Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Intensitas Hujan

Perhitungan intensitas curah hujan (I) menggunakan rumus Mononobe. Dalam


penelitian ini curah hujan rencana yang digunakan adalah dengan kala ulang 10 tahun
(R10). Curah hujan rencana diperoleh dari hasil perhitungan curah hujan rencana
distribusi Log Person III pada Tabel 4 pada lampiran I, selanjutnya hasil perhitungan
intensitas hujanuntuk durasi per-jam didapat pada Tabel 4.1 berikut.

Berikut contoh Perhitungan Intensitas Hujan Dengan Metode Mononobe :

....................................................................................(1.1)

Diketahui :
 Hujan Harian Maksimum (R) = 421,237 mm (kala ulang 10 tahun)
 Tc = 1 jam
Maka :

Tabel 4.1 Perhitungan Intensitas Hujan


Durasi Intensitas Hujan (mm/jam)
2 tahun 5 tahun 10 tahun 25 tahun 50 tahun
Menit Jam 119.67 140.28 152.05 165.2 174.18
5 0.08 227.74 266.97 289.37 314.39 331.48
10 0.17 137.44 161.11 174.63 189.73 200.05
15 0.25 106.14 124.42 134.86 146.53 154.49
20 0.33 88.13 103.31 111.97 121.66 128.27
25 0.42 74.98 87.89 95.27 103.51 109.13
30 0.5 66.71 78.20 84.76 92.09 97.10
35 0.58 60.40 70.80 76.74 83.38 87.91
40 0.67 54.83 64.28 69.67 75.70 79.81
45 0.75 50.84 59.60 64.60 70.19 74.00
50 0.83 47.50 55.69 60.36 65.58 69.14
55 0.92 44.34 51.97 56.34 61.21 64.53
60 1 41.93 49.15 53.27 57.88 61.03
Tabel 4.6 Perhitungan Intensitas Hujan
Sumber : Perhitungan 2018

Hasil perhitungan yang ada dalam Tabel 4.1 diplot dalam bentuk grafik hasil
plot tersebut disajikan dalam grafik pada Gambar 4.1 yang terdiri dari kala ulang
berbeda yaitu 2,5,10,25,50

Gambar 4.1 Hubungan Intensitas Hujan dengan Waktu

Sumber: Perhitungan 2018

Gambar 4.1 dapat diketahui semakin singkat hujan berlangsung intensitasnya


cendrung semakin tinggi dan semakin besar kala ulangnya semakin tinggi pula
intensitasnya.
4.2 Analisa Daerah Tangkapan Aliran (DTA)

Daerah tangkapan aliran disebut juga Subcatchment pada program bantu


EPASWMM. Subcatchment pada wilayah studi dibagi menjadi 4 bagian,dimana
masing-masing memiliki bentuk dari Subcacthment dipengaruhi oleh beda elavasi,
saluran drainase, titik alam,serta bangunan di wilayah studi. Hasil dari analisis ini
berupa gambar yang dapat dilihat pada gambar 4.2

Gambar 4.2 Peta Pembagian Subcatchment Drainase Jalan Adi Sucipto

Tabel 4.2 Nilai Area Tiap Subcatchment

subcatchment Area (Ha)

1 0,48

2 0,48

3 0,16

4 0,17
4.3 Analisis Tata Guna Lahan

Analisis tata guna lahan dilakukakn terhadap 4 subcatchment yang telah


di tentukan. Penentuan nilai % impervious di dapatkan melalui penentuan tutupan
lahan pada masing masing subcatchment . Tutupan lahan pada masing masing
subcatchment bervariasi dengan jenis tutupan pada umumnya adalah perumahan,
jalan aspal, lahan kosong, pertokoan dan semak. Adapaun perhitungan nilai %
impervious yang terhadap dikawasan Jalan Adi Sucipto seluruhnya adalah jalan
aspal.

4.4 Penyusunan Parameter Program EPA SWMM

Penyusunan parameter dalam program EPA SWMM dilakukan


berdasarkan data yang telah didapat. Adapun parameter pada program EPA SWMM
adalah parameter subcatchment , parameter junction dan outfall, dan parameter
counduit. Berikut adalah penjelasan untuk masing masing parameter pada program
EPA SWMM

4.4.1 Parameter subcatchment

Kawasan Jalan Adi Sucipto dari simpang empat Pasar pagi arengka sampai dengan
simpang tempat AURI dibagi menjadi beberapa subcatchment dengan berdasarkan
daerah tangkapan air di wilayah tersebut. Adapun pembagian daerah subcatchment
pada lokasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.2

Pada gambar 4.2 dapat dilihat jumlah subcatchment sebanyak 4, 4 junctions, 4


conduit, dan 2 outfall. Adapun parameter subcatchment yang dimasukkan ke dalam
software EPA SWMM 5.0. terdapat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data Masukan untuk Setiap subcatchment

Data SC1 SC2 SC3 SC4

Area(ha) 0,48 0,48 0,16 0,17

Width (m) 280 178 161 165


%Slope 0,36 0,56 0,02 0

%Impervius 85 85 85 85

N-Impervious 0,011 0,011 0,011 0,011

N-Pervious 0,130 0,130 0,130 0,130

D-Store Lmp 0,05 0,05 0,05 0,05


(mm)

D-Store Perv 0,05 0,05 0,05 0,05


(mm)

