DISUSUN OLEH
Deti Tiffani
406172098
PEMBIMBING:
dr. Lilia Dewiyanti, Sp.A, M.Si.Med
dr. Zuhriah Hidajati, Sp.A, M.Si.Med
dr. Neni Sumarni, Sp.A
dr. Adriana Lukmasari, Sp.A
dr. Harancang Pandih Kahayana, Sp.A
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 406172098
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Penyakit Jantung Bawaan” dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit
RSUD K. R. M. T Wongsonegoro. Di samping itu, referat ini ditujukan untuk
menambah pengetahuan bagi kita semua tentang “Penyakit Jantung Bawaan”.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada dr. Neni Sumarni, Sp.A selaku pembimbing dalam penyusunan referat
ini di Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada rekan – rekan anggota Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Anak di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro serta berbagai pihak yang telah
memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik
maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang
sebesar – besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita
semua.
Penulis
Deti Tiffani
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3
2.1 Penyakit Jantung Bawaan .......................................................................... 3
2.2 Klasifikasi .................................................................................................. 3
2.3 Epidemiologi .............................................................................................. 3
2.4 Sirkulasi Fetus dan Perinatal ..................................................................... 4
2.5 Perubahan Sirkulasi setelah Lahir .............................................................. 6
2.6 Etiologi ...................................................................................................... 9
2.7 Faktor Resiko ............................................................................................. 10
2.8 Penyakit Jantung Sianotik ......................................................................... 10
2.9 Penyakit Jantung Asianotik ........................................................................ 24
2.10 Penatalaksanaan ....................................................................................... 41
BAB III. KESIMPULAN ............................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 45
BAB I
PENDAHULUAN
Jantung merupakan organ vital yang memegang peran penting pada kehidupan,
termasuk bayi dan anak yang sedang mengalami tumbuh kembang. Struktur dan
fungsi jantung yang normal sangat dibutuhkan untuk mempertahankan peredaran
darah yang stabil guna mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh seorang anak.
Sayangnya, 7 hingga 8 bayi per 1000 kelahiran hidup dilahirkan dengan penyakit
jantung bawaan (PJB). Relatif tingginya angka kejadian PJB menyebabkan kelainan
ini merupakan kelainan bawaan tersering di antara kelainan-kelainan bawaan jenis
lain, seperti kelainan bawaan saluran cerna, paru, ginjal, anggota gerak, dsb. 1
Kelainan struktur ini pun dapat bersifat tunggal atau kombinasi dengan
sehingga menimbulkan kelainan penyakit jantung yang kompleks. Secara garis besar
PJB dapat dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu sianotik dan asianotik. Penyakit
jantung bawaan sianotik atau biru adalah jenis PJB yang menyebabkan warna
kebiruan/sianosis pada kulit, selaput lendir (lidah/bibir) dan ujung-ujung
ekstremitas/anggota gerak diakibatkan kurangnya kadar oksigen dalam darah.
Sedangkan untuk penyakit jantung bawaan asianotik adalah kelainan yang tidak
menimbulkan warna kebiruan.1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan kongenital yang paling sering
terjadi akibat kelainan formasi jantung. Kelainan ini sendiri merupakan kelainan
pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang
terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung
pada fase awal perkembangan janin.2
2.2 Klasifikasi
Secara garis besar PJB dapat dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu sianotik
dan asianotik. Penyakit jantung bawaan sianotik atau biru adalah jenis PJB yang
menyebabkan warna kebiruan/sianosis pada kulit, selaput lendir (lidah/bibir) dan
ujung-ujung ekstremitas/anggota gerak diakibatkan kurangnya kadar oksigen
dalam darah. Sedangkan untuk penyakit jantung bawaan asianotik adalah kelainan
yang tidak menimbulkan warna kebiruan.
Penyakit jantung non sianotik yang akan dibahas yaitu lesi atau lubang di
jantung sehingga terdapat aliran pirau dari kiri ke kanan, misalnya ventricular
septal defect(VSD), atrial septal defect (ASD) dan patent ductus arteriosus(PDA).
