Anda di halaman 1dari 13

DISTRIBUSI RESERVOIR DAN KUALITAS SIMPANAN Pliosen

DI TIMUR OFFSHORE AREA, IMPLIKASI TERHADAP EKSPLORASI


LAUT DALAM CEKUNGAN TARAKAN, KALIMANTAN TIMUR

A. LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian berada pada cekungan tarakan di daerah kalimantan timur .


Eksplorasi minyak dan gas di Cekungan Tarakan, Kalimantan Timur, telah dilakukan
sejak hampir seratus tahun yang lalu dan merupakan salah satu cekungan tertua di
Indonesia. Masalah penelitian ini adalah bagaimana pola kumpulan parasekuen, jenis
sistem-saluran, facies sedimentasi dan pemodelan Formasi Tarakan di bagian timur
darat dan lepas pantai Pulau Tarakan dan kemudian berkaitan dengan distribusi
batuan reservoir dan kualitas.
Untuk mengatasi masalah tersebut, mulai dari studi referensi dan langkah-
langkah penelitian adalah analisis urutan dan sumur korelasi, interpretasi dan analisis
seismik stratigrafi, pemetaan bawah permukaan, distribusi waduk dan analisis
kualitas dan pemodelan sifat akhirnya 3D untuk Vsh dan porositas efektif net-waduk .
Temuan dari penelitian ini adalah Formasi Tarakan dapat dibagi menjadi dua
urutan; T1 dan T2 urutan. Kedua urut memiliki sepenuhnya sistem saluran yaitu
lowstand Sistem Saluran (LST), transgresif Sistem Saluran (TST) dan highstand
Sistem Saluran (HST). Urutan termasuk sebagai tipe-1 urutan yang lebih rendah batas
sekuen adalah basis erosi karena regresi paksa. Setiap urutan memiliki berbagai
sedimentasi, beralih arah kompleks dan intensif mengubah geometri dan posisi unit
pengendapan.
Ada relationsip antara analisis urutan stratigrafi dan distribusi waduk dan
kualitas,
terutama di barat dan pusat bagian dari lokasi penelitian. T2 urutan yang memiliki
kualitas reservoir yang lebih tinggi adalah karena fase regresif semakin dominan.
Berdasarkan hasil pemodelan sifat 3D, tingkat distribusi waduk dan kualitas harus
memiliki pengaruh atas basinward perubahan perbatasan intertidal rendah dan deposit
pasir bar daerah intertidal. 3D modeling ini juga akan menunjukkan dampak dari
kesempatan eksplorasi laut.
Tujuan dari penelitian adalah pertama analisis lingkungan sedimentasi
deposito Pliosen berdasarkan urutan stratigrafi dan konsep stratigrafi seismik dengan
menentukan urutan batas (SB), sistem-saluran, jenis parasekuen dan seismik, kedua
analisis Reservoir Distribusi dan Kualitas (NTG, Vsh, por-ef) di Parasekuen Tingkat
dan ketiga itu berdampak pada Deepwater Eksplorasi Peluang
Lokasi daerah penelitian yang memiliki lebar sekitar 1642 km2 terletak di
koordinat dari 117º 33'31" untuk 117º 57' 14" Bujur dan 3º 7' 5" - 3º 27' 20" Lintang.
Daerah penelitian adalah di lepas pantai timur dan tenggara bagian dari pulau
Tarakan (Gambar 1). Data seismik dan jalan juga terletak di pengeboran darat, lepas
pantai timur dan tenggara pulau Tarakan.

