Anda di halaman 1dari 47

Kepada Yth,

dr. Neni Sumarni, Sp.A


REFERAT
PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

DISUSUN OLEH
Deti Tiffani
406172098

PEMBIMBING:
dr. Lilia Dewiyanti, Sp.A, M.Si.Med
dr. Zuhriah Hidajati, Sp.A, M.Si.Med
dr. Neni Sumarni, Sp.A
dr. Adriana Lukmasari, Sp.A
dr. Harancang Pandih Kahayana, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 11 Maret 2019 – 19 Mei 2019
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH K.R.M.T WONGSONEGORO
SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : Deti Tiffani

NIM : 406172098

UNIVERSITAS : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

JUDUL KASUS : Penyakit Jantung Bawaan

BAGIAN : Ilmu Kesehataan Anak – RSUD K.R.M.T Wongsonegoro


Semarang

PEMBIMBING : dr. Neni Sumarni, Sp.A

Semarang, 8 Mei 2019

dr. Neni Sumarni, Sp.A


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Penyakit Jantung Bawaan” dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit
RSUD K. R. M. T Wongsonegoro. Di samping itu, referat ini ditujukan untuk
menambah pengetahuan bagi kita semua tentang “Penyakit Jantung Bawaan”.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada dr. Neni Sumarni, Sp.A selaku pembimbing dalam penyusunan referat
ini di Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada rekan – rekan anggota Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Anak di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro serta berbagai pihak yang telah
memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik
maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang
sebesar – besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita
semua.

Semarang, 8 Mei 2019

Penulis
Deti Tiffani

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3
2.1 Penyakit Jantung Bawaan .......................................................................... 3
2.2 Klasifikasi .................................................................................................. 3
2.3 Epidemiologi .............................................................................................. 3
2.4 Sirkulasi Fetus dan Perinatal ..................................................................... 4
2.5 Perubahan Sirkulasi setelah Lahir .............................................................. 6
2.6 Etiologi ...................................................................................................... 9
2.7 Faktor Resiko ............................................................................................. 10
2.8 Penyakit Jantung Sianotik ......................................................................... 10
2.9 Penyakit Jantung Asianotik ........................................................................ 24
2.10 Penatalaksanaan ....................................................................................... 41
BAB III. KESIMPULAN ............................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 45
BAB I

PENDAHULUAN
Jantung merupakan organ vital yang memegang peran penting pada kehidupan,
termasuk bayi dan anak yang sedang mengalami tumbuh kembang. Struktur dan
fungsi jantung yang normal sangat dibutuhkan untuk mempertahankan peredaran
darah yang stabil guna mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh seorang anak.
Sayangnya, 7 hingga 8 bayi per 1000 kelahiran hidup dilahirkan dengan penyakit
jantung bawaan (PJB). Relatif tingginya angka kejadian PJB menyebabkan kelainan
ini merupakan kelainan bawaan tersering di antara kelainan-kelainan bawaan jenis
lain, seperti kelainan bawaan saluran cerna, paru, ginjal, anggota gerak, dsb. 1

Penyakit jantung bawaan atau Congenital Heart Disease merupakan salah


satu kelainan bawaan diakibatkan malformasi struktur jantung sehingga terjadi
disfungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir akibat adanya gangguan atau
kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.
Kelainan struktur ini dapat berupa lubang atau defek pada ruang-ruang jantung.
Penyempitan, sumbatan katup atau pembuluh darah dapat menjadi abnormalitas pada
jantung itu sendiri.2

Kelainan struktur ini pun dapat bersifat tunggal atau kombinasi dengan
sehingga menimbulkan kelainan penyakit jantung yang kompleks. Secara garis besar
PJB dapat dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu sianotik dan asianotik. Penyakit
jantung bawaan sianotik atau biru adalah jenis PJB yang menyebabkan warna
kebiruan/sianosis pada kulit, selaput lendir (lidah/bibir) dan ujung-ujung
ekstremitas/anggota gerak diakibatkan kurangnya kadar oksigen dalam darah.
Sedangkan untuk penyakit jantung bawaan asianotik adalah kelainan yang tidak
menimbulkan warna kebiruan.1

Pada umumnya, sekitar 30% diantaranya telah memberikan gejala pada


minggu-minggu pertama kehidupan. Gejala-gejalanya dapat berupa gagal jantung
yang ditandai dengan kesesakan yang memberat saat menetek/ beraktivitas, bengkak
pada wajah, anggota gerak, serta perut, dan gangguan pertumbuhan yang
menyebabkan kekurangan gizi. Bila tidak adanya kejelian dalam mengetahui secara
dini dan tidak ditangani dengan baik, 50% kematiannya akan terjadi pada bulan
pertama kehidupan. Dilaporkan menurut Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia (PERKI) PJB menempati peringkat pertama diantara
penyakit-penyakit lain yang menyerang bayi. Sehingga melalui referat ini diharapkan
dapat mengerti lebih dalam mengenai penyakit jantung bawaan.1,2,3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan kongenital yang paling sering
terjadi akibat kelainan formasi jantung. Kelainan ini sendiri merupakan kelainan
pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang
terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung
pada fase awal perkembangan janin.2

2.2 Klasifikasi

Secara garis besar PJB dapat dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu sianotik
dan asianotik. Penyakit jantung bawaan sianotik atau biru adalah jenis PJB yang
menyebabkan warna kebiruan/sianosis pada kulit, selaput lendir (lidah/bibir) dan
ujung-ujung ekstremitas/anggota gerak diakibatkan kurangnya kadar oksigen
dalam darah. Sedangkan untuk penyakit jantung bawaan asianotik adalah kelainan
yang tidak menimbulkan warna kebiruan.
Penyakit jantung non sianotik yang akan dibahas yaitu lesi atau lubang di
jantung sehingga terdapat aliran pirau dari kiri ke kanan, misalnya ventricular
septal defect(VSD), atrial septal defect (ASD) dan patent ductus arteriosus(PDA).
Sedangkan penyakit jantung sianotik yang terjadi aliran darah sistemik rendah
oksigen, misalnya Tetralogi fallot yang aliran darah ke parunya berkurang atau
Transposisi arteri besar atau TGA yang aliran darah ke parunya bertambah.2

2.3 Epidemiologi
Insidens PJB di dunia memiliki angka yang konstan walaupun ada peningkatan,
sekitar 8-10 dari 1000 kelahiran hidup. Malformasi dapat tidak terdeteksi dengan
mudah pada periode neonatal, beberapa di antaranya terjadi modifikasi dan
menghilang selama masa bayi dan anak. Data dari the nothern region paediatric
cardiology data base memperkirakan insiden PJB di UK sebesar 6,9/1000
kelahiran, atau 1 di antara 145 kelahiran bayi. Penelitian di Beijing, Cina
mendapatkan insiden PJB 8,2/1000 dari total kelahiran, dimana 168,9/1000 lahir
mati dan 6,7/1000 lahir hidup. Ras Asia memiliki angka yang lebih besar
dibandingkan non Asia karena pengaruh perkawinan konsanguinus yang tinggi.
World health organization (WHO) berturut-turut melaporkan di antara penyakit
kardiovaskular, insidens PJB di Bangladesh (6%), India (15%), Burma (6%), dan
Srilangka (10%).4
Angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8 tiap 1000 kelahiran hidup. Jika
jumlah penduduk Indonesia 200 juta, dan angka kelahiran 2%, maka jumlah
penderita PJB di Indonesia bertambah 32000 bayi setiap tahun. Kendala utama
dalam menangani anak dengan PJB adalah tingginya biaya pemeriksaan dan
operasi. Di negara maju hampir semua pasien telah dapat dideteksi dalam masa
bayi, sedangkan di negara berkembang masih banyak yang dibawa berobat setelah
anak besar, hal tersebut berarti bahwa banyak neonatus dan bayi muda dengan
penyakit jantung bawaan berat telah meninggal sebelum diperiksa oleh dokter
atau pun PJB ringan tidak sampai di diagnosis secara adekuat.5
Pada penelitian di RSUP Sardjito, Muhamad, dkk menjelaskan terjadinya PJB
terbanyak adalah Defek Septum Ventrikel (VSD) dimana mencapai angka 30%
dari sekita 500 pasien anak pada tahun 2014. Defek ini diikuti defek septum atrial
(ASD) sebanyak 17%, prsisten duktus arteriosus (PDA) 16% dan Tetralogy Fallot
(TOF) 7% sebagai insiden terbanyak terjadinya PJB sianotik.