Sedangkan penyakit jantung sianotik yang terjadi aliran darah sistemik rendah
oksigen, misalnya Tetralogi fallot yang aliran darah ke parunya berkurang atau
Transposisi arteri besar atau TGA yang aliran darah ke parunya bertambah.2
2.3 Epidemiologi
Insidens PJB di dunia memiliki angka yang konstan walaupun ada peningkatan,
sekitar 8-10 dari 1000 kelahiran hidup. Malformasi dapat tidak terdeteksi dengan
mudah pada periode neonatal, beberapa di antaranya terjadi modifikasi dan
menghilang selama masa bayi dan anak. Data dari the nothern region paediatric
cardiology data base memperkirakan insiden PJB di UK sebesar 6,9/1000
kelahiran, atau 1 di antara 145 kelahiran bayi. Penelitian di Beijing, Cina
mendapatkan insiden PJB 8,2/1000 dari total kelahiran, dimana 168,9/1000 lahir
mati dan 6,7/1000 lahir hidup. Ras Asia memiliki angka yang lebih besar
dibandingkan non Asia karena pengaruh perkawinan konsanguinus yang tinggi.
World health organization (WHO) berturut-turut melaporkan di antara penyakit
kardiovaskular, insidens PJB di Bangladesh (6%), India (15%), Burma (6%), dan
Srilangka (10%).4
Angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8 tiap 1000 kelahiran hidup. Jika
jumlah penduduk Indonesia 200 juta, dan angka kelahiran 2%, maka jumlah
penderita PJB di Indonesia bertambah 32000 bayi setiap tahun. Kendala utama
dalam menangani anak dengan PJB adalah tingginya biaya pemeriksaan dan
operasi. Di negara maju hampir semua pasien telah dapat dideteksi dalam masa
bayi, sedangkan di negara berkembang masih banyak yang dibawa berobat setelah
anak besar, hal tersebut berarti bahwa banyak neonatus dan bayi muda dengan
penyakit jantung bawaan berat telah meninggal sebelum diperiksa oleh dokter
atau pun PJB ringan tidak sampai di diagnosis secara adekuat.5
Pada penelitian di RSUP Sardjito, Muhamad, dkk menjelaskan terjadinya PJB
terbanyak adalah Defek Septum Ventrikel (VSD) dimana mencapai angka 30%
dari sekita 500 pasien anak pada tahun 2014. Defek ini diikuti defek septum atrial
(ASD) sebanyak 17%, prsisten duktus arteriosus (PDA) 16% dan Tetralogy Fallot
(TOF) 7% sebagai insiden terbanyak terjadinya PJB sianotik.
Kapasitas kombinasi ventrikel yang melewati ruang jantung dan pembuluh darah
besar dapat tercermin dari ruang dan pembuluh darah ini (Gambar 2.1). Karena
paru-paru menerima 15% kapasitas kombinasi ventrikel, percabangan arteri
pulmonaris kecil. Hal ini penting dalam terjadinya murmur yang disebabkan oleh
peredaran pulmonari pada bayi baru lahir. 6
Tidak seperti pada dewasa, dimana terjadi peningkatan stroke volume saat
penurunan detak jantung, stroke volume fetus tidak meningkat ketika terjadi
penurunan detak jantung. Ketika detak jantung menurun, maka terjadi fetal
distress6.
Resistensi pada paru hampir sama dengan resistensi vaskular sistemik saat akan
dan saat term. Tingginya resistensi di paru dipertahankan oleh adanya
peningkatan jumlah otot polos pada dinding arteriol paru dan hipoksia alveolar
yang menyebabkan paru yang kolaps. 6
Dengan adanya ekpansi paru-paru dan peningkatan oksigen alveolar, maka
terjadilah penurunan resistensi vaskular paru yang pertama. Penurunan
resesistensi yang selanjutnya diakibatkan efek vasodilatasi pada vaskular paru
karena terpapar oksigen. Dalam 6-8 minggu setelah kelahiran, menurunan
resistensi dan tekanan pada vaskular paru berjalan dengan lambat. Penurunan ini
berkatian dengan penipisan dindinya arteriol paru. Penurunan lainya terjadi pada
2 tahun kelahiran yang disebabkan oleh peningkatan unit alveolar6.
