A. Kompetensi
Secara umum, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan ini para peserta akan memiliki kompetensi untuk melakukan perencanaan
pengembangan sekolah untuk berbagai tingkatan perencanaan, yang meliputi Rencana Operasional, Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Sekolah, Proposal Pengembangan Sekolah, dan Kerangka Acuan atau Term of Reference (TOR) kegiatan.
C. Alokasi Waktu
Alokasi waktu diklat ini adalah 4 hari @ 10 jam, pelajaran @ 45 menit, atau 40 jam pelajaran/45 menit.
E. Skenario Pembelajaran
Diklat ini harus diselenggarakan dengan pendekatan Andragogi. Selain itu dijelaskan prinsip-prinsip, diskusi kelompok pendalaman, latihan-
latihan praktek dan kreativitas berinovasi didorong dan dibimbing oleh Fasilitator, lakukan studi banding terhadap bahan-bahan dari sekolah
yang berhasil.
RENCANA OPERASIONAL
sering juga disebut Rencana Tahunan. Renop berisi langkah-langkah operasional yang akan ditempuh selama satu tahun oleh sekolah, unit-
unit, dan atau individu-individu staf dalam rangka mencapai tujuan operasional. Tujuan operasional merupakan jabaran dan tahapan-tahapan
Renop disusun oleh unit-unit atau individu staf yang ada dalam struktur organisasi sekolah dan mengacu pada program yang relevan dengan
tugas pokok dan fungsi masing-masing. Renop pengembangan kegiatan kurikuler, renop pengembangan kegiatan kesiswaan, renop
peningkatan kerjasama dengan masyarakat, dan sebagainya merupakan contoh-contoh Renop yang dapat dikembangkan di SD/MI. Renop
berfungsi sebagai alat yang digunakan oleh masing-masing unit penyusunnya sebagai: (1) penjamin bahwa program pengembangan akan
terealisasi dalam kegiatan operasional sekolah sehari-hari, (2) pedoman pelaksanaan kegiatan semesteran, bulanan, mingguan, dan harian,
dan (3) justifikasi rinci penyusunan Rencana Anggaran dan Belanja tahunan.
Perbedaan pokok antara keduanya terletak pada kurun waktu kegiatan dan rincian dari masing-masing komponen itu. Komponen-komponen
Renop meliputi:
1. Sasaran:
1. Indikator Kinerja:
1. Rancangan Kegiatan:
jenis dan tahap-tahap pekerjaan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan operasional selama satu tahun.
kapan pekerjaan sesungguhnya dilaksanakan dan batas waktu tugas harus diselesaikan
diusulkan. Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam bagian ini meliputi:
1. Penjelasan mengenai akar permasalahan yang telah berhasil diidentifikasi pada telaah diri saat menyusun Renstra, yang akan
diselesaikan dengan melaksanakan Renop ini. Masalah tersebut harus dijelaskan sedemikian rupa, sehingga tergambar permasalahan
tersebut secara utuh dan menyeluruh (termasuk cakupannya, berat/ringannya, faktor-faktor yg berpengaruh pada permsalahan
tersebut).
2. Kebijakan dan tujuan yang dirumuskan dalam Rencana Tindak dalam dokumen Renstra
3. Apabila Renop yang disusun untuk tahun kedua dan seterusnya dari siklus implementasi Renstra, dalam latar belakang juga perlu
dikemukakan:
1) capaian-capaian tujuan jangka panjang yang telah diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya.
2) Masalah dan kendala yang dihadapi yang belum terselesaikan pada tahun sebelumnya.
3) Praktik-praktik baik (good practices) yang diperoleh pada tahun sebelumnya dan perlu dipertahankan pada Renop yang sedang
disusun
1. Argumentasi (alasan) tentang mengapa uraian Renop yang akan dilaksanakan adalah pilihan yang paling tepat untuk menyelesaikan
akar permasalahan tersebut diatas. Argumen/alasan tersebut dapat didasarkan pada pembenahan faktor-faktor yang berpengaruh pada
akar permasalahan tersebut atau dapat berdasarkan teori ilmiah dan pengalaman dalam menghadapi akar permasalahan tersebut.
Sasaran (Objective)
Sasaran merupakan penjabaran atau diturunkan dari tujuan. Sasaran adalah penggambaran hal yang ingin diwujudkan melalui tindakan-
tindakan yang diambil sekolah guna mencapai tujuan (target terukur). Sasaran adalah hasil yang akan dicapai secara nyata oleh sekolah atau
unit yang ada di sekolah dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu satu tahun.
Dalam sasaran dirancang pula indikator sasaran, yaitu ukuran tingkat keberhasilan pencapaian sasaran untuk diwujudkan pada tahun
bersangkutan. Setiap sasaran disertai target masing-masing. Sasaran diupayakan untuk dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu/tahunan
1. Sasaran harus sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku setta sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah pusat,
propinsi, maupun kabupaten/kota.
2. Sasaran ditetapkan mengacu pada dan merupakan milestone pencapaian visi, misi, tujuan sekolah, strategi, serta kebijakan dan tujuan
yang dituangkan dalam Renstra Sekolah.
3. Sasaran harus dapat dijabarkan ke dalam sejumlah indikator kinerja.
4. Sasaran harus mengacu pada masalah-masalah yang teridentifikasi dalam telaah diri dan merupakan upaya yang dikembangkan untuk
menjawab isu-isu stratejik.
5. Sasaran harus merupakan tindak lanjut dari pengalaman atau permasalahan yang teridentifikasi pada tahun sebelumnya.
6. Spesifik, sasaran menggambarkan hasil spesifik yang diinginkan, dan bukan cara pencapaiannya.
7. Dapat dinilai dan terukur, sasaran harus terukur dan dapat digunakan untuk memastikan apa dan kapan pencapaiannya.
8. Menantang namun dapat dicapai, tetapi tidak boleh mengandung target yang tidak layak.
9. Berorientasi pada hasil, sasaran harus mensepesifikasikan hasil yang ingin dicapai.
10. Dapat dicapai dalam waktu tahun tertentu.
Indikator Kinerja
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan. Indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau
melihat tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi, serta untuk meyakinkan
bahwa kinerja hari demi hari organisasi/unit kerja yang bersangkutan menunjukkan kemajuan dalam rangka dan atau menuju tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan. Tanpa indikator kinerja sulit bagi kita untuk menilai kinerja (keberhasilan atau ketidakberhasilan) sekolah
atau unit kerja yang ada di bawahnya. Secara umum indikator kinerja memiliki fungsi:
Indikator kinerja yang baik hendaknya memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
1. Spesifik dan jelas, sehingga dapat dipahami dan tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi
2. Dapat diukur secara obyektif baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
3. Relevan, indikator kinerja harus menangani aspek-aspek obyektif yang relevan dengan sasaran yang ingin dicapai.
4. Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukan keberhasilan masukan, keluaran, hasil, manfaat, dampak, dan proses.
5. Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan.
6. Efektif, data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan dan dianalisis.
Terdapat enam jenis indikator kinerja yang sering digunakan dalam pengukuran kinerja sekolah, yaitu :
1. Indikator masukan (input): segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan pendidikan dapat berjalan untuk menghasilkan
keluaran yang diinginkan. Indikator ini dapat berupa kualitas siswa baru, kelekatan persaingan dalam seleksi siswa baru, relevansi
kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja, kualitas Renstra yang disusun sekolah, dan sebagainya.
2. Indikator proses (process): merupakan gambaran mengenai perkembangan atau aktivitas yang terjadi atau dilakukan dalam proses
pendidikan di sekolah. Contoh indikator ini antara lain, tingkat kehadiran siswa, tingkat keterlibatan siswa dalam pembelajaran,
penerapan PAKEM dalam pembelajaran, tingkat pemanfaatan laboratorium, jumlah siswa yang berkunjung ke perpustakaan, dan
sebagainya.
3. Indikator keluaran (output): sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari kegiatan pendidikan. Indikator-indikator seperti
peningkatan rata-rata NUN, peningkatan peringkat rata-rata NUN di tingkat kabupaten/kota, atau peningkatan jumlah siswa yang lulus
UN, dapat digolongkan sebagai indikator output.
4. Indikator dampak (outcome): segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek
langsung). Inikator ini biasanya sulit dicapai dalam kurun waktu Renop (1 tahun), akan tetapi harus sudah terukur setelah masa siklus
Renstra (4-5 tahun) selesai atau hampir selesai. Jumlah siswa yang diterima di jurusan favorit di perguruan tinggi ternama, jumlah
siswa yang langsung mendapatkan pekerjaan setelah lulus, semakin pendeknya masa tunggu siswa untuk mendapatkan pekerjaan
pertama setelah mereka lulus, adalah contoh-contoh indikator outcome.
5. Indikator akibat (impact): segala sesutu yang merupakan akibat dari outcomes. Peningkatan popularitas sekolah akibat banyaknya
siswa cepat mendapatkan pekerjaan, meningkatnya jumlah siswa yang mendaftar sebagai siswa baru akibat dari banyak nya siswa
yang diterima di perguruan tinggi unggulan, cepatnya promosi atau perkembangan karir lulusan di dunia kerja merupakan contoh-
contoh indikator akibat tersebut.
Untuk mengukur keberhasilan capaian Indikator Kinerja, maka dalam Renop harus dicantumkan kondisi saat disusunnya Renop dan kondisi
yang diharapkan dicapai setelah kegiatan dilaksanakan. Kondisi saat disusunnya Renop digunakan sebagai baseline. Selain itu, jika
indikator bersifat spesifik maka perlu dijelaskan bagaimana dan kapan indikator itu akan diukur.
