Anda di halaman 1dari 28

Kembali ke Menu IPA10-G-128

PROSES, INDONESIA PETROLEUM ASOSIASI

Tiga puluh Keempat Convention & Exhibition Tahunan Mei 2010

WADUK DISTRIBUSI DAN KUALITAS SIMPANAN Pliosen

DI TIMUR OFFSHORE AREA, IMPLIKASI TERHADAP Deepwater EKSPLORASI


TARAKAN CEKUNGAN, TIMUR-KALIMANTAN

P. Hadi Wijaya *

Dardji Noeradi **
Djuhaeni **
Asep K. Permadi **

ABSTRAK

Petroleum penelitian geologi di Cekungan Tarakan relatif kurang dari Kutai Basin seperti rinci dan komprehensif
urutan stratigrafi, variasi sedimen layering dari transisi ke zona luar-neritik dan hubungannya reservoir distribusi dan
kualitas. Eksplorasi minyak dan gas di Cekungan Tarakan, Kalimantan Timur, telah dilakukan sejak hampir seratus
tahun yang lalu dan merupakan salah satu cekungan oledest di Indonesia. Masalah penelitian ini adalah bagaimana
pola kumpulan parasekuen, jenis sistem-saluran, facies sedimentasi dan pemodelan Formasi Tarakan di bagian timur
darat dan lepas pantai Pulau Tarakan dan kemudian berkaitan dengan distribusi batuan reservoir dan kualitas. Untuk
mengatasi masalah tersebut, kami mulai dari studi referensi dan langkah-langkah penelitian adalah analisis urutan dan
sumur korelasi, interpretasi dan analisis seismik stratigrafi, pemetaan bawah permukaan, distribusi waduk dan analisis
kualitas dan pemodelan sifat akhirnya 3D untuk Vsh dan porositas efektif net-waduk .

Temuan dari penelitian ini adalah Formasi Tarakan dapat dibagi menjadi dua urutan; T1 dan T2 urutan. Kedua urut
memiliki sepenuhnya sistem saluran yaitu lowstand Sistem Saluran (LST), transgresif Sistem Saluran (TST) dan
highstand Sistem Saluran (HST). Urutan termasuk sebagai tipe-1 urutan yang lebih rendah batas sekuen adalah basis
erosi karena regresi paksa. Setiap urutan memiliki berbagai sedimentasi, beralih arah kompleks dan intensif mengubah
geometri dan posisi unit pengendapan.

Ada relationsip antara analisis urutan stratigrafi dan distribusi waduk dan kualitas,

* Kelautan Geological Institute, R & D Agency, Kementerian E & MR

** Institut Teknologi Bandung

terutama di barat dan pusat bagian dari lokasi penelitian. T2 urutan yang memiliki kualitas reservoir yang lebih tinggi
adalah karena fase regresif semakin dominan. Berdasarkan hasil pemodelan sifat 3D, tingkat distribusi waduk dan
kualitas harus memiliki pengaruh atas basinward perubahan perbatasan intertidal rendah dan deposit pasir bar daerah
intertidal. 3D modeling ini juga akan menunjukkan dampak dari kesempatan eksplorasi laut.

Katakunci: Deposito Pliosen, Tarakan, urutan stratigrafi, fasies seismik, waduk, distribusi,kualitas

PENDAHULUAN
Eksplorasi minyak dan gas di Cekungan Tarakan telah mengalami proses panjang termasuk menjadi salah satu
eksplorasi tertua di Indonesia. Hasil penemuan ladang minyak dan gas di Pulau Bunyu, Pulau Tarakan dan Sajau
Muara belum disertai dengan keberhasilan eksplorasi di daerah lepas pantai. Dibandingkan dengan hasil eksplorasi
Kutai Basin di daerah lepas pantai dan laut dalam di mana beberapa ladang minyak dan gas yang signifikan telah
discoveredexploration di Cekungan Tarakan telah mengakibatkan tidak ada penemuan ekonomi kecuali Aster
Lapangan di daerah laut dalam. Minyak penelitian geologi di Cekungan Tarakan relatif kurang dibandingkan dengan
Cekungan Kutai, termasuk analisis rinci urutan Stratigrafi dan sistem linkage saluran dengan distribusi dan kualitas
batuan reservoir.

Terkait dengan masalah penelitian, studi stratigrafi tentang deposito Pliosen yaitu Tarakan Formasi di Tarakan Sub -
Basin telah dilakukan regional dan urutan ini dinobatkan sebagai urutan II yang dibagi menjadi IIA, IIB dan IIC
(Noon, et al., 2003) . Hasilnya masih belum mengarah pada analisis rinci dari urutan di tingkat parasekuen
Kembali ke Menu

dan tidur-set, fasies model aspek sedimentasi dan reservoirnya. Masalah penelitian ini adalah bagaimana
pola parasekuen, jenis sistem saluran, facies sedimen dan model di Tarakan Pembentukan usia Pliosen di
timur dan tenggara dari Pulau Tarakan yang terkait dengan aspek-aspek tertentu dari distribusi waduk dan
kualitas batuan reservoir.

