Anda di halaman 1dari 21

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Irigasi
Yang dimaksud dengan istilah irigasi adalah kegiatan-kegiatan yang
bertalian dengan usaha mendapatkan air untuk sawah, ladang, perkebunan dan
lain-lain usaha pertanian, rawa - rawa, perikanan (Jhon FK, 2002). Usaha tersebut
terutama menyangkut pembuatan sarana dan prasarana untuk membagi-bagikan
air ke sawah-sawah secara teratur dan membuang air kelebihan yang tidak
diperlukan lagi untuk memenuhi tujuan pertanian. Masih sering kita jumpai istilah
irigasi ini diganti dengan istilah "Pengairan". Untuk sementara istilah irigasi kita
anggap punya pengertian yang sama dengan istilah pengairan.
2.2 Tujuaan Irigasi
Ditinjau dari tujuannya, irigasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu irigasi secara
langsung dan secara tidak langsung.
2.2.1. Tujuan Irigasi Secara Langsung
Tujuan irigasi secara langsung adalah membasahi tanah agar
dicapainya suatu kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman
dalam hubungannya dengan persentase kandungan air dan udara diantara
butir-butir tanah. Pemberian air dapat juga mempunyai tujuan sebagai
pengangkut bahan-bahan pupuk untuk perbaikan tanah.

2.2.2. Tujuan irigasi secara tidak langsung


Tujuan irigasi secara tidak langsung adalah pemberian air yang
dapat menunjang usaha pertanian melalui berbagai cara antara lain :
a. Mengatur suhu tanah, misalnya pada suatu daerah suhu tanah terlalu
tinggi dan tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman maka suhu tanah
dapat disesuaikan dengan cara mengalirkan air yang bertujuan
merendahkan suhu tanah.
b. Membersihkan tanah, dilakukan pada tanah yang tidak subur akibat
adanya unsur-unsur racun dalam tanah. Salah satu usaha misalnya

1
penggenangan air di sawah untuk melarutkan unsur-unsur berbahaya
tersebut kemudian air genangan dialirkan ketempat pembuangan.
c. Memberantas hama, sebagai contoh dengan penggenangan maka Jiang
tikus bisa direndam dan tikus keluar, lebih mudah dibunuh.
d. Mempertinggi permukaan air tanah, misalnya dengan perembesan
melalui dinding-dinding saluran, permukaan air tanah dapat
dipertinggi dan memungkinkan tanaman untuk mengambil air melalui
akar-akar meskipun permukaan tanah tidak dibasahi.
e. Membersihkan buangan air kota (penggelontoran), misalnya dengan
prinsip pengenceran karena tanpa pengenceran tersebut air kotor dari
kota akan berpengaruh sangat jelek bagi pertumbuhan tanaman.
f. Kolmatasi, yaitu menimbun tanah-tanah rendah dengan jalan
mengalirkan air berlumpur dan akibat endapan lumpur tanah tersebut
menjadi cukup tinggi sehingga genangan yang terjadi selanjutnya tidak
terlampau dalam kemudian dimungkcinkan adanya usaha pertanian.
2.3 Pengaruh Iklim, Siklus Air, Dan Topografi.
2.3.1 Pengaruh Iklim
Iklim mempunyai kaitan dengan suhu udara dan suhu udarapunya
pengaruh pada evaporasi dan transpirasi. Terjadinya perbedaan suhu udara
merupakan salah satu sebab terjadinya angin dan angin tersebut
berpengaruh pula pada laju penguapan. Di Indonesia dikenal dua musim
yaitu musim kemarau dan musim penghujan, dengan ciri utama banyak
hujan pada musim penghujan dan jarang hujan pada musim kemarau.
2.3.2 Pengaruh Siklus Air
Hidrologi telah memberitahukan adanya siklus. Kita membutuhkan
air untuk mengairi tanaman dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai
menurut kebutuhan tanaman agar berproduksi maksimum pada waktu
yang diharapkan. Adanya bahwa sirkulasi air yang berlangsung tidak
merata dan distribusi air di alam tidak berlangsung sesuai kebutuhan
tanaman di tiap-tiap daerah pertanian.