Penutupan duktur arteriosus terjadi antara 10-15 jam setelah lahir dengan
konstriksi dari otot polos medial. Penutupan ini secara sempurna terjadi 2-3
minggu yang ditandai perubahan permanen dari endotel dan lapisan subintimal.
Oksigen, prostaglandin E2 (PGE2) menjadi faktor penting dalam penutupan dari
duktus. Asetilkolin dan bradikinin juga mengkontriksikan duktus6
2.6 Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan memang belum diketahui
sepenuhnya, kelainan yang terjadi karena perkembangan jantung yang abnormal
ini dicurigai berasal dari genetik dan faktor resiko lainnya7
2.7 Faktor Resiko
Faktor resiko sering dicurigai sebagai penyebab terjadinya suatu penyakit jantung
bawaan seperti genetik yang dapat diturunkan, selain itu juga faktor lingkungan
dapat menjadi faktor resiko yaitu merokok saat hamil, penggunaan obat seperti
ACE-I, asam retinoat pada trimester pertama juga dapat menyebabkan defek pada
jantung. Diabetes, fenilketouria, atau rubella juga sebagai faktor resiko medis.7
.
2.8 Penyakit Jantung Sianotik
Penyakit jantung bawaan sianotik ditandai oleh sianosis sentral akibat adanya pirau
kanan ke kiri, terjadi dikarenakan sebagian aliran darah balik sistemik dari jantung
kanan ke jantung kiri dan kembali ke seluruh tubuh tanpa melalui paru terlebih
dahulu (lesi pirau kanan ke kiri). Gejala sianosis sendiri diakibatkan hipoksia,
dengan atau tanpa gagal jantung, sebagian tidak menunjukkan gejala namunauskultasi
terdengar bising.Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa disebabkan oleh
hemoglobin tereduksi lebih dari 5 g/dL dalam sirkulasi.
Patofisiologi
TOF yang merupakan penyakit jantung bawaan sianotik terbanyak ini
sebenarnya hanya memerlukan 2 hal yang abnormal secara fisiologis yaitu
VSD yang cukup besar untuk mengimbangi tekanan sistolik pada kedua
ventrikel dan stenosis dari Right ventricle outflow tract (RVOT) dalam
terjadinya stenosis infundibular stenosis, stenosis katup atau keduanya.
Beratnya obstruksi RVOT menjadi salah satu faktor yang mendominasi
terjadinya pirau pada VSD yang ada. Dengan stenosis ringan, pirau yang
terjadi dari kiri ke kanan, dan ini yang disebut asianotik atau pink TOF.
Dengan stenosis yang lebih berat, barulah terjadi perubahan pirau. (Gambar
2.4)
Gambar 2.4 Hemodinamik Asianotik (A) dan Sianotik (B) TOF. Angka dalam diagram
menunjukan saturasi oksigen, dan angka diluar diagram sebagai nilai tekanan. Pada beberapa
kondisi, tekanan sistolik pada kedua ventrikel sama begitu juga dengan aorta dan ada
perbedaan signifikan tekanan antara arteri pulmoner dan ventrikel kanan. 6
Patologi
TOF terdapat 4 abnormalitas : VSD yang besar, Obstruksi RVOT, RVH,
dan overiding aorta. Kenyataannya, hanya 2 abnormalitas yang
disyaratkan, VSD yang besar sehingga tekanan ventrikel menjadi sama
dan obstruksi RVOT (Right ventricle outflow tract).