Rancangan Kegiatan
Rancangan kegiatan menjabarkan rincian, tahapan, dan langkah-langkah kegiatan (sub-kegiatan) yang akan dilaksanakan dalam satu tahun.
Pada setiap langkah (sub-kegiatan) harus dijelaskan, maksud dan tujuannya yang ingin dicapai secara ringkas dan jelas. Rancangan kegiatan
1. Kegiatan tersebut bukan merupakan investasi atau pengadaan sumberdaya. Namun harus berupa dampak dari investasi atau upaya
pemanfaatan investasi. Kegiatan dapat berlangsung terus-menerus sementara investasi merupakan implikasi dan hanya merupakan
tahap paling awal dari sebuah kegiatan.
2. Kegiatan tersebut tidak kompleks, sehingga dapat dipahami dengan mudah dan dapat dilaksanakan dengan baik.
3. Kegiatan tersebut dapat diukur tingkat keberhasilannya. Untuk itu perlu ditetapkan indikator keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang
dapat diukur. Indikator keberhasilan kegiatan, umumnya berupa indikator keluaran (output), namun dimungkinkan untuk
mencantumkan indikator keberhasilan dampak (impact/ outcomes).
4. Cakupan kegiatan tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit, karena cakupan ini akan berkaitan dengan beban kerja seorang
penanggung jawab. Cakupan kegiatan yang terlalu luas akan meningkatkan beban kerja penanggungjawab.
5. Keluaran (output) maupun dampak (impact/outcomes) kegiatan mempunyai kontribusi yang cukup bermakna (significant) terhadap
rencana pengembangan sekolah secara keseluruhan.
6. Keterkaitan antar bagian kegiatan/sub-kegiatan harus terlihat dengan jelas.
7. Keberlangsung kegiatan tergambarkan dengan jelas.
Untuk memudahkan kita dalam merancang kegiatan dan membedakannya dengan investasi, Tabel 1.1 memberikan contoh keduanya.
Peningkatan relevansi antara RPP yang disusun guru dengan SKL Lokakarya penyusunan RPP di sekolah;
dan SI (output) Konsultan pengembangan KTSP dan RPP
Sumber daya yang dicantumkan dalam Renop merupakan uraian rinci mengenai jenis, kualifikasi, dan kuantitas sumber daya yang
dibutuhkan agar kegiatan/sub-kegiatan yang direncanakan dapat dilaksanakan dan dijaga keberlangsungannya (sustainability). Sumber daya
ini dapat meliputi SDM, pra-sarana dan sarana pendidikan, buku-buku perpustakaan, keahlian, informasi, teknologi, sistem
Pemilihan dan penetapan sumber daya yang dibutuhkan hendaknya memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut.
PENYUSUNAN RANCANGAN
ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA
SEKOLAH (RAPBS)
Pembahasan tentang Rencana Anggaran pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) berikut ini didasarkan pada asumsi bahwa sistem
penganggaran di sekolah menggunakan pendekatan yang disebut sistem penganggaran berbasis sekolah atau School-based Budgeting
System. Dengan sistem ini alokasi anggaran sekolah bersifat lump-sum atau kita kenal juga dengan sistem hibah blok (block grant). Sistem
ini memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk menggali, mengalokasikan dan mengelola anggaran sesuai dengan kebutuhan baik untuk
operasional sehari-hari maupun untuk pengembangan sebagaimana direncanakan dalam Renstra maupun Renop.
Spear (dalam Gorton dan Schneider, 1991) mengidentifikasi beberapa keunggulan sistem penganggaran berbasis sekolah itu meliputi: (1)
sekolah dapat menunjukkan keunikan kebutuhan masing-masing sekolah (2) kajian yang bersifat kooperatif terhadap program-program dan
praktik-praktik yang telah berjalan, (3) keterlibatan guru dalam penentuan status finansial sekolah dan pembatasan penggunaan anggaran,
(4) hubungan yang lebih akrab antara guru dengan orang tua, dan (5) keputusan yang diambil lebih dekat dengan kebutuhan siswa.
Selain itu, sistem penganggaran berbasis sekolah juga memiliki beberapa kelemahan yang perlu diantisipasi oleh pihak sekolah, komite
sekolah, pengurus yayasan, atau dinas pendidikan. Pertama, sekolah akan menjadi semacam “kerajaan-kerajaan” kecil yang dapat
berdampak pada terhambatnya kerjasama antar satu sekolah dengan yang lain. Kedua, sekolah memerlukan waktu yang lebih banyak baik
untuk menyusun RAPBS maupun untuk keperluan pengawasan dan pemeriksaan keuangan. Ketiga, karena sistem tersebut harus melibatkan
semua warga sekolah, guru-guru harus meluangkan waktu khusus untuk melibatkan diri dalam penyusunan RAPBS, dan ini dapat
Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran (Planning, Programing, and Budgetting System atau PPBS). Secara sederhana PPBS
merupakan “pemintaan sumber daya yang didasarkan dengan tujuan, program, dan sasaran organisasi alih-alih dengan barang atau jasa yang
akan dibeli, SDM, atau bahan-bahan lainnya. Jika tujuan disetujui oleh pengambil keputusan, maka apapun pengeluaran yang diperlukan
untuk mencapai tujuan itu akan disetujui.” Meskipun pendekatan tradisional dalam penganggaran juga menekankan pada perencanaan dan
pemrograman, proses penganggaran ini tidak diorganisasikan pada derajat yang sama untuk semua program dan tujuan sebagaimana
diterapkan dalam PPBS. Pendekatan tradisional juga tidak menerapkan derajat evaluasi yang sama untuk semua program maupun tujuan.
Ubben dan Hughes (dalam Gorton dan Schneider, 1991) mengidentifikasi langkah-langkah paling sederhana dalam PPBS:
Untuk memudahkan memahami PPBS, kita dapat membandingkannya dengan pendekatan tradisional sebagaimana diuraikan pada Tabel
2.1.
Tahapan: Tahapan:
keterkaitan pendanaan dengan kebutuhan yang diajukan sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan itu, dari pada mementingkan item-item yang
akan didanai.
Persoalan yang paling sering dihadapi sekolah dalam penerapan PPBS adalah kebutuhan waktu yang cukup panjang. Selain itu, penekanan
hubungan antara alokasi anggaran dengan tujuan yang dapat dirumuskan dengan jelas serta penentuan tujuan-tujuan pendidikan terbukti
bukan hal yang mudah untuk dilakukan dan bahkan sering mendatangkan keputus-asaan. Persoalan lainnya terkait dengan sulitnya dicapai
kesepakatan di antara pihak yang terlibat mengenai data dan proses yang harus dilalui dalam proses pelaksanaannya dan juga keterbatasan
kemampuan pimpinan sekolah terkait dengan teknik-teknik pengambilan keputusan yang beorientasi sistem tersebut. Namun demikian,
sejumlah penelitian menunjukkan bahwa PPBS tetap memiliki keunggulan dibandingkan dengan pendekatan tradisonal. Di era yang
dilingkupi keterbatasan sumber dana dan tuntutan akuntabilitas yang terus meningkat saat ini, tidak ada pilihan lain bagi sekolah kecuali
menerpkan sistem penganggaran yang sistematis seperti ditawarkan dalam PPBS tersebut.
kita adalah diharuskannya pimpinan sekolah (terutama Kepala Sekolah) untuk mengemban tanggung jawab yang lebih besar dalam proses
pengembangan RAPBS. Oleh karena itu disarankan agar awal sedari para pimpinan itu menyadari berbagai masalah yang harus mereka
hadapi untuk melaksanakan tanggung jawab yang besar itu. Berikut ini diuraikan beberapa masalah yang sering muncul dalam proses
penyusunan RAPBS dengan menggunkan pendekatan sistematis dalam konteks disentralisasi pendidikan tersebut.
Sekolah yang melibatkan guru atau pihak lain dalam penyusunan anggaran kadang-kadang mendapati usulan anggaran dari orang-orang
yang tidak benar-benar membutuhkan apa yang mereka minta atau tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai barang-barang itu atau
bagaimana mereka akan menggunakannya. Banyak guru, misalnya, mengusulkan produk-produk baru komputer yang mereka ketahui hanya
melalui cerita dari mulut ke mulut bahwa produk itu efektif membantu kegiatan belajar siswa.
Untuk mencegah masalah ini disarankan agar kepala sekolah meminta semua pihak yang mengajukan anggaran untuk membuat alasan-
alasan tertulis pada setiap butir usulan, bagaimana akan digunakan, dan sejauh mana calon pengguna itu telah memahami pengetahuan yang
diperlukan untuk memanfaatkan barang yang diusulkan itu atau pengetahuan atau keterampilan apa yang ia perlukan agar dapat
memanfaatkannya dengan baik. Selain itu pengusul juga perlu diminta menunjukkan apakah usulannya tersebut benar-benar dibutuhkan atau
bersifat esensial.
