Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA


“STUDI KASUS ESP”

DOSEN:
ARYO SASMITA ST, M.T

Disusun oleh:
KELOMPOK 3
DICKY MARTIN : 1507113162
DINI RISKIANA PUTRI : 150711
NANDA MURSYID : 150711

TEKNIK LINGKUNGAN S1
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
STUDI KASUS
EVALUASI UNIT PENGENDALI PENCEMARAN UDARA
PEMBANGKIT LISTRIK PAITON UNIT 5 DAN 6
PT. YTL JAWA TIMUR
KONDISI EKSISTING
Dalam rangka mengendalikan gas hasil pembakaran pada pembangkit unit 5 dan 6, alat
pengendali pencemaran udara yang berperan adalah Electrostatic Precipitator (ESP) dan Flue
Gas Desulfurization (FGD). Kedua alat ini digunakan agar emisi gas buang dari stack memenuhi
standar baku mutu dari beberapa acuan yang diterapkan di PT. YTL Jawa Timur. Standar baku
mutu yang menjadi acuan pengoperasian unit pengendali pencemaran udara di PT. YTL Jawa
Timur adalah:
a. PPA (Power Purchase Agreement) atau perjanjian antara pihak perusahaan dengan
Perusahaan Listrik Negara (PLN) selaku konsumen utama PT. YTL Jawa Timur.
b. Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 10 Tahun 2009 tentang baku mutu udara ambien dan
emisi tidak bergerak di Jawa Timur.
c. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 21 Tahun 2008 tentang standar emisi
dengan sumber tidak bergerak (stationary source) untuk pembangkit listrik dengan bahan
bakar batu bara.
Berikut ini adalah penjabaran masing-masing baku mutu dari beberapa acuan yang diterapkan di
PT. YTL Jawa Timur:

Tabel 1 Baku Mutu Emisi di PT. YTL Jawa Timur


PERMEN LH No. Peraturan Gubernur Jawa
PPA
NO. Parameter 21 Tahun 2008 Timur No. 10 Tahun
(mg/Nm3)
(mg/Nm3) 2009 (mg/Nm3)
1 SOx 121,898 750 750
2 NOx 854,63 850 825
3 Partikulat 309,282 150 230
4 CO 1059,26 - -
5 Opasitas - 20% 20%
Sumber: Data Sekunder, 2014

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Pengendalian NOx
Oksida nitrogen (NOx) dihasilkan dari proses pembakaran melalui dua mekanisme, yaitu
berasal dari molekul nitrogen yang terdapat di udara ketika terjadi proses pembakaran dan dari
kandungan nitrogen pada batu bara yang bertindak sebagai bahan bakar utama dari proses
produksi listrik.
Dalam operasionalnya sehari-hari, PT. YTL Jawa Timur menggunakan boiler produksi ABB
Combustion Engineering. Boiler ini menggunakan konsep pembakaran tilting tangential dengan
sistem pembakaran terpusat. Pada sistem pembakaran tangensial digunakan furnace yang
merupakan komponen pembakar. Bahan bakar dan udara yang akan memasuki furnace melewati
windbox yang terpasang di pojok . Nozzle bahan bakar dan udara diarahkan pada sebuat titik
sasaran pada lingkaran imajiner di pusat furnace sehingga terbentuk sebuah bola api yang
berputar di dalam furnace. Dampak dari adanya lingkaran tersebut adalah pencampuran bahan
bakar menjadi lebih efektif, udara sekunder menjadi akan menjadi turbulen dan mengalami difusi
sehingga akan terjadi pembakaran sempurna pada bahan bakar di dalam furnace sesuai dengan
aliran gas yang diberikan.

Gambar 1 Konsep Pembakaran Tilting Tangential Burner

2. Pengendalian Partikulat
Partikulat yang perlu disisihkan dalam proses produksi listrik di PLTU batu bara berupa
fly ash dan bottom ash. Dalam batu bara sendiri terdapat kandungan fly ash dan bottom ash
sekitar 3%. Perbandingan kandungan fly ash dan bottom ash dalam batu bara masing-masing
adalah 80% dan 20%. Fly ash kemudian akan disisihkan oleh alat pengendali partikulat yaitu
electrostatic precipitator (ESP) sedangkan bottom ash akan langsung dibuang ke ash lagoon.