VSD pada TOF adalah defek perimembran yang besar dengan ekstensi
pada regio subpulmoner
Stenosis infundibular (45%) merupakan obstruski RVOT yang paling
sering, sedangkan pada katup pulmoner jarang terjadi (10%)
Anulus pulmoner dan arteri pulmoner mempunyai hipoplastik yang
variatif. Stenosis pada cabang arteri pulmoner dan kadang arteri kolateral
yang mengaliri paru sehingga terjadi TOF berat
Aorta kanan terlibat dalam 25% kasus, dengan beberapa gejala pada
vascular ring
Pada 5% pasien TOF terdapat abnormalitas arteri koroner tepatnya pada
anterior descenden
Defek komplit pada kanan AV terjadi pada 2% pasien, seringnya pada
pasien yang juga mempunyai Down Syndrome, yang disebut ”canal tet"
Pemeriksaan Fisik
Hypoxic Spells
Hypoxic spells dari TOF biasanya jarang terjadi karena biasanya pasien sudah
melakukan pembedahan. Meskipun begitu, sangat penting pengenalan dan
tatalaksana karena dapat menimpukan komplikasi pada SSP. Peristiwa ini di
karakterisasikan sebagai paroxysmal hiperpnea, iritabel dan menangis yang
berkepanjangan, sianosis yang meningkat, dan intensitas murmur yang
menurun. Peristiwa ini sering terjadi pada umur 2-4 bulan, biasanya terjadi
pada pagi hari setelah menangis, makan atau defekasi. Pada kasus yang berat
dapat menimbulakan konvulsi, masalah cerebrovaskular, atau bahkan
kematian.
Pada kejadian ini diperlukan tatalaksana yang tepat seperti
memposisikan knee-chest, pemberian morfin 0.2mg/kgBB sc atau im, yang
akan mensupresi respirasi, oksigen juga harus diberikan, serta pemberian
NaHCO3 atau bicarbonate 1 mEq/kg secara IV yang dapat diulang 10-15
menit.
Prevalensi
TGA terjadi 5-7% dari kejadian PJB yang ada. Lebih sering terjadi pada laki-
laki daripada wanita dengan rasio 3:1
Patofisiologi
1. Pada TGA, aorta akan terangkat ke anterior dari ventrikel kanan
membawa darah terdesaturasi ke tubuh, dan arteri pulmoner pada
posterior dari ventrikel kiri membawa dara yang penuh dengan
oksigen ke paru-paru. Pada umumnya, aorta akan terletak di anterior
dan dikanan (dextro) dari arteri pulmoner. sehingga disebut D-
transposisi dan sebalik jika berada dikiri disebut L-transposisi
2. D-TGA : pemisahan komplit sirkulasi pulmoner dan sistemik. Hal ini
menyebabkan hipoksemia pada tubuh dan hiperoksemia pada paru,
sehingga defek seperti ASD, VSD atau PDA penting dalam kehidupan
pasien
3. Sekitar setengah bayi tidak memiliki defek kecuali paten foramen
ovale (PFO) atau PDA
4. Dalam 5 % pasien, obstruksi left ventricular outflow tract (LVOT)
terjadi. obstruksi ini dapat dinamis atau stasis.
5. VSD sering sekali terjadi, sehingga kombinasi VSD dan LVOT terjadi
sekitar 10%. Hal ini sering terjadi daripada pasien yang tidak memiliki
VSD pada TGA
Patologi
Pada transposisi arteri besar terjadi perubahan posisi aorta dan arteri
pulmonalis, yakni aorta keluar dari ventrikel kanan, dan terletak di sebelah
anterior arteri pulmonalis, sedangkan arteri pulmonalis keluar dari ventrikel
kiri, terletak posterior terhadap aorta. Akibatnya aorta menerima darah vena
sistemik dari vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, dan darah diteruskan
ke sirkulasi sistemik, sedangkan darah dari vena pulmonalis dialirkan ke
atrium kiri, ventrikel kiri, dan diteruskan ke arteri pulmonalis dan seterusnya
ke paru.