Kurang lengkapnya penjelasan tentang pentingnya usulan anggaran untuk
Usulan anggaran dapat dimaksudkan untuk penggantian atau penambahan barang yang dimiliki. Masalah yang sering muncul berkaitan
dengan ini adalah bahwa ketidakjelasan keterkaitan antara item-item yang diusulkan itu dengan peningkatan kegiatan belajar siswa dan
bagaimana peningkatan itu akan diukur. Untuk mencegah hal ini kepala sekolah perlu meminta para pengusul untuk memberikan alasan-
alasan yang kuat bagaimana barang-barang yang diusulkan akan membantu meningkatkan belajar siswa dan bagaimana peningkatan belajar
Kebijakan wakil rakyat, kondisi perekonomian, pergantian pemimpin politik (bupati, wali kota, gubernur, bahkan presiden) di daerah atau
program-program kemasyarakatan lain sering berdampak pada pengurangan anggaran pendidikan yang disediakan oleh pemerintah. Selain
beberapa kondisi eksternal itu, penurunan anggaran juga sering terjadi karena faktor internal sekolah. Penurunan jumlah siswa merupakan
kondisi internal yang paling dominan penurunan anggaran sekolah. Kemungkinan terjadinya pengurangan semacam ini sangat beragam
antara satu daerah dengan daerah yang lain, antara satu sekolah dengan sekolah yang lain. Namun demikian tidak ada satu daerahpun yang
Apabila terjadi, penurunan anggaran semacam itu bukan merupakan persoalan yang sederhana. Pengurangan itu dapat berakibat pada
modifikasi atau eliminasi program, pengurangan staf, penundaan pemeliharaan dan perbaikan fasilitas, yang dapat berdampak pada
timbulnya frustrasi, kekecewaan dan penurunan moral kerja. Meskipun tidak semua dampak pengurangan anggaran itu dapat dihindarkan,
namun akibatnya dapat diminimalkan apabila pendekatan panganggaran yang digunakan rasional dan adil. Salah satu pendekatan yang
tampaknya dapat membantu mengatasi dampak tersebut adalah pendekatan yang disebut “zero-base budgeting” atau penganggaran tanpa
ZBB berusaha untuk menghindarkan penganggaran yang tidak menentu, dalam mana anggaran yang ada tidak dipersoalkan dan perhatian
difokuskan hanya pada anggaran yang baru atau anggaran tambahan yang akan diberikan. Selain itu, ZBB juga mempertimbangkan
keseluruhan anggaran dan memerlukan perbandingan antar semua bidang anggaran. Mundt, Olsen, dan Steinberg (dalam Gorton dan
“a process in which ‘decision packages’ are prepared to describe the funding of existing and new programs at alternative service levels,
both lower and higher than current level, and funds are allocated to program based on rankings of these alternatives”
Dengan kata lain, dalam penerapan ZBB, sekolah harus melakukan justifikasi yang ketat terhadap setiap butir anggaran yang diusulkan
setiap tahun. Justifikasi itu harus mencakup rasional, tujuan dan sasaran, kriteria evaluasi, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi level-level
1. Identifikasi unit-unit pengambilan keputusan (dibatasi pada program-program yang membutuhkan sumber daya).
2. Analisis paket-paket keputusan (dokumen yang memaparkan tujuan, kegiatan, sumber daya dan anggaran masing-masing keputusan).
3. Membuat peringkat paket keputusan.
4. Pengalokasian anggaran.
5. Penyiapan anggaran resmi.
Selain langkah-langkah di atas, Hudson dan Steinberg (dalam Gorton dan Schneider, 1991) menyarankan biang-bidang sebagai berikut
1. Budget Pad. Pada anggaran yang baik biasanya terdapat marjin pengaman. Jika kondisi memaksa dilakukan pengurangan anggaran,
pada alokasi ini yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan penghematan.
2. Pengurangan jumlah kelas. Apabila penurunan jumlah siswa terjadi pada kelas tertentu atau, di SMK, pada program keahlian tertentu
hingga mencapai angka kurang dari batas minimal, pelajaran-pelajaran yang bersifat duplikasi dapat dikurangi tanpa mengurangi
kualitas atau standar yang ditetapkan dalam KTSP.
3. Fungsi-fungsi layanan non-pembelajaran. Karena terjadi pengurangan anggaran, perlu dilakukan pengkajian kembali terhadap
kegiatan-kegiatan non-pembelajaran seperti pemeliharan, transportasi, premi asuransi, prosedur pengadaan yang lebih efisien, tanpa
mengurangi program pembelajaran.
4. Rencana bidang prasarana. Jika anggaran tepaksa harus dikurangi, perlu dilakukan peninjauan kembali rencana-rencana renovasi atau
pembangunan gedung atau pengadaan prasarana lainnya.
5. Layanan pendukung pembelajaran. Penurunan jumlah siswa dapat berdampak pada menurunnya kebutuhan bahan, staf layanan khusus
seperti bimbingan konseling, media pembelajaran, dan kegiatan administrasi. Oleh karena itu dipertimbangkan pengurangan pada
kebutuhan-kebutuhan itu tanpa mengurangi standar kualitas.
6. Program pembelajaran. Pengurangan program ini dapat dilakukan hanya jika pengurangan anggaran tidak teratasi dengan semua
usaha yang disebutkan di atas.
Kurangnya kemampuan dalam mengevaluasi usulan anggaran
Kepala sekolah biasanya seorang generalis yang bekerja bersama sekelompok guru yang merupakan para spesialis mata pelajaran tertentu.
Kepala sekolah ada kalanya juga memiliki spesialisasi di bidang-bidang tertentu. Akan tetapi kecil kemungkinannya seorang kepala sekolah
mampu menguasai dengan baik semua bidang dalam program pendidikan. Konsekuensinya, selama penyusunan RAPBS, kepala sekolah
sering menerima usulan anggaran pada bidang-bidang yang ia hanya memiliki pengetahuan yang sangat terbatas.
Untuk mengurangi dampak negatif dari keterbatasan tersebut, kepala sekolah dapat melakukan satu atau lebih dari alternatif-alternatif
berikut. Pertama, kepala sekolah dapat meminta guru yang memiliki keahlian yang cukup untuk membantu melakukan justifikasi usulan
yang kepala skeolah tidak memiliki cukup pengetahuan. Dampak negatif dari alternatif ini adalah kepala sekolah dapat dipandang hanya
Alternatif kedua adalah kepala sekolah berusaha meningkatkan pengetahuannya tentang hal-hal yang ia belum tahu. Meskipun cara ini
fisibel dan harus diusahakan semaksimal mungkin oleh kepala sekolah sebagai bagian dari tanggung jawab yang diembannya, meskipun
cara itu tetap tidak akan mampu menjawab semua masalah di atas.
Alternatif ketiga adalah memanfaatkan jasa konsultansi dari orang-orang yang ada di lingkungan sekolah yang dapat membantu kepala
sekolah, seperti pengawas mata pelajaran, atau ahli dari universitas untuk mengevaluasi usulan anggaran yang bersifat khusus di atas.
Dengan asumsi bahwa konsultan semacam itu dapat diperoleh, kepala sekolah harus tetap hati-hati dalam memilih konsultan agar
anggaran
Banyak pihak yang mengusulkan anggaran menuntut merek-merek tertentu karena mereka yakin bahwa merek itu memiliki kualitas dan
kesesuaian yang tinggi dengan kebutuhan mereka. Terkait dengan usulan semacam ini muncul karena hal itu terlarang dalam proses
pengadaan yang menggunakan anggaran pemerintah. Pengadaan melalui tender melarang penyebutan merk tertentu atas barang atau jasa
yang akan diadakan dengan maksud agar diperoleh harga terrendah dalam rangka efisiensi penggunaan uang negara.
Untuk mengatasi hal itu, pengusul anggaran harus berusaha keras agar barang yang diperoleh terjaga kualitas, keawetan, dan
kebermanfaatanya dengan cara menyebutkan secara rinci spesifikasi barang atau jasa yang diusulkan. Selain itu keterlibatan para pengguna
dalam penentuan usulan anggaran juga merupakan cara yang dapat membantu mengatasi permasalahan merek tersebut. Keterlibatan
pengguna ini juga akan mendorong optimalisasi pemanfaatan ketika barang itu telah tersedia.
Selain itu, kecenderungan menggunakan barang dengan merek tertentu juga dapat bermasalah ketika harus terjadi pergantian staf. Staf
pengganti akan mengalami kesulitan jika sebelumnya ia tidak pernah mengoperasikan barang dengan merek tertentu itu.
Oleh karena proses penyusunan RAPBS sangat rumit, maka diperlukan pembinaan dan konsultasi yang intensif dari pihak terkait, misalnya
Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten. Konsultansi semacam itu penting untuk semua aspek manajemen sekolah, akan tetapi jauh lebih penting
berkaitan dengan proses penganggaran. Namun sayangnya, persoalan kurangnya pembinaan dan konsultasi ini paling sering dijumpai di
berbagai tempat.
Kurangnya konsultasi dan komunikasi tersebut dapat terjadi pada dua periode: (a) tahap awal, dan (2) tahap setelah usulan anggaran
dikirimkan ke pihak yang lebih atas (Dinas Pendidikan atau Yayasan). Persoalan yang sering terjadi pada tahap awal adalah kurangnya
informasi yang diperoleh sekolah mengenai kebijakan anggaran yang berlaku di suatu wilayah dimana sekolah berada. Kebijakan dimaksud
dapat mencakup jumlah dan alokasi anggaran, prosedur dan mekanisme perencanaan dan pengusulan anggaran, dan parameter-parameter
pengelolaan keuangan lainnya. Bahkan sering dialami sampai dengan saat tahun pelajaran telah berlangsung, pihak sekolah belum
mendapatkan gambaran yang pasti mengenai informasi-informasi tersebut. Sekolah juga sering menerima informasi yang penuh ketidak-
Persoalan komunikasi sering juga terjadi saat usulan anggaran sekolah telah diserahkan kepada pengambil keputusan di tingkat yang lebih
tinggi. Modifikasi mata anggaran, pemangkasan alokasi anggaran, atau perubahan-perubahan lain sering dilakukan oleh pengambil
Persolan rendahnya derajat komunikasi juga dapat terjadi karena kurangnya inisiatif sekolah untuk berkonsultasi dengan pihak di atasnya.