2
Ketidakmerataan sirkulasi air, hal tersebut menimbulkan
persoalan-persoalan bagi pemakai air termasuk para petani. Pada suatu
saat petani bisa mendapat air yang berlebihan sampai mengganggu usaha
pertanian, tetapi pada saat lain bisa sangat kekurangan air sehingga
tanaman tidak bisa tumbuh dengan baik. Pada daerah tertentu bahkan
terjadi banjir pada musim penghujan dan dilanda bahaya kekurangan air
pada musim kemarau.
Siklus air ini dimulai dari penguapan pada daratan, sungai, danau
dan lautan, uap air ini membumbung tinggi pada ketinggian tertentu air itu
menggumpal menjadi gumpalan awan, dalam kurun waktu tertentu suhu
semakin rendah gumpalan awan menjadi tebal dan berat maka karena sinar
matahari awan itu jatuh berupa hujan yang diterpa angin kemudian jatuh di
bumi melalui darat, sungai, danau, laut terus masuk ketanah sebagian
sebagai limpasan kemudian air ini kemabali menguap dan selanjutnya
berputar tak henti-hentinya sehingga merupakan siklus yang tak pernah
berhenti.
2.3.3 Pengaruh Topografi
Topografi daerah seringkali kurang menguntungkan. Hujan yang
jatuh airnya sebagian mengalir dipermukaan menuju tempat yang rendah
bahkan akhirnya sebagian besar air hujan berada pada tempat-tempat yang
lebih rendah dari permukaan tanah daerah sekitarnya. Apabila pada suatu
saat suatu daerah kekurangan air terpaksa berpaling pada air pada tempat-
tempat yang rendah tersebut. Jadi pada suatu saat petani bisa diganggu air
berlebihan dan perlu memikirkan saluran drainase pada saat lain bisa
kekurangan air dan perlu memikirkan saluran pemberi untuk mengalirkan
air ke tempat yang membutuhkan, tetapi karena sebagian besar air berada
pada tempat yang rendah maka umumnya ada masalah tenaga untuk
mengalirkan air tersebut.
2.4 Kaitan Saluran Irigasi Dan Saluran Drainase
Irigasi dan drainase di Indonesia hampir selalu mempunyai fungsi saling
rnenunjang dalam usaha mencapai hasil optimum dalam bidang pertanian.

3
Penetapan suatu jaringan pemberi perlu mengingat kaitannya dengan jaringan
drainase, dan pada kondisi yang tidak memaksa maka jaringan pemberi dan
jaringan drainase perlu dibuat terpisah walaupun memiliki fungsi saling
menunjang dalam usaha pelayanan kebutuhan pertanian.
Saluran irigasi yang berfungsi ganda sebagai saluran pemberi dan saluran
drainase akan menimbulkan kesulitan - kesulitan pengoperasian dan saluran lebih
cepat rusak. Juga mengingat dasar penentuan kapasitas antara saluran pemberi
dan saluran drainase memang berbeda maka baik saluran maupun bangunan-
bangunan yang mempunyai fungsi ganda itu menjadi sukar perhitungannya dan
mahal biaya pembuatannya. Jadi pada keadaan umum sebagai prinsip dikehendaki
adanya jaringan irigasi tersendiri dan jaringan drainase tersendiri.
Saluran drainase ditentukan berdasar jumlah air pada suatu daerah yang
harus dibuang dalam waktu tertentu, sedangkan saluran pemberi ditentukan
berdasar kebutuhan maksimum untuk tanaman dengan memperhatikan adanya
koefisien-koefisien kehilangan air. Selanjutnya istilah saluran irigasi kita anggap
punya pengertian sebagai saluran pemberi, bahkan kata saluran umumnya dapat
berarti pula sebagai saluran pemberi dalam konteks pembicaraan lebih lanjut.
Maka untuk saluran drainase selalu ditegaskan dengan lengkap, saluran drainase
atau saluran pembuangan.

2.5 Satuan Air Dalam Irigasi


Satuan air dalam irigasi ini meliputi:
1. Tebal Air yang dinyatakan dalam nun, cm atau m, misalnya suatu jenis
tanaman padi suatu daerah membutuhkan 20 kali penyiraman sampai saat di
panen dan tiap kali penyiraman 5 mm. Hal ini berarti bahwa sampai saat
panen air yang dibutuhkan untuk 20 kali penyiraman tersebut setebal 20 x 5
mm = 100 mm. Untuk tiap ha tanaman dibutuhkan air 100 mm x 10.000 m 2 =
1000 m 3 .
2. Volume Air untuk satu jenis tanaman tertentu selama masa tanam. Misal
untuk satu tanaman selama masa tanam dibutuhkan air a m 3 , maka apabila
kita punya waduk lapangan berisi air V m 3 dan kehilangan air diperhitungkan