Tujuan dari penelitian adalah pertama analisis lingkungan sedimentasi deposito Pliosen berdasarkan urutan
stratigrafi dan konsep stratigrafi seismik dengan menentukan urutan batas (SB), sistem-saluran, jenis
parasekuen dan seismik, kedua analisis Reservoir Distribusi dan Kualitas (NTG, Vsh, por-ef) di Parasekuen
Tingkat dan ketiga itu berdampak pada Deepwater Eksplorasi Peluang

Lokasi daerah penelitian yang memiliki lebar sekitar 1642 km2 terletak di koordinat dari 117º 33'31" untuk
117º 57' 14" Bujur dan 3º 7' 5" - 3º 27' 20" Lintang. Daerah penelitian adalah di lepas pantai timur dan
tenggara bagian dari pulau Tarakan (Gambar 1). Data seismik dan jalan juga terletak di pengeboran darat,
lepas pantai timur dan tenggara pulau Tarakan.

Curah hujan di lingkungan saat ini, daerah penelitian antara delta didominasi pasang surut untuk neritik luar.
Wilayah lepas pantai memiliki kedalaman 0 sampai 95 meter atau dari intertidal ke tengah-neritik.
Berdasarkan konsep cekungan minyak dan gas, lokasi ini terletak di Cekungan Tarakan, khususnya di Sub-
Cekungan Tarakan yang akan dibahas secara lebih rinci dalam bab-bab berikutnya.

DAERAH GEOLOGI

Cekungan Tarakan sebagai daerah delta diindikasikan sebagai margin basin pasif dengan tektonik kecil yang
dikendalikan oleh strike-slip kesalahan. Dari anomali magnetik, cekungan ini area yang ditunjukkan dasar
laut deepwater menyebar dengan kesalahan directional ke laut (Lentini dan Darman, 1996). Cekungan ini
terletak di bagian timur laut Kalimantan dalam hal depocenter cekungan dapat dibagi menjadi empat sub-
cekungan yaitu Tidung, Tarakan, Berau, dan Muara Sub-basin (Achmad dan Samuel, 1984). Tarakan basin
dibatasi oleh Sekatak Berau Ridge di barat, Suikerbrood dan Mangkalihat Semenanjung pegunungan di
daerah selatan, Sempurna Semenanjung punggungan di utara, dan Laut Sulawesi di sebelah timur. Tarakan
sub-DAS yang akan menjadi lokasi penelitian terletak di tengah muara Sungai Sajau (Gambar 2.a).
Berdasarkan hasil analisis struktural dan

proses sedimentasi, Tarakan sub-basin dapat dibagi menjadi lima wilayah geologi, yaitu: Exposure-Sebuku Daino,
Graben / sub-Deposenter Sembakung-Bangkudulis, Dasin-Fanny punggungan, lereng-Tibi dan Mintut terutama Bunyu
Deposenter - Tarakan (Gambar 2. b).

Tektonostratigrafi di Tarakan Sub -basin dapat dibagi menjadi tiga tahap; pra-Rift, syn-Rift dan Post-Rift. Pada fase
pasca-Rift, Tarakan Sub-DAS sebagai passive margin dibagi menjadi transgresion dan regresi fase (Ellen, et al., 2008).
Pada fase regresi, sedimen pasca-keretakan adalah deposito delta masing Tabul, Santul, Tarakan dan Bunyu Formasi.
Cepat subsidence mulai Santul Pembentukan dihasilkan kesalahan pertumbuhan yang berlanjut sampai Pembentukan
Tarakan di usia Pliosen sebagai siklus-4 deposisi. Kegiatan tektonik selama Late Pliosen untuk Pleistosen perubahan
dengan tektonik menghasilkan kompresi yang ditemui di beberapa mono-antiklin dan dorong kesalahan. Proses ini
terjadi selama Pembentukan deposisi Bunyu (Gambar 3).

Tarakan Pembentukan sebagai deposito Pliosen terdiri dari pasir, serpih, batu pasir, batu bara dan pasir-serpih
interkalasi yang diartikan sebagai suatu sistem delta. Dalam Tarakan Sub-basin, formasi ini sebagai delta-delta depan
dan deposito -plain (Achmad dan Samuel, 1984). Tentang Pembentukan Tarakan di Tarakan sub Cekungan telah
dilakukan dalam penelitian regional dan dinobatkan sebagai urutan II (Noon, et al. 2003) .. Urutan II, yang
diidentifikasi sebagai Formasi Tarakan dibagi menjadi tiga sub urutan adalah: II-A, II-B dan II-C (Gambar 4)

METODOLOGI
Berdasarkan data yang tersedia seismik yaitu 2D di SEGY-file, baik login LAS-file, biostratigrafi ringkasan data dan
check-tembakan data, langkah-langkah penelitian adalah analisis urutan dan sumur korelasi, interpretasi dan analisis
seismik stratigrafi, pemetaan bawah permukaan, distribusi waduk dan analisis kualitas dan pemodelan sifat akhirnya
3D untuk Vsh dan porositas efektif net-waduk. Metodologi penelitian ini adalah dengan menggunakan beberapa
software integratif seperti Microsoft Excell, Surfer, I-petrofisika dan Petrel.

