Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Penulisan Dan Penelitian Hukum
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh:
Joko Herlambang
NPM : 31114027
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BATAM
2018
1
KATA PENGANTAR
Demikianlah, Semoga niat baik kita mendapat ridha dan berkah dari Allah
SWT dan bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta penerus bangsa.
Penulis
2
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
serta penempatan keluarga atau golongan kedalam kedinasan di bawah
kekuasaan jabatannya. Korupsi selalu dikaitkan dengan masalah sosial yang
selalu melekat pada kehidupan masyarakat dan dikategorikan sebagai tindak
kejahatan luar biasa ,tidak saja karena modus dan teknik yang sistematis,
akibat yang ditimbulkan kejahatan korupsi bersifat pararel dan merusak
seluruh sistem kehidupan, baik dalam ekonomi, politik, sosial-budaya dan
bahkan sampai pada kerusakan moral serta mental masyarakat. Rusaknya
sistem kehidupan ekonomi sehingga merugikan negara, yang dapat
mengganggu perekonomian negara. Definisi negara disini tidak hanya
menyangkut negara dalam lingkup Pemerintah Pusat, tetapi juga menyangkut
Pemerintah Daerah, hal ini terjadi karena memang tidak dapat dipungkiri,
bahwa kekuasaan baik di pusat maupun di daerah memang cendrung lebih
mudah untuk melakukan korupsi.
5
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Undang-Undang bagi yang melanggar hukum dalam kasus korupsi
terhadap penyalahgunaan wewenang jabatan?
2. Solusi atau Rekomendasi apa yang dapat dilakukan untuk memberantas
korupsi di kalangan pejabat pemerintah dalam perspektif Hukum Administrasi
Negara?
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
Pada dasarnya, penyalahgunaan kewenangan mempunyai karakter atau
ciri sebagai berikut:
Menyimpang dari tujuan atau maksud dari suatu pemberian
kewenangan. Setiap pemberian kewenangan kepada suatu badan
atau kepada pejabat administrasi negara selalu disertai dengan
“tujuan dan maksud” atas diberikannya kewenangan tersebut,
sehingga penerapan kewenangan tersebut harus sesuai dengan
“tujuan dan maksud” diberikannya kewenangan tersebut. Dalam
hal penggunaan kewenangan oleh suatu badan atau pejabat
administrasi negara tersebut tidak sesuai dengan “tujuan dan
maksud” dari pemberian kewenangan, maka pejabat administrasi
Negara tersebut telah melakukan penyalahgunaan kewenangan.
Menyimpang dari tujuan atau maksud dalam kaitannya dengan asas
legalitas. Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang
dijadikan dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan,
terutama dalam sisitem hukum kontinental. Pada negara demokrasi
tindakan pemerintah harus mendapatkan legitimasi dari rakyat
yang secara formal tertuang dalam undang-undang.
Menyimpang dari tujuan atau maksud dalam kaitannya dengan
asas-asas umum pemerintahan yang baik. Asas-Asas Umum
penyelenggaraan negara dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme meliputi, a. Asas
kepastian hukum; b. Asas tertib penyelenggaraan Negara; c. Asas
kepentingan umum; d. Asas keterbukaan; e. Asas proposionalitas;
f. Asas profesionalitas; dan g. Asas akuntabilitas
8
aparatur negara dan tindak pidana pemerasan oleh pejabat/aparatur negara.
Ketiga bentuk tindak pidana korupsi tersebut masing-masing diatur dalam
pasal tersendiri dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah
diubah oleh UU Nomor 20 Tahun 2001.
Untuk tindak pidana korupsi suap ini, diatur dalam Pasal 5 dengan
ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp.50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.250.000.000,- (dua ratus lima
puluh juta rupiah), baik terhadap pemberi suap maupun terhadap penerima
suap.
Gratifikasi diatur dalam Pasal 12B, Gratifikasi yang nilainya
Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa
gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima
gratifikasi, sedangkan yang nilainya kurang dari Rp.10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut dilakukan
oleh penuntut umum.
Ancaman pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima gratifikasi berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya adalah pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama
20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
9
UU Nomor 20 Tahun 2001 adalah bahwa terjadinya ketiga bentuk
penyalahgunaan kewenangan tersebut tidak disyaratkan harus berimplikasi
terhadap kerugian negara atau kerugian perekonomian negara, sedangkan
terjadinya penyalahgunaan kewenangan pada Pasal 3, mensyaratkan harus
terdapat implikasi kerugian negara atau kerugian perekonomian negara.