Dengan demikian maka kedua sirkulasi sistemik dan paru tersebut
terpisah, dan kehidupan hanya dapat berlangsung apabila ada komunikasi
antara dua sirkulasi ini, jadi apabila ada pencampuran dari alir balik paru dan
sistemik. Pada neonates darah dari aorta via duktus arteriosus masuk ke arteri
pulmonalis dan dari atrium kiri, via foramen ovale ke atrium kanan. Pada
umumnya pencampuran melalui duktus dan foramen ovale ini tidak adekuat,
dan bila duktus arteriosus menutup, maka tidak terdapat pencampuran lagi di
tempat tersebut; keadaan ini sangat mengancam nyawa pasien.
Manifestasi Klinis
1. Riwayat sianosis yang selalu ada sejak lahir
2. Tanda gagal jantung kongestif dengan dispneu dan sulit makan pada
periode bayi baru lahir
Pemeriksaan Fisik
1. Sianosis sedang sampai berat dapat terlihat. Seperti takipneu tetapi tanpa
retraksi kecuali pada gagal jantung kongestif
2. S2 singel dan keras. mumur (-). mumur holosistolik VSD pada sianotik
ringan
3. Jika CHF terjadi, hepatomegali dan dispnea terjadi
Laboratorium
1. Hipoksemia arteri yang berat dengan asidosis
2. Hipoglikemi dan hipokalsemi
besar tidak ditemukan namun gambaran "double circle". Pada gambaran apex
dan subcostal, arteri pulmoner terlihat dari ventrikel kiri, dan aorta dari
ventrikel kanan. Terkadang penemuan VSD, LVOT atau stenosis pulmoner
dapat ditemukan. Arteri koroner dapat dilihat pada gambaran echo di para
sternal dan apikal.(Gambar 2.14).
Radiologi
Gambaran kardiomegali dengan vaskular paru yang meningkat, gambaran
jantung "egg-shaped" dengan silhouette sign
Prevalensi
VSD merupakan bentuk PJB terbanyak sekitar 15-20% dari semua defek
yang ada. Di RSCM Jakarta selama 10 tahun ditemukan VSD sebanyak
33% dari semua PJB. Meskipun VSD sering ditemukan sebagai defek
tersendiri (isolated) namun tidak jarang ditemukan merupakan bagian dari
PJB kompleks seperti pada Tetralogi Fallot, transposisi arteri besar atau
PJB kompleks yang lain6,8
Patologi
Septum ventrikel akan terpisah menjadi bagian membranasea dan
bagain muskular. Septum muskular terbagi menjadi 3 komponen
penting : septum inlet, septum trabekular, dan septum outlen
(infundibular atau conal). Septum trabekular sendri terbagi menjadi
anteroir, posterior, mid dan apikal. VSD sendri terklasifikasikan
menjadi defek muskular pada membran, inlet,outlet (infundibularm),
midtrabekular, anterior trabekular dan apikal. (Gambar 2.16)
Septum membranasea merupakan tempat yang relatif kecil, dimana
defek yang terjadi melibatkan septum muskular, VSD perimebran
(70%) dapat dikatakan sebagai perimembranous inlet
(atrioventricular [AV] canal type), perimembranous trabecular, or
perimembranous outlet (tetralogy type)
Defek outlet (5-7%) dari semua VSD yang ada, defek ini terjadi
pada septum outlet, dan sebagian dibentuk oleh anulus aorta dan
pulmoner. Sebagian dari aorta dapat prolaps ke VSD sehingga
menyebabkan insufisiensi aorta
Inlet (AV canal) terjadi sekitar 5-8% dari VSD, defek ini terletak
di posterior dan inferior pada perimembranasea
Trabekular/muskular terjadi 5-20%. dapat terjadi defek multipel.