2.4 Sirkulasi Fetus dan Perinatal


Sirkulasi fetus berbeda dengan sikulasi dewasa. Hampir semua perbedaannya
bersifat fundamental yaitu pada plasenta sebagai pertukaran gas dan nutrisi
sedangkan pada dewasa pertukaran gas terjadi di paru-paru.6

Perjalanan Sirkulasi Janin


Plasenta, duktus venosus, foramen ovale, dan duktus arteriosus berfungsi dalam
sirkulasi fetus. (Gambar 2.1). 6
 Plasenta menerima darah ventrikel (55%) dan resisten vaskular terendah
pada fetus
 Vena kava superior memperdarahi tubuh bagian atas, termasuk otak (15%)
dan vena kava inferior memperdarahi tubuh bagian bawah tubuh dan
plasenta (70%) dengan saturasi yang lebih tinggi dari pada vena kava
inferior. Saturasi tertinggi didapatkan di vena umbilikal 32 mmHg
 Darah dari vena kava superior mengalir ke ventrikel kanan. sepertiga dari
vena kava inferior dengan saturasi oksigen yang tinggi menuju atrium kiri
melalui foramen ovale , dan 2/3 masuk ke ventrikel kana dan arteri
pulmonaris sehingga otak dan sirkulasi koroner mendapatkan darah tinggi
saturasi (28mmHg) dibandingkan tubuh bagian bawah (24mmHg)
 Darah dengan kandungan oksigen yang rendah pada arteri pulmonaris
mengalir melalui duktur arteriosus ke aorta descenden dan menuju
plasenta untuk proses oksigenasi.

Gambar 2.1 Diagram sirkulasi fetus6


Dimensi Ruang Jantung

Kapasitas kombinasi ventrikel yang melewati ruang jantung dan pembuluh darah
besar dapat tercermin dari ruang dan pembuluh darah ini (Gambar 2.1). Karena
paru-paru menerima 15% kapasitas kombinasi ventrikel, percabangan arteri
pulmonaris kecil. Hal ini penting dalam terjadinya murmur yang disebabkan oleh
peredaran pulmonari pada bayi baru lahir. 6

Ventrikel kanan merupakan ventrikel yang lebih besar dan dominan


dibandingkan ventrikel yang lain. Ventrikel kanan mempunyai kapasitas 55% dari
kapasitas kombinasi yang ada, dan sisanya ventrikel kiri. Dengan catatan, tekanan
pada kedua ventrikel hampir sama. Hal ini terefleksikan pada EKG pada bayi baru
lahir, yang mana menunjukan kerja lebih pada ventrikel kanan. 6

Curah Jantung Fetus

Tidak seperti pada dewasa, dimana terjadi peningkatan stroke volume saat
penurunan detak jantung, stroke volume fetus tidak meningkat ketika terjadi
penurunan detak jantung. Ketika detak jantung menurun, maka terjadi fetal
distress6.

2.5 Perubahan Sirkulasi setelah Lahir


Perubahan utama yang terjadi setelah lahir adalah perpindahan aliran darah dari
plasenta ke paru-paru dalam proses pertukaran gas. Ketika plasenta dilahirkan
maka terjadilah peningkatan resistensi vaskular sistemik yang dikarenakan
plasenta memiliki resistensi vaskular terendah pada fetus. Selain itu dengan
berhentinya aliran darah pada vena umbilical mengakibatkan tertutupnya duktus
venosus. 6
Akibat terjadinya ekspansi paru-paru :
 Reduksi resistensi vaskular paru, peningkatan aliran darah paru, dan
penurunan tekanan arteri pulmonaris
 Penutupan fungsional pada foramen ovale yang dihasilkan dari
peningkatan tekanan pada atrium kiri yang melebih tekanan atrium kanan.
Penurunan tekanan atrium kanan sendiri diakibatkan penutupan duktus
venosus
 Penutupan patent ductus arteriosus (PDA) sebagai hasil dari peningkatan
saturasi oksigen pada arteri. Perubahan pada resistensi vaskular paru dan
penutupan PDA sangat penting dalam beberapa kejadian PJB

Gambar 2.2 Perubahan Sirkulasi Paru6

Resistensi Vaskular Paru

Resistensi pada paru hampir sama dengan resistensi vaskular sistemik saat akan
dan saat term. Tingginya resistensi di paru dipertahankan oleh adanya
peningkatan jumlah otot polos pada dinding arteriol paru dan hipoksia alveolar
yang menyebabkan paru yang kolaps. 6
Dengan adanya ekpansi paru-paru dan peningkatan oksigen alveolar, maka
terjadilah penurunan resistensi vaskular paru yang pertama. Penurunan
resesistensi yang selanjutnya diakibatkan efek vasodilatasi pada vaskular paru
karena terpapar oksigen. Dalam 6-8 minggu setelah kelahiran, menurunan
resistensi dan tekanan pada vaskular paru berjalan dengan lambat. Penurunan ini
berkatian dengan penipisan dindinya arteriol paru. Penurunan lainya terjadi pada
2 tahun kelahiran yang disebabkan oleh peningkatan unit alveolar6.

Banyak kondisi dimana terjadi oksigenasi inadekuat yang menyebabkan


terganggunya proses maturisasi arteriol paru, sehingga terjadilah hipertensi paru
persisten. Beberapa contoh klinis : (1) VSD defek besar mungkin tidak berefek
terjadinya PJB pada orang yang tinggal diketinggian, hal ini dikarenakan
terlambat nya penurunan resistensi vaskular paru berkaitan dengan ketinggian. (2)
Bayi prematur dengan hyaline membrane disease (HMD) berat biasanya tidak
terjadi gagal jantung kongestif hal ini dikarenakan tingginya resistensi paru,
dimana restriksi left to right shunt.Asidosis, terjadi dan meningkatkan resistensi
vaskular paru. Gagal jantung kongestif dapat terjadi seiring peningkatan HMD
yang menyebabkan peningkatan tekanan O2 yang mendilatasi vaskular paru. (3)
Pada bayi dengan VSD yang besar, peningkatan tekanan arteri pulmoner,
menghasilkan transmisi langsung pada tekanan ventrikel kiri ke arteri paru
melewati defek, sehingga menunda turunya resistensi vaskular paru6.