4
b m 3 berarti jumlah tanaman yang bisa diairi dari waduk itu = V  b / a
batang.
3. Satuan Debit Air yang menyatakan debit air untuk melayani suatu satuan luas.
4. Umumnya dinyatakan dalam satuan liter/detik/hektar atau dalam satuan
m3/detik/hektar. Cara ini hampir selalu dipakai dalam perhitungan-perhitungan
untuk menetapkan dimensi saluran baik saluran pemberi maupun saluran
drainase. Seringkali perhitungan kebutuhan air dengan satuan-satuan lain
perlu diubah ke dalam satuan ini supaya rumus-rumus yang menggunakan
debit sebagai parameter dapat diselesaikan dengan mudah.
5. Duty of Water, Merupakan luas areal yang dapat diairi oleh debit tertentu.
Satuan ini dinamai "duty of water". Misalnya untuk suatu jenis tanaman
tertentu pada suatu areal dty of water = A acres. Negara yang sering
menggunakan satuan ini misalnya USA, dan debit umumnya dinyatakan
dalam second foot atau cusec. Duty of water A acres berarti debit aliran 1
cusec dapat melayani areal seluas a acres. Untuk merubah ke dalam satuan
metrik 1 cusec = 28,3 liter/det dan 1 acre = 4047 m2. Yang dimaksud 1 cusec
adalah debit sebesar 1 ft3/detik
2.6 Pembagian Daerah Irigasi
Pembagian suatu daerah irigasi kedalam petak-petak lebih kecil diuraikan
sebagai berikut :
2.6.1 Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil
langsung air dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran
primer yang mengambil air langsung dari bangunan penyadap. Daerah di
sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah
dengan cara menyadap air dari saluran sekunder (Direktorat Jenderal
Pengairan, 1986).
2.6.2 Petak Sekunder
Menurut Direktorat Jenderal Pengairan (1986) petak sekunder
terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu
saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan

5
bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak
sekunder pada umumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya
saluran drainase. Luas petak sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada
kondisi topografi daerah yang bersangkutan.
Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi
daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang
membatasinya. Saluran sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran
garis tinggi yang mengairi lereng medan yang lebih rendah (Direktorat
Jenderal Pengairan, 1986)
2.6.3 Petak Tersier
Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing
seluaskurang lebih 8 sampai dengan 15 hektar.Pembagian air, eksploitasi
danpemeliharaan di petak tersier menjadi tanggung jawab para petani
yangmempunyai lahan di petak yang bersangkutan dibawah bimbingan
pemerintah.Petak tersier sebaiknya mempunyai batas-batas yang jelas, misalnya
jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya.Ukuran petak tersier berpengaruh
terhadapefisiensi pemberian air. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh
dalampenentuan luas petak tersier antara lain jumlah petani, topografi dan jenis
tanaman(Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).
2.6.4 Petak Kuarter
Cabang-cabang saluran tersier ini merupakan saluran-saluran
kwarter dan melayani petak-petak kwarter.Dalam suatu daerah irigasi,
pembagian daerah ke dalam petak - petak lebih kecil dengan maksud
mencapai pembagian daerah yang ideal untuk menunjang pengelolaan air
yang efektif tidak selalu mudah berhubung keadaan daerah yang sudah
punya batas-batas alam dan kerap kali batas-batas alam tersebut kurang
teratur. Maka untuk maksud pembagian daerah secara baik kerap kali
dibuat saluran sub sekunder yang melayani petak sub sekunder, saluran
sub tersier yang melayani petak sub tersier dan saluran sub kwarter yang
melayani petak sub kwarter. Saluran kwarter dalam pembicaraan irigasi
Bering juga disebut saluran distribusi. Pengelolaan air pada tingkat tersier

6
pada umumnya dilakukan oleh petani sendiri, dan kontrol yang dilakukan
pemerintah umumnya masih terbatas pada saluran sekunder keudik,
meliputi saluran primer dan bangunan penangkap airnya.
Pada beberapa petak tersier percontohan pemerintah membantu
petani mengatur penggunaan air pada tingkat tersier dengan maksud hasil-
hasil yang baik dapat ditiru di tempat lain. Demikian pula untuk beberapa
daerah pemerintah telah membuat perencanaan teknis sampai tingkat
tersier.
2.7 Bangunan Irigasi
Keberadaan bangunan irigasi saat ini diperlukan untuk menunjang
pengambilan dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang
sering dijumpaidalam praktek irigasi antara lain
a. Bangunan utama,
b. Bangunan pembawa,
c. Bangunan bagi,
d. Bangunan sadap,
e. Bangunan pengatur muka air,
f. Bangunan pembuang dan penguras air serta,
g. Bangunan pelengkap
Menurut Direktorat Jenderal Pengairan (1986) bangunan utama
dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air untuk dialirkan ke seluruh
daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber airnya, bangunan utama dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kategori
a. Bendung,
b. Pengambilan bebas,
c. Pengambilan dari waduk dan,
d. Stasiun pompa.
2.7.1 Bangunan Utama
Bangunan utama di maksud sebagai penyadap dari suatu sumber
air untuk dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang di layani
2.7.2 Bangunan Bagi