Defek midmuskular terjadi diposterior pada septum. Defek pada
apikal susah untuk tervisualisasi dan diperbaiki
Gambar 2.16 Anatomi VSD. A. VSD terlihat dari ventrikel kanan, septum
membranasea kecil. Septum muskular memiliki 3 komponen : inlet (I), trabekular
(T), outlet (O). B. Lokasi anatomi VSD degnan dinding ventrikel kanan terlepas, a,
outlet, b M.papilaris, c defek perimebranasea, d defek muskular marginal, e defek
muskular central, f defek inlet, g defek apikal6
Manifestasi Klinis
Riwayat
Pemeriksaan Fisik
Bayi dengan VSD yagn kecil dan asianotik. Sebelum 2 atau 3 bulan, bayi
dengan VSD yang besar susah dalam penambahan berat badan atau
menunjukan tanda gagal jantung kongestif. Sianosis dan Clubbing sering
sekali terjadi pada pasien dengan pulmonary vascular obstructive disease
(Eisenmenger's syndrome)
Thrill sistolik mungkin didapatkan di garis sternal kiri bawah. Penonjolan
dan hiperaktivitas precordial ada pada VSD besar
Intensitas P2 normal pada pirau yang kecil. S2 terdegnar kencang pada
pasien dengan hipertensi pulmoner atau penyakit obstruksi vaskular paru.
Regurgitasi juga dapat terdengar (grade 2-5/6)
Dengan VSD infundibular, murmur decresendo diastolik grade 1-3/6
dapat terdengar dikarenakan herniasi aorta
Gambar 2.17 Auskultasi VSD kecil (Gambar atas) dan besar (gambar bawah) 6
Gambar 2. 18 EKG pada VSD, PDA dan hipertensi pulmonal, terdapat gambar BVH6
Sedangkan pada echocardiography, pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi
jumlah, ukuran dan lokasi defek berada ; Pemeriksaan echo harus dilakukan
lebih dari 1 titik gambaran, biasanya long- and short axis views. Katup
jantung sebagai marker dalam menentukan tipe VSD kecuali septum
trabekula. VSD membranasea yang berdekatkan pada katup aorta, VSD inlet
pada katup trikuspid, dan infundibular pad katup semilunaris. Sehingga
diperlukan beberapa titik pengambilan gambar echocardiography.
Gambar 2.19 Radiologi VSD ; Gambaran kardiomegali dengan pirau dan hipertensi pulmoner 6
Prevalensi
Defek septum atrium (defek ostium sekundum) terjadi pada 5% - 10% dari
semua penyakit jantung bawaan. Lebih sering terjadi pada wanita daripada
pria (rasio pria-wanita 1:2). Sekitar 30% hingga 50% anak-anak dengan
PJB memiliki ASD.
Patologi
1. Tiga tipe ASD: defek sekundum, defek primum, defek sinus venosus.
Patent foramen ovale (PFO) biasanya tidak menghasilkan pirau
intrakardiak.
2. Defek ostium sekundum merupakan tipe ASD yang paling sering
terjadi, terhitung 50%-70% dari semua ASD. Defek ini terjadi di fosa
ovalis, membuat pirau darah dari kiri ke kanan dari atrium kiri ke
atrium kanan.
3. Defek ostium primum terjadi sekitar 30% dari semua ASD. ASD
ostium primum terisolasi terjadi pada sekitar 15% dari semua ASD.
4. Defek sinus venosus terjadi sekitar 10% dari semua ASD. Defek ini
umumnya terjadi di tempat masuk vena kava superior kearah atrium
kanan (tipe vena kava superior) dan jarang pada tempat masuk vena
kava inferior kearah atrium kanan (tipe vena kava inferior). Umumnya
berhubungan dengan drainasi anomali vena pulmoner kanan atas (ke
atrium kanan), dan yang terakhir sering dikaitkan dengan drainase
anomaly paru kanan ke vena kava inferior (”scimitar syndrome”)
5. Pada ASD sinus koroner, terdapat defek pada atap sinus coroner dan
pirau darah atrium kiri melewati defek dan bermuara ke atrium kanan
melalui ostium sinus coroner, menghasilkan gambaran klinis yang
serupa dengan tipe ASD lainnya.
6. Mitra valve prolapse (MVP) terjadi pada 20% pasien dengan defek
ostium sekundum atau defek sinus venosus.