Selain itu berbagai tekanan yang berasal dari pihak-pihak di luar Dinas Pendidikan, seperti Dewan Pendidikan, Kepala Daerah, DPRD, dan
pihak-pihak lain juga sering membuat pihak Dinas Pendidikan terpaksa melakukan perubahan usulan anggaran sekolah tanpa memiliki
cukup waktu untuk membahasnya dengan sekolah pengusul. Satu-satunya cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi persoalan komunikasi
tersebut adalah pihak sekolah harus selalu proaktif untuk mendapatkan informasi yang cukup mengenai parameter-parameter penganggaran
yang harus dijadikan pegangan dalam proses penyusunan RAPBS dan juga terus memantau perkembangan proses penetapan anggaran yang
diperoleh sekolah yang berupa uang atau setara uang (buku, peralatan, bahan-bahan, dan lain-lain) dalam satu tahun anggaran. Sedangkan
belanja sekolah adalah segala pengeluaran yang dilakukan sekolah dalam bentuk uang atau setara uang dalam satu tahun anggaran.
Pendapatan Sekolah
Sumber Pendapatan
Setiap sekolah memiliki sumber-sumber pendanaan yang berbeda-beda. Untuk sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah (sekolah
negeri) sumber pendapatan utama berasal dari pemerintah dan siswa. Sedangkan untuk sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat
sumber pendapatan biasanya berasal dari yayasan penyelenggaranya, siswa, dan pemerintah. Pendapatan dari masing-masing sumber
tersebut biasanya masih dirinci lagi menjadi beberapa jenis anggaran. Tabel 2.1 menunjukkan beberapa contoh jenis anggaran dari masing-
Pemerintah APBN
APBD Propinsi
APBD Kabupaten/Kota
Iuran Perpustakaan
Bantuan alumni
Koperasi Sekolah
*) Penentuan sumber pendanaan SD/MI harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Frekuensi penerimaan selama satu tahun dari masing-masing sumber pendapatan berbeda-beda, sekali dalam satu tahun, rutin setiap bulan,
setiap semester, bahkan ada yang tidak dapat dipastikan. Sekolah umumnya tidak banyak kesulitan untuk menghitung perkiraan pendapatan
yang bersifat rutin, akan sering mengalami kesulitan dalam memperkirakan pendapatan yang bersifat insidental atau tidak menentu. Tabel
2.3 dapat membantu sekolah menghitung anggaran pendapatan dalam penyusunan RAPBS.
1 2 3 4 5 6
1. SPP
1.3 dst
1. BPP
dst.
1. Biaya PMB
1. Biaya Ujian
1. dst.
Kolom 2: Diisi Sumber Pendapatan dan diuraikan menurut jenis-jenis anggaran pada masing-masing Sumber Pendapatan
Kolom 3: Diisi besaran atau jumlah yang harus dibayar oleh wajib bayar setiap satu kali pembayaran
Diisi jumlah pihak-pihak yang wajib membayar pada masing-masing jenis anggaran pendapatan (misal siswa,
Kolom 4:
donatur, alumni, dsb.)
Disi berapa kali dalam satu tahun masing-masing wajib bayar harus membayar (SPP = 12; Biaya Ujian Semester = 2;
Kolom 5:
BPP = 1)
Diisi jumlah penerimaan pada masing-masing Jenis Anggaran Pendapatan yang merupakan hasil kali antara kolom 3,
Kolom 6:
4, dan 5.
Belanja Sekolah
Jenis Anggaran Belanja Sekolah
Menurut Pasal 62 Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan biaya pendidikan di sekolah meliputi
biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan
sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya operasi sekolah meliputi: (1) gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala
tunjangan yang melekat pada gaji, (2) bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan (3) biaya operasi pendidikan tak langsung berupa
daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain
sebagainya. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran
secara teratur dan berkelanjutan. Dari tiga macam biaya tersebut, dua diantaranya harus dicantumkan dalam setiap RAPBS yang disusun
sekolah.
Anggaran investasi dapat juga diartikan sebagai alokasi anggaran yang dibutuhkan sekolah untuk meningkatkan pelaksanaan misinya
melalui perbaikan atau peningkatan kinerjanya. Anggaran ini biasanya digunakan untuk meningkatkan kapasitas (kemampuan) sumber daya
yang dimiliki sekolah dalam mendukung peningkatan atau perbaikan kegiatan pendidikan. Berikut ini beberapa contoh mata anggaran yang
a) Peningkatan kapasitas dan kompetensi guru dan staf sekolah: pelatihan, MGMP, PKG, magang, seminar.
b) Peningkatan sarana dan prasarana sekolah: pengadaan sarana atau prasarana baru, peningkatan kapasitas sarana-prasarana yang telah
ada, renovasi fasilitas fisik untuk merubah atau meningkatkan fungsi atau kapasitasnya.
c) Pengadaan bahan-bahan referensi untuk siswa maupun guru.
d) Pengembangan sistem atau perangkat lunak sekolah: pengembangan KTSP, penngembangan kebijakan, aturan, atau sistem baru
dalam rangka peningkatan kinerja sekolah, pengembangan model-model pembelajaran yang baru melalui PTK atau PTS, dan lain-lain.
e) Biaya operasional manajemen dan bahan habis pakai untuk mendukung kegiatan-kegiatan pengembangan di atas.
Biaya operasi adalah alokasi biaya yang dibutuhkan sekolah agar dapat mempertahankan atau meningkatkan sedikit-demi sedikit
pelaksanaan misi utamanya melalui pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sehari-hari. Dalam Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005
biaya operasi didefinisikan sebagai bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar
dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Anggaran operasional
c) Biaya operasional, pemeliharaan, perawatan dan perbaikan sarana-prasarana sekolah sehingga dapat berfungsi secara normal.
d) Biaya pengadaan bahan habis pakai pendukung kegiatan sekolah yang bersifat rutin.
Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal bab ini bahwa perhitungan biaya sekolah harus didasarkan pada rencana program dan
kegiatan yang telah ditetapkan dalam Rencana Operasional Sekolah (Renop). Namun demikian prinsip fisibilitas implementasi program dan
efisiensi penggunaan anggaran harus juga dipertimbangkan pada saat melakukan perhitungan belanja sekolah untuk dituangkan dalam
RAPBS. Dalam bahasa yang sederhana, anggaran biaya yang dialokasikan untuk setiap kegiatan yang diusulkan harus cukup namun sama
sekali tidak dibenarkan terjadi pemborosan. Ketepatan dan kecermatan perhitungan anggaran dalam RAPBS menjadi pra-syarat terwujudnya
prinsip-prinsip itu. Beberapa langkah berikut dapat membantu sekolah untuk mendapatkan hasil perhitungan yang tepat itu.
1) Volume pekerjaan yang akan dilaksanakan harus telah terdefinisikan dengan jelas. Untuk melaksanakan pelatihan guru, misalnya,
harus sudah dipastikan berapa orang yang akan mengikuti pelatihan, berapa lama, dan dimana pelatihan yang akan laksanakan. Dari data ini
akan mudah diperhitungkan biaya pelatihan yang harus dibayar ke tempat pelatihan, biaya perjalanan, biaya hidup, dan biaya pendukung
lainnya.
2) Spesifikasi dan kualifikasi barang atau jasa yang akan diadakan harus jelas dan rinci.
3) Sekolah harus memiliki informasi yang dapat dipercaya mengenai biaya satuan (unit cost) untuk setiap barang atau jasa yang akan
diadakan. Pemanfaatan berbagai media informasi dan komunikasi akan sangat membantu mendapatkan informasi ini.
4) Biaya-biaya tambahan seperti pajak, kenaikan harga karena inflasi, biaya pengiriman, biaya pemasangan, dan lain-lain harus
diperhitungkan dengan cermat. Hal ini penting karena harga yang ditawarkan oleh penyedia barang atau jasa biasanya belum termasuk
biaya-biaya ini.
5) Untuk memudahkan proses pengadaan barang atau jasa dengan menggunakan anggaran pemerintah, sekolah harus memahami
dengan baik peraturan perundang-undangan mengenai prosedur pengadaan barang dan jasa. Dengan pemahaman ini sekolah akan dapat
mencegah terhambatnya implementasi kegiatan yang telah diprogramkan yang diakibatkan oleh prosedur pengadaan barang/jasa itu.
6) Masing-masing sumber pendapatan biasanya telah ditetapkan untuk mendanai kegiatan atau pengadaan barang/jasa tertentu.
Penyusun RAPBS harus memahami dengan baik ketentuan-ketentuan tentang komponen-komponen anggaran yang diperbolehkan untuk
7) Penyusun RAPBS harus memahami dengan baik ketentuan pembiayaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Tabel 2.4 dapat membantu sekolah menghitung anggaran operasi dalam penyusunan RAPBS, Tabel 2.5 dapat digunakan untuk menyusun
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Biaya Operasi
Gaji dan
1.1 Tunjangan- JB
Tunjangan
Tunjangan Jabatan OB
1.1a
Kasek
Tunjangan OB
1.1b
Wakasek
Biaya Sumber
No Uraian Satuan Volume Jumlah Ket.