Diagram alir dari penelitian ini adalah visualisasi dari algoritma atau metode langkah untuk mengetahui pemahaman
tentang masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, interpretasi hasil pengolahan data, analisis dan kesimpulan.
Mengalir
Kembali ke Menu

Bagan analisis urutan stratigrafi dari penelitian ini dikaitkan dengan distribusi waduk dan berkualitas di
Formasi Tarakan di Tarakan Sub-Cekungan Kalimantan Timur (Gambar 5):

Interpretasi log V-sh berasal dari log gamma-ray untuk menentukan urutan batas, sistem-saluran dan
parasekuen dengan didukung oleh data biostratigrafi. Penentuan distribusi dan waduk kualitas adalah
undertakenby melakukan korelasi dengan baik dan didukung oleh fasies analisis stratigrafi seismik.
Interpretasi hasil penampang seismik akan terus bawah permukaan pemetaan. Pemetaan bawah permukaan
untuk menghasilkan peta struktural waktu dan ketebalan dalam waktu. Setelah dikonversi dengan peta
struktur analisis mendalam kecepatan dan peta isopach akan diproduksi.

Tahap berikutnya akan dilakukan analisis rinci dari hasil berdasarkan interpretasi dan korelasi urutan
stratigrafi. Dengan membagi menjadi sebuah unit paket parasekuen dan sistem saluran, masing-masing
saluran sistem dapat diperkirakan jenis pengelompokan sistem parasekuen-saluran masing-masing dengan
baik.

Integrasi analisis urutan terkait dengan distribusi dan kualitas resevoir secara vertikal dan lateral akan
dilakukan dengan facies analsysis untuk setiap urutan. Tahap penting ini integrasi perlu didukung oleh aspek
seismik internal jenis tambatan refleksi seismik dan konfigurasi dari pola refleksi seismik.

HASIL

PemetaanBawah Permukaan dilakukan untuk menentukan peta struktur distribusi kedalaman SB-T3, SB-T2
dan SB T1. Peta struktur kedalaman yang dihasilkan dari peta struktur waktu dan analisis peta kecepatan
berdasarkan interpretasi seismik, dasi seismik-sumur dan check-tembakan data. Peta struktur kedalaman
yang dihasilkan dari waktu ke konversi kedalaman dikalikan antara peta struktur waktu dan peta distribusi
kecepatan. Kedalaman peta struktural SB-T2 dan SB-T1 menunjukkan pola kontur perubahan relatif sedikit
(Gambar 6).

Daerah yang lebih tinggi di barat atau Pulau Tarakan dan daerah yang lebih rendah ke timur - tenggara.
Tarakan Pulau tinggi dikendalikan oleh struktur dorong-antiklin dengan arah puncak antiklin di SE untuk
NW dan beberapa sesar normal dengan arah NNW - SSE dan NNE

- SSW. Struktur geologi di sekitar Pulau Tarakan dipengaruhi oleh kesalahan sinistral kunci utama Maratua
yang memanjang dari

tenggara ke barat laut menuju tenggara dari lokasi penelitian. Untuk kedalaman peta strucrual dari SB-T1, daerah
tertinggi di bagian barat atau Pulau Tarakan yang mencapai -1150 m TVDSS dan menurun ke timur - tenggara dengan
kedalaman sampai -3600 m TVDSS.

Memperhatikan pola kontur dan berdasarkan geologi regional, proses sedimentasi umumnya berjalan dari barat dari
Tarakan sungai kuno ke arah timur relatif terhadap perubahan pergeseran lateral tenggara, timur dan timur laut.
Tarakan Pulau umumnya sebagai bar pasir pasang surut, dengan intensitas sedimen fluvial bervariasi.

Peta isopach diciptakan dari pengurangan antara kedalaman peta struktural yang lebih rendah dan lebih tinggi SB. Dari
perbandingan dua peta isopach, terjadi pergeseran ketebalan ketebalan relatif seragam di wilayah utara pusat - selatan
dari urutan T1 menjadi lebih tebal di sebelah tenggara urutan T2. Pergeseran ketebalan sedimen antara T1 dan T2
urutan mengindikasikan perubahan arah sedimentasi atau beralih dari barat ke timur di urutan T1 ke barat laut ke
tenggara di urutan T2. Hasil dua peta isopach akan menjadi salah satu dasar untuk menafsirkan proses sedimentasi dan
analisis urutan stratigrafi (Gambar 7)
Setelah penafsiran 28 seismik lintas-bagian untuk memilih tiga cakrawala atas (SB-T1, SB SB -T2 dan T3) dan dasi
antara seismik dan sumur, serta didukung oleh aspek Stratigrafi seismik termasuk seismik, dan reflektor terminasi
batas bawah dan atas mereka masing-masing batas sekuen. Regional, reflektor seismik memiliki tingkat tinggi variasi.
Umumnya terputus dengan clinoform progradation. Onlap pengakhiran di barat dan lapisan atas kain pada urutan garis
T1 bawah di wilayah tengah - kenaikan permukaan laut menunjukkan barat cepat ditunjukkan regresi paksa.