Gambar 2 Electrostatic Precipitator Unit 5

Tipe ESP yang digunakan di unit 5 dan 6 pembangkit listrik Paiton ini adalah Plate-Wire
Precipitator yang terdiri atas beberapa komponen yaitu sebagai berikut:
1. Casing
2. Hopper
3. Insulator
4. Discharge Electrode
5. Discharge Electrode Rapper
6. Collecting Plate
7. Collecting Plate Rapper
8. Transformer/Rectifier Sets
Prinsip kerja ESP adalah memisahkan dan mengumpulkan debu kering dari proses
dengan pemberian muatan negatif pada debu, pengumpulan debu di collecting plate, sistem
rapping, dan yang terakhir adalah pengumpulan debu ke hopper.
Di PT. YTL Jawa Timur, kualitas udara yang akan dibuang menuju udara ambien akan
dipantau kualitasnya menggunakan CEMS (Continuous Emission Monitoring Systems).
Pengambilan data pada CEMS dilakukan setiap jam per harinya. Hasil pemantauan emisi debu
setiap harinya disajikan dalam tabel 2 berikut.

Tabel 2 Hasil Pemantauan Emisi Debu pada Stack Unit 5 dan 6 Dibandingkan
dengan Baku Mutu

Sumber: Report CEMS PT. YTL Jawa Timur, 2014

Dalam menentukan efisiensi ESP, dapat digunakan perhitungan dari beberapa teori yang
tertera di literatur. Menurut Cooper, 2004 efisiensi ESP dapat dihitung dengan menggunakan
rumus Deutsch Anderson. Berikut ini adalah data yang diperoleh dari spesifikasi desain ESP
untuk perhitungan efisiensi ESP:

- Luas area collecting plates (A) = 79039 m2


- Q (Volume aliran gas) = 73,47 m3/s
- ω (kecepatan migrasi partikel) = 1,53 m/s
Dengan menggunakan data diatas, dapat dihitung efisiensi ESP sebagai berikut:
η = [1 – exp (-ω A / Q)]x100 %
η = [1 – exp (-1,53 x 79039 / 73,47)] x 100%
η = 1 x 100 %
η = 100 %
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai performa ESP di unit 5 dan 6 PT. YTL Jawa
Timur dapat dilakukan perhitungan efisiensi berdasarkan jumlah inlet dan outlet debu dari
ESP. Perhitungan efisiensi ESP unit 5 dan 6 berdasarkan kondisi lapangan disajikan dalam
tabel 3 berikut.

Tabel 3 Efisiensi ESP Unit 5 dan 6

Sumber: Perhitungan Penulis, 2014

3. Pengendalian SOx
Oksida sulfur yang menjadi sumber pencemaran udara di PT. YTL Jawa Timur berupa
sulfur dioksida (SO2) yang berasal dari kandungan sulfur dalam batu bara. Semakin tinggi
kandungan sulfur pada batu bara maka semakin tinggi pula emisi SO2 yang dihasilkan. Di PT.
YTL Jawa Timur, emisi SO2 dikontrol dengan sebuah alat yang disebut dengan Flue Gas
Desulfurization (FGD).

Gambar 3 Flue Gas Desulfurization Unit 5

FGD yang digunakan pada unit 5 dan 6 PT. YTL Jawa Timur merupakan tipe seawater
FGD dengan menggunakan air laut sebagai absorber. Kedua unit FGD ini dibuat oleh The Lurgi
Lentjes Bischoff yang telah memenuhi standar peraturan internasional mengenai udara bersih.
FGD terdiri atas beberapa komponen yaitu:
1. Tangki absorber
2. Hollow Cone Nozzle
3. Absorber Pump
4. Mist Eliminator
5. Absorber Sump
Prinsip kerja dari seawater FGD di PT. YTL Jawa Timur adalah mengurangi kadar SO2 dalam
flue gas menggunakan absorbsi dengan air laut.

Gambar 4 Prinsip Kerja FGD

Seperti halnya ESP, udara yang keluar dari FGD akan dipantau kualitasnya menggunakan CEMS
dan akan tercatat hasilnya setiap menit per harinya. Evaluasi hanya dilakukan pada unit 5 karena
terdapat kerusakan pada sensor SO2 yang ada di CEMS unit 6 sehingga emisi SO2 yang masuk
dan keluar dari FGD tidak dapat terdata. Hasil pemantauan emisi SO2 di unit disajikan pada tabel
4.

