah sebagai berikut:

1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,


perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, memberikan grosse, salinan dan kutipan
akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang.

2. Notaris berwenang pula untuk:

3. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di


bawah tanda tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

4. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku


khusus;

5. Membuat copy asli dari surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uarian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;

6. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya;

7. Memberikan penyuluhan hukum dengan pembuatan akta.

8. Seorang notaris juga mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam


peundang-undangan seperti akta yang berkaitan dengan pertanahan dan
risalah lelang.

D. KEWAJIBAN DAN LARANGAN NOTARIS

Kewajiban dan Larangan Notaris tercantum dalam Pasal 3, 4 dan 5


Kode Etik Notaris Hasil Kongres Luar Biasa INl pada tanggal 28 Januari 2005 di
Bandung. Kode etik Notaris mengacu pad a Undang-Undang Jabatan Notaris
Nomor 30 tahun 2005. Undangundang Jabatan Notaris tegas dalam hal kewajiban
dan larangan terhadap profesi Notaris, seperti yang tercantum dalam Pasal 15,16
dan 17.

Seperti yang telah diterangkan diatas, maka peraturan Kode Etik


Notaris hasil Kongres Luar Biasa INI pada tahun 2005 disesuaikan dengan
pemikiran dari Abdulkadir Muhammad, maka dalam Kode Etik Notaris berupa
kewajiban maupun larangan untuk profesi Notaris dapat dijabarkan sebagai
berikut :

1. Etika kepribadian notaris:

1. Memiliki moral, akhlak, dan kepribadian yang baik,

2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan notaris

3. Taat hukum berdasarkan Undang Undang Jabatan Notaris, sumpah jabatan


dan AD ART Ikatan Notaris Indonesia

4. Memiliki perilaku professional

5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada


ilmu pengetahuan dan kenotariatan

2. Etika Melakukan Tugas dan Jabatan:

1. Bertindak jujur, mandiri tidak berpihak penuh rasa tanggung jawab.

2. Menggunakan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut


merupakan satu-satunya kantor notaris yang bersangkutan dalam
melaksanakan jabatannya sehari-hari.

3. Memasang papan nama di depan kantornya menurut ukuran yang berlaku.

4. Menjalankan jabatan notaris terutama dalam pernbuatan, pembacaan dan


penandatanganan akta yang dilakukan di kantor kecuali dengan alasan-
alasan yang sah.

5. Tidak melakukan promosi melalui media cetak ataupun elektronik.

6. Dilarang bekerja sama dengan biro jasa/orang/badan hukum yang ada


sebagai perantara dalam mencari klien.

3. Etika pelayanan terhadap klien

1. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan negara.


2. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik tanpa membedakan
status ekonominya dan atau status sosialnya.

3. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotariatan lainnya untuk


masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium

4. Dilarang menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah


dipersiapkan oleh orang lain

5. Dilarang mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani

6. Dilarang berusaha agar seseorang berpindah dari notaris Jain kepadanya

7. Dilarang melakukan pemaksaan kepada klien menahan berkas yang telah


diserahkan dengan. maksud agar klien tetap membuat akta kepadanya.

4. Etika hubungan sesama rekan notaris

1. Aktif dalam organisasi notaris

2. Saling membantu, saling menghormati sesama rekan Notaris dalam


suasana kekeluargaan

3. Harus saling menjaga kehormatan dan membela kehormatan dan nama


baik korps Notaris

4. Tidak melakukan persaingan yang merugikan sesama netarts, baik moral


maupun material

5. Tidak menjelekkan ataupun mempersalahkan rekan notaris atau akta yang


dibuat olehnya. Dalam hal seorang notaris menghadapi dan/atau
menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan notaris lainnya dan ditemui
kesalahan-kesalahan yang serius atau membahayakan kilennya, maka
notaris tersebut wajib memberitahukan dengan cara tidak menggurui,
untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien
yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.
6. Dilarang membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat
eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi apalagi
menutup kemungkinan bagi notaris lain untuk berpartisipasi.

7. Tidak menarik karyawan notaris lain secara tidak wajar

Dalam aturan main yang telah ditetapkan oleh Kongres IN), Kode Etik
ini wajib diikuti oleh seluruh anggota maupun seseorang yang menjalankan
profesi Notaris. Hal ini mengingat bahwa profesi notaris sebagai pejabat umum
yang harus memberikan rasa aman serta keadilan bagi para pengguna jasanya.