Di bagian utara dari wilayah tengah, indikasi terlihat dari toplap lebih rendah dari SB T1, SB-SB-T2 dan T3. Urutan
T1 di sebelah timur-1 Nah kantil terlihat reflektor yang kuat. Reflektor ini kuat ditafsirkan pada hangus lapisan
batupasir delta selama fase regresi penampilan LST-didukung reflektor hummocky dan clinoforms hummocky sebagai
indikator sedimentasi tercermin progradasi.Hal bentuk bel tanggapan log. Bidang reflektor terlihat pada pola urutan T2
dari sub-paralel dan paralellel di beberapa tempat menunjukkan hummocky menemukan bidang perlapisan terus
menerus dan di beberapa tempat melensa. Dalam hal ini adalah karakteristik lingkungan intertidal sekitarpasang-
fluvial
KembaliMenu

didominasi delta. Penampilan Refllektor yang menunjukkan lemah sampai sedang cukup serpih perlapisan
yang dominan di lingkungan intertidal yang lebih rendah untuk inner-neritik (Gambar 8)

Dalam L71a lintas-S86 pengakhiran seismik Onlap terlihat di SP.3092 urutan SB-T2 batas. Didukung
seismik penampilan clinoforms hummocky pada urutan T2 menunjukkan pola sedimentasi progradasi. Pada
urutan T2 dengan urutan di batas bawah (SB-T2) terjadi regresi paksa atau karena peningkatan relatif
permukaan laut adalah urutan cepat dari tipe-1. Pada urutan T1 melihat seismik sub-paralel dengan reflektor
yang kuat di SP.3412 - 3092 dan secara bertahap melemah ke timur yang menunjukkan lingkungan
sedimentasi intertidal menengah di wilayah tengah dan pergeseran bertahap untuk menurunkan intertidal ke
dalam-neritik di wilayah tengah - timur.

Deposito Pliosen dapat dibagi menjadi dua urutan; T1 dan T2 urutan. Kedua urut memiliki sepenuhnya
sistem saluran yaitu lowstand Sistem Saluran (LST), transgresif Sistem Saluran (TST) dan highstand Sistem
Saluran (HST).

Urutan termasuk sebagai tipe-1 urutan yang lebih rendah batas sekuen adalah basis erosi karena regresi
paksa. Setiap urutan memiliki berbagai sedimentasi, beralih arah kompleks dan intensif mengubah geometri
dan posisi unit pengendapan.

T2 urut, lebih muda dari T1, memiliki distribusi yang lebih luas dan kualitas yang lebih tinggi dari waduk
dari T1 urut. Berdasarkan analisis sistem-saluran, HST paket T2 urutan di lokasi yang sama umumnya lebih
baik daripada paket LST dan TST.

Analisis distribusi waduk dan penentuan kualitas reservoir secara vertikal dan lateral. Analisis vertikal
dilakukan dengan menghitung, mengamati dan menafsirkan lapisan net-waduk keterdapatan di setiap sistem
saluran dari urutan T1 dan T2 urutan. Lateral analisis yang digunakan salah satu contoh parasekuen
ditafsirkan menyebar lateral pada setiap sistem saluran di Urutan T1 dan T2. Integrasi dari kedua analisis
dan lateral vertikal ini akan menentukan lapisan net-waduk yang ideal untuk setiap sistem-saluran di T1 dan
T2 urutan kemudian dilakukan analisis kualitas reservoir.

Secara umum dua urutan pengamatan, ketebalan reservoir net- di barat, yang diwakili oleh empat sumur
(Mengatal-1, Sesanip-1, 1

dan Selipi Bayan- A1) memiliki ketebalan antara 363-524 m dengan persentase NTG 67,8-91, 2%. Ketebalan reservoir
yang bersih, menurun ke arah timur. Di pusat wilayah tebal net-waduk antara 134-343 m dan di wilayah timur (OB-B1
dan Dahlia-1) hanya antara 32-238 m.

Dilihat dari urutan perbandingan antara T1 dan T2 urutan, mayoritas sumur menunjukkan T2 urut memiliki persentase
net-waduk lebih tebal dan lebih besar dari NTG, meskipun waduk kotor lebih tipis. Di sumur-Mengatal Nah 1 dengan
ketebalan 526 m urutan T2, yang -reservoir bersih mencapai 478 m atau 91% NTG. Sementara di urutan T1 dengan
535 m tebal, mengandung waduk net-NTG 362 m atau 68%.

Lebih ke timur, persentase bersih waduk bruto (NTG) menurun, sumur kantil-1 di urutan T2, NTG adalah 63,5%,
tetapi urutan T1 hanya mencapai 59,5%. Dalam sumur ini, ketebalan reservoir net-untuk untuk urutan T2 di 343 m dan
295 m. Urutan T1 Untuk sumur OB-B1, -reservoir net tebal di T2 sekuens NTG 238 m dan 35%. Sebagai urutan T1,
ketebalan reservoir yang bersih hanya 45 m dengan 10,4% NTG. Di sumur OB-B1, ketebalan waduk, bersih 238 m
pada urutan T2, tapi untuk urutan T1 hanya 45 m. Tentang Vanda-1 serta terletak di sebelah timur dari lokasi
penelitian adalah 26,2 km dan sistem telah berubah menjadi pengendapan sistem karbonat, untuk distribusi reservoir
diabaikan. Mengenai analisis kualitas reservoir terbatas pada nilai rata-rata volume shale (Vsh) dan porositas efektif
dalam lapisan reservoir di tingkat parasekuen net- yang telah ditentukan ideal. Nilai rata-rata dihitung atas zona waduk
Vsh di jaring tunggal yang telah dilakukan parasekuen cut-off 50%. Nilai rata-rata porositas dihitung pada zona bersih
dalam reservoir tunggal digunakan parasekuen setelah cut-off 12%.