%Zero 25 25 25 25
Impervius

Method HORTON HORTON HORTON HORTON


Infiltration

Beradasarkan data-data diatas, ada beberapa data yang diambil hanya


berdasarkan nilai tabel seperti N-impervious, N-pervious, D-store impervious dan D-
store pervious. Adapun cara untuk memperoleh N-impervious, N-pervious, D-store
impervious dan D-store pervious akan dijelaskan berikut ini :

a. N-impervious dan N-pervious

Untuk nilai N-impervious (lapisan kedap air) dengan tata lahan yang ada
dilokasi penelitian berupa “smooth asphalt” maka diperoleh nilai N-
impervious sebesear 0,011. Sedangkan untuk nilai N-pervouis (lapisan
tidak kedap air) merupakan daerah nilai natural *(alami) menggunakan
nilai koefisien manning 0,130

b. D-store impervious dan D-store pervious

Untuk nilai D-store impervious dengan tata guna lahan yang ada dilokasi
berupa “impervious surfaces” maka diperole nilai D-store impervious
sebesar 0.05 inch atau sebesar 1,277 mm. Sedangkan untk nilai D-store
menggunakan angka default pada EPA SWMM.

4.4.2 Parameter Junction dan Outfall


Paremeter yang ada pada junction adalah invert elevation (elevasi dasar) dan
max depth (tinggi maksimum) sedangkan pada outfall adalah invert elevation (elevasi
dasar). Nilai dari data junction dan outfall dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut :

Tabel 4.4 Nilai Junction dan Outfall

Node Invert Elv Node Invert Elv Node Invert Elv


(m) (m)

JC1 36 JC3 36 OF1 37

JC2 36 JC4 37 OF2 37

4.4.3 Parameter conduit


Parameter yang pada conduit adalah lenghth (panjang saluran), bottom width
(panjang saluran), bottom width (lebar dasar saluran), conduit roughness (koefisien
manning). Nilai masing-masing dari parameter tersebut dapat dilihat pada tabel 4.5
berikut :

Tabel 4.5 Nilai Parameter Conduit

Counduit Leight Shape Max Bottom Counduit


(m) Depth Width Roognhness

CD1 20 RECT_OPEN 0,7 0,5 0,01

CD2 25 RECT_OPEN 0,7 0,5 0,01

CD3 10 RECT_OPEN 1 0,5 0,01

CD4 15 RECT_OPEN 0,7 0,5 0,01


Nilai Conduit roughness untuk saluran tersebut berdasarkan tabel 2.7 saluran
drainase yang ada berupa saluran yang terbuat dari beton (concrete) maka nilai
manning dari tiap-tiap conduit yaitu 0,01

4.5 Analisa Perubahan Tata Guna Lahan

Analisa perubahan tata guna lahan artinya menganalisa perubahan yang


terjadi pada daerah kawasan jalan Adi Sucipto. Pembangunan di jalan Adi Sucipto
dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang cukup pesat, hal ini ditandai
dengan perubahan tata guna lahan dari lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun
(kedap air). Lahan-lahan yang dulunya merupakan lahan yang mempunyai fungsi
sebagi resapan air hujan, kini banyak telah berubah mrnjadi kedap air (beton, semen,
aspal dll). Hal analisa di dapatkan pembagian masing-masing penggunaan lahan pada
kawasan catchment area untuk tahun 2018.

Gambar 4.3 Tata Guna Lahan Tahun 2018

Ket : = Semak
4.6 Hasil Simulasi Pada Softwere EPA SWMM 5,0 dengan Dimensi Saluran
Drainase pada kondisi Eksisting

Gambar 4.4 Hasil Running Simulasi Eksisting Kala Ulang 10 Tahun


Sumber : Hasil Running Simulasi EPA SWMM 5.0
(a)

(b)

Gambar 4.5 Water Elevation Profile Node (a) JC3 – JC4 – OF1, (b) JC1 – JC2 –
OF2

Gambar 4.5 Gambar di atas menunjukkan bahwa terjadi banjir pada junction
JC1, JC2, JC3, dan JC4 yang ditandai dengan kotak merah. Sesuai dengan kondisi
eksisting bahwa pada titik tersebut merupakan lokasi banjir di jalan Adi Sucipto

4.7 Upaya Penanggulangan

Penanggulangan yang dilakukan yaitu dengan menambah kedalaman saluran


eksisting menjadi 2,5m sedangkan lebar yaitu 0,5m. Lebar tidak diubah karena
ukuran lebar dirasa sudah terlalu besar.
Gambar 4.6 Hasi running untuk skematisasi perancangan system dreainase dengan
dimensi saluran kedalaman 2,5 m dan lebar 0,5 m

Merujuk pada hasil running simulasi EPA SWMM 5,0 untuk stimulasi
perancangan sistem drainase dengan dimensi saluran kedalaman 2,5m dan lebar 0,5
m maka dimensi saluran drainase di jalan Adi Sucipto kecamatan Payung Sekaki
tidak akan tergenang bila terjadi hujan. Hal ini dikarenakan kapasitas dimensi saluran
menandai yang ditandai dengan kapasitas dimensi sepanjang pada C1,C2,C3 dan C4
menunjukkan warna biru.Untuk melihat simulasi dengan dimensi tersebut dapat
dilihat pada gambar 4.7
(a)

(b)

Gambar 4.7 Water Elevation Profile Node (a) JC1-JC2-OF2, (b) JC3-JC4-OF1

Gambar 4.7 menunjukkan bahwa dengan perubahan dimensi saluran kedalaman


2,5m dan lebar 0,5m tidak menyebabkan banjir pada titik JC1,JC2,JC3 dan JC4. Hal
ini ditandai dengan tidak adanya tinggi muka air pada saluran yang mencapai tinggi
maksimum kedalaman saluran

Anda mungkin juga menyukai