Satuan Dana
1 2 3 4 5 6 7 8
Bahan Paket-
Pembelajaran dalam 12
1.2a
kelas (kapur tulis, Bulan
spidol, dsb)
Bahan
1.2b
pembelajaran di lab
1.2c ATK OH –
Paket-
Minuman harian 12
1.2d
guru/pegawai Bulan
Biaya Tak
Langsung
1.3
(rekening-
rekening)
Pemeliharaan dan
1.4 perawatan sarana-
prasarana
Pengecatan Gedung
1.4a
ruang kelas
1 2 3 4 5 6 7 8
dst.
Kolom 3: Diisi satuan yang digunakan. Dalam contoh tersebut OB = Orang-Bulan; OH = Orang-Hari; OJ = Orang-Jam.
Diisi volume yang akan dibayar. Misal, jika jumlah wakasek = 4; maka volume Tunjangan Wakasek = 4 x 12 = 48
Kolom 4:
OB. Jika sulit menentukan satuan maka kolom ini dapat diisi “Paket”
Kolom 6: Diisi jumlah biaya dalam satu tahun dan merupakan hasil kali dari 4 dan 5
Diisi Sumber Pendapatan yang dialokasikan. Jika satu kegiatan didanai melalui lebih dari satu sumber pendapatan,
Kolom 7: maka perlu disebutkan proporsi anggaran untuk masing-masing sumber. Misal Pembangunan Kelas Baru dari APBN
Rp. …. dan Komite Sekolah Rp ….
Diisi penjelasan singkat mengenai anggaran yang bersangkutan. Untuk Biaya Investasi, kolom ini sebaiknya diisi
Kolom 8:
Kegiatan atau Kode Kegiatan dalam Renop yang mendasari mata anggaran yang bersangkutan.
1 2 3 4 5 6 7
§ Pengembangan OB
Staf
§ Peralatan Unit
Program 1
§ Renovasi
Gedung m2
Program/
Jumlah
Kegiatan Biaya Sumber
Komponen Anggaran Satuan Volume Biaya
dalam Satuan Dana
(4×5)
Renop
§ Mebelair Unit/paket
§ Beasiswa SB
§ Promosi Paket
sekolah
§ Dst
§ Pengembangan
Staf
§ Peralatan
§ Bahan ajar
§ Renovasi
Gedung
Program 2 § Mebelair
§ Biaya PTK
untuk guru
§ Beasiswa
§ Promosi
sekolah
§ Dst
Dst.
Jumlah
Kolom 3: Diisi satuan yang digunakan. Dalam contoh tersebut OB = Orang-Bulan; OH = Orang-Hari; OJ = Orang-Jam.
Kolom 6: Diisi jumlah biaya dalam satu tahun dan merupakan hasil kali dari 4 dan 5
Diisi Sumber Pendapatan yang dialokasikan. Jika satu kegiatan didanai melalui lebih dari satu sumber pendapatan,
Kolom 7: maka perlu disebutkan proporsi anggaran untuk masing-masing sumber. Misal Pembangunan Kelas Baru dari APBN
Rp. …. dan Komite Sekolah Rp ….
Dari Rencana Belanja yang disajikan dalam Tabel 2.4 dan 2.5 biasanya masih diperlukan beberapa justifikasi atau spesifikasi yang lebih
rinci mengenai barang atau jasa yang diadakan. Sebagai contoh, Pelatihan Guru dalam Tabel 2.5 hanya dicantumkan biaya satuan untuk tiap
“Paket”. Dalam penentuan biaya per paket ini, penyusun RAPBS harus sudah memperhitungkan juga biaya perjalanan dan biaya hidup
peserta selama mengikuti pelatihan. Untuk pembangunan fasilitas fisik, biaya yang dicakup meliputi biaya perencanaan, biaya pengawasan,
Selain perhitungan Anggaran Belanja tersebut, biasanya Penyusun RAPBS juga masih diharuskan memberikan argumentasi atau justifikasi
yang rinci untuk setiap mata anggatan yang diusulkan. Justifikasi ini dapat dibuat secara khusus dalam bentuk Rencana Anggaran dan
Belanja (RAB) atau Kerangka Acuan Kegiatan (Term of Reference atau TOR). Bab berikut memberikan beberapa contoh bagaimana
BAB IV
PENYUSUNAN PROPOSAL DAN
KERANGKA ACUAN KEGIATAN
plan) yang dikembangkan untuk mencapai serangkaian tujuan yang tidak mungkin diulang-ulang di masa depan. Usulan kegiatan dalam
proposal dapat berupa program atau proyek. Yang dimaksud program dalam hal ini adalah serangkaian sasaran (objectives)dan rencana
untuk mencapai satu tujuan yang dipandang penting dan bersifat sekali capai (one-time goal). Program dirancang untuk melaksanakan
sejumlah kegiatan untuk kepentingan organisasi sekolah. Program merupakan kegiatan-kegiatan yang bersifat pokok, yang kadang kala
memerlukan waktu beberapa tahun untuk menyelesaikannya, serta sering memerlukan dibentuknya organisasi yang terpisah. Program
memiliki ruang lingkup yang luas dan terdiri dari atau terkait dengan sejumlah proyek.
Proyek pada prinsipnya sama dengan program, akan tetapi memiliki jangka waktu yang lebih pendek dan ruang lingkup yang lebih spesifik.
Dengan kata lain, proyek merupakan serangkaian tujuan jangka pendek dan rencana dalam ruang lingkup yang sempit untuk mencapai satu
tujuan yang dipandang penting dan bersifat sekali capai (one-time goal). Proyek seringkali merupakan bagian dari program. Peningkatan
pembelajaran berbasis satuan pendidikan merupakan contoh sebuah program. Pengembangan KTSP, pengembangan silabus muatan lokal,
dan identifikasi kearifan lokal untuk diadopsi menjadi nilai-nilai yang dikembangkan dalam interaksi belajar-mengajar merupakan proyek-
proyek yang menjadi bagian dari program peningkatan pembelajaran berbasis satuan pendidikan tersebut.
Proposal sebenarnya merupakan dokumen yang berisi paparan tertulis yang dimaksudkan untuk meyakinkan pihak lain sehingga bersedia
memberikan dukungan (biasanya berupa dana) terhadap implementasi program atau kegiatan yang diusulkan. Proposal penelitian
mahasiswa, misalnya, biasanya diajukan untuk mendapatkan persetujuan dari pimpinan jurusan atau dosen pembimbing untuk kemudian
menjadi proyek penelitian dalam rangka menyelesalaikan skripsi, tesis, atau disertasi. Disamping untuk mendapatkan persetjuan, proposal
juga diajukan untuk mendapatkan pendanaan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan kegiatan yang diusulkan. Kegiatan untuk
pengembangan sekolah biasanya diusulkan kepada pemerintah, komite sekolah, yayasan, atau pihak donor yang lain untuk disetujui dan
Proposal diajukan atas dasar permintaan pihak lain (penyedia dana) atau atas inisiatif dari pembuat proposal itu sendiri. Porposal yang
dibuat atas dasar permintaan pihak lain biasanya telah disertai ketentuan mengenai substansi dan format yang harus diikuti oleh sekolah
pengusul. Sekolah tidak banyak mengalami kesulitan berkaitan dengan isi dan format yang harus dituangkan dalam proposal.
Persoalan sering muncul apabila sebuah kegiatan yang dituangkan dalam proposal murni atas inisiatif sekolah itu sendiri atau oleh pihak lain
akan tetapi tidak disertai panduan yang rinci tentang cara-cara menyusun proposal. Dalam hal yang demikian ini, sekolah harus mampu
menuangkan gagasan pengembangannya kedalam sebuah proposal yang mampu meyakinkan pihak lain bahwa kegiatan yang diusulkan
benar-benar dibutuhkan oleh sekolah dan layak untuk diberi dukungan. Uraian berikut ini memberikan pemahaman bagaimana menuangkan
inisiatif pengembangan sebuah sekolah dituangkan dalam bentuk proposal sehingga dapat meyakinkan pihak lain yang berkepentingan agar
bersedia mendukung implementasi kegiatan yang diusulkan itu. Uraian difokuskan pada prinsip-prinsip penyusunan proposal yang baik,
Urgensi, relevansi, dan fisibilitas merupakan tiga prinsip penting yang harus dipegang teguh dalam dalam penyusunan proposal
pengembangan sekolah. Kegiatan yang diusulkan dalam sebuah proposal harus bersifat urgen atau mendesak. Kemendesakan ini dapat
dilihat dari dua hal. Pertama, kegiatan dikatakan mendesak untuk dilaksanakan apabila kegiatan itu benar-benar dimaksudkan untuk
mengatasi masalah yang sangat penting dan mendesak untuk dipecahkan oleh sekolah. Masalah terjadi ketika sekolah gagal mencapai apa
tujuan yang telah dirumuskan. Kinerja sekolah tidak memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan. Ketika sekolah menetapkan sasaran
pengembangan adalah untuk mencapai rata-rata NUN sebesar 7,50 namun dalam kenyataannya angka yang dicapai di bawah 7,50, dapat
Kedua, adanya peluang untuk pengembangan. Peluang ada ketika sekolah memandang adanya potensi sekolah untuk mencapai hal-hal yang
lebih dari apa yang telah ditetapkan dalam tujuan. Dari contoh tentang NUN di atas, sekolah dapat dikatakan memiliki peluang apabila
sekolah berhasil mencapai rata-rata NUN 7,50 akan tetapi dilihat dari potensi yang dimiliki, sebenarnya sekolah itu mampu mencapai rata-
Prinsip kedua untuk menghasilkan proposal yang baik adalah adanya relevansi eksternal dan internal kegiatan yang diusulkan. Relevansi
eksternal adalah relevansi kegiatan yang diusulkan dengan visi, misi, tujuan, kebijakan dan program pengembangan yang tertuang dalam
Rencana Stratejik Sekolah. Relevansi internal adalah relevansi antar komponen-komponen dalam proposal itu.