7
Direktorat Jenderal Pengairan (1986) mendefinisikan bangunan
bagi merupakan bangunan yang terletak pada saluran primer, sekunder dan
tersier yang berfungsi untuk membagi air yang dibawa oleh saluran yang
bersangkutan. Khusus untuk saluran tersier dan kuarter bangunan bagi ini
masing-masing disebut boks tersier dan boks kuarter. Bangunan sadap
tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder menuju saluran
tersier penerima. Bangunan bagipada saluran-saluran besar pada umumnya
mempunyai 3 (tiga) bagian utama (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986)
yaitu:
a. Alat pembendung, bermaksud untuk mengatur elevasi muka air sesuai
dengan tinggi pelayanan yang direncanakan.
b. Perlengkapan jalan air melintasi tanggul, jalan atau bangunan lain
menuju saluran cabang. Konstruksinya dapat berupa saluran terbuka
ataupun gorong-gorong. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu
pengatur agar debit yang masuk saluran dapat diatur.
c. Bangunan ukur debit, yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan
untukmengukur besarnya debit yang mengalir.
Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan, perlu
dilakukan pengaturan dan pengukuran aliran di bangunan sadap (awal
saluran primer), cabang saluran jaringan primer serta bangunan sadap
primer dan sekunder.
2.7.3 Bangunan Pengatur
Bangunan pengatur muka air dimaksudkan untuk dapat mengatur
muka air sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan
debit yang konstan dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Sedangkan
bangunan pengukur dimaksudkan untuk dapat memberi informasi
mengenai besar aliran yang dialirkan (Direktorat Jenderal Pengairan,
1986).

8
Tabel 2.1 Beberapa Jenis Alat Ukur Debit

Tipe Alat Ukur Mengukur dengan Kemampuan


Mengatur

Ambang Lebar Aliran Atas tidak


Parshal Flume Aliran Atas tidak
Cipoletti Aliran Atas tidak
Romijn Aliran Atas ya
Crump de Gruyter Aliran Bawah ya
Constant Head Orifice Aliran Bawah ya
Bangunan Sadap pipa Aliran Bawah ya
Sederhana
Sumber : Direktorat Jendral Pengairan, 1986
2.7.4 Bangunan Drainase
Menurut Direktorat Jenderal Pengairan (1986) bangunan drainase
dimaksudkan untuk membuang kelebihan air di petak sawah maupun
saluran. Kelebihan air di petak sawah dibuang melalui saluran pembuang,
sedangkan kelebihan air di saluran dan dibuang melalui bangunan
pelimpah.Terdapat beberapa jenis saluran pembuang, yaitu saluran
pembuang kuarter, saluran pembuang tersier, saluran pembuang sekunder
dan saluran pembuang primer. Jaringan pembuang tersier dimaksudkan
untuk:
a. Mengeringkan sawah
b. Membuang kelebihan air hujan
c. Membuang kelebihan air irigasi
Saluran pembuang kuarter menampung air langsung dari sawah di
daerah atasnya atau dari saluran pembuang di daerah bawah.Saluran
pembuang tersiermenampung air buangan dari saluran pembuang
kuarter.Saluran pembuangprimer menampung dari saluran pembuang
tersier dan membawanya untukdialirkan kembali ke sungai (Direktorat
Jenderal Pengairan, 1986).

9
2.7.5 Bangunan Pelengkap
Bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap bangunan-
bangunanirigasi yang telah disebutkan sebelumnya.Bangunan pelengkap
berfungsi untukmemperlancar para petugas dalam eksploitasi dan
pemeliharaan.Bangunanpelengkap dapat juga dimanfaatkan untuk
pelayanan umum. Jenis-jenis bangunanpelengkap antara lain jalan
inspeksi, tanggul, jembatan penyeberangan, tanggamandi manusia, sarana
mandi hewan, serta bangunan lainnya (Direktorat Jenderal Pengairan,
1986).
2.8 Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan evaporasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman
dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam. melalui hujan dan
kontribusi air tanah (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Kebutuhan air sawah
untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut.