Patofisiologi
Pada pasien asianotik dengan ASD, arah pirau adalah dari kiri ke kanan
dan besarnya pirau kiri ke kanan ditentukan oleh ukuran defek dan
compliance relatif ventrikel kanan dan ventrikel kiri.
Karena compliance ventrikel kanan lebih besar dari ventrikel kiri,
terdapat pirau kiri ke kanan. Besarnya pirau mencerminkan derajat
pembesaran jantung. Seperti yang dilihat pada gambar 9-2, atrium kanan,
ventrikel kanan, dan arteri pulmoner utama dan cabangnya memiliki dua
panah dan dilebarkan. Temuan ini ditemukan juga pada radiografi dada,
dimana menunjukkan pembesaran atrium kanan, ventrikel kanan, dan
arteri pulmoner utama, serta peningkatan vaskular paru. Pada gambar 9-2
dan 9-3 atrium kiri tidak membesar karena peningkatan aliran darah balik
vena pulmoner ke atrium kiri tidak menetap di katup; melainkan segera
terjadi pirau ke atrium kanan. Tidak adanya pembesaran atrium kiri adalah
salah satu tanda radiografi yang membantu unutk membedakan suatu ASD
dari defek septum ventrikel (VSD) pada pasien dengan peningkatan
vaskularisasi paru.
Pada bayi dan anak kecil jarang ditemukan temuan klinis yang
dijelaskan diatas bahkan dengan adanya ASD yang cukup besar
(dibuktikan oleh studi ekokardiografi) sampai mereka berusia 3 – 4 tahun.
Ini disebabkan karena compliance ventrikuler kanan membaik secara
perlahan sehingga setiap pirau yang signifikan tidak terjadi sampai usia
itu. Anak-anak dengan ASD jarang mengalami gagal jantung kongestif
(CHF) bahkan pada pirau kiri ke kanan yang besar. Arteri pulmoner dapat
menangani peningkatan jumlah aliran darah untuk waktu yang lama tanpa
membuat hipertensi pulmoner atau CHF karena tidak ada transmisi
langsung dari Tekanan sistemik ke arteri pulmoner, dan Tekanan arteri
pulmoner tetap normal. Namun, CHF dan hipertensi pulmoner akhirnya
berkembang pada usia 30 dan 40 jika pirau besar.
Manifestasi Klinis
Riwayat
Bayi dan anak-anak dengan ASD umumnya asimtomatik
Pemeriksaan fisik
Elektrokardiografi
Radiografi
Gambar 2.20 Foto posteroanterior dan lateral dada pada pasien usia 10 tahun dengan
ASD. Jantung sedikit membesar dengan keterlibatan atrium kanan (paling bagus
dilihat pada posteroanterior) dan ventrikel kanan (paling bagus dilihat pada lateral
dengan obliterasi ruang retrosternal). Vaskularisasi pulmoner meningkat, dan
segmen arteri pulmoner sedikit prominen.6
Ekokardiografi
Prevalensi
PDA ini terjadi sekitar 5-10% dari kasus PJB yang ada, diluar kasus bayi
prematur. Kasus ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki
(3:1). Pada bayi prematur, PDA sering sekali menjadi penyakit kongenital
yang terjadi
Patologi
1. Terdapat patensi persisten diantara aorta pulmonaris dan aorta
descenden, dimana 4-10 mm ke arah distal ke arteri subclavia kiri
2. Duktus berbentuk seperti cone dengan lubang kecil ke arteri
pulmonaris, dimana restritif ke aliran darah
Patofisiologi
Hemodinamik pada PDA hampir sama dengan yang terjadi pada VSD.
Dimana besarnya resitensi (diameter, panjang, kelengkungan) berefek
pada besarnya pirau yang dapat terjadi. dimana duktus dimana duktus
yang kecil dan resistensi vaskular paru yang besar. Oleh karena itu
terjadinya CHF pada PDA sama dengan yang terjadi pada VSD.