Untuk memberikan rasa aman bagi para pengguna jasanya, Notaris


harus mengikuti kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh Undang-undang
Jabatan Notaris maupun Kode Etik Notaris. Notaris harus bertanggung jawab
terhadap apa yang ia lakukan terhadap klien maupun masyarakat. Kewajiban
maupun larangan yang ada merupakan petunjuk moral dan aturan tingkah laku
yang ditetapkan bersama oleh anggota notaris dan menjadi kewajiban bersama
oleh seluruh anggota notaris dalam mewujudkan masyarakat yang tertib.

E. PENEGAKAN HUKUM KODE ETIK NOTARIS

Pengertian Penegakan hukum dapat dirumuskan sebagai usaha


melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya, dan
jika terjadi pelanggaran memulihkan hukum yang dilanggar itu supaya ditegakkan
kembali. Penegakkan hukum dilakukan dengan penindakan hukum menurut
urutan berikut:

1. Teguran peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan berbuat


lagi

2. Pembebanan kewajiban tertentu (ganti kerugian, denda)

3. Penyisihan atau pengucilan (pencabutan hak-hak tertentu)


4. Pengenaan sanksi badan (pidana penjara, pidana mati) Dalam
pelaksanaannya tugas penegakan hukum, penegak hukurn wajib menaati
norma-norma yang telah ditetapkan.

Penegakan kode etik Notaris adalah usaha melaksanakan kode etik


Notaris sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak terjadi
pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang dilanggar
itu supaya ditegakkan kembali.

Penegakan hukum Kode Etik Notaris tercantum dalam Bab IV dan V


yaitu dari Pasal 6 sampai dengan Pasal 13. Yang meliputi: Sanksi, Pengawasan,
Pemeriksaan dan Penjatuhan sanksl, Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada
tingkat Pertama, Banding dan Terakhir, Eksekusi atas sanksi-sanksi dalam
Pelanggaran Kode Etik.

F. PELANGGARAN TERHADAP KODE ETIK NOTARIS

Beberapa contoh pelanggaran terhadap UUJN yang dilakukan oleh oknum Notaris
dalam pembuatan akta-akta Notaris, yaitu :

1. Akta dibuat tanpa dihadiri oleh saksi-saksi, padahal di dalam akta itu
sendiri disebut dan dinyatakan “dengan dihadiri saksi-saksi”

2. Akta yang bersangkutan tidak dibacakan oleh Notaris

3. Akta yang bersangkutan tidak ditandatangai di hadapan Notaris, bahkan


minuta Akta tersebut dibawa oleh orang lain dan ditandatangani oleh dan
ditempat yang tidak diketahui oleh Notaris yang bersangkutan

4. Notaris membuat akta diluar wilayah jabatannya, akan tetapi Notaris yang
bersangkutan mencantumkan dalam akta tersebut seolah-oleh
dilangsungkan dalam wilayah hukum kewenangannya atau seolah-oleh
dilakukan di tempat kedudukan dari Notaris tersebut.

5. Seorang Notaris membuka kantor cabang dengan cara sertiap cabang


dalarn . waktu yang bersamaan melangsungkan dan memproduksi akta
Notaris yang seolah-olah kesemua akta tersebut dibuat di hadapan Notaris
yang bersangkutan.

Akibat hukum terhadap akta yang dibuat oleh Notaris yang telah
rnelakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu kata
Notaris tersebut tidak otentik dan akta itu hanya mempunyai kekuatan seperti akta
yang dibuat di bawah tangan apabila ditandatangani oleh para pihak yang
bersangkutan.

Pelanggaran terhadap UUJN seperti yang dicontohkan di atas, sudah


mengakibatkan kerugian terhadap masyarakat atau pengguna jasa Notaris, bisa
diajukan oleh masyarakat kepada Majelis Pengawas Daerah. Yang kemudian
mekanismenya disesuaikan dengan UUJN. Dalam UUJN ditentukan sanksi-sanksi
dalam Pasal 84 dan 85 bagi pelanggaran jabatan Notaris.
Kode etik Notaris yang diatur oleh organisasi Notaris yaitu Ikatan Notaris
Indonesia (INI) merupakan salah satu organisasi profesi jabatan Notaris yang
diakui dan telah mempunyai cabang di seluruh Indonesia.