Dari pengamatan usia, perbandingan kualitas reservoir antara urutan T1 dengan urutan T2 serta ketebalan net-waduk
dan persentase NTG bahwa pada urutan T2 muda Vsh nilai yang lebih rendah dan lebih tinggi efektif porositas dari
urutan T1. Contoh ideal sumur A1 terletak di wilayah barat utara terlihat di HST paket, nilai Vsh hanya 3,5-8,0% dan
porositas efektif mencapai 32-38%. Hal ini sangat berbeda dari paket dalam urutan T1 HST memiliki nilai Vsh 8-16%
dan nilai porositas efektif 18 sampai 27%. Hasil integrasi antara analisis dan korelasi dengan hasil urutan Stratigrafi
dan distribusi kualitas reservoir di sumur pengeboran di jalur data dari barat - timur dari
Kembali ke

Menubagian utara dan selatan, serta lagu dari utara ke selatan dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.

Analisis distribusi reservoir secara vertikal pada sistem saluran di urutan T1 dan T2 yang dilakukan di
sembilan sumur dibagi menjadi tiga wilayah; barat, tengah dan timur. Analisis dengan korelasi dalam tiga
jalan yang diambil untuk memilih paket parasekuen ideal dalam setiap sistem saluran. Korelasi dilakukan
pada jalan ke arah barat - timur di utara (Gambar V.5), jalur laut - tenggara di selatan (Gambar V.6) dan
jalur utara ke selatan (Gambar ayat 7).

Hasil analisis dari tiga lagu yang dipilih tiga yang ideal parasekuen di setiap sistem saluran di urutan T1 dan
T2. Dalam urutan T1 dipilih parasekuen ke-2 pada LST dari P2 -LST, di parasekuen paket TST dipilih
untuk-1 P1- TST dan untuk paket HST parasekuen dipilih untuk-4 P4-HST. Adapun urutan T2, parasekuen
dipilih untuk mewakili sistem-saluran adalah parasekuen P2-LST, P2-TST dan P3-HST.

Di daerah barat yang memiliki net-waduk, tebal dan persentase NTG terbesar dalam membandingkan
wilayah tengah dan timur, tiga parasekuen yang memilih urutan T1 dan T2 memiliki tebal net-waduk antara
25 hingga 143 m dengan persentase dari NTG 34-99%. Dalam urutan T1, parasekuen P4-HST memiliki
jaring-waduk tebal dari parasekuen P1-TST dan P2- LST. Dalam sumur Mengatal- 1, tebal net-waduk P4-
HST adalah 80 m dengan NTG 87%. Ini adalah kontras dibandingkan dengan P1-TST hanya 38 m dan P2-
LST 25 m dengan NTG 34%. Dalam sumur Bayan A1, tebal net-waduk P4-HST 143 m dengan NTG 85%,
tetapi P1-TST hanya 26 m dengan NTG 70% dan parasekuen P2-LST 79 m dengan NTG 85%.

Dalam urutan T2, parasekuen P2-LST dan P2-HST umumnya memiliki ketebalan net-waduk dan persentase
NTG lebih besar dari parasekuen P2-TST. Dalam sumur Mengatal-1, tebal net-waduk P2-HST 52 m dengan
NTG 85% dan P2-LST 89 m dengan NTG 94%, tetapi parasekuen P2-TST 49 m dan NTG 84 m. Dalam
sumur Bayan A1, P2-HST memiliki tebal net-waduk 102 m dengan NTG 99%, P2- LST 55 m dengan NTG
90%, sedangkan untuk P2-TST 60 m dengan NTG 88%. Untuk paket urutan T2, dari empat sumur,
parasekuen P2-HST memiliki net-waduk, tebal dan persentase NTG terbesar. Seperti dalam sumur Sesanip-1
dan Selipi-1, parasekuen P2-LST lebih tebal dari dua parasekuen lain yang adalah 78 m dan 92 m, sementara
yang lain parasekuen antara 42-65 m. (Tabel V.2)

Di wilayah tengah, analisis ketiga urutan parasekuen memiliki ketebalan net T1-waduk antara 9-45 m dengan NTG 47-
80%, seperti untuk urutan T2, ketebalan net-reservoir antara 11-72 m dengan NTG 28 untuk 96%. Wells kantil-1
adalah lokasi dengan NTG tertinggi dibandingkan Iris-1 dengan baik dan Bunyu C1. Pada T1 sekuens sumur kantil -1,
NTG pada 50 - 80% dengan ketebalan net-waduk 18 sampai 45 m. Pada urutan T2, NTG bahkan mencapai 88 menjadi
96% dan reservoir net-tebal 54-72 m, atau dapat dikatakan distribusi bersih-reservoir di T2 sekuens lebih baik dari
urutan T1.