Penutupan Duktus Arteriosus

Penutupan duktur arteriosus terjadi antara 10-15 jam setelah lahir dengan
konstriksi dari otot polos medial. Penutupan ini secara sempurna terjadi 2-3
minggu yang ditandai perubahan permanen dari endotel dan lapisan subintimal.
Oksigen, prostaglandin E2 (PGE2) menjadi faktor penting dalam penutupan dari
duktus. Asetilkolin dan bradikinin juga mengkontriksikan duktus6

Oksigen dan Duktus. Postnatal meningkatkan saturasi oksigen secara sistemik


(25mmHg di uterus - 50 mmHg setelah ekspansi paru) adalah stimulus terkuat
untuk terjadinya konstriksi paru. Respon dari otot ini berkaitan dengan usia
gestasi. 6

Prostaglandin E dan Duktus. Penurunan kadar PGE2 terjadi saat melahirkan


sehingga duktus akan terkontriksi. Penurunan ini terjadi akibat lepasnya plasenta
yang sebagai sumber PGE2 yang mempertahankan patensi duktus arteriosus, efek
konstriksi pada indometasin atau ibuprofen dan dilator efek dari PGE2 dan PGI2
lebih besar di jaringan duktus pada fetus yang belum matang, Patensi duktus juga
dapat dipertahankan dengan menggunakan PGE1 sintetis, pada bayi yang baru
lahir seperti pada atresia pulmoner yang bergantung pada patensi tuba,
indometasin atau ibuprofen, yang merupakan sikloksigenase inhitor dapat
digunakan untuk menutup PDA pada bayi prematur, selain itu pada konsumsi
aspirin pada masa maternal menginhibisi sintase prostaglandin. 6

Terbukanya kembail Duktus yang sudah Terkonstriksi. Duktus yang sudah


tertutup dapat berdilatasi dengan adanya tekanan oksigen yang menurun pada
arteri atau peningkatan PGE2

Respon Arteri Pulmoner dan Duktus Arteriosus terhadap Stimulus. Respon


Arteri paru terhadap oksigen dan asidosis bertolak belakang. Oksigen
mengkonstriksi duktus tetapi mengendurkan arteri paru. Selain itu, arteri
pulmoner juga mengalami konstriksi terhadap stimulasi simpatis dan α-
adrenergik. Sedangkan stimulasi vagal, β-adrenergic, dan bradikini mendilatasi
arteri pulmoner. 6

2.6 Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan memang belum diketahui
sepenuhnya, kelainan yang terjadi karena perkembangan jantung yang abnormal
ini dicurigai berasal dari genetik dan faktor resiko lainnya7
2.7 Faktor Resiko
Faktor resiko sering dicurigai sebagai penyebab terjadinya suatu penyakit jantung
bawaan seperti genetik yang dapat diturunkan, selain itu juga faktor lingkungan
dapat menjadi faktor resiko yaitu merokok saat hamil, penggunaan obat seperti
ACE-I, asam retinoat pada trimester pertama juga dapat menyebabkan defek pada
jantung. Diabetes, fenilketouria, atau rubella juga sebagai faktor resiko medis.7
.
2.8 Penyakit Jantung Sianotik

Penyakit jantung bawaan sianotik ditandai oleh sianosis sentral akibat adanya pirau
kanan ke kiri, terjadi dikarenakan sebagian aliran darah balik sistemik dari jantung
kanan ke jantung kiri dan kembali ke seluruh tubuh tanpa melalui paru terlebih
dahulu (lesi pirau kanan ke kiri). Gejala sianosis sendiri diakibatkan hipoksia,
dengan atau tanpa gagal jantung, sebagian tidak menunjukkan gejala namunauskultasi
terdengar bising.Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa disebabkan oleh
hemoglobin tereduksi lebih dari 5 g/dL dalam sirkulasi.

Pendekatan diagnosis klinis menggunakan foto dada dan elektrokardiografi


(EKG), meskipun jarang memberi diagnosis spesifik, namun dapat mempersempit
diagnosis banding. Gambaran foto dadadidapatkan penyakit jantung bawaan dengan
vaskularisasi menurun dan meningkat. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan
vaskularisasi paru yang menurun antara lain tetralogi Fallot, atresia pulmonal dengan
defek septum ventrikel, atresia pulmonal dengan septum ventrikel utuh, atresia
trikuspid, anomali Ebstein. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi
paru yang meningkat antara lain transposisi arteri besar, trunkus arteriosus, ventrikel
tunggal, anomaly total drainase vena pulmonalis. 6

 Tetralogy of Fallot (TOF)


Penyakit jantung bawaan sianotik ini merupakan penyakit yang cukup
kompleks, dimana penyakit ini terjadi 4 kombinasi defek yang terjadi pada
jantung. Defek tersebut berupa stenosis pulmoner, defek septum ventrikel
(VSD), hipertrofi ventrikel kanan (RVH) yang dikarenakan penebalan otot
karena kelebihan kerja, dan posisi aorta yang terletak diantara ventrikel kiri
dan kanan, tepatnya diatas VSD sehingga terjadi suplai oksigen dengan kadar
oksigen yang rendah dari ventrikel kanan langsu menuju aorta. 6,7

Gambar 2.3 TOF7


Prevalensi
Tetralogi Falot terjadi sekitar 5-10% dari semua PJB yang ada. TOF sendiri
merupakan kejadian kongenital paling banyak pada kasus sianotik.

Patofisiologi
TOF yang merupakan penyakit jantung bawaan sianotik terbanyak ini
sebenarnya hanya memerlukan 2 hal yang abnormal secara fisiologis yaitu
VSD yang cukup besar untuk mengimbangi tekanan sistolik pada kedua
ventrikel dan stenosis dari Right ventricle outflow tract (RVOT) dalam
terjadinya stenosis infundibular stenosis, stenosis katup atau keduanya.
Beratnya obstruksi RVOT menjadi salah satu faktor yang mendominasi
terjadinya pirau pada VSD yang ada. Dengan stenosis ringan, pirau yang
terjadi dari kiri ke kanan, dan ini yang disebut asianotik atau pink TOF.
Dengan stenosis yang lebih berat, barulah terjadi perubahan pirau. (Gambar
2.4)

Gambar 2.4 Hemodinamik Asianotik (A) dan Sianotik (B) TOF. Angka dalam diagram
menunjukan saturasi oksigen, dan angka diluar diagram sebagai nilai tekanan. Pada beberapa
kondisi, tekanan sistolik pada kedua ventrikel sama begitu juga dengan aorta dan ada
perbedaan signifikan tekanan antara arteri pulmoner dan ventrikel kanan. 6

Dalam keadaan TOF yang berat, katup pulmoner menjadi atretik


dengan right-to-left shunting dan semua tekanan sistemik vena melewati
VSD. Dalam hal ini aliran darah pulmoner didapat melalui PDA. Pada TOF,
tekanan sistolik pada ventrikel kanan dan kiri serta aorta sama kuat seperti
yang dapat terlihat pada gambar 2.4.
Pada TOF asianotik, pirau terjadi dari kiri ke kanan, dan tekanan
sistolik sama pada ventrikel kanan, kiri dan aorta. Selain itu ada perbedaan
tekanan sedikit hingga sedang antara ventrikel kanan dan arteri pulmoner dan
tekanan arteri pulmoner mungkin meningkat sedikit. Karena adanya stenosis
pulmoner meminimalkan pirau dari kiri ke kanan, ukuran jantung dan
vaskular pulmoner meningkat dari ringan hingga sedang.
Ringkasnya yang menentukan derajat Tetralogi Fallot adalah derajat
obstruksi jalan keluar ventrikel kanan (stenosis pulmonal); bila stenosis
pulmonal makin berat, maka makin banyak darah dari ventrikel kanan menuju
aorta. Pada stenosis yang ringan, darah dari ventrikel kanan menuju paru, dan
hanya pada aktivitas fisik akan terjadi pirau dari kanan ke kiri. Dengan
meningkatnya usia, infundibulum akan menjadi makin hipertrofik, sehingga
pasien akan semakin sianotik. Hipertrofi ventrikel kanan dan overriding aorta
secara hemodinamik tidak begitu penting. Hipertrofi ventrikel kanan terjadi
secara sekunder karena peningkatan tekanan ventrikel. Obstruksi pada jalan
keluar ventrikel kanan ini menyebabkan kurangnya aliran darah dari paru
dengan akibat hipoksia
Pada EKG sendiri menunjukan adanya gambaran RVH. Terkadang
muncul gambaran LVH. Murmur jantung juga terjadi dikarenakan stenosis
pulmoner dan VSD. Murmur yang terjadi adalah murmur superimposition
pada murmur sistolik ejeksi pada stenosis pulmoner dan regurgitasi mumur
sistolik pada VSD. Murmur ini terdengar baik pada garis sternal kiri bawah
dan kiri tengah, terkadang terdengar hingga garis sternum kiri atas. Pada anak
dengan pemeriksaan fisik dan radiografi didapatkan VSD yang kecil,
munculnya RVH atau Biventrikular Hipertrofi (BVH) pada EKG dapat terjadi
posibilitas TOF asianotik. Terkadang TOF asianotik dapat menjadi sianotik,
pada umur 1 atau 2 tahun, dengan dispneu eksersi dan squatting