Apapun yang diupayakan dalam rangka pengembangan sekolah harus tetap dalam kerangka pencapaian tujuan stratejik sekolah. Visi, misi,
tujuan, kebijakan dan program pengembangan yang tertuang dalam Rencana Stratejik Sekolah harus menjadi rujukan utama dalam
penyusunan proposal pengembangan sekolah. Tujuan dan kegiatan yang diusulkan dalam sebuah proposal harus mencerminkan kebutuhan
sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan stratejik sekolah tersebut. Tujuan-tujuan stratejik sekolah tersebut harus digunakan sebagai pijakan
dan tolak ukur (benchmark) utama dalam identifikasi dan analisis masalah atau peluang yang merupakan cikal-bakal disusunnya sebuah
proposal pengembangan.
Relevansi internal sebuah proposal pengembangan dapat dilihat dari adanya hubungan fungsional dan sistematis antar komponen yang
disajikan dalam proposal. Setiap proposal pengembangan sekolah sekurang-kurangnya harus mencakup komponen-komponen: identifikasi
masalah atau peluang, tujuan pengembangan, deskripsi kegiatan, rancangan implementasi, dan rencana anggaran. Dengan demikian sebuah
proposal yang memiliki relevansi internal yang baik dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
1. Tujuan kegiatan harus mencerminkan apa yang ingin dicapai untuk memecahkan masalah atau memanfaatkan peluang yang
teridentifikasi. Tujuan harus juga berdampak pada pemberian manfaat yang sebesar-besarnya bagi belajar siswa.
b. Pencapaian tujuan harus terukur. Oleh karena itu, sasaran dan
dari tujuan yang ingin dicapai sehingga keduanya merupakan tolok ukur yang
c. Deskripsi kegiatan harus sesuai dan terkait dengan tujuan yang akan
dicapai dan harus merupakan pilihan terbaik dari sekian alternatif kegiatan
yang dialokasikan, dan prosedur serta teknis evaluasi dan monitoring yang
dalam tingkatan yang paling ideal. Akan tetapi sekolah harus tetap memperhatikan kemampuan sumber daya yang dimiliki baik yang berupa
SDM, fasilitas, waktu, informasi maupun dana. Keterbatasan sumber daya yang tersedia akan menentukan keterlaksanaan kegiatan yang
diusulkan dan keberhasilan pencapaian tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, sebuah kegiatan yang baik harus terjamin
Sebenarnya tidak ada format baku dalam penyusunan proposal pengembangan. Sekolah kegiatan harus mengembangkan sendiri proposal
sedemikian rupa sehingga proposal dapat memberikan informasi yang lengkap mengenai mengapa, untuk apa, bagaimana, oleh siapa, kapan,
dan dengan sumber daya apa sebuah kegiatan akan dilaksanakan. Namun demikian, pada umumnya setiap proposal pengembangan selalu
Berikut diuraikan secara singkat ruang lingkup dari komponen-komponen proposal tersebut.
Informasi Umum
Bagian ini dimaksudkan untuk menyampaikan informasi kepada pihak ke mana proposal yang diajukan mengenai profil sekolah, rencana
pengembangan sekolah, dan perkembangan sekolah selaman beberapa tahun terakhir. Profil sekolah yang dipaparkan dapat mencakup
1) Identitas sekolah, yang meliputi nama, alamat lengkap, nama kepala sekolah, dan lain-lain.
3) Status akreditasi;
4) Jumlah siswa;
5) Jumlah guru;
Rencana pengembangan sekolah yang disajikan harus merupakan ringkasan Rencana Stratejik Sekolah. Uraian ini dimaksudkan untuk
menunjukkan keterkaitan antara rencana pengembangan yang akan diuraikan dalam proposal yang bersangkutan dengan rencana
pengembangan sekolah secara keseluruhan sebagaimana diuraikan dalam Renstra sekolah. Hal-hal yang perlu dipaparkan dalam bagian ini
Bagian terakhir dari komponen proposal ini adalah uraian singkat mengenai kemajuan atau prestasi yang dicapai sekolah terkait dengan
implementasi Renstra selama kurun waktu tertentu (misal 3 tahun). Hal-hal yang diuraikan dalam bagian ini sekurang-kurangnya harus
mencakup:
2) Hasil-hasil (output) yang dicapai melalui pelaksanaan Strategi, program, atau kegiatan tersebut;
3) Dampak dari hasil tersebut terhadap proses dan hasil pembelaran serta terhadap kualitas dan daya saing lulusan untuk melanjutkan
4) Praktik-praktik baik (good practices) yang perlu dipertahankan untuk memelihara kesinambungan pengembangan sekolah;
5) Kebijakan, program, kegiatan yang belum atau masih harus dilanjutkan, serta masalah-masalah yang timbul dan perlu penanganan
dengan segera;
Telaah Situasi merupakan titik tolak semua kemajuan. Karena itu peningkatan kemampuan dan komitmen untuk melakukan Telaah Situasi
secara benar dan terus menerus merupakan budaya yang harus dimiliki oleh setiap organisasi. Tatacara Telaah Situasi yang baik dan benar
dapat dilihat dalam Bagian II bahan diklat ini yang pelaksanaannya disesuaikan dengan tingkat kemampuan sekolah dan jenis Program yang
3) Analisis dilakukan secara mendalam sehingga mampu mengidentifikasi akar penyebab timbulnya berbagai masalah di sekolah; dan
Telaah Situasi untuk pengembangan sekolah perlu dimulai dengan mengemukakan secara benar hal-hal sebagai berikut.
1) Latar Belakang
Berisi penjelasan tentang proses pelaksanaan Telaah Situasi, termasuk penjelasan tentang bagaimana berbagai sumber data dan informasi
diidentifikasi dan data serta informasi yang diperoleh dari sumber-sumber itu digunakan, serta seberapa besar keterlibatan dan kontribusi
2) Kondisi Eksternal
Berisi penjelasan tentang kondisi eksternal (peluang dan tantangan) yang berpengaruh terhadap eksistensi sekolah. Uraian tentang mengapa
Sekolah ini harus ada dari sudut pandang stakeholders sangat diharapkan untuk dikemukakan.
dengan komite sekolah, yayasan, atau instansi lain yang relevan. Perlu dijelaskan tentang berbagai kelemahan dan keunggulan sistem tata
4) Program Pembelajaran
Penjelasan bagian ini perlu difokuskan pada analisis tentang seberapa besar efisiensi, produktivitas dan efektivitas penyelenggaraan program
5) Manajemen Sumberdaya
Bagian ini berisi telaah tentang ketersediaan dan pengelolaan sumberdaya (manusia, finansial/uang, fasilitas fisik) yang ada di Sekolah.
Perlu dijelaskan tentang analisis berbagai kelemahan dan keunggulan sistem manajemen sumberdaya yang diterapkan tersebut.
Bagian ini harus menjelaskan hubungan antara isu strategis, akar permasalahan yang sudah teridentifikasi, solusi alternatif, pengembangan
potensi-potensi yang ada, rencana dan target peningkatan kualitas dan perbaikan kelemahan yang ada, sesuai dengan hasil analisis situasi.
Dalam hal ini sekolah harus memilih program yang paling tepat yang akan dilakukan dari berbagai penyelesaian alternatif yang ada.
Pada sisi lain, program yang diusulkan tersebut, harus dapat memanfaatkan potensi dan peluang yang telah di identifikasi, sehingga pada
akhirnya dapat memperbaiki kinerja dan kualitas dari program pembelajaran. Dengan demikian, semua program yang sedang berjalan
maupun yang sedang diusulkan untuk dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu ke depan harus menyertakan sumber daya yang dibutuhkan.
Tiap program dapat ditabulasi seperti terlihat pada Tabel 3.1. dibawah ini dan harus mempunyai hubungan yang jelas antara permasalahan
yang diidentifikasi, alternatif penyelesaikan masalah, dan kegiatan perencanaan beberapa tahun ke depan
1 2 3 4 5
Keterangan:
Kolom 2 diisi kemungkinan solusi yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah;
Kolom 3 diisi solusi yang dipilih untuk mengatasi masalah denan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki oleh sekolah atau yang
Kolom 4 diisi sumber pembiyaan untuk mendukung program terpilih, misalnya komite sekolah, SPP, BPP, donor, atau yang lain.
Komponen proposal ini sebenarnya merupakan penjabaran lebih rinci dari usulan program yang telah diidentifikasi pada bagian akhir telaah
situasi. Penjabaran masing-masing usulan program itu sekurang-kurangnya mencakup: (1) latar belakang dan rasional, (2) tujuan, (3)
mekanisme dan rancangan kegiatan, (4) sumber daya dana yang dibutuhkan, (5) jadwal pelaksanaan, (6) indikator keberhasilan, dan (7)
rancangan keberlanjutan.