Gambar 1 - The Research location of Tarakan Sub-basin offshore area is located in


the eastern and southeastern part of the island of Tarakan
B. DAERAH GEOLOGI

Cekungan Tarakan sebagai daerah delta diindikasikan sebagai margin basin


pasif dengan tektonik kecil yang dikendalikan oleh strike-slip kesalahan. Dari
anomali magnetik, cekungan ini area yang ditunjukkan dasar laut deepwater
menyebar dengan kesalahan directional ke laut (Lentini dan Darman, 1996).
Cekungan ini terletak di bagian timur laut Kalimantan dalam hal depocenter
cekungan dapat dibagi menjadi empat sub-cekungan yaitu Tidung, Tarakan, Berau,
dan Muara Sub-basin (Achmad dan Samuel, 1984). Tarakan basin dibatasi oleh
Sekatak Berau Ridge di barat, Suikerbrood dan Mangkalihat Semenanjung
pegunungan di daerah selatan, Sempurna Semenanjung punggungan di utara, dan
Laut Sulawesi di sebelah timur. Tarakan sub-DAS yang akan menjadi lokasi
penelitian terletak di tengah muara Sungai Sajau (Gambar 2.a). Berdasarkan hasil
analisis struktural dan proses sedimentasi, Tarakan sub-basin dapat dibagi menjadi
lima wilayah geologi, yaitu: Exposure-Sebuku Daino, Graben / sub-Deposenter
Sembakung-Bangkudulis, Dasin-Fanny punggungan, lereng-Tibi dan Mintut terutama
Bunyu Deposenter - Tarakan (Gambar 2. b).
Gambar 2 a) Structure map of the Tarakan Sub-Basin (Hidayati, et al., 2007), b)
Tarakan Basin can be divided into four sub-basins namely Tidung, Tarakan,
Berau, and Muara Sub-Basin (Achmad and Samuel, 1984)

C. METODOLOGI

Berdasarkan data yang tersedia seismik yaitu 2D di SEGY-file, baik login


LAS-file, biostratigrafi ringkasan data dan check-tembakan data, langkah-langkah
penelitian adalah analisis urutan dan sumur korelasi, interpretasi dan analisis seismik
stratigrafi, pemetaan bawah permukaan, distribusi waduk dan analisis kualitas dan
pemodelan sifat akhirnya 3D untuk Vsh dan porositas efektif net-waduk. Metodologi
penelitian ini adalah dengan menggunakan beberapa software integratif seperti
Microsoft Excell, Surfer, I-petrofisika dan Petrel.
Diagram alir dari penelitian ini adalah visualisasi dari algoritma atau metode
langkah untuk mengetahui pemahaman tentang masalah, tujuan penelitian,
metodologi penelitian, interpretasi hasil pengolahan data, analisis dan kesimpulan.
Mengalir Bagan analisis urutan stratigrafi dari penelitian ini dikaitkan dengan
distribusi waduk dan berkualitas di Formasi Tarakan di Tarakan Sub-Cekungan
Kalimantan Timur (Gambar 5):
Interpretasi log V-sh berasal dari log gamma-ray untuk menentukan urutan
batas, sistem-saluran dan parasekuen dengan didukung oleh data biostratigrafi.
Penentuan distribusi dan waduk kualitas adalah undertakenby melakukan korelasi
dengan baik dan didukung oleh fasies analisis stratigrafi seismik. Interpretasi hasil
penampang seismik akan terus bawah permukaan pemetaan. Pemetaan bawah
permukaan untuk menghasilkan peta struktural waktu dan ketebalan dalam waktu.
Setelah dikonversi dengan peta struktur analisis mendalam kecepatan dan peta
isopach akan diproduksi.
Tahap berikutnya akan dilakukan analisis rinci dari hasil berdasarkan
interpretasi dan korelasi urutan stratigrafi. Dengan membagi menjadi sebuah unit
paket parasekuen dan sistem saluran, masing-masing saluran sistem dapat
diperkirakan jenis pengelompokan sistem parasekuen-saluran masing-masing dengan
baik.
Integrasi analisis urutan terkait dengan distribusi dan kualitas resevoir secara
vertikal dan lateral akan dilakukan dengan facies analsysis untuk setiap urutan. Tahap
penting ini integrasi perlu didukung oleh aspek seismik internal jenis tambatan
refleksi seismik dan konfigurasi dari pola refleksi seismik.
Gambar 5 - flow chart of the research covered literature study, acquisition,
processing, interpretation and data analysis to take conclusion