2.8.1 Penyiapan Lahan


Untuk perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan,
digunakan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlsha
(1968). Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam lt/dt/ha
selama periode penyiapan lahan dan menghasilkan rumus sebagai berikut :
IR  Me k /(e k  1) . ......................................................... (2.1)
dimana :
IR = Kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan (mm/hari)
M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi
dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan

M  E o  P …………………………………..……….....(2.2)

dimana :
Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 Eto selama
penyiapan lahan (mm/hari)
P = Perkolasi (mm/hari)

10
K  M .T S . .................................................................... ..(2.3)

di mana :
T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = Kebutuhan air, untuk penjenuhan di tambah dengan lapisan
air 50 mm

Untuk petak tersier, jangka waktu yang dianjurkan untuk


penyiapan lahan adalah 1,5 bulan. Bila penyiapan lahan terutama
dilakukan dengan peralatan mesin, jangka waktu satu bulan dapat
dipertimbangkan. Kebutuhan air untuk pengolahan lahan sawah
(puddling) bisa diambil 200 mm. Ini meliputi penjenuhan (presaturation)
dan penggenangan sawah, pada awal transplantasi akan ditambahkan
lapisan air 50 mm lagi.
Angka 200 mm di atas mengandaikan bahwa tanah itu "bertekstur
berat, cocok digenangi dan bahwa lahan itu belum bera (tidak ditanami)
selama lebih dari 2,5 bulan. Jika tanah itu dibiarkan lebih lama lagi,
ambillah 250 mm sebagai kebutuhan air untuk penyiapan lahan.
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan termasuk kebutuhan air untuk
persemaian
Tabel 2.2 Kebutuhan Air Selama Penyiapan Lahan

M Eo+ P T = 30 hari T=45hari


mm/hari S = 250 mm S= 300 mm S=250mm S=300mm
5.0 11.1 12.7 8.4 9.5
5.5 11.4 13.0 8.8 9.8
6.0 11.7 13.3 9.1 10.1
6.5 12.0 13.6 9.4 10.4
7.0 12.3 13.9 9.8 10.8
7.5 12.6 14.2 10.1 11.1
8.0 13.0 14.5 10.4 11.4
8.5 13.3 14.8 10.8 11.8

11
9.0 13.6 15.2 11.2 12.1
9.5 14.0 15.5 11.6 12.5
10.0 14.3 15.8 12.0 12.9
10.5 14.7 16.2 12.4 13.2
11.0 15.0 16.5 12.8 13.6

Sumber : Direktorat Jendral Pengairan, 1986

2.8.2 Penggunaan Konsumtif


Penggunaan konsumtif adalah jumlah air yang dipakai oleh
tanaman untuk proses fotosintesis dari tanaman tersebut.
Penggunaan konsumtif dihitung dengan rumus berikut :

EtC  K C .EtO …………………………………………(2.4)

Dengan :
K C = Koefisien tanaman,

Et O = Evapotranspirasi potensial (Penmann modifikasi) (mm/hari),

Etc = Penggunaan Konsuntif (mm/hari).

Tabel 2.3 Koefisien Tanaman Padi

Nedeco/prosed FAO
Bulan ke Variasi Biasa Variasi Unggul Variasi Biasa Variasi Unggul
0.5 1.20 1.20 1.10 1.10
1.0 1.20 1.27 1.10 1.10
1.5 1.32 1.33 1.10 1.05
2.0 1.40 1.30 1.10 1.05
2.5 1.35 1.30 1.10 0.95
3.0 1.25 0.00 1.05 0.00
3.5 1.12 0.95
4.0 0.00 0.00