Bagian-bagian proporsal tersebut pada dasarnya tidak berbeda dengan bagian-bagian Renop yang diuraikan pada Bab 1 yang diuraikan pada
awal bahan diklat ini. Oleh karena itu, rincian dan ruang lingkup masing-masing bagian tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
penjelasan pada Bab 1 tersebut. Hal yang membedakan keduanya adalah pijakan yang dijadikan rujukan dalam pengembangan program atau
kegiatan. Dasar pengembangan Renop adalah hasil telaah yang dilakukan untuk penyusunan Renstra, sedangkan dasar dalam pengembangan
proposal adalah hasil telaah situasi yang dilakukan saat proposal itu di kembangkan. Kedua hasil telaah tersebut dimungkinkan berbeda
Indikator keberhasilan
Untuk memudahkan pembaca mengetahui apa yang menjadi tolak ukur pencapaian tujuan semua program yang diusulkan, selain untuk pada
masing-masing program yang diusulkan, penyusun proposal perlu menyajikan sejumlah indikator keberhasilan program secara keseluruhan.
Indikator keberhasilan ini dapat berupa indikator kunci (key performance indicator) dan indikator pendukung atau indikator tambahan.
Indikator kunci biasanya merupakan indikator keberhasilan kegiatan secara keseluruhan, dan sulit dicapai oleh program-program yang
diusulkan secara terpisah-pisah. Peningkatan persentase atau jumlah siswa yang lulus UNAS, tingkat keberhasilan siswa diterima pada
jurusan favorit di perguruan tinggi ternama, kecepatan siswa mendapatkan pekerjaan, misalnya, hanya dapat dicapai melalui berbagai
program pengembangan sekolah yang dilaksanakan secara terintegrasi. Oleh karena itu angka-angka yang menunjukkan parameter-
paremeter tersebut dapat dijadikan sebagai indikator kunci pengembangan sekolah. Indikator-indikator seperti tingkat kehadiran siswa di
kelas, tingkat penggunaan laboratorium untuk, tingkat kunjungan siswa ke perpustakaan, transaksi bahan pustaka dengan siswa, dan
sebagainya adalah faktor-faktor yang dapat dicapai oleh program-program pengembangan khusus. Oleh karena itu indikator-indikator
semacam ini dapat digunakan sebagai tambahan atau pendukung pencapaian indikator kunci.
Untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi kemajuan yang dicapai sekolah secara bertahap, dianjurkan indikator keberhasilan tersebut
disajikan secara serial dalam rentang waktu tertentu. Rentang waktu yang biasa dipakai adalah saat awal (sebelum program yang diusulkan
dalam proposal dilaksanakan) yang digunakan sebagai landasan awal atau baseline, saat pertengahan implementasi program atau midterm,
dan saat program telah berakhir atau final. Penyajian itu dapat dilakukan dalam bentuk tabel sebagaimana Tabel 3.2.
Idikator Kunci
Rata-Rata NUN
dst.
Indikator Pendukung/Tambahan
Dst
1) Organisasi Program
Organisasi ini harus dibentuk untuk melaksanakan program yang diusulkan, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaannya. Organisasi ini
harus sesuai dengan struktur organisasi yang ada di sekolah, artinya struktur yang dibangun tidak saling tumpang-tindih atau bertentangan
dengan struktur organisasi sekolah. Akan lebih baik jika disertakan juga bagan organisasinya, deskripsi tugas dan tanggung jawab masing-
masing, serta daftar nama pelaksana yang terkait (Ketua Pelaksana, Wakil Ketua Bidang A, Wakil Ketua Bidang B, dsb, dan penanggung
jawab masing-masing program). Untuk lebih meyakinkan pihak-pihak yang terkait, perlu disertakan (dalam lampiran, misalny) curiculum
vitae masing-masing pelaksana. Dalam organisasi ini harus tampak juga keterkaitannya dengan struktur organisasi yang ada di sekolah.
pemahaman kepada pembaca proposal kapan setiap program yang diusulkan akan dilaksanakan. Jadwal dalam bentuk bagan seperti tabel di
bawah ini (Tabel 3.3) akan lebih memudahkan mehamai jadwal pelaksanaan tersebut.
1. 1.1 Sub-
Program Program
1 1.1
1.2 Sub-
Program
1.2
1.3 Sub-
Program
1.3, dst.
2. 2.1 Sub-
Program Program
2 2.1
2.2 Sub-
Program
2.2
2.3 Sub-
Program
2.3, dst.
Catatan:
TW = Triwulan
*) = Bila kegiatan dilaksanakan dalam setahun, jadwal dapat dibuat bulanan; jika kegiatan dilaksanakan dalam 6 bulan atau kurang, jadwal
Monitoring dan evaluasi adalah bagian yang penting dari manajemen program agar implementasi program dapat berjalan dan dapat
mencapai target yang sudah ditetapkan. Jelaskan mekanisme monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan.
Selain jadwal, kebutuhan sumber daya dan anggaran pendukung pelaksanaan program juga harus dirangkum menjadi satu. Rangkuman ini
mencakup semua kebutuhan sumber daya dan anggaran yang telah diuraikan pada masing-masing program yang diusulkan. Tabel 3.4 dan
Tabel 3.5 merupakan contoh rekapitulasi sumber daya dan anggaran dimaksud.
n Sumber
Anggaran
Orang-
Sub- 1.1.1 1.800.00 Komit
Progra hari 15 120.000
Progra Pelatihan
m1 0 e
m 1.1 guru
(OH)
10.000.0 Komit
1.2.3 Studi OH 50 200.000
banding 00 e
Sub- 1.3.1
Progra Renovasi
m 1.3 gedung
2.1.1
Sub-
Progra Pemb.
progra
m2 Gedung
m 2.1
baru
2.1.2
Bahan
pustaka
2.1.3
Sub-
progra 2.2.1
m 2.2
Jumlah
Komite
Pemda
Lain-lain
Dari Tabel 3.4 di atas, anggaran perlu dikelompokkan menurut komponen anggaran dan jadwal realisasi anggaran sebagaimana Tabel 3.5.
1. Pelatihan OH
Guru
2.
Pengadaan paket
alat lab
3. Renovasi
gedung m2
4. Pemb.
Gedung baru m2
5. Kegiatan
Lokakarya
6. Bahan Eksemplar
pustaka
7. Peralatan Paket
kantor
8.
9.
dst
Manajemen paket
Program
Keterangan:
Kolom 3 : diisi jumlah volume komponen yang bersngkutan dari masing-masing program yang diusulkan
Kolom 4dan 6 : diisi volume yang akan direalisasikan pada tahun yang bersangkutan
Kolom 5 dan 7 : diisi jumlah biaya yang dibutuhkan pada tahun yang bersangkutan
Lampiran-Lampiran
Untuk lebih meyakinkan pembaca, proposal harus benar-benar valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itu setiap proposal
pengembangan sekolah harus didukung dengan data atau informasi yang relevan, sahih, mutakhir, dan dalam takaran yang cukup. Data-data
yang demikian ini biasanya tidak mungkin disertakan dalam dokumen inti proposal. Oleh karena itu data atau informasi ini dapat
dikumpulkan dalam lampiran proposal. Data atau informasi yang dilampirkan itu dapat meliputi:
1) Dokumen resmi pendukung penyelenggaraan sekolah: piagam pendirian sekolah, piagam akreditasi, sertifikat tanah;
2) Data tentang keberhasilan selama beberapa tahun terakhir terkait dengan implementasi Renstra Sekolah;
3) Dokumen dan data pendukung telaah situasi sekolah: perkembangan jumlah, jumlah guru, tingkat kehadiran siswa, tingkat kehadiran
guru, jenis dan jumlah sarana pembelajaran, nilai hasil ujian siswa, dan data-data lain yang dibutuhkan untuk memperkuat hasil analisis
4) Data pendukung justifikasi anggaran biaya: spesifikasi rinci komponen anggaran yang diusulkan, spesifikasi barang atau jasa yang
diadakan, atau kerangka acuan kegiatan yang menjabarkan secara rinci komponen anggaran tertentu seperti pelatihan guru, loka karya dan
dirancang dalam Renop dan RAPBS atau Proposal Pengembangan Sekolah. TOR ini dibutuhkan agar realisasi setiap komponen anggaran
yang dituangkan dalam RAPBS atau Proposal Pengembangan dapat berjalan efisien dan efektif. TOR pada intinya berisi jabaran rinci dan
sangat teknis mengenai mengapa, untuk apa, oleh siapa, bagaimana, kapan, dan dimana sebuah mata anggaran akan direalisasikan. TOR
berfungsi sebagai pedoman teknis dan pengendali yang digunakan oleh tim atau panitia untuk melaksanakan sebuah event atau kegiatan.
Sebenarnya tidak ada format baku dalam penyusunan TOR. Penanggung jawab kegiatan harus mengembangkan sendiri TOR untuk masing-
masing kegiatan sedemikian rupa sehingga siapapun yang diberi tugas melaksanakan kegiatan akan merealisaikan kegiatan sesuai dengan
apa yang diharapkan. Secara umum TOR berisi komponen-komponen sebagai berikut.
1. Judul
2. Latar Belakang dan Rasional
3. Tujuan
4. Hasil yang diharapkan
5. Ruang lingkup kegiatan
6. Rincian anggaran biaya
7. Jadwal kegiatan
8. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
9. Pelaksana/penangung jawab kegiatan
Pada halaman berikut ini diuraikan secara singkat komponen-kompoenen TOR tersebut.