Pada TOF sianotik, stenosis pulmoner mengakibatkan right-to-left


pirau dengan penurunan aliran darah pulmoner. Arteri pulmoner kecil
demikian juga dengan atrium dan ventrikel kiri mengecil dikarenakan reduksi
vena balik pulmoner. Radiografi memperlihatkan ukuran jantung yang normal
dengan penurunan vaskular pulmoner. Tekanan sistolik terlihat sama pada
ventrikel kiri dan kanan serta aorta. EKG memperlihatkan adanya RVH dan
terjadi mumur ejeksi dikarenakan stenosis pulmoner. Intensitas dan durasi
murmur sendiri berbanding terbalik degnan beratnya stenosis pulmoner. Hal
ini kontra dengan apa yang terlihat pada sternosi pulmoner terisolasi. (Gambar
2.5)
Gambar 2.5 Perbedaan murmur sistolik TOF dan PS6
Ukuran jantung pada radiografi biasanya normal dikarenakan tidak adanya
ruangan jantung yang melebihi kapasitasnya. Jika terjadi pembesaran jantung,
lebih khususnya dengan meingkatnya vaskular pulmoner, sehingga dalam
TOF tidak terjadi gagal jantung kongestif.
Bentuk TOF berkaitan dengan atresia pulmoner, dimana sumber satu-
satunya aliran darah paru melewati PDA atau arteri kolateral. Terjadi
desaturasi sistemik akibat semua pembuluh balik terjadi pengalihan dari
kanan ke kiri pada tingkat ventrikular. Terjadinya efek sianosis berat
memungkinkan penyebabnya yaitu penurunan aliran darah paru sehingga
terjadi penurunan suplai darah pada jantung kiri. Kecuali patensi duktus
dipertahankan, bayi dapat mati . Infus PGE1 telah sukses membuat duktus
terbuka dan bentuk lain dari PJB sianotik yang membutuhkan patensi duktus
arteriosus untuk aliran darah paru. Murmur jantung absen, atau rendah dengan
adanya PDA.

Patologi
 TOF terdapat 4 abnormalitas : VSD yang besar, Obstruksi RVOT, RVH,
dan overiding aorta. Kenyataannya, hanya 2 abnormalitas yang
disyaratkan, VSD yang besar sehingga tekanan ventrikel menjadi sama
dan obstruksi RVOT (Right ventricle outflow tract).
 VSD pada TOF adalah defek perimembran yang besar dengan ekstensi
pada regio subpulmoner
 Stenosis infundibular (45%) merupakan obstruski RVOT yang paling
sering, sedangkan pada katup pulmoner jarang terjadi (10%)
 Anulus pulmoner dan arteri pulmoner mempunyai hipoplastik yang
variatif. Stenosis pada cabang arteri pulmoner dan kadang arteri kolateral
yang mengaliri paru sehingga terjadi TOF berat
 Aorta kanan terlibat dalam 25% kasus, dengan beberapa gejala pada
vascular ring
 Pada 5% pasien TOF terdapat abnormalitas arteri koroner tepatnya pada
anterior descenden
 Defek komplit pada kanan AV terjadi pada 2% pasien, seringnya pada
pasien yang juga mempunyai Down Syndrome, yang disebut ”canal tet"

Gambar 2.6 TOF6


Manifestasi Klinis
Riwayat
 Terdengarnya murmur saat lahir
 Kebanyakan pasien simtomatik dengan sianosis saat lahir atau
beberapa saat setelahnya. Dispneu dengan eksersi, squatting atau
hypoxic spells menyebabkan sianotik ringan
 Terkadang bayi dengan asianotik tidak menunjukan gejala atau hanya
gejala gagal jantung kongestif dari left-to-right ventricular shunt

Pemeriksaan Fisik

 Bergantung beratnya sianosis, takipneu dan clubbing yang ada


 Suara ventrikel kanan dapat terdengar pada garis sternal kiri dan thrill
sistolik dapat terasa di garis sternal kiri atas dan tengah yang sering
ada (50%)
 Suara ejeksi yang biasanya terjadi pada aorta mungkin terdengar, S2
biasanya terdengar lembut. Murmur ejeksi sistolik dapat terdengar
pada garis sternal atas dan tengah. Murmur ini disebabkan stenosis
pulmoner, ini juga berbanding terbalik dengan beratnya obstruksi yang
terjadi
 Pada asianotik, murmur sistolik dapat terjadi, disebabkan VSD dan
stenosis infundibular, yang terdengar sepanjang garis sternal kiri.

Gambar 2.7 Auskultasi mumur6


EKG dan Echocardiography
Pada gambaran EKG, didapatkan RAD (+120 to +150derajat ) pada TOF
sianotik. Dalam bentuk asianotik, axis QRS normal selain itu RVH sering kali
didapatkan, BVH (biventrikular hipertrovi) dapat juga terjadi pada bentuk
asianotik. Sedangkan pada Echocardiograph, biasanya mendiagnosis
kuantitatif beratnya TOF yang terjadi Sebuah defek besar (perimembranous
infundibular VSD) dan overriding aorta dapat dilihat pada gambaran axis
parasternal, anatomi RVOT, katup pulmoner, anulus pulmoner dan arteri
pulmoner dapat terlihat dan dapat dievaluasi beratnya TOF yang terjadi, studi
doppler juga dapat mengestimasi gradien tekanan pada obstruksi RVOT,
gambaran echo juga dapat melihat arteri koroner secara akurat. Abnormalitas
yang lain juga dapat terdeteksi seperti ASD

Gambar 2.8 Echocardiography6


Radiografi
 TOF sianotik : ukuran jantung normal atau lebih kecil, dan vaskular
pulmoner menurun. Hiperlusen pada paru-paru pada TOF dengan
atresia pulmoner, gambaran "boot-shaped" pada jantung atau coeur en
sabot merupakan karakteristik, pembesaran atrium kanan (25%) dan
aorta sering terjadi
 TOF asianotik : Radiografi menunjukan tidak adanya perbedaan dari
VSD kecil hingga sedang

Gambar 2.9 Boot-shaped appereance6

Hypoxic Spells
Hypoxic spells dari TOF biasanya jarang terjadi karena biasanya pasien sudah
melakukan pembedahan. Meskipun begitu, sangat penting pengenalan dan
tatalaksana karena dapat menimpukan komplikasi pada SSP. Peristiwa ini di
karakterisasikan sebagai paroxysmal hiperpnea, iritabel dan menangis yang
berkepanjangan, sianosis yang meningkat, dan intensitas murmur yang
menurun. Peristiwa ini sering terjadi pada umur 2-4 bulan, biasanya terjadi
pada pagi hari setelah menangis, makan atau defekasi. Pada kasus yang berat
dapat menimbulakan konvulsi, masalah cerebrovaskular, atau bahkan
kematian.
Pada kejadian ini diperlukan tatalaksana yang tepat seperti
memposisikan knee-chest, pemberian morfin 0.2mg/kgBB sc atau im, yang
akan mensupresi respirasi, oksigen juga harus diberikan, serta pemberian
NaHCO3 atau bicarbonate 1 mEq/kg secara IV yang dapat diulang 10-15
menit.