Ruang dan pembuluh darah yang melebar sama dengan yang terjadi
pada VSD, namun pembesaran aorta bergantung pada beratnya PDA itu
sendiri, yang juga bekerja dalam aliran darah yang ada.(Gambar 2.22).
Oleh karen itu pada radiografi terlihat pembesaran atrium dan ventrikel
kiri, pembesaran aorta ascenden dan arteri pulmanris, serta pembesaran
vaskular paru (Gambar 2.23). Gambaran ini sendiri sering tidak dapat
dibedakan dengan gambaran radiografi VSD.
Pada PDA dengan pirau sedang berat, ukuran jantung akan membesar
dengan peningkatan aliran darah paru. Ruangan jantung membesar, yaitu
atrium dan ventrikel kanan, serta arteri pulmonaris. EKG akan
menunjukan LVH. dengan karakteristik murmur kontinu.
Pada PDA yang besar, terdapat kardiomegali dan vaskular paru
meningkat . Volume yang berlebihan terjadi di ruang jantung kiri,
sehingga terjadi LVH dan LAH pada EKG. Terhubungnya aorta dan arteri
pulmonaris menimbulkan hipertensi pulmoner dan hipertensi ventrikel
kanan, yang menyebabkan RVH yang dapat dilihat pada EKG. Maka,
pada EKG biasanya muncul gambaran BVH dan LAH sama seperti pada
defek besar pada septum ventrikular. Murmur kontinu juga dapat
terdengar dengan gemuruh diastole apikal karena terjadi stenosis mitral
relatif.
Pada PDA besar yang tidak terobati juga dapat menimbulkan obstruksi
pada vaskular paru, dengan bidirectional shunt. Pirau ini dapat
menimbulkan sianosis pada setengah tubuh bawah. Seperti VSD dengan
sindrom Eisenmenger's, ukuran jantung kembali normal dikarenakan pirau
yang tereduksi. Vaskular paru perifer juga menurun, terapi hilus dan arteri
pulmonaris yang utama sangat terdilatasi dikarenakan hipertensi pulmonar
yang berrat. EKG juga menunjukan hanya RVH dan ventrikel kiri sudah
tidak kelembihan volume. Pada auskultasi juga tidak terdengar murmur
kontinu dikarenakan hilangnya pirau. Namun terdengar S2 yang besar
dikarenakan hipertensi pulmoner.
Manifestasi klinis
Riwayat
Pasien dengan PDA yang kecil bersifat asimtomatik/tidak bergejala
PDA dengan pirau yang berat mungkit dapat menyebakan infeksi
saluran nafas bawah, ateletaksis dan gagal jantung kongestif (disertai
takipnea dan susah menambah berat badan)
dispneu eksersi dapat terjadi pada pirau yang berat
Pemeriksaan fisik
Takikardi dan takipneu pada bayi dengan gagal jantung kongestif
Tekanan nadi melebar pada pulsasi perifer (sistolik meningkat dan
diastolik menurun) merupakan ciri khas PDA berat/besar.
Pada pirau yang besar, precordium menjadi hiperaktif. Sistolik thrill
dapat terjadi. Murmur kontinu dapat ditemukan pada infraklavikula
kiri atau strenal kiri atas.
Jika terjadi obstruksi vaskular paru, pirau kanan ke kiri akan terjadi
dan sianosis pada tubuh bagian bawah
Gambar 2.24 Auskultasi PDA. (dot: thrill sistolik)6
EKG
EKG didapatkan gambaran yang hampir sama dengan VSD, dimana
gambaran normal atau LVH pada PDA ringan sampai sedang. Sedangkan
pada PDA yang besar adanya gambaran BVH dan bila disertai adanya
obstruksi vaskular paru maka akan didapatkan RVH.
Echocardiography
PDA dapat dilihat hampir pada semua pasien. Ukuran dapat juga
dinilai
Studi doppler dapat melihat volume arteri dan duktus
Dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri merupakan gambaran tidak
langsung dari pirau yang terjadi, semakin besar pirau maka semakin
besar dilatasi terjadi