10
politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga
celah-celah yang dapat dimasuki tindakan-tindakan korupsi dapat
ditutup. Suprastruktur politik adalah keseluruhan lembaga
penyelenggara negara yang mempunyai kewenangan hukum
konstitusional yang bersumber dari UUD 1945 seperti MPR,
Presiden, DPR, DPA, BPK, MA, dan pemerintah daerah beserta
seluruh jajarannya. Dengan demikian aparat pemerintah atau
administrasi negara merupakan aparat pelaksana dari supra struktur
politik, sedangkan infrastruktur politik adalah organisasi-organisasi
kekuatan sosial politik dan kemasyarakatan yang tidak mempunyai
kewenangan hukum konstitusional tetapi dapat berperan sebagai
kelompok penekan.
2. Cara abolisionistik (usaha menghilangkan sebab-sebab suatu
kejahatan)
Cara ini dimulai dari asumsi bahwa korupsi adalah suatu kejahatan
yang harus diberantas dengan terlebih dahulu menggali sebab-
sebabnya dan kemudian penanggulangannya diarahkan pada usaha-
usaha menghilangkan sebab-sebab tersebut. Oleh karena itu, jalan
yang ditempuh dengan mengkaji permasalahan-permasalahan yang
tengah dihadapi masyarakat, mem-pelajari dorongan-dorongan
individual yang mengarah ke tindakan korupsi, meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat, serta menindak orang-orang yang
korup berdasarkan kodifikasi hukum yang berlaku. Jadi dalam
menangkal korupsi cara ini juga diharapkan menjadi tindakan
preventif dengan menggugah ketaatan pada hukum. Hal yang perlu
mendapat perhatian dalam hal ini ialah bahwa hukum hendaknya
ditegakkan secara konsekuen, aparat harus menindak siapa saja yang
melakukan korupsi tanpa pandang bulu. Pemerintah dan masyarakat,
melalui lembaga-lembaga yang ada, harus berani melakukan
pembersihan di dalam tubuh aparat pemerintahan sendiri, yaitu
pembersihan terhadap aparatur-aparatur yang tidak jujur.
11
3. Cara moralistik
Faktor penting dalam persoalan korupsi adalah faktor sikap dan
mental manusia. Oleh karena itu, usaha penanggulangannya harus
pula terarah pada faktor moral manusia sebagai pengawas aktivitas-
aktivitas tersebut. Cara moralistik dapat dilakukan secara umum
melalui pembinaan mental dan moral manusia, khotbah-khotbah,
ceramah, atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika, dan hukum.
Tidak kurang pentingnya adalah pendidikan moral di sekolah-
sekolah formal sejak jenjang pendidikan dasar hingga perguruan
tinggi dengan memasukkan pelajaran-pelajaran etika dan moral
dalam kurikulum pendidikan. Semuanya bertujuan untuk membina
moral individu supaya dia tidak mudah terkena bujukan korupsi dan
penyalahgunaan-penyalahgunaan kedudukan di mana pun dia
berfungsi dalam masyarakat.
4. Program Publik
Perubahan akan program-program publik akan memperkecil insentif
untuk memberi suap dan memperkecil jumlah transaksi dan
memperbesar peluang bagi warga masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan publik. Reformasi ini misalnya, menghapus program-
program korup yang tidak mempunyai alasan kuat dari sisi
kepentingan masyarakat untuk diteruskan. Banyak program diadakan
semata-mata karena membawa keuntungan pribadi bagi para pejabat
yang mengendalikannya, atau menyederhanakan program dan
prosedur agar lebih efisien, meniadakan “penjaga gawang” yang
melakukan pungutan liar, menyederhanakan prosedur untuk
mendapat surat izin dari pemerintah. Ini dapat memperkecil peluang
bagi pegawai negeri untuk dengan sengaja memperlambat kerja dan
memperkecil wewenang mengambil keputusan sendiri, yang
merupakan tanah subur bagi perilaku korupsi. Apabila wewenang
memang harus dipertahankan, maka pejabat bersangkutan harus
dibekali pedoman yang jelas mengenai tata cara menjalankan tugas.
12
5. Perbaikan Organisasi Pemerintah
Di samping mengadakan perubahan pada program-program spesifik,
perhatian diperlukan untuk mencegah korupsi melalui perubahan
pada susunan organisasi pemerintah. Untuk ini perlu perubahan pada
cara pemerintah menjalankan tugasnya sehari-hari. Cara
mengadakan perubahan ini, yakni dengan memberikan gaji yang
cukup untuk hidup pada pegawai negeri dan politisi sehingga karir
dalam pemerintahan menjadi pilihan yang cukup baik bagi orang-
orang yang memenuhi syarat.