 Transposition of Great Arteries (TGA)


TGA adalah kelainan dimana kedua pembuluh darah arteri besar tertukar
letaknya, yaitu aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari
ventrikel kiri. Pada kelainan ini sirkulasi darah sistemik dan sirkulasi darah
paru terpisah dan berjalan paralel. Kelangsungan hidup bayi yang lahir dengan
kelainan ini sangat tergantung dengan adanya percampuran darah balik vena
sistemik dan vena pulmonalis yang baik, melalui pirau baik di tingkat atrium
(ASD), ventrikel (VSD) ataupun arterial (PDA).2,6

Prevalensi
TGA terjadi 5-7% dari kejadian PJB yang ada. Lebih sering terjadi pada laki-
laki daripada wanita dengan rasio 3:1

Patofisiologi
1. Pada TGA, aorta akan terangkat ke anterior dari ventrikel kanan
membawa darah terdesaturasi ke tubuh, dan arteri pulmoner pada
posterior dari ventrikel kiri membawa dara yang penuh dengan
oksigen ke paru-paru. Pada umumnya, aorta akan terletak di anterior
dan dikanan (dextro) dari arteri pulmoner. sehingga disebut D-
transposisi dan sebalik jika berada dikiri disebut L-transposisi
2. D-TGA : pemisahan komplit sirkulasi pulmoner dan sistemik. Hal ini
menyebabkan hipoksemia pada tubuh dan hiperoksemia pada paru,
sehingga defek seperti ASD, VSD atau PDA penting dalam kehidupan
pasien
3. Sekitar setengah bayi tidak memiliki defek kecuali paten foramen
ovale (PFO) atau PDA
4. Dalam 5 % pasien, obstruksi left ventricular outflow tract (LVOT)
terjadi. obstruksi ini dapat dinamis atau stasis.
5. VSD sering sekali terjadi, sehingga kombinasi VSD dan LVOT terjadi
sekitar 10%. Hal ini sering terjadi daripada pasien yang tidak memiliki
VSD pada TGA

Patologi
Pada transposisi arteri besar terjadi perubahan posisi aorta dan arteri
pulmonalis, yakni aorta keluar dari ventrikel kanan, dan terletak di sebelah
anterior arteri pulmonalis, sedangkan arteri pulmonalis keluar dari ventrikel
kiri, terletak posterior terhadap aorta. Akibatnya aorta menerima darah vena
sistemik dari vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, dan darah diteruskan
ke sirkulasi sistemik, sedangkan darah dari vena pulmonalis dialirkan ke
atrium kiri, ventrikel kiri, dan diteruskan ke arteri pulmonalis dan seterusnya
ke paru.
Dengan demikian maka kedua sirkulasi sistemik dan paru tersebut
terpisah, dan kehidupan hanya dapat berlangsung apabila ada komunikasi
antara dua sirkulasi ini, jadi apabila ada pencampuran dari alir balik paru dan
sistemik. Pada neonates darah dari aorta via duktus arteriosus masuk ke arteri
pulmonalis dan dari atrium kiri, via foramen ovale ke atrium kanan. Pada
umumnya pencampuran melalui duktus dan foramen ovale ini tidak adekuat,
dan bila duktus arteriosus menutup, maka tidak terdapat pencampuran lagi di
tempat tersebut; keadaan ini sangat mengancam nyawa pasien.
Manifestasi Klinis
1. Riwayat sianosis yang selalu ada sejak lahir
2. Tanda gagal jantung kongestif dengan dispneu dan sulit makan pada
periode bayi baru lahir
Pemeriksaan Fisik
1. Sianosis sedang sampai berat dapat terlihat. Seperti takipneu tetapi tanpa
retraksi kecuali pada gagal jantung kongestif
2. S2 singel dan keras. mumur (-). mumur holosistolik VSD pada sianotik
ringan
3. Jika CHF terjadi, hepatomegali dan dispnea terjadi

Gambar 2.10 Auskultasi pada TGA6

Laboratorium
1. Hipoksemia arteri yang berat dengan asidosis
2. Hipoglikemi dan hipokalsemi

EKG dan Echocardiography


Pada EKG didapatkan gambaran RVH setelah beberapa hari kelahiran,
gelombang QRS dan axis dapat saja normal. Setelah 3 hari kelahiran T wave
meningkat di lead V1 yang menunjukan abnormalitas yaitu RVH. Selain itu
dapat juga terjadi BVH pada bayi dengan defek yang besar (VSD, PDA atau,
obstruksi vaskular pulmoner) yang membuat LVH. Terkadang RAH juga
dapat dilihat pada EKG
Gambar 2.11 EKG TGA pada bayi laki-laki berumur 6 hari6

Pada Echocardiography, dapat terlihat arteri besar pada ventrikel


posteror dengan angulasi tajam ke paru-paru sehingga menunjukan arteri
pulmoner (Gambar 2.12). Pada normalnya arteri besar pada proksimal
berjalan secara paralel. Gambaran "circle and sausage" dari normal arteri

Gambar 2.12 Echocardiography pada TGA 6

besar tidak ditemukan namun gambaran "double circle". Pada gambaran apex
dan subcostal, arteri pulmoner terlihat dari ventrikel kiri, dan aorta dari
ventrikel kanan. Terkadang penemuan VSD, LVOT atau stenosis pulmoner
dapat ditemukan. Arteri koroner dapat dilihat pada gambaran echo di para
sternal dan apikal.(Gambar 2.14).
Radiologi
Gambaran kardiomegali dengan vaskular paru yang meningkat, gambaran
jantung "egg-shaped" dengan silhouette sign

Gambar 2.13 Radiologi TGA6

Gambar 2.14 Diagram arteri koroner pada TGA6


2.9 Penyakit Jantung Asianotik
Penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi
jantung yang dibawa lahir yang dengan tudaj adabta sianosis; misalnya lubang di
sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup
jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa
adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi
klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya
kelainan serta tahanan vaskuler paru.
Adanya celah pada septum mengakibatkan terjadinya aliran pirau (pirau) dari
satu sisi ruang jantung ke ruang sisi lainnya. Karena tekanan darah di ruang
jantung sisi kiri lebih tinggi disbanding sisi kanan, maka aliran pirau yang terjadi
adalah dari kiri ke kanan. Akibatnya, aliran darah paru berlebihan. Aliran pirau ini
juga bisa terjadi bila pembuluh darah yang menghubungkan aorta dan pembuluh
pulmonal tetap terbuka. Karena darah yang mengalir dari sirkulasi darah yang
kaya oksigen ke sirkulasi darah yang miskin oksigen, maka penampilan pasien
tidak biru (asianotik). Namun, beban yang berlebihan pada jantung dapat
menyebabkan gagal jantung kiri maupun kanan.2,6
 Ventricular Septal Defect (VSD)
Defek septum ventrikel menurut American Heart Association adalah
sebuah defek jantung kongenital yang meninggalkan sebuah lubang pada
dinding (septum) yang memisahkan dua ruangan bawah (ventrikel)
jantung yang biasa disebut septum ventrikuler. Defek ini terjadi ketika
hamil jika tidak terjadi perkembangan pada 2 ventrikel

Prevalensi
VSD merupakan bentuk PJB terbanyak sekitar 15-20% dari semua defek
yang ada. Di RSCM Jakarta selama 10 tahun ditemukan VSD sebanyak
33% dari semua PJB. Meskipun VSD sering ditemukan sebagai defek
tersendiri (isolated) namun tidak jarang ditemukan merupakan bagian dari
PJB kompleks seperti pada Tetralogi Fallot, transposisi arteri besar atau
PJB kompleks yang lain6,8

Gambar 2.15 VSD7

Patologi
 Septum ventrikel akan terpisah menjadi bagian membranasea dan
bagain muskular. Septum muskular terbagi menjadi 3 komponen
penting : septum inlet, septum trabekular, dan septum outlen
(infundibular atau conal). Septum trabekular sendri terbagi menjadi
anteroir, posterior, mid dan apikal. VSD sendri terklasifikasikan
menjadi defek muskular pada membran, inlet,outlet (infundibularm),
midtrabekular, anterior trabekular dan apikal. (Gambar 2.16)
 Septum membranasea merupakan tempat yang relatif kecil, dimana
defek yang terjadi melibatkan septum muskular, VSD perimebran
(70%) dapat dikatakan sebagai perimembranous inlet
(atrioventricular [AV] canal type), perimembranous trabecular, or
perimembranous outlet (tetralogy type)
 Defek outlet (5-7%) dari semua VSD yang ada, defek ini terjadi
pada septum outlet, dan sebagian dibentuk oleh anulus aorta dan
pulmoner. Sebagian dari aorta dapat prolaps ke VSD sehingga
menyebabkan insufisiensi aorta
 Inlet (AV canal) terjadi sekitar 5-8% dari VSD, defek ini terletak
di posterior dan inferior pada perimembranasea
 Trabekular/muskular terjadi 5-20%. dapat terjadi defek multipel.
Defek midmuskular terjadi diposterior pada septum. Defek pada
apikal susah untuk tervisualisasi dan diperbaiki