Di wilayah timur, dari sumur OB-B1 dan Dahlia-1, ketebalan net-reservoir tipis dan NTG menurun. Pada urutan T1,
ketebalan reservoir yang bersih berkisar hanya 0-18 m dengan NTG 0-47%. Untuk urutan T2 -reservoir ketebalan
bersih hanya berkisar 27-81 m dengan NTG 31-69%.

Hasil pemodelan 3D untuk distribusi lateral yang dengan software Petrel muncul di parasekuen P2-HST memiliki
distribusi bersih-dominan waduk diikuti parasekuen P2-P2-LST dan TST. Distribusi net-paling terbatas waduk
ditemukan di P2 -LST Urutan T1 atau parasekuen LST-2 dari urutan T1. Luasnya distribusi bersih-waduk posisi batas
tercermin dalam intertidal dan batin-neritik dan bergeser ke timur (basinward) pada daerah luar sedimen gosong (pasir
bar) di daerah intertidal (Gambar 11).

Sistem analisis kualitas reservoir secara vertikal pada saluran di T1 dan T2 urutan dilakukan pada sembilan sumur
yang terbagi dalam tiga wilayah; barat, tengah dan timur. Sama seperti dalam distribusi net-waduk, dengan melakukan
analisis korelasi pada tiga lagu dilakukan parasekuen untuk memilih paket yang ideal untuk setiap sistem saluran.
Berdasarkan analisis distribusi net-waduk parasekuen vertikal yang ideal memilih tiga di setiap sistem saluran di T1
dan T2 urutan yang akhirnya digunakan untuk analisis kualitas reservoir. Pada urutan T1 dipilih P2-LST, P1-P4-TST
dan HST. Adapun urutan T2, yang dipilih parasekuen-LST P2, P2-P3-TST dan HST.

Untuk wilayah barat memiliki efektif porositas tertinggi dan nilai terendah di Vsh membandingkan wilayah tengah dan
timur, yang dipilih parasekuen ketiga di T1 dan T2 urutan memiliki porositas yang efektif antara 15 - 36% dari isi Vsh
4-26%. Pada urutan T1, parasekuen P4-HST memiliki persentase porositas yang efektif lebih tinggi dari parasekuen
P1-P2-TST dan LST. Dalam sumur A1
Kembali ke Menu

Bayan, persentase yang efektif porositas P4-HST 23% dengan nilai rata-rata Vsh 11%, tetapi P1-TST
porositas efektif dengan 20% 18% Vsh dan porositas efektif parasekuen P2-LST 21% untuk 17 % Vsh.
Dalam Mengatal-1 sumur, persentase porositas efektif P4-HST 28,5% dengan nilai rata-rata 16,1% Vsh. Hal
ini cukup berbeda dibandingkan dengan persentase yang efektif porositas P1-LST bahwa hanya 15% dengan
Vsh 24%.

Pada urutan T2, parasekuen P2- P2-LST dan persentase HST umumnya mengandung porositas efektif yang
lebih tinggi dan rata-rata persentase Vsh lebih rendah dari P2-TST parasekuen. Dalam Mengatal-1 sumur,
persentase porositas efektif P2- HST 31% menjadi 14,4% dan Vsh-P2 LST dengan 28% Vsh 16,2%,
sedangkan P2-TST parasekuen menurunkan porositas efektif 26%. Dalam Bayan sumur A1, P2-HST
memiliki persentase porositas efektif 36% dengan Vsh sangat rendah hanya 4% atau pendekatan bersih-
pasir, porositas efektif dalam P2-LST dengan 26% Vsh 19%, sedangkan untuk P2-TST 21 % porositas
efektif rata-rata persentase Vsh 18%.

Persentase di wilayah tengah, analisis ketiga urutan parasekuen dari T1 memiliki porositas efektif 9,5-17%
dengan Vsh 11-22%, seperti untuk urutan T2, persentase porositas efektif 12,5-21% dengan Vsh adalah
bervariasi 11-42%.

Dari hasil pemodelan 3D untuk kualitas reservoir lateral dengan mengintegrasikan porositas efektif tren baik
log dan pola (trend permukaan) distribusi waduk bersih-lateral dengan software Petrel, melihat P2-
parasekuen HST memiliki distribusi porositas efektif yang paling dominan diikuti parasekuen P2-LST dan
P2-TST. Distribusi porositas efektif dan terbatas terendah ditemukan di P2-LST Urutan T1. Tingginya nilai
porositas efektif seiiring dengan distribusi yang luas net-waduk yang tercermin dari posisi dalam batas-
intertidal dan neritik dan pergeseran ke arah timur (basinward) pada daerah luar deposito gosong pasir di
daerah supra-pasang dan surut (Gambar 12).

Sama seperti dalam distribusi net-waduk, batas -intertidal dalam dan neritik lebih lanjut ke timur, diikuti
dengan deposito gosong pasir di daerah supra-pasang surut dan dampaknya intertidal pada peningkatan
kualitas waduk adalah nilai-nilai porositas tinggi dan tingkat yang efektif distribusi bersih-waduk. Dalam
P2-HST parasekuen pada urutan T2, batas luar gosong pasir deposito di daerah intertidal mendekati batas
luar intertidal yang yang Vsh log mengindikasikan

deposito progradasi dibentuk oleh progradational parasequence set parasekuen atas dan di bawah paket HST.