D. HASIL

PemetaanBawah Permukaan dilakukan untuk menentukan peta struktur


distribusi kedalaman SB-T3, SB-T2 dan SB T1. Peta struktur kedalaman yang
dihasilkan dari peta struktur waktu dan analisis peta kecepatan berdasarkan
interpretasi seismik, dasi seismik-sumur dan check-tembakan data. Peta struktur
kedalaman yang dihasilkan dari waktu ke konversi kedalaman dikalikan antara peta
struktur waktu dan peta distribusi kecepatan. Kedalaman peta struktural SB-T2 dan
SB-T1 menunjukkan pola kontur perubahan relatif sedikit (Gambar 6).
Gambar 6 - a) Depth structure map of SB-T2. Indicated thrust -fold in the west (the
island of Tarakan). b) Depth structure map of SB-T1. Contour patterns are relatively
similar to SB-T2. Geological structure is controlled by thrust- fold in the west (the
island of Tarakan). Crest of anticline direction is southeast – northwest. There are
several normal fault NNW - SSE and NNE - SSW.

Daerah yang lebih tinggi di barat atau Pulau Tarakan dan daerah yang lebih
rendah ke timur - tenggara. Tarakan Pulau tinggi dikendalikan oleh struktur dorong-
antiklin dengan arah puncak antiklin di SE untuk NW dan beberapa sesar normal
dengan arah NNW - SSE dan NNE- SSW. Struktur geologi di sekitar Pulau Tarakan
dipengaruhi oleh kesalahan sinistral kunci utama Maratua yang memanjang
daritenggara ke barat laut menuju tenggara dari lokasi penelitian. Untuk kedalaman
peta strucrual dari SB-T1, daerah tertinggi di bagian barat atau Pulau Tarakan yang
mencapai -1150 m TVDSS dan menurun ke timur - tenggara dengan kedalaman
sampai -3600 m TVDSS.
Memperhatikan pola kontur dan berdasarkan geologi regional, proses
sedimentasi umumnya berjalan dari barat dari Tarakan sungai kuno ke arah timur
relatif terhadap perubahan pergeseran lateral tenggara, timur dan timur laut. Tarakan
Pulau umumnya sebagai bar pasir pasang surut, dengan intensitas sedimen fluvial
bervariasi.
Peta isopach diciptakan dari pengurangan antara kedalaman peta struktural
yang lebih rendah dan lebih tinggi SB. Dari perbandingan dua peta isopach, terjadi
pergeseran ketebalan ketebalan relatif seragam di wilayah utara pusat - selatan dari
urutan T1 menjadi lebih tebal di sebelah tenggara urutan T2. Pergeseran ketebalan
sedimen antara T1 dan T2 urutan mengindikasikan perubahan arah sedimentasi atau
beralih dari barat ke timur di urutan T1 ke barat laut ke tenggara di urutan T2. Hasil
dua peta isopach akan menjadi salah satu dasar untuk menafsirkan proses sedimentasi
dan analisis urutan stratigrafi
Setelah penafsiran 28 seismik lintas-bagian untuk memilih tiga cakrawala atas
(SB-T1, SB SB -T2 dan T3) dan dasi antara seismik dan sumur, serta didukung oleh
aspek Stratigrafi seismik termasuk seismik, dan reflektor terminasi batas bawah dan
atas mereka masing-masing batas sekuen. Regional, reflektor seismik memiliki
tingkat tinggi variasi. Umumnya terputus dengan clinoform progradation. Onlap
pengakhiran di barat dan lapisan atas kain pada urutan garis T1 bawah di wilayah
tengah - kenaikan permukaan laut menunjukkan barat cepat ditunjukkan regresi
paksa.
Analisis distribusi reservoir secara vertikal pada sistem saluran di urutan T1
dan T2 yang dilakukan di sembilan sumur dibagi menjadi tiga wilayah; barat, tengah
dan timur. Analisis dengan korelasi dalam tiga jalan yang diambil untuk memilih
paket parasekuen ideal dalam setiap sistem saluran. Korelasi dilakukan pada jalan ke
arah barat - timur di utara (Gambar V.5), jalur laut - tenggara di selatan (Gambar V.6)
dan jalur utara ke selatan
Hasil pemodelan 3D untuk distribusi lateral yang dengan software Petrel
muncul di parasekuen P2-HST memiliki distribusi bersih-dominan waduk diikuti
parasekuen P2-P2-LST dan TST. Distribusi net-paling terbatas waduk ditemukan di
P2 -LST Urutan T1 atau parasekuen LST-2 dari urutan T1. Luasnya distribusi bersih-
waduk posisi batas tercermin dalam intertidal dan batin-neritik dan bergeser ke timur
(basinward) pada daerah luar sedimen gosong (pasir bar) di daerah intertidal
Sistem analisis kualitas reservoir secara vertikal pada saluran di T1 dan T2
urutan dilakukan pada sembilan sumur yang terbagi dalam tiga wilayah; barat, tengah
dan timur. Sama seperti dalam distribusi net-waduk, dengan melakukan analisis