Sumber : Direktorat Jendral Pengairan, 1986

12
Tabel 2.4 Koefesien Tanaman Paliwija

Setengah KoefisienTanaman
Bulan ke Kedelai Jagung Kac.tanah Bawang Buncis Kapas

1 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50


2 0.75 0.59 0.51 0.51 0.64 0.50
3 1.00 0.96 0.66 0.59 0.89 0.58
4 1.00 1.05 0.85 0.90 0.95 0.75
5 0.82 1.02 0.95 0.95 0.88 0.91
6 0.45 0.95 0.95 - - 1.04
7 - - 0.55 - - 1.05
8 - - 0.55 - - 1.05
9 - - - - - 1.05
10 - - - - - 0.78
11 - - - - - 0.65
12 - - - - - 0.65
13 - - - - - 0.65
Sumber :Direktorat Jendral Pengairan, 1986
Perhitungan perkiraan Evapotranspirasi potensial (Eto) dengan rumus
modifikasi Penman sebagai berikut ini (Doorenbos dkk, 1977; Harto,
2000).
2.8.3 Perkolasi Dan Rembesan
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh, yang
tertekan di antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah
(zona jenuh). Daya perkolasi (P) adalah laju perkolasi maksimum yang
dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona
tidak jenuh yang terletak antara permukaan tanah dengan permukaan air
tanah.
Pada tanah-tanah lempung berat dengan karakteristik pengelolaan
(puddling) yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1-3 mm/ hari. Pada
tanah-tanah yang lebih ringan laju perkolasi bisa lebih tinggi.

13
Tabel 2.5 Harga Perkolasi dari berbagai Jenis Tanah
No. MACAM Perkolasi
TANAH (mm/hr)
1 Lempung Berpasir 3-6
2 Lempung 2-3
3 Tanah Liat 1-2
Sumber : Sumarto,1997
2.8.4 Curah hujan
a. Curah hujan rata-rata
Cara ini adalah perhitungan rata-rata aljabar curah hujan di dalam dan
di sekitar daerah yang bersangkutan.

R  R1  R2  ....  Rn  ......................................................... (2.5)


Dimana:
R = Curah hujan daerah (mm)
n = Jumlah titik (pos-pos) pengamatan
R1 , R2 ,....Rn =curah hujan di tiap titik pengamatan (mm)

Hasil yang diperoleh dengan cara ini tidak berbeda jauh dari hasil
yang didapat dengan cara lain, jika titik pengamatan itu banyak dan
tersebar merata di seluruh daerah itu. Keuntungan cara ini ialah bahwa
cara ini adalah obyektif yang berbeda dengan umpama cara isohiet,
dimana faktor subyektif tutut menentukan (Sosorodarsono dan kensaku :
2003).

b. Curah hujan efektif


Curah hujan efektif ditentukan besarnya R80 yang merupakan curah
hujan yang besarnya dapat dilampaui sebanyak 80% atau dengan kata lain
dilampauinya 8 kali kejadian dari 10 kali kejadian. Dengan kata lain
bahwa besarnya curah hujan yang lebih kecil dari R80 mempunyai
kemungkinan hanya 20%.
Bila dinyatakan dengan rumus adalah sebagai berikut :

14
 m  R80  n  1) .................................................. (2.6)
m
R80 
n 1

R80 = Curah hujan sebesar 80%


n = Jumlah data
m = Rangking curah hujan yang dipilih

Curah hujan efektif untuk padi adalah 70% dari curah hujan tengah
bulanan yang terlampaui 80% dari waktu periode tersebut. Untuk curah
hujan efektif untuk palawija ditentukan dengan periode bulanan
(terpenuhi 50%) dikaitkan dengan tabel ET tanaman rata-rata bulanan dan
curah hujan rata-rata bulanan (USDA(SCS),1696).

Untuk Padi :
Re padi = ( R80 x 0,7)/ periode pengamatan.. ............................. (2.7)

Untuk palawija :

Re Palawija = ( R80 x 0,5)/ periode pengamatan. (2.8)

Dikaitkan dengan tabel.


Di mana:

Re = Curah hujan efektif (mm/hari)


R80 = Curah hujan dengan kemungkinan terjadi sebesar 80%

2.8.5 Pola Tanam


Untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman, penentuan pola
tanam merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Tabel dibawah ini
merupakan contoh pola tanam yang dapat dipakai.
Tabel 2.6. Tabel Pola Tanam
No. Ketersediaan Air Untuk Jaringan Pola Tanam Dalam
Irigasi Satu Tahun
1 Tersedia Air Cukup banyak Padi-Padi-Palawija

15
2 Tersedia Air Dalam Jumlah Cukup Padi-Padi-Bera
Padi-Palawija-Palawija
3 Daerah Yang Cendrung Kekurangan Padi-Palawija-bera
Air Palawija-Padi-Bera
Sumber : S.K Sidharto, Irigasi Dan Bangunan Air, 1997