Pada Iris-1 sumur di daerah, nilai rata-rata Vsh pada parasekuen P2 -HST adalah 11% dengan porositas yang efektif
mencapai 21%. Dalam C1 Bunyu sumur berdekatan dengan Iris-1, rata-rata nilai Vsh pada parasekuen P2- HST adalah
20% dengan porositas yang efektif mencapai 19%.

Tapi untuk sedimen di daerah P2-LST parasekuen intertidal di T1 dan T2 urutan, distribusi porositas efektif dan
seragam lebih tinggi dari P2-P2-TST dan HST. Dalam P2-LST parasekeuen pada urutan T2, sedimen intertidal di
kawasan itu tampaknya telah menyebar jaring efektif porositas tertinggi dan merata dari utara ke selatan.

Untuk lingkungan batin-neritik di wilayah timur melihat konten porositas yang relatif efektif pasokan sedimen rendah
karena delta kecil dan shale lebih dominan. Dalam sumur OB-B1, nilai Vsh dari sekitar 40% sampai 12% porositas
efektif pada urutan T1 dan nilai Vsh 25% di urutan T2 dengan 16% porositas efektif.

KESIMPULAN

Ada relationsip deposito Pliosen antara analisis urutan stratigrafi dan distribusi waduk dan kualitas, terutama di barat
dan pusat bagian dari lokasi penelitian. T2 urutan yang memiliki kualitas reservoir yang lebih tinggi adalah karena fase
regresif semakin dominan. Dari peta isopach, menafsirkan perubahan sedimentasi (switching) dari barat ke timur di
urutan T1 ke barat laut ke tenggara di urutan T2.

Dari 3D hasil pemodelan menunjukkan Distribusi waduk dan Kualitas yang depent pada posisi outer-perbatasan
intertidal dan sejauh mana deposito pasir-bar.

Untuk distribusi dan kualitas reservoir, urutan T2 yang lebih muda, distribusi dan kualitas reservoir dan lebih luas
lebih tinggi dari urutan T1. Tapi ketebalan net-waduk pada tingkat masing-masing sistem parasekuen-saluran sangat
bervariasi tergantung pada unit lokasi dan lingkungan sedimentasi. Dari perbandingan masing-masing sistem-saluran,
HST paket pada urutan T2 di lokasi yang sama cenderung memiliki distribusi bersih yang paling banyak-waduk dan
kualitas reservoir (porositas dan efektif Vsh) lebih baik dari LST dan paket TST.

Analisis urutan stratigrafi dari kualitas distribusi dan waduk memiliki hubungan dekat,
Kembali ke Menu

terutama di wilayah barat dan tengah yang lebih dekat ke darat tersebut. Pada urutan T2 yang lebih muda
memiliki distribusi yang lebih luas dan kualitas reservoir lebih tinggi dari T1 fase urutan regresi disebabkan
lebih dominan pada urutan T2. Pada urutan T2, parasekuen P2-P2-LST dan HST-umumnya memiliki
ketebalan waduk bersih dan kualitas reservoir lebih tinggi dari P2-TST parasekuen. Berdasarkan pemodelan
3D, distribusi dan waduk kualitas net-waduk tercermin dalam posisi yang tinggi dari batas luar intertidal dan
pergeseran di daerah luar sedimen gosong (bar pasir deposito) lebih untuk basinward tersebut.

Menorehkan indikasi lembah akan kesempatan yang sangat baik dari eksplorasi minyak dan gas di daerah
Deepwater termasuk Ambalat dan East-Blok Ambalat karena neritik untuk bathyal daerah memiliki
kemungkinan sub-laut sistem penerusan sebagai seperti seperti di Kutai Basin

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami ingin mengucapkan terima kasih banyak untuk pengelolaan BP-Migas, Direktorat Jenderal Minyak
dan Gas Bumi, serta Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, terutama
manajemen Kelautan Geological Institute. Juga, kami ingin Terima kasih LAPI-ITB dan pengelolaan
Provident Sumber Daya Energi yang telah sepenuhnya ditunjang dengan penelitian ini.

PUSTAKA

Achmad, Z., Samuel, L. (1984), Stratigrafi dan siklus pengendapan di Kalimantan Basin NE. Prosiding
Indonesian Petroleum Association 13th Annual Convention, Jakarta, Vol. 1, 109-120.

Biantoro, E., Kusuma, MI, Dan Rotinsulu, LF (1996), Tarakan sub-basin kesalahan pertumbuhan, North-
East Kalimantan: peran mereka jebakan hidrokarbon, Prosiding Indonesian Petroleum Association 25 th
Annual Convention, Jakarta, Vol. 1, 175-189.

Darman, H. (2001), drama turbidit dari Indonesia: Sebuah Tinjauan, Berita Sedimentologi, 15, 2-21.