Pelanggaran menurut Kode etik Notaris diatur dalam Pasal1 angka (9)
yaitu pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh
Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan
notaris yang melanggar ketentuan Kode Etik dan/atau disiplin organisasi.

Sanksi Jika Seorang Notaris Melanggar Kode Etik

Sanksi dalam Kode Etik tercantum dalam pasal 6:

1. Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pefanggaran


Kode Etik dapat berupa : teguran, peringatan, schorsing (pemecatan
sementara) dari keanggotaan perkumpulan, onzetfing (pemecatan) dari
keanggotaan perkumpulan, Pemberhentian dengan tidak hormat dari
keanggotaan Perkumpulan
2. Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota
yang melanggar kode etik disesuaikan dengan kualitas pelanggaran yang
dilakukan anggota.

Yang dimaksud sebagai sanksi adalah suatu hukuman yang


dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin
anggota perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan
jabatan Notaris dalam menegakkan kode etik dan disiplin organisasi.

Penjatuhan sanksi terhadap anggota yang melakukan pelanggaran


terhadap kode etik Notaris dilakukan oleh Dewan Kehormatan yang merupakan
alat perlengkapan perkumpulan yang berwenang melakukan pemeriksaan atas
pelanggaran kode etik termasuk di dalamnya juga menjatuhkan sanksi kepada
pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing (termuat dalam Pasal B).

Terhadap pelanggaran Notaris dilakukan pengawasan oleh organisasi


Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI) terhadap anggotanya, yang secara
langsung mengontrol Notaris yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan, yang
dalam Pasal 1 angka (8) Kode Etik Notaris:

Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan sebagai


suatu badan atau lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan dalam
Perkumpulan yang bertugas untuk:

1. Melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota


dalam menjunjung tinggi Kode Etik.

2. Memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan


kode etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan
kepentingan rnasyarakat secara langsung

3. Memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan


pelanggaran kode etik dan jabatan Notaris
4. Dewan Kehormatan memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan
pelanggaran ketentuan kode etik yang sifatnya “internal” atau yang tidak
mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung (pasal
1 ayat 8 bagian a);

5. Pemeriksaan dan penjatuhan sanksi pada tingkat pertama dilaksanakan


oleh Dewan Kehormatan Daerah yang baru akan menentukan putusannya
mengenai terbukti atau tidaknya pelanggaran kode etik serta penjatuhan
sanksi terhadap pelanggarnya, setelah mendengar keterangan dan
pembefaan diri dari keperluan itu. Bila dalam putusan sidang dewan
kehormatan daerah terbukti adanya pelanggaran kode etik, maka sidang
sekaligus “menentukan sanksi” terhadap pefanggarnya. (pasal 9 ayat (5).

6. Sanksi teguran dan peringatan oleh Dewan Kehormatan Daerah tidak


wajib konsultasi dahulu dengan Pengurus Daerahnya, tetapi sanksi
pemberhentian sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari
keanggotaan diputusakan dahulu dengan pengurus Dasarnya (Pasaf 9 ayat
(8). Pemeriksaan dan penjatuhan sanksi pada tingkat banding dilaksanakan
oleh Dewan Kehormatan Wilayah (Pasal 10). Putusan yang berisi
penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan
(onzetting) dari keanggotaan perkumpulan dapat diajukan/dimohonkan
banding kepada Dewan Kehormatan Wilayah. Apabila pemeriksaan dan
penjatuhan sanksi dalam tingkat pertama telah dilakukan oleh Dewan
Kehormatan Wilayah, berhubung pada tingkat kepengurusan daerah yang
bersangkutan belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka
keputusan Dewan Kehormatan Wilayah tersebut merupakan keputusan
tingkat banding. Pemeriksaan dan Penjatuhan saksi pada tingkat terakhir
dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Pusat (pasal 11).

7. Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing)


atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan yang dilakukan
oleh Dewan Kehormatan Wilayah dapat diajukanl dimohonkan
pemeriksaan pada tingkat terakhir kepada Dewan Kehormatan Pusat.
Eksekusi atas sanksi-sanksi dalam pelanggaran kode etik berdasarkan
putusan yang ditetapkan oleh dewan Kehormatan Daerah, dewan
Kehorrnatan Wilayah maupun yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan
Pusat dilaksanakan oleh Penqurus Daerah.