2.8.6 Analisis Kebutuhan Air Irigasi


1 Kebutuhan Bersih Air Di Sawah Untuk Padi adalah:
NFR  ETC  P  WLR  Re …............................................ (2.9)
di mana :
NFR = Netto Field Water Requirement, kebutuhan bersih air di
sawah (mm/hari)
ETC = Evaporasi tanaman (mm/hari)

P = Perkolasi (mm/hari)
WLR = Penggantian lapisan air (mm/hari)
Re = Curah hujan efektif (mm/hari)

2 Kebutuhan Air Irigasi Untuk Padi Adalah:


NFR
IR  …………............................................................ (2.10)
e
di mana :
IR = Kebutuhan air irigasi (mm/hr)
e = Efisiensi irigasi secara keseluruhan
NFR = Netto Field Water Requirement, kebutuhan bersih air di
sawah (mm/hari)

3 Kebutuhan Air Irigasi Untuk Palawija adalah:


IR  ETC  Re/ e

2.8.7 Kebutuhan Pengambilan


Kebutuhan pengambilan untuk tanaman adalah jumlah debit air
yang dibutuhkan oleh satu hektar sawah untuk menanam padi atau
palawija. Kebutuhan pengambilan ini dipengaruhi oleh efisiensi irigasi.

16
Efisiensi irigasi adalah perbandingan jumlah air yang benar-benar sampai
ke petak tersier dengan jumlah air yang di sadap (Yulianur, 2005: 26).
Besarnya kebutuhan pengambilan di hitung dengan rumus berikut
NFR
DR  . .......................................................................... (2.11)
ef  8,64

ef  ef1  ef 2  ef 3 ....................................................................... (2.12)

di mana :
DR = Kebutuhan pengambilan air pada sumbernya (lt/dt/ha)
1 / 8,64 = Angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/ha
ef = Efisiensi irigasi total;

ef1 = Efisiensi pada jaringan utama (90%);

ef 2 = Efisiensi pada jaringan sekunder (90%); dan

ef 3 = Efisiensi pada jaringan tersier (80%).

2.9 Bendungan
Bendungan adalah suatu bangunan air yang dibangun khusus untuk
membendung (menahan) aliran air yang berfungsi untuk memindahkan aliran air
atau menampung sementara dalam jumlah tertentu kapasitas/volume air dengan
menggunakan struktur timbunan tanah homogen (Earthfill Dam), timbunan batu
dengan lapisan kedap air (Rockfill Dam), konstruksi beton (Concrete Dam) atau
berbagai tipe konstruksi lainnya.
Dengan pesatnya perkembangan teknologi dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan bendungan telah mengaburkan batasan secara jelas
pengelompokan tipe bendungan, karena sebagai akibat dari usaha para perancang
concrete dams dan geotechnical engineers dalam mengatasi permasalahan
bendungan timbunan (Embankment Dams) untuk menurunkan biaya konstruksi,
pemeliharaan serta untuk mendapatkan nilai ekonomis yang lebih tinggi.
Usaha untuk mendapatkan nilai yang lebih kompetitif diantaranya adalah :

17
1. Tingginya biaya membangun lapisan inti kedap air dan tanah liat diganti
dengan timbunan batu dan melapisi kedap air pada dinding permukaan sisi
hulu bendungan.
2. Tingginya biaya tenaga kerja, peralatan dan lamanya durasi waktu
pelaksanaan pada bendungan beton (Concrete Dam) diatasi dengan
pembangunan dengan beton tuang yang langsung dipadatkan (Roller
Compacted Concrete Dams).
3. Tingginya biaya pembangunan dan pelimpah darurat (Emergency Spillway)
diatasi dengan mengijinkan air melimpah melalui tubuh bendungan yang telah
dirancang tersendiri baik pada bendungan timbunan (Embankment Dams)
maupun struktur beton (Concrete Dam).
4. Penyelidikan yang menerus terhadap perilaku bendungan dan pengaruh
terhadap gempa akan memperbaiki laboratorium test dinamis (Dynamic
Laboratory Method) dan perbaikan pada teknik pembangunan Concrete Dams
dan Embankment Dams.

2.9.1. Komponen Bendungan


Berbagai usaha untuk memperoleh Bendungan yang layak terhadap
kelayakan teknis, ekonomis dan lingkungan terus diusahakan hingga saat
ini. Bendungan terdiri dari beberapa komponen, yaitu :
1. Badan bendungan (body of dams) Adalah tubuh bendungan yang
berfungsi sebagai penghalang air. Bendungan umumnya memiliki
tujuan untuk menahan air, sedangkan struktur lain seperti pintu air
atau tanggul digunakan untuk mengelola atau mencegah aliran air ke
dalam daerah tanah yang spesifik. Kekuatan air memberikan listrik
yang disimpan dalam pompa air dan ini dimanfaatkan untuk
menyediakan listrik bagi jutaan konsumen.
2. Pondasi (foundation) Adalah bagian dari bendungan yang berfungsi
untuk menjaga kokohnya bendungan.