Ellen, H., Husni, MN, Sukanta, U., Abimanyu, R., Feriyanto, Herdiyan, T. (2008), Miosen Tengah Meliat
Formasi di Tarakan Islan, implikasi regional untuk kesempatan eksplorasi mendalam, Prosiding Indonesian
Petroleum Association

nd
32 Konvensi Tahunan, Jakarta, Vol.1

Hidayati, S., Guritno, E., Argenton, A., Ziza, W., Campana, ID (2007), Re-mengunjungi kerangka struktural dari
Tarakan Sub-DAS, Prosiding Indonesian Petroleum Association31st ConventionTahunan, Jakarta Vol.1

.,Kendall, Christopher, 2005, tangan-keluar Stratigrafi & sedimen Basin, Urutan Stratigrafi - Dasar-dasar, tidak
dipublikasikan

Koesoemadinata, RP (1980), Geologi Minyak dan Gas Bumi, Jilid 1 dan 2, Penerbit ITB Bandung, Jilid 1- 2.

Lentini, MR, Darman, H. (1996), Aspek Neogen tektonik sejarah dan hidrokarbon geologi Cekungan Tarakan,
Prosiding Indonesian Petroleum Association 25th Annual Convention, Jakarta, Vol.1, 241-251.
Noon, S., Harrington, J., Dan Darman, H. (2003), The Cekungan Tarakan, Kalimantan Timur: Terbukti Neogen fluvio-
delta, calon deep-air dan Paleogen memainkan dalam konteks stratigrafi regional, Prosiding Indonesian Petroleum
Association 29th Annual Convention, Jakarta, Vol.1, 425-440

North, FK (1985), Petroleum geology, Allen & Unwin Inc., 115-126.

Subroto, EA, Muritno, BP, Sukowitono, Noeradi, D., Djuhaeni (2005), Petroluem geochemistry study in a Sequence
stratigraphic framework in the Simenggaris Block, Tarakan Basin, East Kalimantan, Indonesia, Proceedings of
Indonesian Petroleum Association 30th Annual Convention, Jakarta, Vol.1

Vail, PR, Mitchum, RM, Todd, JR, Widmer JM, Thomson III, S., Sangree, JB, Bubb, JN (1977), Seismic stratigraphy
and global changes of sea level, Part 1-11, AAPG Memoir 26th, p.49-212

Vail PR, and Wornardt, W., Jr., (1991) An Integrated approach to exploration and development in the 90; Well-log
seismic sequence stratigraphy analysis, Transaction – Gulf Coast Association of Geology Societies, Vol. XLI, 630-650

Van Wagoner, JC, Posamentier, HW, Mitchum, RM, Vail, PR, Sarg, Loutit, TS, and Handenbol, J. (1988), An
Overview of the fundamental of sequence stratigraphy and key definition; in Wilgus CK et.al (eds); Sea-Level
Changes; An Integrade Approach; SEPM, Spec.Publ., Vol.42, 39-69
Back to Menu
Figure 1 - The Research location of Tarakan Sub-basin offshore area is located in the eastern and
southeastern part of the island of Tarakan.
Back to Menu

Figure 2 - a) Structure map of the Tarakan Sub-Basin (Hidayati, et al., 2007), b) Tarakan Basin can be
divided into four sub-basins namely Tidung, Tarakan, Berau, and Muara Sub-Basin (Achmad
and Samuel, 1984)
Back to Menu
Figure 3 - Regional tectonostratigraphy includes litostratigraphy and chronostratigraphy in the Tarakan
Basin (Ellen, et al., 2008)
Back to Menu

Figure 4 - Determination of regionally sequence boundaries and sub-sequences in the Tarakan sub-
Basin. Tarakan Formation as Sequence II is divided into three sub-sukuen IIA, IIB and IIC (Noon, et al.
2003)
Figure 5 - flow chart of the research covered literature study, acquisition, processing, interpretation and data
analysis to take conclusion
Back to Menu

Figure 6 - a) Depth structure map of SB-T2. Indicated thrust -fold in the west (the island of Tarakan). b)
Depth structure map of SB-T1. Contour patterns are relatively similar to SB-T2. Geological
structure is controlled by thrust- fold in the west (the island of Tarakan). Crest of anticline
direction is southeast – northwest. There are several normal fault NNW - SSE and NNE - SSW.
Figure 7 - a) Isopach maps of T2 Sequence b) Isopach map of T1 sequence. Thickening shift from a
relatively uniform thickness in the central region on Sequence T1 becomes thicker in the
southeastern on sequence T2.
Back to Menu

Figure 8 - Stratigraphy Analysis of seismic cross-sections in the offshore of eastern area of


Tarakan Island
Figure 9 - Integration Stratigraphy sequence analysis with the distribution and reservoir quality in the
northern study sites from the west (Bayan A1) to the east (Vanda-1)
Back to Menu

Figure 10 - Integration Stratigraphy sequence analysis with the distribution and reservoir quality in the
southern region of the study sites west of the southwest (Sesanip-1) to the east east-southeast
(Dahlia-1)
Figure 11 - Distribution of 3D appearance Vsh on P2-LST parasekuen sequences T1 (A), P2-T2 sequence
LST (B), P2-T2 sequence TST (C) and P2-HST on T2 sequences (D)
Back to Menu

Figure 12 - 3D appearance to porosity-effective distribution of P2-LST parasekuen sequence T1 (A), P2-T2


sequence LST (B), P2-T2 sequence TST (C) and P2-HST on T2 sequences (D)

Anda mungkin juga menyukai