Anda di halaman 1dari 22

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif
(Setiati, et al., 2014). Gagal ginjal kronik terjadi karena hilangnya fungsi
ginjal yang progresif atau ireversibel, gagal ginjal kronik berkembang secara
lambat, biasanya beberapa tahun (Nurarif & Kusuma, 2015).
Chronic Kidney Disease (CKD)/Gagal ginjal kronik merupakan
kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolism serta
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang
progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik)
di dalam darah (Muttaqin & Sari, 2012)
Gagal ginjal kronik adalah suatu proses penurunan fungsi ginjal
yang progresif dan pada umumnya pada suatu derajat memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis dan transplantasi ginjal (Price
& Wilson, 2006).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Cronic Kidney


Desease (CKD) atau penyakit ginjal tahap akhir (ESRD/ PGTA) adalah
penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana
kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, dan
cairan dan elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan uremi.

B. Etiologi
Menurut Guyton & Hall (2012), penyebab gagal ginjal kronik yaitu:
1. Gangguan metabolik
a. Diabetes mellitus
b. Obesitas
c. Amyloidosis
2. Hipertensi
3. Gangguan pembuluh darah ginjal

1
a. Aterosklerosis
b. Nefrosklerosis-hipertensi
4. Gangguan imunologis
a. Glomerulonefritis
b. Poliarteritis nodosa
c. Lupus eritematosus
5. Infeksi
a. Pielonefritis
b. Tuberculosis
6. Gangguan tubulus primer
a. Nefrotoksin
7. Obstruksi traktus urinarius
a. Batu ginjal
b. Hipertrofi prostat
c. Konstriksi urettra
8. Kelainan kongenital
a. Penyakit polikistik
b. Tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital (hypoplasia
renalis)
Menurut Williams & Wilkins (2011). Etiologi gagal ginjal kronik yaitu :
1. Penyakit glomerulus kronik
2. Infeksi kronis, seperti pielonefritis kronik
3. Anomaly kongenital, seperti penyakit ginjal polikistik
4. Penyakit vascular
5. Proses obstruktif, seperti batu ginjal
6. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus sistemik
7. Agens nefrotoksik
8. Penyakit endokrin

C. Manifestasi Klinik
Perjalanan klinik umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 3
stadium (Price & Wilson, 2006):

2
1. Stadium pertama (penurunan cadangan ginjal)
Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan
pasien asimtomatik. Gagguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi
dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti tes
pemekatan urine yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang
teliti.
2. Stadium kedua (insufisiensi ginjal)
Bila lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR
besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN baru mulai
meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda-beda, bergantung pada kadar protein dalam makanan.
Pada stadium ini kadar kreatinin serum juga meningkat melebihi
kadar normal. Azetomia biasanya ringan (kecuali bila pasien
mengalami stres akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi). Pada
stadium insufiensi ginjal ini mulai timbul gejala-gejala nokturia dan
poliuria (akibat gangguan kemampuan pemekatan).
3. Stadium ketiga (penyakit ginjal stadium akhir/ ESRD)
ESRD terjadi apabila sekitar 90% dari massa nefron telah
hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron yang masih utuh. Nilai GFR
hanya 10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin
sebesar 5-10ml permenit atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum
dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai
respons terhadap GFR yang mengalami sedikit penurunan. Pada ESRD
pasien mulai merasakan gejal-gejala yang cukup parah, karena ginjal
tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit
dalam tubuh. Urine menjadi isomostis dengan plasma pada berat jenis
yang tetap sebesar1,010. Pasien biasanya menjadi oligurik (pengeluaran
urine kurang dari 500ml/hari) karena kegagalan glomerulus meskipun
penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal.
Laju filtrasi glomerular (LFG)/ Gromerular filtration rate (GFR)
adalah laju rata-rat penyaringan darah yang terjadi diglomerulus yaitu
sekitar 25% dari total curah jantung per menit, ±1.300 ml. LFG

3
digunakan sebagai salah satu indikator menilai fungsi ginjal. Biasanya
digunakan untuk menghitung bersihan kreatinin yang selanjutnya
diamsukkan kedalam formula.
Komposisi dari hasil filtrasi glomerulus adalah kalsium, asam
lemak, dan mineral. LFG dihitung dari hasil Koefisien filtrasi dan
tekanan filtrasi bersih. Koefisien filtrasi adalah 12,5 ml/min/mmHg.
Sedangkan tekanan filtrasi bersih dapat dihitung dengan mencari selisih
antara tekanan hidrostatik glomerulus dikurangi hasil penjumlahan
tekanan onkotik glomerulus dengan tekanan kapsula bowman. Nilai
LFG normal adalah 90-120ml/min/1.73 m2.
Manifestasi Klinik Gagal ginjal kronik (Smeltzer & Bare, 2006).
a. Manifestasi kardiovaskuler
Pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivasi system renin-angiostensin-aldosteron) gagal
jantung kongestif, dan udema pulmuner (akibat cairan yang berlebihan),
dan pericarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin
uremik).
b. Gejala dermatologi
Yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (pruritis).
Butiran uremik, suatu penumpukan Kristal urea di kulit, saat ini jarang
terjadi akibat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal
tahap akhir.
c. Gejala gastrointestinal
Juga sering terjadi dalam mencakup anoreksia, mual, muntah, dan
cegukan.
d. Gejala neuromuskuler
Mencakup perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi,
kedutan otot dan kejang.