korelasi pada tiga lagu dilakukan parasekuen untuk memilih paket yang ideal untuk
setiap sistem saluran. Berdasarkan analisis distribusi net-waduk parasekuen vertikal
yang ideal memilih tiga di setiap sistem saluran di T1 dan T2 urutan yang akhirnya
digunakan untuk analisis kualitas reservoir. Pada urutan T1 dipilih P2-LST, P1-P4-
TST dan HST. Adapun urutan T2, yang dipilih parasekuen-LST P2, P2-P3-TST dan
HST.
Untuk wilayah barat memiliki efektif porositas tertinggi dan nilai terendah di
Vsh membandingkan wilayah tengah dan timur, yang dipilih parasekuen ketiga di T1
dan T2 urutan memiliki porositas yang efektif antara 15 - 36% dari isi Vsh 4-26%.
Pada urutan T1, parasekuen P4-HST memiliki persentase porositas yang efektif lebih
tinggi dari parasekuen P1-P2-TST dan LST. Dalam sumur A1
Bayan, persentase yang efektif porositas P4-HST 23% dengan nilai rata-rata
Vsh 11%, tetapi P1-TST porositas efektif dengan 20% 18% Vsh dan porositas efektif
parasekuen P2-LST 21% untuk 17 % Vsh. Dalam Mengatal-1 sumur, persentase
porositas efektif P4-HST 28,5% dengan nilai rata-rata 16,1% Vsh. Hal ini cukup
berbeda dibandingkan dengan persentase yang efektif porositas P1-LST bahwa hanya
15% dengan Vsh 24%.
Pada urutan T2, parasekuen P2- P2-LST dan persentase HST umumnya
mengandung porositas efektif yang lebih tinggi dan rata-rata persentase Vsh lebih
rendah dari P2-TST parasekuen. Dalam Mengatal-1 sumur, persentase porositas
efektif P2- HST 31% menjadi 14,4% dan Vsh-P2 LST dengan 28% Vsh 16,2%,
sedangkan P2-TST parasekuen menurunkan porositas efektif 26%. Dalam Bayan
sumur A1, P2-HST memiliki persentase porositas efektif 36% dengan Vsh sangat
rendah hanya 4% atau pendekatan bersih-pasir, porositas efektif dalam P2-LST
dengan 26% Vsh 19%, sedangkan untuk P2-TST 21 % porositas efektif rata-rata
persentase Vsh 18%.
Persentase di wilayah tengah, analisis ketiga urutan parasekuen dari T1
memiliki porositas efektif 9,5-17% dengan Vsh 11-22%, seperti untuk urutan T2,
persentase porositas efektif 12,5-21% dengan Vsh adalah bervariasi 11-42%.
Dari hasil pemodelan 3D untuk kualitas reservoir lateral dengan
mengintegrasikan porositas efektif tren baik log dan pola (trend permukaan) distribusi
waduk bersih-lateral dengan software Petrel, melihat P2-parasekuen HST memiliki
distribusi porositas efektif yang paling dominan diikuti parasekuen P2-LST dan P2-
TST. Distribusi porositas efektif dan terbatas terendah ditemukan di P2-LST Urutan
T1. Tingginya nilai porositas efektif seiiring dengan distribusi yang luas net-waduk
yang tercermin dari posisi dalam batas-intertidal dan neritik dan pergeseran ke arah
timur (basinward) pada daerah luar deposito gosong pasir di daerah supra-pasang dan
surut Sama seperti dalam distribusi net-waduk, batas -intertidal dalam dan neritik
lebih lanjut ke timur, diikuti dengan deposito gosong pasir di daerah supra-pasang
surut dan dampaknya intertidal pada peningkatan kualitas waduk adalah nilai-nilai
porositas tinggi dan tingkat yang efektif distribusi bersih-waduk. Dalam P2-HST
parasekuen pada urutan T2, batas luar gosong pasir deposito di daerah intertidal
mendekati batas luar intertidal yang yang Vsh log mengindikasikan deposito
progradasi dibentuk oleh progradational parasequence set parasekuen atas dan di
bawah paket HST.
Pada Iris-1 sumur di daerah, nilai rata-rata Vsh pada parasekuen P2 -HST
adalah 11% dengan porositas yang efektif mencapai 21%. Dalam C1 Bunyu sumur
berdekatan dengan Iris-1, rata-rata nilai Vsh pada parasekuen P2- HST adalah 20%
dengan porositas yang efektif mencapai 19%.
Tapi untuk sedimen di daerah P2-LST parasekuen intertidal di T1 dan T2
urutan, distribusi porositas efektif dan seragam lebih tinggi dari P2-P2-TST dan HST.
Dalam P2-LST parasekeuen pada urutan T2, sedimen intertidal di kawasan itu
tampaknya telah menyebar jaring efektif porositas tertinggi dan merata dari utara ke
selatan.
Untuk lingkungan batin-neritik di wilayah timur melihat konten porositas
yang relatif efektif pasokan sedimen rendah karena delta kecil dan shale lebih
dominan. Dalam sumur OB-B1, nilai Vsh dari sekitar 40% sampai 12% porositas
efektif pada urutan T1 dan nilai Vsh 25% di urutan T2 dengan 16% porositas efektif.