18
3. Pintu air (gates) Digunakan untuk mengatur, membuka dan menutup
aliran air di saluran baik yang terbuka maupun tertutup. Bagian yang
penting dari pintu air adalah :
a. Daun pintu (gate leaf)
Adalah bagian dari pintu air yang menahan tekanan air dan
dapat digerakkan untuk membuka , mengatur dan menutup aliran air.
b. Rangka pengatur arah gerakan (guide frame)
Adalah alur dari baja atau besi yang dipasang masuk ke dalam
beton yang digunakan untuk menjaga agar gerakan dari daun pintu
sesuai dengan yang direncanakan.
c. Angker (anchorage)
Adalah baja atau besi yang ditanam di dalam beton dan
digunakan untuk menahan rangka pengatur arah gerakan agar dapat
memindahkan muatan dari pintu air ke dalam konstruksi beton.
d. Hoist
Adalah alat untuk menggerakkan daun pintu air agar dapat
dibuka dan ditutup dengan mudah.
4. Bangunan pelimpah (spill way) Adalah bangunan beserta intalasinya
untuk mengalirkan air banjir yang masuk ke dalam waduk agar tidak
membahayakan keamanan bendungan. Bagian-bagian penting dari
bangunan pelimpah :
a. Saluran pengarah dan pengatur aliran (controle structures)
Digunakan untuk mengarahkan dan mengatur aliran air agar
kecepatan alirannya kecil tetapi debit airnya besar.
b. Saluran pengangkut debit air (saluran peluncur, chute, discharge
carrier, flood way)
Makin tinggi bendungan, makin besar perbedaan antara permukaan
air tertinggi didalam waduk dengan permukaan air sungai di
sebelah hilir bendungan. Apabila kemiringan saluran pengangkut
debit air dibuat kecil, maka ukurannya akan sangat panjang dan
berakibat bangunan menjadi mahal. Oleh karena itu,

19
kemiringannya terpaksa dibuat besar, dengan sendirinya
disesuaikan dengan keadaan topografi setempat.
c. Bangunan peredam energy (energy dissipator)
Digunakan untuk menghilangkan atau setidak-tidaknya
mengurangi energi air agar tidak merusak tebing, jembatan, jalan,
bangunan dan instalasi lain di sebelah hilir bangunan pelimpah.
d. Kanal (canal)
Digunakan untuk menampung limpahan air ketika curah hujan
tinggi.
e. Reservoir
Digunakan untuk menampung/menerima limpahan air dari
bendungan.
f. Katup (kelep, valves)
Fungsinya sama dengan pintu air biasa, hanya dapat menahan
tekanan yang lebih tinggi (pipa air, pipa pesat dan terowongan
tekan). Merupakan alat untuk membuka, mengatur dan menutup
aliran air dengan cara memutar, menggerakkan ke arah melintang
atau memenjang di dalam saluran airnya.
g. Drainage gallery
Digunakan sebagai alat pembangkit listrik pada bendungan.
2.10 Tipe Bendungan
Dalam penentuan tipe bendungan dapat ditinjau dari berbagai pandangan,
diantaranya terdapat :
1. Pembagian tipe didasarkan pada ukurannya.
a. Bendungan besar (Large Dams)
b. Bendungan kecil (Small Dams)
2. Pembagian tipe didasarkan pada tujuan pembangunannya.
a. Bendungan dengan tujuan tunggal (Single Purpose Dams)
b. Bendungan serba guna (Multi Purpose Dams)
3. Pembagian tipe didasarkan pada jalannya air pelimpah.
a. Bendungan untuk dapat dilewati air (Overflow Dams)

20
b. Bendungan untuk dapat menahan air (Non Overflow Dams)
4. Pembagian tipe didasarkan pada material konstruksinya.
a. Bendungan beton (Concrete Dams)
b. Bendungan timbunan (Embankment Dams).
Pada umumnya yang sering digunakan adalah pembagian tipe bendungan
berdasarkan material yang digunakan untuk konstruksi yaitu Bendungan tipe
beton dan Bendungan tipe timbunan.

21

Anda mungkin juga menyukai