Gambar 2.16 Anatomi VSD. A. VSD terlihat dari ventrikel kanan, septum
membranasea kecil. Septum muskular memiliki 3 komponen : inlet (I), trabekular
(T), outlet (O). B. Lokasi anatomi VSD degnan dinding ventrikel kanan terlepas, a,
outlet, b M.papilaris, c defek perimebranasea, d defek muskular marginal, e defek
muskular central, f defek inlet, g defek apikal6

 Defek memiliki beberapa ukuran, dengan hemodinamik terganggu


karena defek yang besar dengan CHF dan hipertensi pulmoner
 Bundle of His dihubungkan pada defek perimembranasea pada
posteroinferior dan defek inlet pada superoanterior
 Defek infundibular, puncak koroner kanan katup aorta dapat
mengalami herniasi melalui defek. Hal ini dapat mengakibatkan
pengurangan pirau VSD yang sebenarnya tetapi dapat menghasilkan
regurgitasi aorta (AR) dan menyebabkan obstruksi pada saluran keluar
RV (RVOT). Herniasi yang sama dari kanan atau pada puncak koroner
kadang-kadang terjadi melalui defek perimembran

Manifestasi Klinis

Riwayat

 Dengan VSD kecil, pasien dapat tidak mempunyai gejala dengan


pertumbuhan dan perkembangan normal
 Dengan VSD sedang sampai berat, keterlambatan tumbuh dan kembang,
toleransi aktivitas berkurang, infeksi paru berulang, dan CHF
 Dengan hipertensi pulmoner, riwayat sianosis dan penurunan tingkat
aktivitas

Pemeriksaan Fisik
 Bayi dengan VSD yagn kecil dan asianotik. Sebelum 2 atau 3 bulan, bayi
dengan VSD yang besar susah dalam penambahan berat badan atau
menunjukan tanda gagal jantung kongestif. Sianosis dan Clubbing sering
sekali terjadi pada pasien dengan pulmonary vascular obstructive disease
(Eisenmenger's syndrome)
 Thrill sistolik mungkin didapatkan di garis sternal kiri bawah. Penonjolan
dan hiperaktivitas precordial ada pada VSD besar
 Intensitas P2 normal pada pirau yang kecil. S2 terdegnar kencang pada
pasien dengan hipertensi pulmoner atau penyakit obstruksi vaskular paru.
Regurgitasi juga dapat terdengar (grade 2-5/6)
 Dengan VSD infundibular, murmur decresendo diastolik grade 1-3/6
dapat terdengar dikarenakan herniasi aorta

Gambar 2.17 Auskultasi VSD kecil (Gambar atas) dan besar (gambar bawah) 6

EKG dan Radiografi

 Pada VSD kecil, EKG akan terlihat normal


 Dengan defek yang sedang, EKG dapat terliah LVH terkadang LAH
 Pada defek yang besar, EKG dapat memperlihatkan gambaran BVH
dengan atau tidak dengan LAH
 Jika adanya obstruksi vaskular paru maka akan tergambar RVH pada EKG

Gambar 2. 18 EKG pada VSD, PDA dan hipertensi pulmonal, terdapat gambar BVH6
Sedangkan pada echocardiography, pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi
jumlah, ukuran dan lokasi defek berada ; Pemeriksaan echo harus dilakukan
lebih dari 1 titik gambaran, biasanya long- and short axis views. Katup
jantung sebagai marker dalam menentukan tipe VSD kecuali septum
trabekula. VSD membranasea yang berdekatkan pada katup aorta, VSD inlet
pada katup trikuspid, dan infundibular pad katup semilunaris. Sehingga
diperlukan beberapa titik pengambilan gambar echocardiography.

Gambar 2.18 Echocardiography VSD6


Radiologi

Kardiomegali dengan berbagai derajat terkadang diikuti pembesar atrium kiri,


ventrikel kiri dan ventrikel kanan. Pada obstruksi vaskular paru, Arteri
pulmoner dan hilus membesar.

Gambar 2.19 Radiologi VSD ; Gambaran kardiomegali dengan pirau dan hipertensi pulmoner 6

 Atrial Septal Defect (ASD)


ASD merupakan keadaan dimana terjadi defek pada bagian septum
intersisial antar atrium sehingga terjadi komunikasi langsung antara atrium
kiri dan kanan. Septum atrium yang sesungguhnya adalah lingkaran fosa
ovalis

Prevalensi
Defek septum atrium (defek ostium sekundum) terjadi pada 5% - 10% dari
semua penyakit jantung bawaan. Lebih sering terjadi pada wanita daripada
pria (rasio pria-wanita 1:2). Sekitar 30% hingga 50% anak-anak dengan
PJB memiliki ASD.
Patologi

1. Tiga tipe ASD: defek sekundum, defek primum, defek sinus venosus.
Patent foramen ovale (PFO) biasanya tidak menghasilkan pirau
intrakardiak.
2. Defek ostium sekundum merupakan tipe ASD yang paling sering
terjadi, terhitung 50%-70% dari semua ASD. Defek ini terjadi di fosa
ovalis, membuat pirau darah dari kiri ke kanan dari atrium kiri ke
atrium kanan.
3. Defek ostium primum terjadi sekitar 30% dari semua ASD. ASD
ostium primum terisolasi terjadi pada sekitar 15% dari semua ASD.
4. Defek sinus venosus terjadi sekitar 10% dari semua ASD. Defek ini
umumnya terjadi di tempat masuk vena kava superior kearah atrium
kanan (tipe vena kava superior) dan jarang pada tempat masuk vena
kava inferior kearah atrium kanan (tipe vena kava inferior). Umumnya
berhubungan dengan drainasi anomali vena pulmoner kanan atas (ke
atrium kanan), dan yang terakhir sering dikaitkan dengan drainase
anomaly paru kanan ke vena kava inferior (”scimitar syndrome”)
5. Pada ASD sinus koroner, terdapat defek pada atap sinus coroner dan
pirau darah atrium kiri melewati defek dan bermuara ke atrium kanan
melalui ostium sinus coroner, menghasilkan gambaran klinis yang
serupa dengan tipe ASD lainnya.
6. Mitra valve prolapse (MVP) terjadi pada 20% pasien dengan defek
ostium sekundum atau defek sinus venosus.

Patofisiologi

Pada pasien asianotik dengan ASD, arah pirau adalah dari kiri ke kanan
dan besarnya pirau kiri ke kanan ditentukan oleh ukuran defek dan
compliance relatif ventrikel kanan dan ventrikel kiri.
Karena compliance ventrikel kanan lebih besar dari ventrikel kiri,
terdapat pirau kiri ke kanan. Besarnya pirau mencerminkan derajat
pembesaran jantung. Seperti yang dilihat pada gambar 9-2, atrium kanan,
ventrikel kanan, dan arteri pulmoner utama dan cabangnya memiliki dua
panah dan dilebarkan. Temuan ini ditemukan juga pada radiografi dada,
dimana menunjukkan pembesaran atrium kanan, ventrikel kanan, dan
arteri pulmoner utama, serta peningkatan vaskular paru. Pada gambar 9-2
dan 9-3 atrium kiri tidak membesar karena peningkatan aliran darah balik
vena pulmoner ke atrium kiri tidak menetap di katup; melainkan segera
terjadi pirau ke atrium kanan. Tidak adanya pembesaran atrium kiri adalah
salah satu tanda radiografi yang membantu unutk membedakan suatu ASD
dari defek septum ventrikel (VSD) pada pasien dengan peningkatan
vaskularisasi paru.