Dengan cara menghilangkan kesan pemerintah angker dan
pemerintah itu lahan pribadi, menyebarkan informasi kepada warga
masyarakat mengenai hak mereka untuk mendapat layanan dari
pemerintah
6. Kesadaran Masyarakat
Hal yang tak kalah pentingnya ialah keberanian dan tekad seluruh
aparatur ne-gara dan masyarakat untuk melawan korupsi. Segala
macam sistem dan konsepsi tidak akan terlaksana apabila para
pelaksananya sendiri kurang berani untuk mengungkap korupsi yang
jelas-jelas terdapat di depan hidungnya. Masih banyak jaksa yang
takut untuk melakukan tuntutan karena korupsi melibatkan orang-
orang penting dan mempunyai kekuasaan. Keberanian harus
ditumbuhkan bersama-sama meningkatnya kesadaran masyarakat
akan hukum.
7. Pembentukan Lembaga Pencegah Korupsi
Negara perlu berupaya mendirikan lembaga baru atau memperkuat
lembaga yang ada dan dapat menjalankan fungsi-fungsi spesifik
dalam tugas-tugas upaya antikorupsi. Meski banyak model lembaga
tersedia, tetapi apa pun model yang digunakan, lembaga itu harus
dilengkapi dengan sumber daya manusia yang cukup dan dana yang
cukup pula. jika tidak, daftar panjang lembaga antikorupsi yang
tidak efektif akan bertambah panjang. Lembaga yang perlu didirikan
13
adalah lembaga yang memiliki wewenang luas untuk menyelidik dan
menyeret tertuduh ke pengadilan dan untuk mendidik masyarakat.
lembaga semacam itu harus benar-benar independen dari penguasa
negara tetapi tunduk pada hukum, karena kalau tidak akan
cenderung menjadi lembaga penindas pula. Pilihan lain adalah
memperkuat kantor Auditor Negara dan kantor Ombudsman, sebuah
lembaga yang dapat membantu memperbaiki kinerja pejabat
pemerintah dan bersamaan dengan itu dapat memberikan saran bagi
warga masyarakat.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Tindakan penyalahgunaan wewenang jabatan yaitu Korupsi
merupakan masalah sosial yang selalu melekat pada kehidupan
masyarakat dan dikategorikan sebagai tindak kejahatan luar biasa.
akibat yang ditimbulkan kejahatan korupsi bersifat pararel dan
merusak seluruh sistem kehidupan, baik dalam ekonomi, politik,
sosial-budaya dan bahkan sampai pada kerusakan moral serta
mental masyarakat. Korupsi tidak saja merugikan keuangan negara
dan perekonomian negara tetapi juga telah melanggar hak-hak
ekonomi dan sosial masyarakat luas.
2. Solusi pemberantasan korupsi dalam perspektif hukum
administrasi negara yakni sebagai berikut : (1) Cara sistemik-
struktural, yaitu mendaya-gunakan segenap supra struktur maupun
infrastruktur politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi,
(2) Cara abolisionistik yaitu usaha menghilangkan sebab-sebab
suatu kejahatan, (3) cara moralistik yaitu usaha
penanggulangannya harus pula terarah pada faktor moral manusia
sebagai pengawas aktivitas-aktivitas tersebut (4) program publik di
mana perubahan akan program-program publik akan memperkecil
insentif untuk memberi suap dan memperkecil jumlah transaksi
dan memperbesar peluang bagi warga masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan publik; (5) perbaikan organisasi
pemerintah di mana perlu perubahan pada cara pemerintah
menjalankan tugasnya sehari-hari, (6) kesadaran masyarakat
dalam hal berpartisipasi memberantas korupsi serta (7)
Pembentukan Lembaga Pencegah Korupsi
15
3.2 Saran
Upaya-upaya untuk menangkal korupsi akan kurang berhasil bila
ancaman atau hukuman yang dilakukan hanya setengah-setengah. Oleh
karena itu, upaya tersebut hendaknya harus dimulai secara sistematis,
melibatkan semua unsur masyarakat. Akar dari tindakan korupsi
tersebut juga adalah tidak adanya usaha bahu-membahu antara
masyarakat dan pemerintah dan perasaan terlibat dengan kegiatan-
kegiatan pemerintah baik di kalangan pegawai negeri maupun dalam
masyarakat pada umumnya.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt54fbbf142fc22/arti-
menyalahgunakan-wewenang-dalam-tindak-pidana-korupsi
2. http://digilib.unila.ac.id/7551/10/BAB%20I.pdf
3. https://http716.wordpress.com/2017/02/05/3-wujud-penyalahgunaan-
wewenang-dalam-hukum-administrasi/
4. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/viewFile/5396
/4903
5. https://news.detik.com/berita/d-3621894/icw-dalam-6-bulan-226-kasus-
korupsi-rugikan-negara-rp-183-t
6. http://lancarekofals.blogspot.co.id/2014/08/tindak-pidana-korupsi.html
17