Judul TOR
Semua keterangan dalam judul tersebut dikutip langsung dari Renop atau Proposal yang menjadi dasar disusunnya TOR yang bersangkutan.
1. Penjelasan permasalahan yang telah berhasil diidentifikasi pada telaah diri/situasi saat menyusun Renstra dan Renop atau Proposal
Pengembangan, yang akan diselesaikan dengan melaksanakan komponen anggaran ini. Masalah tersebut harus dijelaskan sedemikian
rupa, sehingga tergambar secara utuh dan menyeluruh (termasuk cakupannya, berat/ringannya, faktor-faktor yg berpengaruh pada
permasalahan tersebut).
2. Pemarapan kemendesakan atau pentingnya pemecahan masalah diatas yang mencakup dampak negatif yang akan timbul jika tidak
dipecahkan dan dampak positif yang diperoleh jika sebaliknya.
3. Argumentasi (alasan) tentang mengapa kegiatan yang akan dilaksanakan adalah pilihan yang paling tepat untuk menyelesaikan akar
permasalahan tersebut diatas. Argumen/alasan tersebut dapat didasarkan pada pembenahan faktor-faktor yang berpengaruh pada akar
permasalahan tersebut atau dapat berdasarkan teori ilmiah dan pengalaman dalam menghadapi akar permasalahan tersebut.
Tujuan
Pada bagian ini diuraikan tujuan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan komponen anggaran dimaksud.
Hasil atau output kegiatan merupakan uraian rinci mengenai yang mencakup jumlah, kualifikasi, atau karakteristik keluaran yang
diharapkan diperoleh melalui anggaran yang bersangkutan. Tabel 3.6 menyajikan contoh tujuan dan hasil yang diharapkan dari beberapa
komponen mata anggaran yang biasa diusulkan dalam RAPBS atau Proposal Pengembangan Sekolah.
Yang dimaksud ruang lingkup kegiatan dalam bagian ini adalah batasan-batasan mengenai orang, waktu, substansi, dan pihak-pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan kegiatan. Setiap mata anggaran memiliki ruang lingkup yang berbeda-beda. Tabel 3.7 menyajikan contoh hal-hal
1. Pokok materi
2. Pokok-pokok Kegiatan
3. Jumlah dan spesifikasi/kualifikasi peserta
Loka karya/Seminar
4. Jumlah dan kualifikasi nara sumber
5. Lamanya kegiatan (hari atau jam)
6. Tempat pelatihan (jika diperlukan tempat khusus) disertai justifikasi pemilihan tempat.
Biaya
Biaya yang dicantumkan dalam TOR harus cukup rinci dan sesuai dengan ruang lingkup kegiatan yang akan dilaksanakan. Estimasi
anggaran biaya harus diperhitungkan secara cermat dan detail sehingga tidak ada satupun kebutuhan yang terlewatkan sehingga akan
mengganggu tercapainya tujuan dan hasil yang diharapkan. Namun demikian, prinsip efisien penggunaan anggaran harus tetap diperhatikan.
Agar dapat melakukan estimasi anggaran yang demikian itu, penyusun TOR harus cermat dalam mengidentifikasi jenis kebutuhan serta
biaya yang diperlukan untuk masing-masing kebutuhan. Paparan ruang lingkup kegiatan yang cermat dan rinci dan diskusi dengan sesama
anggota tim penyusun TOR akan sangat membantu memudahkan estimasi biaya ini. Tabel 3.8 menyajikan contoh uraian biaya untuk
komponen anggaran Pelatihan Guru yang bertugas di sebuah SMA di Malang. Pelatihan dilaksanakan di Surabaya selama 2 minggu.
1. a. Perjalanan negosiasi:
1. c. Biaya Perjalanan:
1. f. Perjalanan Biaya:
Jumlah 10.700.000
Keterangan:
PP = Pergi-pulang
OH = Orang Hari
Jadwal Kegiatan
Terdapat dua macam jadwal yang disajikan dalam TOR: Persiapan hingga pelaporan dan jadwal pelaksanaan kegiatan. Tabel 3.9
menyajikan contoh Jadwal Kegiatan Pelatihan. Selain jadwal ini, pihak pelaksana pelatihan juga harus memberikan jadwal kegiatan yang
1 2 3 4 1 2 3 4
1. Penyusunan TOR
1. Kontrak
1. Pelaksanaan pelatihan
1. Monitoring pelatihan
Bagian ini memuat prosedur dan teknik monitoring dan evaluasi yang akan dilaksanakan selama dan setelah kegiatan dilaksanakan.
Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk menjamin bahwa kegiatan berjalan sebagaimana rencana yang telah dibuat. Monitoring dilakukan
untuk mengidentifikasi kemajuan pelaksanaan kegiatan dan kendala-kendala yang timbul mungkin selama berlangsungnya kegiatan.
Dengan demikian setiap hambatan yang timbul dapat segera diatasi sehingga tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar.
Kegiatan evaluasi dilakukan terhadap dua hal. Pertama, evaluasi dilakukan terhadap seluruh kegiatan, sejak dari persiapan sampai dengan
berakhirnya kegiatan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk mengidentifikasi apakah semua target kegiatan telah tercapai sesuai dengan
rencana dan juga untuk mengidentifikasi berbagai kendala yang tidak teratasi untuk digunakan sebagai dasar penentuan langkah pada
kegiatan serupa di lain waktu. Evaluasi ini dapat dilakukan oleh penanggungjawab kegiatan atau oleh pihak lain yang ditunjuk untuk itu.
Kedua, evaluasi terhadap kesesuaian hasil yang dicapai dengan yang direncanakan. Untuk kegiatan pelatihan, misalnya, evaluasi ini dapat
dilakukan oleh pihak pelaksana pelatihan. Laporan tertulis merupakan sumber informasi yang efektif untuk kepentingan evaluasi kegiatan.
DAFTAR RUJUKAN
Arismunandar. 2007. Rencana Strategis Sekolah. Makalah disajikan pada Pendidikan dan pelatihan Kemitaraan Kepala Sekolah yang
diselenggarakan oleh Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen PMPTK, Depdiknas di Jakarta, Juli 2007.
Brodjonegoro, S.S. (2003). Higher Education Long Term Strategy 2003-2010. Directorat General of Higher Education, Ministry of
Bryson, J. M. (1995). Strategic Planning For Public and Nonprofit Organizations. San Francisco: Jossey-Bass Publishers
Canavan, N. & Monahan, L. (2000). School Culture and Ethos: Releasing the Potential. A resource pack to enable schools to access
Collins U. (1996). Developing a School Plan: A Step by Step Approach. Dublin: Marino Institute of Education.
Directorat General of Higher Education. (2003). Technological and Professional Skills Development Sector Project (TPSDP) Batch III:
Guidelines for Sub-Project Proposal Submission. Jakarta: Directorat General of Higher Education, Ministery of National Education.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (2006). Panduan Penyusunan Proposal Program Hibah Kompetisi. Jakarta: Ditjen Dikti, Depdikas
Duke, Daniel L. & Canady, Robert L. (1991). School Policy. New York: MacGraw-Hill, Inc.
Furlong, C. & Monahan L. 2000. School Culture and Ethos. Dublin: Marino Institute of Education
Gorton, Richard A. & Schneider, Gail T. (1991). School-Based Leadership: Callenges and Opportunities. Dubuque, IA: Wm. C. Brown
Publishers
Government of Ireland. (1999). School Development Planning – An Introduction for Second Level Schools. Dublin: Department of
Hargreaves, A. & Hopkins, D. The Empowered School: the Management and Practice of Developmental Planning. London: Cassell, 1991
Hargreaves, D. and Hopkins, D. (1993). School Effectiveness, School Improvement and Development Planning, in Margaret Preedy (ed.)
Hope A., Timmel S. (1999). Training for Transformation. London: The Intermediate Technology Group.
Kavanagh, A. (1993). Secondary Education in Ireland: Aspects of Changing Paradigm. Tullow: Patrician Brothers Generalate.
Lerner, A.L. (1999). A Strategic Planning Primer for Higher Education. Northridge. California: College of Business Administration and
Mintzberg, H. (1994). The Rise and Fall of Strategic Planning. New York, NY: The Free Press.
Mohrman, S.A., and Wohlstetter, P. (Ed.). (1994). School Based Management: Organizing High Performance. San Francisco: Jossey-Bass
Publisher
Morrison, James L., Renfro, William L., and Boucher, Wayne I. 1984. Futures Research And The Strategic Planning Process:
Nickols, K. and Thirunamachandran, R. (2000). Strategic Planning in Higher Education: A Guide for Heads of Institutions, Senior
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah. Jakarta:
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. 2005. Jakarta: Sekretariat
Prayogo, Joko. 2007. Rencana Stratejik. Makalah disajikan pada Pendidikan dan pelatihan Kemitaraan Kepala Sekolah yang
diselenggarakan oleh Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen PMPTK, Depdiknas di Jakarta, Juli 2007.
Rowley, D. J., Lujan, H. D., & Dolence, M.G. (1997). Strategic Change in Colleges and Unviversities. San Francisco, CA: Jossey-Bass
Publishers.
School Development Planning Initiative. (1999). School Development Planning: Draft Guidelines for Second Level Schools. Dublin:
SDPI,
Umaedi. (1999). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Sebuah Pendekatan Baru Dalam Pengelolaan Sekolah Untuk
Peningkatan Mutu. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah, Depdiknas.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta: Direktorat Jenderal