Rongga ventrikel kanan yang melebar memperpanjang waktu yang


dibutuhkan untuk depolarisasi ventrikel kanan karena jalurnya yang lebih
panjang, menghasilkan pola blok cabang bundel kanan (RBBB) lengkap
atau tidak lengkap (dengan rsR’ dalam V1) pada EKG. Pola RBBB pada
anak-anak denganASD bukan hasil dari blok sebenarnya pada bundel
kanan. Jika durasi kompleks QRS tidak diperpanjang secara abnormal,
EKG dapat dibaca sebagai hipertrofi ventrikel kanan ringan (RVH). Oleh
karena itu, baik pola RBBB (lengkap atau tidak lengkap) atau RVH ringan
terliaht pada EKG anak dengan ASD. Murmur jantung pada ASD bukan
disebabkan oleh pirau pada atrium. Karena gradien tekanan antara atrium
sangat kecil dan pirau terjadi sepanjang siklus jantung, baik dalam sistol
dan diastol, pirau kiri ke kanan diam. Murmur jantung pada ASD berasal
dari katup pulmonal karena peningkatan aliran darah (dilambangkan
dengan dua anak panah) yang melewati katup berukuran normal ini,
menghasilkan stenosis relative dari katup pulmonal. Oleh karena itu,
murmur bersifat sistolik pada waktunya dan maksimal pada area katup
pulmonal (misalnya pada batas sternum kiri atas). Ketika pirau besar,
peningkatan aliran darah melalui katup tricuspid (dilambangkan dengan
dua panah) menghasilkan stenosis relative dari katup, menghasilkan
murmur mid-diastolic di katup tricuspid (misalnya batas sternum kiri
bawah). Widely split S2 merupakan ciri-ciri dalam ASD. RBBB menunda
depolarisasi ventrikel kanan dan kontraksi ventrikuler, menghasilkan
penutupan katup pulmoner yang tertunda.

Pada bayi dan anak kecil jarang ditemukan temuan klinis yang
dijelaskan diatas bahkan dengan adanya ASD yang cukup besar
(dibuktikan oleh studi ekokardiografi) sampai mereka berusia 3 – 4 tahun.
Ini disebabkan karena compliance ventrikuler kanan membaik secara
perlahan sehingga setiap pirau yang signifikan tidak terjadi sampai usia
itu. Anak-anak dengan ASD jarang mengalami gagal jantung kongestif
(CHF) bahkan pada pirau kiri ke kanan yang besar. Arteri pulmoner dapat
menangani peningkatan jumlah aliran darah untuk waktu yang lama tanpa
membuat hipertensi pulmoner atau CHF karena tidak ada transmisi
langsung dari Tekanan sistemik ke arteri pulmoner, dan Tekanan arteri
pulmoner tetap normal. Namun, CHF dan hipertensi pulmoner akhirnya
berkembang pada usia 30 dan 40 jika pirau besar.

Manifestasi Klinis

Riwayat
Bayi dan anak-anak dengan ASD umumnya asimtomatik

Pemeriksaan fisik

1. Bentuk tubuh relatif kurus. (Berat badan < 10 persentil)


2. Widely split dan fixed S2 dan murmur ejeksi sistolik derajat 2 sampai 3
merupakan ciri-ciri ASD pada bayi dan anak-anak. Dengan pirau kiri
ke kanan yang besar, murmur mid-diastolik yang dihasilkan dari
stenosis trikuspid mungkin terdengar di batas sternum kiri bawah.
3. Temuan umum auskultasi (dan EKG dan temuan radiografi) pada
ASD tidak ditemukan kecuali jika pirau yang terjadi besar (setidaknya
Qp/Qs 1.5 atau lebih besar). Temuan auskultasi tipikal dapat tidak
ditemukan pada bayi dan balita, walaupun dengan defek yang besar
karena ventrikel kanan kurang memiliki compliant.

Elektrokardiografi

Deviasi aksis kanan +90 ke 180+ derajat dan hipertrofi ringan


ventrikuler kanan (RVH) atau blok cabang berkas kanan (RBBB)
dengan pola rsR’ pada V1 merupakan temuan EKG yang umum. Pada
50% pasien dengan ASD tipe sinus venosus, aksis P dibawah +30
derajat.

Radiografi

1. Kardiomegali dengan pembesaran atrium kanan dan ventrikel kanan


2. Arteri pulmoner prominen dan peningkatan vascular pulmoner dapat
terlihat jika terjadi pirau yang signifikan

Gambar 2.20 Foto posteroanterior dan lateral dada pada pasien usia 10 tahun dengan
ASD. Jantung sedikit membesar dengan keterlibatan atrium kanan (paling bagus
dilihat pada posteroanterior) dan ventrikel kanan (paling bagus dilihat pada lateral
dengan obliterasi ruang retrosternal). Vaskularisasi pulmoner meningkat, dan
segmen arteri pulmoner sedikit prominen.6
Ekokardiografi

1. Studi ekokardiografi 2 dimensi bersifat diagnostic. Studi ini


menunjukkan posisi serta ukuran defek, yang paling baik dilihat dalam
tampilan fourchamber subcostal. Pada ASD sekundum, dropout dapat
dilihat di septum midatrial. Tipe primum menunjukkan defek pada
septum atrium bawah; tipe vena kava superior dari defek sinus
venosus menunjukkan defek pada septum atrium posterosuperior.
2. Tanda tidak langsung dari pirau atrium kiri ke kanan meliputi
pembesaran ventrikel kanan dan pembesaran atrium kanan, serta arteri
pulmoner yang melebar, yang sering disertai dengan peningkatan
kecepatan aliran melewati katup pulmonal.
3. Pemeriksaan Doppler menunjukkan ciri-ciri pola aliran dengan pirau
kiri ke kanan maksimum yang terjadi saat diastolik.
4. Ekokardiografi M-mode menunjukkan peningkatan dimensi ventrikel
kanan yang merupakan tanda kelebihan volume ventriekl kanan.
5. Pada anak-anak dengan usia yang lebih tua, terutama mereka yang
kelebihan berat badan, pencintraan yang memadai dari septum atrium
mungkin tidak dapat dilakukan dengan studi ekokardiografi transtorak
biasa. Transesophageal echocardiography (TEE) dapat digunakan
sebagai alternatif.

 Patent Ductus Arteriosus (PDA)


PDA atau Duktus ateriosus persisten adalah duktus arteriosus yang tetap
membuka setelah bayi lahir. Hal ini menjadikan komunikasi dua vaskular
besar yang seharusnya tidak
Gambar 2.21 Patent Ductus Arteriosus (PDA)7

Prevalensi
PDA ini terjadi sekitar 5-10% dari kasus PJB yang ada, diluar kasus bayi
prematur. Kasus ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki
(3:1). Pada bayi prematur, PDA sering sekali menjadi penyakit kongenital
yang terjadi

Patologi
1. Terdapat patensi persisten diantara aorta pulmonaris dan aorta
descenden, dimana 4-10 mm ke arah distal ke arteri subclavia kiri
2. Duktus berbentuk seperti cone dengan lubang kecil ke arteri
pulmonaris, dimana restritif ke aliran darah

Patofisiologi
Hemodinamik pada PDA hampir sama dengan yang terjadi pada VSD.
Dimana besarnya resitensi (diameter, panjang, kelengkungan) berefek
pada besarnya pirau yang dapat terjadi. dimana duktus dimana duktus
yang kecil dan resistensi vaskular paru yang besar. Oleh karena itu
terjadinya CHF pada PDA sama dengan yang terjadi pada VSD.
Ruang dan pembuluh darah yang melebar sama dengan yang terjadi
pada VSD, namun pembesaran aorta bergantung pada beratnya PDA itu
sendiri, yang juga bekerja dalam aliran darah yang ada.(Gambar 2.22).
Oleh karen itu pada radiografi terlihat pembesaran atrium dan ventrikel
kiri, pembesaran aorta ascenden dan arteri pulmanris, serta pembesaran
vaskular paru (Gambar 2.23). Gambaran ini sendiri sering tidak dapat
dibedakan dengan gambaran radiografi VSD.