E. KESIMPULAN

Ada relationsip deposito Pliosen antara analisis urutan stratigrafi dan


distribusi waduk dan kualitas, terutama di barat dan pusat bagian dari lokasi
penelitian. T2 urutan yang memiliki kualitas reservoir yang lebih tinggi adalah karena
fase regresif semakin dominan. Dari peta isopach, menafsirkan perubahan
sedimentasi (switching) dari barat ke timur di urutan T1 ke barat laut ke tenggara di
urutan T2.
Dari 3D hasil pemodelan menunjukkan Distribusi waduk dan Kualitas yang
depent pada posisi outer-perbatasan intertidal dan sejauh mana deposito pasir-bar.
Untuk distribusi dan kualitas reservoir, urutan T2 yang lebih muda, distribusi
dan kualitas reservoir dan lebih luas lebih tinggi dari urutan T1. Tapi ketebalan net-
waduk pada tingkat masing-masing sistem parasekuen-saluran sangat bervariasi
tergantung pada unit lokasi dan lingkungan sedimentasi. Dari perbandingan masing-
masing sistem-saluran, HST paket pada urutan T2 di lokasi yang sama cenderung
memiliki distribusi bersih yang paling banyak-waduk dan kualitas reservoir (porositas
dan efektif Vsh) lebih baik dari LST dan paket TST.
Analisis urutan stratigrafi dari kualitas distribusi dan waduk memiliki
hubungan dekat, terutama di wilayah barat dan tengah yang lebih dekat ke darat
tersebut. Pada urutan T2 yang lebih muda memiliki distribusi yang lebih luas dan
kualitas reservoir lebih tinggi dari T1 fase urutan regresi disebabkan lebih dominan
pada urutan T2. Pada urutan T2, parasekuen P2-P2-LST dan HST-umumnya
memiliki ketebalan waduk bersih dan kualitas reservoir lebih tinggi dari P2-TST
parasekuen. Berdasarkan pemodelan 3D, distribusi dan waduk kualitas net-waduk
tercermin dalam posisi yang tinggi dari batas luar intertidal dan pergeseran di daerah
luar sedimen gosong (bar pasir deposito) lebih untuk basinward tersebut.
Menorehkan indikasi lembah akan kesempatan yang sangat baik dari
eksplorasi minyak dan gas di daerah Deepwater termasuk Ambalat dan East-Blok
Ambalat karena neritik untuk bathyal daerah memiliki kemungkinan sub-laut sistem
penerusan sebagai seperti seperti di Kutai Basin