Tabel 4 Hasil Pemantauan Emisi SO2 pada Stack Unit 5 Dibandingkan dengan Baku Mutu
Untuk menghitung efisiensi FGD dapat langsung digunakan data yang terekap di CEMS karena
dalam data tersebut sudah terdapat nilai emisi SO2 yang masuk dan keluar dari FGD.
Perhitungan efisiensi dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

 C1  C 2 
    100%
 C1 

Di mana: C1 = SO2 inlet (mg/Nm3)

C2 = SO2 outlet (mg/Nm3)

Perhitungan efisiensi FGD unit 5 di PT. YTL Jawa Timur pada tanggal 5-14 Agustus 2014
disajikan dalam tabel 5

Tabel 5 Efisiensi FGD Unit 5

4. Permasalahan dan Pemeliharaan Unit Pengendali Pencemaran Udara


Seiring dengan berjalannya waktu, ESP dan FGD dapat mengalami beberapa
permasalahan yang dapat menyebabkan efisiensinya menurun apabila tidak segera ditangani
dengan baik. Permasalahan-permasalahan yang biasa terjadi pada ESP adalah akumulasi debu
dalam hopper, bowed discharge electrode, misalignment, broken insulator, missing discharge
electrode, broken welding, permasalahan pada tumbling hammer system. Sedangkan pada FGD,
permasalahan yang sering terjadi adalah scaling dan solids build up, mist eliminator pluggage,
dan malfunctioning pH monitor.
Pemeliharaan rutin dari unit pengendali pencemaran udara sangat penting dilakukan guna
menjaga kinerja dan efisiensi agar selalu dalam keadaan optimal. Pemeliraan dapat dilakukan
setiap saat, setiap minggu, setiap bulan, setiap 3-6 bulan, dan setiap tahun dengan memeriksa
setiap komponen-komponen pada alat, seperti misalnya penggantian pinwheel pada ESP dan
penghilangan korosi pada FGD.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, kesimpulan yang dapat
diambil adalah:
1. Jenis pencemaran udara yang ada di pembangkit listrik Paiton Unit 5 dan 6 PT. YTL Jawa
Timur adalah pencemaran NO2, SO2, dan partikulat. NO2 dan SO2 berasal dari udara
pembakaran di boiler serta kandungan nitrogen dan sulfur dari batu bara itu sendiri.
Sedangkan pencemaran partikulat berasal dari kandungan ash yang terdapat di dalam batu
bara.
2. Electrostatic precipitator (ESP) dan flue gas desulfurization (FGD) sebagai unit pengendali
pencemaran udara yang beroperasi di PT. YTL Jawa Timur sudah memenuhi spesifikasi
desain dari Electrostatic Precipitator Operations and Maintenance Manual dan Seawater
FGD Plant Operation Manual. Prinsip kerja ESP adalah memisahkan dan mengumpulkan
debu kering dari proses dengan pemberian muatan negatif pada debu, pengumpulan debu di
collecting plate, sistem rapping, dan yang terakhir adalah pengumpulan debu ke hopper.
Sedangkan prinsip kerja dari seawater FGD adalah mengurangi kadar SO2 dalam flue gas
menggunakan absorbsi dengan air laut. Efisiensi ESP unit 5 dan 6 PT. YTL Jawa Timur
berdasarkan rumus Deutsch Anderson adalah 100 %. Berdasarkan kondisi lapangan, efisiensi
ESP dipengaruhi dengan keberadaan FGD sehingga yang dapat diketahui adalah efisiensi
penyisihan debu secara keseluruhan yaitu sebesar 99,918 % dan 99,983 %. Sedangkan
efisiensi FGD pada unit 5 PT. YTL Jawa Timur adalah sebesar 90,149 %. Pemeliharaan ESP
dan FGD dilakukan secara periodik mulai dari pemeliharaan per shift, per minggu, per bulan,
per 3-6 bulan, dan per tahun untuk menjaga kondisi alat agar tetap dalam keadaan baik.
3. Emisi fly ash dari ESP unit 5 dan 6 PT. YTL Jawa Timur berkisar antara 1,8-12,4 mg/Nm3.
Hal ini menunjukkan bahwa emisi dari ESP masih jauh di bawah target internal perusahaan,
yaitu sebesar 50 mg/Nm3. Sedangkan emisi SO2 dari FGD unit 5 PT. YTL Jawa Timur
berkisar di angka 50-80 mg/Nm3 jauh di bawah target internal perusahaan yang bernilai 110
mg/Nm3.

Anda mungkin juga menyukai