Gambar 2.22 Pembesaran ruang jantung pada PDA6

Gangguan hemodinamik yang terjadi hampir sama dengan yang terjadi


pada VSD. Pada PDA dengan pirau kecil, pembesaran ventikel kiri
minimal; oleh karen itu pemeriksaan EKG atau radiografi thorax biasanya
didapatkan normal. Karena adanya perbedaan tekanan yang signifika
antara aorta dan arteri pulmonaris pada sistole dan diastole, pirau kiri ke
kanan akan muncul pada kedua fase siklus kardiak ini, sehingga dapat
didengarkan murmur kontinu. Dengan pirau yang kecil, intensitas P2
normal karena tekanan pada arteri pulmonari normal.
Gambar 2.23 Ilustrasi radiografi PDA yang sama seperti VSD6

Pada PDA dengan pirau sedang berat, ukuran jantung akan membesar
dengan peningkatan aliran darah paru. Ruangan jantung membesar, yaitu
atrium dan ventrikel kanan, serta arteri pulmonaris. EKG akan
menunjukan LVH. dengan karakteristik murmur kontinu.
Pada PDA yang besar, terdapat kardiomegali dan vaskular paru
meningkat . Volume yang berlebihan terjadi di ruang jantung kiri,
sehingga terjadi LVH dan LAH pada EKG. Terhubungnya aorta dan arteri
pulmonaris menimbulkan hipertensi pulmoner dan hipertensi ventrikel
kanan, yang menyebabkan RVH yang dapat dilihat pada EKG. Maka,
pada EKG biasanya muncul gambaran BVH dan LAH sama seperti pada
defek besar pada septum ventrikular. Murmur kontinu juga dapat
terdengar dengan gemuruh diastole apikal karena terjadi stenosis mitral
relatif.
Pada PDA besar yang tidak terobati juga dapat menimbulkan obstruksi
pada vaskular paru, dengan bidirectional shunt. Pirau ini dapat
menimbulkan sianosis pada setengah tubuh bawah. Seperti VSD dengan
sindrom Eisenmenger's, ukuran jantung kembali normal dikarenakan pirau
yang tereduksi. Vaskular paru perifer juga menurun, terapi hilus dan arteri
pulmonaris yang utama sangat terdilatasi dikarenakan hipertensi pulmonar
yang berrat. EKG juga menunjukan hanya RVH dan ventrikel kiri sudah
tidak kelembihan volume. Pada auskultasi juga tidak terdengar murmur
kontinu dikarenakan hilangnya pirau. Namun terdengar S2 yang besar
dikarenakan hipertensi pulmoner.

Manifestasi klinis

Riwayat
 Pasien dengan PDA yang kecil bersifat asimtomatik/tidak bergejala
 PDA dengan pirau yang berat mungkit dapat menyebakan infeksi
saluran nafas bawah, ateletaksis dan gagal jantung kongestif (disertai
takipnea dan susah menambah berat badan)
 dispneu eksersi dapat terjadi pada pirau yang berat

Pemeriksaan fisik
 Takikardi dan takipneu pada bayi dengan gagal jantung kongestif
 Tekanan nadi melebar pada pulsasi perifer (sistolik meningkat dan
diastolik menurun) merupakan ciri khas PDA berat/besar.
 Pada pirau yang besar, precordium menjadi hiperaktif. Sistolik thrill
dapat terjadi. Murmur kontinu dapat ditemukan pada infraklavikula
kiri atau strenal kiri atas.
 Jika terjadi obstruksi vaskular paru, pirau kanan ke kiri akan terjadi
dan sianosis pada tubuh bagian bawah
Gambar 2.24 Auskultasi PDA. (dot: thrill sistolik)6

EKG
EKG didapatkan gambaran yang hampir sama dengan VSD, dimana
gambaran normal atau LVH pada PDA ringan sampai sedang. Sedangkan
pada PDA yang besar adanya gambaran BVH dan bila disertai adanya
obstruksi vaskular paru maka akan didapatkan RVH.

Echocardiography
 PDA dapat dilihat hampir pada semua pasien. Ukuran dapat juga
dinilai
 Studi doppler dapat melihat volume arteri dan duktus
 Dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri merupakan gambaran tidak
langsung dari pirau yang terjadi, semakin besar pirau maka semakin
besar dilatasi terjadi

Gambar 2.25 Echocardiography PDA6


Radiografi
Radiografi hampir sama dengan VSD
 Radiografi thorax dapat terlihat normal pada PDA yang kecil
 Kardiomegali dapat beberapa derajat terjadi pada PDA sedang hingga
besar dengan pembesaran atrium kiri, ventrikel kiri dan aorta ascenden
 Dengan adanya obstruksi vaskular paru, ukuran jantung kembali
normal, namun segmen arteri pulmoner dan hilus prominen
BAB III
Kesimpulan
Penyakit jantung bawaan atau penyakit jantung kongenital merupakan salah satu
kelainan bawaan diakibatkan malformasi struktur jantung sehingga terjadi disfungsi
sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir akibat adanya gangguan atau kegagalan
perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Kelainan
struktur ini dapat berupa lubang atau defek pada ruang-ruang jantung. Penyempitan,
sumbatan katup atau pembuluh darah dapat menjadi abnormalitas pada jantung itu
sendiri.
Penyakit jantung kongenital sendiri terbagi menjadi 2 sub besar yaitu sianotik
dan asianotik. Penyakit jantung bawaan sianotik atau biru adalah jenis PJB yang
menyebabkan warna kebiruan/sianosis pada kulit, selaput lendir (lidah/bibir) dan
ujung-ujung ekstremitas/anggota gerak diakibatkan kurangnya kadar oksigen dalam
darah. Sedangkan untuk penyakit jantung bawaan asianotik adalah kelainan yang
tidak menimbulkan warna kebiruan. Pada beberapa keadaan perlu dilakukan diagnosa
yang cepat dan tepat agar tidak terjadi resiko yang tidak diingini seperti kematian.
Maka oleh itu diperlukan kecepatan dan ketepatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. Mengenal Kelainan Jantung Bawaan pada Anak. Available from :


http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/mengenal-kelainan-jantung-
bawaan-pada-anak
2. Roebiono PS. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Jakarta:
Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI, Pusat Jantung Nasional
Harapan Kita.
3. Munaiseche K. Hubungan penyakit jantung bawaan pada anak dengan status
pendidikan orang tua. Jurnal e-Clinic (eCl). Desember 2016: Vol 4 (2). Avaible
from: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinicarticle/viewFile/13921/13495
4. Hariyanto D. Profil Penyakit Jantung Bawaan di Instalasi Rawat Inap Anak RSUP
Dr.M.Djamil Padang. Oktober 2016: Sari Pediatri Vol. 14 (3).
5. Djer MM, Madiyono B. Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Desember 2000:
Sari Pediatric, Vol 2 (3) : 155-162
6. Park MK, Park Pediatric Cardiology for Praticion. 6th ed. Philadelphia : Elsevier
7. NHLBI. Congenital Heart Defects. Availble from :
https://www.nhlbi.nih.gov/health-topics/congenital-heart-defects
8. Madiyono B. Rahayuningsih SE, Sukardi R. Penanganan Penyakit Jantung pada
Bayi dan Anak. UKK Kardiologi IDAI. Jakarta:Fakultas Kedokteran
Indonesia;2005.p.1-8

Anda mungkin juga menyukai