Dalam hal pemecatan sementara secara rinci tertuang dalam pasal 13.
Dalam hal pengenaan sanksi pemecatan sementara (schorsing) demikian juga
sanksi onzetting maupun pemberhentian dengan tidak hormat sebagai anggota
perkumpulan terhadap pelanggaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13
di atas wajib diberitahukan oleh Pengurus Pusat kepada Majelis Pengawas Daerah
(MPD) dan tembusannya disampaikan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Notaris merupakan pejabat umum yang membuat akta otentik yang


dibutuhkan oleh masyarakat. Diperlukan tanggung jawab terhadap jabatannya,
sehingga diperlukan lembaga kenotariatan untuk mengatur perilaku profesi notaris
tersebut. Pada hakikatnya Kode Etik Notaris adalah merupakan penjabaran lebih
lanjut apa yang diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris, mengingat Notaris
dalam melaksanakan jabatannya harus tunduk dan mentaati seqala ketentuan
dalam Undang-undang yang mengatur jabatannya.

Yang tercantum dalam kode etik notaris yang dibuat oleh organisasi INI
yang merupakan satu-satunya organisasi notaris yang berbadan hukum sesuai
dengan UUJN. Artinya seluruh notaris wajib tunduk kepada Kode Etik Notaris.
Berdasarkan uraian tentang kewajiban dan larangan sebagaimana terinci di atas,
diharapkan notaris dalam menjalankan jabatannya senantiasa bercermin pada etika
moral profesi yang diembannya, taat asas, serta tunduk dan patuh pada setiap
peraturan yang mengatur jabatannya tersebut sehingga masyarakat dan semua
kalangan benar-benar dapat memaknai profesi notaris sebagai salah satu profesi
yang mulia dan bermartabat.

Dalam melakukan tugas profesionalnya seorang notaris harus


mempunyai integritas moral, dalam arti segala pertimbangan moral harus
melandasi pelaksanaan tugas-tugas profesionalnya. Notaris secara profesional
harus bersedia memberikan bantuan hukum (membuat akta otentik) kepada pihak
ketiga atau klien tanpa membeda-bedakan agama, kepercayaan, suku, keturunan,
kedudukan sosial, atau keyakinan politiknya tidak semata-mata untuk mencari
imbalan materil, tetapi terutama untuk turut menegakan hukum, keadilan, dan
kebenaran dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab.
Notaris dalam melakukan tugas jabatanya memberikan pelayanan
hukum kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya,
serta memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum yang
tinggi dalam masyarakat agar masyarakat menyadari dan menghayati hak dan
kewajibanya sebagai warga Negara dan anggota masyarakat.

B. SARAN

Berdasarkan uraian atas, diharapkan notaris dalam menjalankan


jabatannya senantiasa bercermin pada etika moral profesi yang diembannya, taat
asas, serta tunduk dan patuh pada setiap peraturan yang mengatur jabatannya
tersebut sehingga masyarakat dan semua kalangan benar-benar dapat memaknai
profesi notaris sebagai salah satu profesi yang mulia dan bermartabat.
DAFTAR PUSTAKA

A.Buku:

Abdulkadir Muhammad. 1997. Etika Profesi Hukum. Bandung: Citra Aditya


Bakti.

GHS Lukman Tobing. 1999. Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta: Erlangga.

Komar Andasasmita. 1983. Masalah Hukum Perdata Nasional Indonesia.


Bandung: Alumni.

_______. 1991. Notaris I Peraturan Jabatan, Kode Etik dan Asosiasi


Notaris/Notariat, Jakarta: Ikatan Notaris Indonesia.

Liliana Tedjosaputro. 1995. Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum


Pidana. Yogyakarta: Bigraf Publishing.

Irsan Nasution. 2015. Etika Profesi Hukum. Bandung: Pusat Penelitian dan
Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Sunan
Gunung Djati Bandung.

Suhrawardi K. Lubis. 1993. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

B. Perundang-undangan:

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965 Tentang pengawasan Jabatan Notaris.

Keputusan Bersama Ketua Mahkamah agung dan Menteri Kehakiman RI, Nomor
KMA/005/SKB/VII/1987 dan Nomor M.03-PR.08.05 Tahun 1987 Tentang Tata
Cara Pengawasan, Penindakan, dan Pembelaan Diri Penasehat Hukum.
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai