Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu proses mendewasakan siswa
melalui proses belajar dengan pendekatan peningkatan hasil belajar yang diperoleh
melalui tahapan belajar. Pengertian kata meningkatkan adalah proses, cara, perbuatan
meningkatkan. Dalam proses pembelajaran kegiatan itu dilakukan oleh guru dan siswa
untuk berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan yang terbentuk dapat di
“internalisasi” dalam diri siswa dan menjadi landasan pembelajaran berkelanjutan
secara mandiri. Proses internalisasi sangat penting dalam proses pembelajaran, dimana
siswa memerlukan bantuan seorang guru selama proses pembelajaran, antara siswa dan
guru harus ada mekanisme komunikasi untuk mengetahui peningkatan keberhasilan
proses tersebut, evaluasi hasil belajar dan tugas selalu mengakhiri proses pembelajaran
untuk dapat menyimpulkan keberhasilan seluruh proses (Sujana, 2004).

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan yang


setingkat dengan SMA, akan tetapi SMK memiliki perbedaan sistem belajar mengajar
dengan SMA. Selain itu porsi pembelajaran di SMK memiliki porsi pembelajaran
praktikum lebih banyak dari pada teori sehingga akan menghasilkan lulusan smk yang
siap kerja dan kompetitif di bidangnya.

Pemerintah untuk saat ini sangat mendukung lahirnya lulusan lulusan SMK
yang siap kerja dan kompetitif. Kebijakan tersebut seperti program revitalisasi SMK,
Melalui Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah
Menengah Kejuruan diharapkan menciptakan sumber daya manusia unggul di setiap
bidang serta memiliki daya saing, Reorientasi revitalisasi SMK ini sangat penting
dalam beberapa aspek, dengan tujuan agar sekolah menengah kejuruan dapat
menyediakan tenaga kerja terampil yang siap kerja di berbagai sektor ekonomi seperti
pertanian, industri, pariwisata, bahkan ekonomi kreatif. Diharapkan keberhasilan
revitalisasi SMK ini juga dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja Indonesia
serta dapat mengurangi permasalahan pengangguran usia produktif. (Kemendikbud,
2017)

Melalui program revitalisasi SMK diberbagai tempat untuk mendukung


lahirnya lulusan SMK yang siap kerja dan kompetitif. Salah satu SMK percontohan
program revitalisasi yaitu SMKN 4 garut yang beralamat Jalan Raya Karangpawitan
Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah menengah
kejuruan favorit di berbagai bidang yang terdapat di Kabupaten garut dengan akreditas
jurusan semuanya “A”. SMKN 4 garut merupakan suatu lembaga pendidikan
menengah kejuruan di bidang pertanian, teknologi rekayasa dan Teknologi Informasi
dan Komunikas sebagai lanjutan dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. SMK yang
berdiri pada tanggal 9 Agustus 1968 ini sekarang memiliki 10 (sepuluh) jurusan
keahlian, antara lain: 1) Teknologi Pengolahan Hasil Pangan; 2) Agribisnis Tanaman
Pangan dan Hortikultura; 3) Aggribisnis Tanaman Perkebunan; 4) Agribisnis
Perbenihan dan Kultur Jaringan; 5) Agribisnis Ternak Unggas; 6) Agribisnis Tenak
Ruminansia; 7) Teknik Reklamasi dan Rehabilitasi Hutan dan 3 jurusan lagi di program
keahlian teknologi.

Peserta didik program keahlian agroteknologi dan agribisnis wajib memiliki


pengetahuan dan kompetensi dibidang kejuruan baik itu dalam hal praktek maupun
teori sebagai modal untuk memasuki dunia kerja. Dunia industri dalam era globalisasi
kini juga sudah menaikkan standar kompetensi untuk para pekerja, sehingga sebagai
pendidik guru pun diwajibkan mengembangkan kemampuan dan kreasinya dalam
mengajar peserta didik, baik dari teknik mengajar, pengelolaan pembelajaran dan
model pembelajaran yang diterapkan untuk peserta didik supaya peserta didik selalu
antusias dan aktif dalam pembelajaran.

Mata pelajaran Persiapan Lahan Dan Penanaman Tanaman Perkebunan adalah


salah satu mata pelajaran kejuruan yang penting untuk peserta didik jurusan agribisnis
tanaman perkebunan. Peserta didik akan belajar mengenai ilmu-ilmu tentang persiapan
lahan yang harus dilakukan sampai dengan proses persiapan penanaman tanaman
perkebunan yang nantinya peserta didik akan sering menemui masalah tersebut ketika
telah bekerja diperkebunan.

Hasil observasi terhadap kegiatan belajar mengajar mata pelajaran persiapan


lahan dan penanaman tanaman perkebunan yang diperoleh melalui wawancara dengan
bapak M. Indra Hirra Nugraha S., S.P. selaku guru mata pelajaran persiapan lahan dan
penanaman tanaman perkebunan menunjukkan beberapa permasalahan dalam
pembelajaran di kelas. Keaktifan siswa yang kurang dan rendahnya rata-rata hasil
belajar siswa juga salah satu permasalahan yang dihadapi. Hal ini ditunjukkan pada
nilai rata-rata hasil belajar ulangan harian kelas IX Agribisnis Tanaman Perkebunan.

Tabel 1. Nilai Rata-Rata Ulangan Harian 1-4 Kelas IX ATP Tahun Ajaran
2018/2019.
Ulangan Harian U1 U2 U3 U4
Nilai Rata-Rata Kelas 60,5 61,1 63,4 62,8

Hasil observasi penulis ketika mengajar dikelas agribisnis tanaman perkebunan penulis
melihat banyaknya siswa yang kurang aktif dan kurang bersemangat dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran merupakan salah satu penyebab dari rendahnya rata-rata hasil
belajar. Siswa lebih banyak mengobrol sendiri saat guru menjelaskan pelajaran.
Pemberian motivasi dari guru masih belum mampu mempengaruhi kegiatan belajar
mengajar, sedangkan interaksi antara siswa dan guru juga belum terbentuk dengan baik.
Guru lebih sering menggunakan metode ceramah dan siswa mencatat, sehingga siswa
tidak dilibatkan terlalu banyak dalam proses pembelajaran.

Metode ceramah membuat peserta didik kurang berperan aktif dan bersemangat.
Variasi model pembelajaran yang sedikit juga menjadi faktor penghambat lain yang
membuat peserta didik menjadi kurang tertarik belajar sehingga peserta didik
mengobrol dengan kawan sebangku. Saat pembelajaran berlangsung, peserta didik
jarang bertanya ataupun memberi tanggapan tentang materi yang disampaikan oleh
guru. Peserta didik yang kurang bergairah dan kurang aktif ini membuat proses
pembelajaran menjadi jenuh dan dapat berakibat tujuan pembelajaran tidak tercapai
sempurna

Ketidak tercapaian hasil belajar siswa tidak dapat dibebankan kepada pada guru
saja, tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhinya. Seperti faktor internal dari
siswa itu sendiri, faktor lingkungan dan sebagainya. Namun pada dasarnya guru
merupakan kunci utama dalam pencapaian hasil belajar siswa. Seorang guru bukan
hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun guru harus mampu menciptakan
kondisi dan situasi yang memungkinkan pembelajaran berlangsung secara aktif.

Diskusi kelompok merupakan strategi belajar mengajar yang tepat untuk


meningkatkan kualitas interaksi antar peserta didik (Suprijanto, 2007: 97). Diskusi
dapat mendorong partisipasi peserta, mereka yang aktif secara fisik dan mental dalam
diskusi, belajar lebih banyak daripada mereka yang hanya duduk dan mendengarkan.
Selain itu diskusi mendorong seseorang untuk mendengarkan dengan baik,
mendengarkan secara aktif membantu menghilangkan kesalah pahaman.

Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu tipe


pembelajaran kooperatif yang berguna untuk mencapai tujuan pembelajaran dan
membuat peserta didik lebih aktif dengan memadukan penggunaan metode ceramah,
questioning dan diskusi. Hasil penelitian yang dilakukan Maryati (2011) dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD keaktifan peserta didik meningkat dari 61,5%
menjadi 86,5%, dan hasil belajar siswa juga meningkat dari rata-rata awal 66,21 (60,6%
siswanya belum mencapai KKM) menjadi 87,12 (100% siswanya mencapai KKM).
Wahyudi (2012) juga menyatakan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dengan
menggunakan strategi pembelajaran STAD memperoleh nilai lebih baik, dengan nilai
tertinggi 100 dan nilai terendah 70. Sedang di kelas kontrol didapati nilai tertinggi 85
dan nilai terendah 63.
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas maka perlu digunakan
sebuah metode pembelajaran yang kooperatif, diharapkan dengan model pembelajaran
yang digunakan oleh guru ini, siswa lebih memahami dan antusias dalam mengikuti
mata pelajaran yang diajarkan. Salah satu model pembelajaran yang dapat
meningkatkan hasil belajar serta dapat meninggkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan
proses belajar mengajar yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-
Achievements Divisions (STAD). Model pembelajaran ini diharapkan dapat
memperbaiki model pembelajaran yang selama ini kurang memberikan hasil yang
optimal dan dapat menambah referensi guru untuk menghasilkan pembelajaran yang
lebih baik, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka terdapat
beberapa masalah dalam penelitian ini. Masalah-masalah yang dapat di identifikasi
sebagai berikut:

1. Model pembelajaran masih cenderung menggunakan metode ceramah dan mencatat.


2. Pemberian motivasi yang kurang dari guru sehingga peserta didik menjadi kurang
bersemangat.
3. Pada saat pembelajaran persiapan lahan dan penanaman tanaman perkebunan
banyak peserta didik yang tidak memperhatikan.
4. Penerapan pembelajaran kooperatif belum ada, sehingga peserta didik kurang
berperan aktif dan semangat dalam proses belajar mengajar di kelas.

C. Batasan Masalah

Keaktifan dan hasil belajar siswa masih kurang pada mata pelajaran persiapan
lahan dan penanaman tanaman perkebunan, menjadi permasalahan yang akan diatasi.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Devisions
(STAD) diharapakan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar peserta didik
kelas XI ATP pada mata pelajaran persiapan lahan dan penanaman tanaman
perkebunan di SMKN 4 Garut tahun ajaran 2019/2020. Penerpan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD akan dilakukan dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) hingga
target penelitian tercapai.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang telah dipaparkan, maka
diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah dengan penerapan metode kooperatif tipe Student Teams Achievement


Devisions (STAD) dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran
persiapan lahan dan penanaman tanaman perkebunan di SMKN 4 Garut?
2. Apakah dengan penerapan metode kooperatif tipe Student Teams Achievement
Devisions (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
persiapan lahan dan penanaman tanaman perkebunan di SMKN 4 Garut?

E. Tujuan Penelitian

Berdasakan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai peneliti
adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan keaktifan belajar pada mata pelajaran persiapan lahan dan penanaman
tanaman perkebunan di SMKN 4 Garut dengan menerapkan metode pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD).
2. Meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran persiapan lahan dan penanaman
tanaman perkebunan di SMKN 4 Garut dengan menerapkan metode pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD)

F. Mamfaat Penelitian
1. Manfaat praktis
a. Bagi sekolah dan guru di SMK Piri 1 Yogyakarta, hasil penelitian ini dapat
menjadi bahan masukan guna meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa
dalam mengikuti pelajaran.
b. Bagi perguruan tinggi, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bekal bagi calon-
calon guru yang akan terjun langsung dalam dunia pendidikan sehingga akan
maksimal dalam mendidik.
c. Bagi peneliti, hasil penelitian ini menjadi sarana untuk belajar menjadi

2. Manfaat teoristis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi guna penelitian


lebih lanjut yang berkaitan dengan keaktifan dan prestasi belajar dalam
mengikuti pelajaran di sekolah.

Anda mungkin juga menyukai