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Z., Samuel, L. (1984), Stratigrafi dan siklus pengendapan di Kalimantan


Basin NE. Prosiding Indonesian Petroleum Association 13th Annual Convention,
Jakarta, Vol. 1, 109-120.

Biantoro, E., Kusuma, MI, Dan Rotinsulu, LF (1996), Tarakan sub-basin kesalahan
pertumbuhan, North-East Kalimantan: peran mereka jebakan hidrokarbon, Prosiding
Indonesian Petroleum Association 25th Annual Convention, Jakarta, Vol. 1, 175-189.

Darman, H. (2001), drama turbidit dari Indonesia: Sebuah Tinjauan, Berita


Sedimentologi, 15, 2-21.

Ellen, H., Husni, MN, Sukanta, U., Abimanyu, R., Feriyanto, Herdiyan, T. (2008),
Miosen Tengah Meliat Formasi di Tarakan Islan, implikasi regional untuk
kesempatan eksplorasi mendalam, Prosiding Indonesian Petroleum Association

32nd Konvensi Tahunan, Jakarta, Vol.1

Hidayati, S., Guritno, E., Argenton, A., Ziza, W., Campana, ID (2007), Re-
mengunjungi kerangka struktural dari Tarakan Sub-DAS, Prosiding Indonesian
Petroleum Association31st ConventionTahunan, Jakarta Vol.1

.,Kendall, Christopher, 2005, tangan-keluar Stratigrafi & sedimen Basin, Urutan


Stratigrafi - Dasar-dasar, tidak dipublikasikan
Koesoemadinata, RP (1980), Geologi Minyak dan Gas Bumi, Jilid 1 dan 2, Penerbit
ITB Bandung, Jilid 1- 2.

Lentini, MR, Darman, H. (1996), Aspek Neogen tektonik sejarah dan hidrokarbon
geologi Cekungan Tarakan, Prosiding Indonesian Petroleum Association 25th Annual
Convention, Jakarta, Vol.1, 241-251.

Noon, S., Harrington, J., Dan Darman, H. (2003), The Cekungan Tarakan,
Kalimantan Timur: Terbukti Neogen fluvio-delta, calon deep-air dan Paleogen
memainkan dalam konteks stratigrafi regional, Prosiding Indonesian Petroleum
Association 29th Annual Convention, Jakarta, Vol.1, 425-440

North, FK (1985), Petroleum geology, Allen & Unwin Inc., 115-126.

Subroto, EA, Muritno, BP, Sukowitono, Noeradi, D., Djuhaeni (2005), Petroluem
geochemistry study in a Sequence stratigraphic framework in the Simenggaris Block,
Tarakan Basin, East Kalimantan, Indonesia, Proceedings of Indonesian Petroleum
Association 30th Annual Convention, Jakarta, Vol.1

Vail, PR, Mitchum, RM, Todd, JR, Widmer JM, Thomson III, S., Sangree, JB, Bubb,
JN (1977), Seismic stratigraphy and global changes of sea level, Part 1-11, AAPG
Memoir 26th, p.49-212

Vail PR, and Wornardt, W., Jr., (1991) An Integrated approach to exploration and
development in the 90; Well-log seismic sequence stratigraphy analysis, Transaction
– Gulf Coast Association of Geology Societies, Vol. XLI, 630-650

Van Wagoner, JC, Posamentier, HW, Mitchum, RM, Vail, PR, Sarg, Loutit, TS, and
Handenbol, J. (1988), An Overview of the fundamental of sequence stratigraphy and
key definition; in Wilgus CK et.al (eds); Sea-Level Changes; An Integrade Approach;
SEPM, Spec.Publ., Vol.42, 39-69

Anda mungkin juga menyukai