4
D. Komplikasi
Komplikasi gagal ginjal kronik (Smeltzer & Bare, 2013)
1. Hyperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic,
katabolisme, dan masukan diet yang berlebihan
2. Pericarditis, efusi pericardial dan temponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
reninangiostensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan
kehilangan darah selama hemodialysis
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal,
dan peningkatan kadar aluminium.
Komplikasi gagal ginjal kronik (Williams & Wilkins, 2011)
1. Anemia
2. Neuropati perifer
3. Gangguan lipid
4. Disfungsi trombosit
5. Edema paru
6. Ketidak seimbangan elektrolit
7. Disfungsi seksual.

E. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya pada gagal
ginjal konik adalah sebagai berikut (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2011).

1. Laboratorium
a. Kadar BUN, kreatinin serum, natrium, dan kalium meningkat
b. Analisa gas darah arteri menunjukkan penurunan pH arteri dan
kader bikarbonat
c. Kadar hematocrit dan hemoglobin rendah, masa hidup sel darah
merah berkurang

5
d. Muncul defek trombositopenia dan trombosit ringan
e. Sekresi aldosterone meningkat
f. Terjadi hiperglikemia dan hipertrigliseridemia
g. Penurunan kadar high density lipoprotein (HDL)
h. Analisa gas darah (AGD) menunjukkan asidosis metabolic
i. Berat jenis urin tetap pada angka 1,010
j. Pasien mengalami proteinuria, glikosuria, dan pada urine
ditemukan sedimentasi, leukosit, sel darah merah dan kristal
2. Pencitraan
Radiografi KUB, urografi eksretorik, nefrotomografi, scan ginjal, dan
arteriografi ginjal menunjukkan penurunan ukuran ginjal.
3. Prosedur diagnostic
a. Biopsy ginjal memungkinkan identifikasi histologis dari proses
penyakit yang mendasari
b. EEG menunjukkan dugaan perubahan ensefalopati metabolik

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis gagal ginjal kronik (Williams & Wilkins, 2011).
1. Terapi umum
a. Hemodialysis atau dialysis peritoneum
b. Diet rendah protein (dengan dialysis peritoneum, tinggi protein),
tinggi kalori, rendah natrium, rendah fosfor, dan rendah kalium
c. Pembatasan cairan
d. Tirah baring jika letih
2. Pengobatan
a. Diuretic (loop diuretic)
b. Glikosida jantung
c. Antihipertensif
d. Antiemetic
e. Suplemen zat besi dan folat
f. Eritropoietin
g. Antipruritic

6
h. Suplemen vitamin dan asam amino esensial
3. Pembedahan
a. Pembuatan akses vascular untuk dialysis
b. Kemungkinan transplantasi

7
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian pada pasien CKD ditujukan sebagai pengumpulan data
dan informasi terkini mengenai status pasien dengan pengkajian system
urinaria. Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada klien dengan CKD
perlu dilakukan pengkajian yang lebih menyeluruh dan mendalam dari
berbagai aspek yang ada sehingga dapat ditemukan masalah-masalah yang
ada pada klien dengan CKD.
Apabila pasien mengalami GGK, perawat harus memperoleh
informasi yang lengkap, dan memberikan perhatian pada adanya faktor
risiko. Iformasi tentang pengobatan yang lalu dan saat ini, diet, dan adanya
perubahan berat badan, tingkat energi dan pola eliminasi berkemih. Perawat
mengkaji pasien berbagai pengaruh GGK terhadap sistem tubuh seperti
kardiovaskular tau pernafasan, perubahan neurologis, masalah
gastrointestinal, dan perubahan kulit.
Perawat perlu mengkaji tingkat pemahaman pasien terhadap
pernyakitnya, diagnostik test yang dilakukan. Bagaimana tingkat kecemasan
dan kemampuan menyesuaikan diri dengan penyakit kronik dan
pengobatannya. Pada saat klien ditetapkan untuk dianalisa, perawat
mengkaji pemahamannnya tentang program pengobatan yang akan dijalani.
Jika dilakukan hemodialisa, pengkajian dilakukan pada lokasi penusukan
kemungkinan terjadi sumbatan atau infeksi. Jika klien menerima
transplantasi ginjal, perlu dikaji tingkat pemahamannya sehubungan dengan
prosedur dan folow-up.
1. Sistem Kardiovakuler
Tanda dan gejala : Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan,
sacrum). Edema periorbital, friction rub pericardial, dan pembesaran
vena jugularis, gagal jantung, perikardtis, takikardia dan disritmia

8
2. Sistem Integument
Tanda dan gejala : Warna kulit abu – abu mengkilat, kulit kering
bersisik, pruritus, echimosis, kulit tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar,
turgor kulit buruk, dan gatal – gatal pada kulit.
3. Sistem Pulmoner
Tanda dan gejala : Sputum kental , nafas dangkal,
pernafasan kusmaul, udem paru, gangguan pernafasan, asidosis
metabolic, pneumonia, nafas berbau amoniak, sesak nafas.
4. Sistem Gastrointestinal
Tanda dan gejala : Nafas berbau amoniak, ulserasi dan perdarahan
pada mulut, anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan diare, perdarahan
dari saluran gastrointestinal, sto,atitis dan pankreatitis.
5. Sistem Neurologi
Tanda dan gejala : Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi,
kejang, penurunan konsentrasi, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada
telapak kaki, dan perubahan perilaku, malaise serta penurunan kesadaran.
6. Sistem Muskuloskletal
Tanda dan gejala : Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang,
foot drop, osteosklerosis, dan osteomalasia.
7. Sistem Urinaria
Tanda dan gejala : Oliguria, hiperkalemia, distropi renl, hematuria,
proteinuria, anuria, abdomen kembung, hipokalsemia, hiperfosfatemia,
dan asidosis metabolik.
8. Sistem Reproduktif
Tanda dan gejala : Amenore, atropi testikuler, penurunan libido,
infertilitas.
9. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal),
penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignasi,
riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan
antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.

9
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Pertukaran gas
2. Nyeri akut
3. Kerusakan integritas kulit
4. Intoleransi aktivitas
5. Kelebihan volume cairan

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Masalah Kolaborasi
Gangguan Setelah dilakukan tindakan a. Menejemen jalan napas
Pertukaran gas keperawatan selama 3x24 jam
1. Buka jalan napas
- diharapkan :
denhan chin lift atau jaw
a. Respon Ventilasi Mekanik : trust
Dewasa 2. Posisikan pasien
memaksimalkan
1. Tingkat pernapasan
ventilasi
spontan tidak ada
3. Lakukan fisoterapi dada
deviasi dalam kisaran
sebagimana mestinya
normal
4. Buang secret dengan
2. Irama pernapasan
memotivasi pasien
spontan tidak ada
untuk batuk atau
deviasi dalam kisaran
menyedot lender
normal
5. Motivasi pasien untuk
3. Kedalaman
bernapas pelan, dalam
pernapasan tidak ada
6. Instruksikan cara untuk
deviasi dalam kisaran
abtuk efektif
normal
7. Auskultasi suara nafas
4. Denyut nadi apikal
atau bunyi tambahan
tidak ada deviasi

10
dalam kisaran normal 8. Kelola pemberian
5. Kapasitas vital tidak bronkodilator
ada deviasi dalam sebagaimana mestinya
kisaran normal 9. Kelola nebulaizer
6. Volume tidal tidak 10. Monitor status
ada deviasi dalam pernapasan dan
kisaran normal oksigenasi sebagaimana
7. Volume vemtilasi mestinya
<10lt/m tidak ada
b. Terapi Oksigen
deviasi dalam kisaran
normal 1. Bersihkan mulut,
8. Tekanan ekspirasi hidung, dan sekresi
positif tidak ada trakea dengan tepat
deviasi dalam kisaran 2. Pertahankan
normal kepatemnan jalaln naps
9. Hasil sinar X-ray pada 3. Berikan oksigen
dada tidak ada deviasi tambahan seperti yang
dalam kisaran normal diinstruksikan
10. Keseimbangan 4. Monitor aliran oksigen
ventilasi perfusi 5. Periksa alat oksigen
11. Kesulitan bernapas secara berkala untuk
sendiri tidak ada memastikan konsentrasi
12. Kegelisahan tidak ada yang telah diberikan
13. Takut tidak ada 6. Monitor kemampuas
14. Gangguan reflex pasien untuk mentolerir
muntah tidak ada pengangkatan oksigen
15. Gangguan reflex batuk ketika makan
tidak ada 7. Amati tanda-tanda
16. Suara napas tambahan hipoventilasi indikasi
tidak ada oksigen
17. Gerakan didinding 8. Monitor kecemasan
dada asimetris tidak pasien terkait pemberian

11
ada terapi oksigen
18. Pembesaran dinding 9. Anjurkan pasien atau
dada asimetris tidak keluarga mengenai
ada penggunaan oksigen
19. Atelektasisi tidak ada yang membudahkan
20. Ketidaknyamanan mobilitas
tidak ada
21. Kurang istirahat tidak
ada

b. Status Pernapasan:
Pertukaran Gas

1. Tekanan parsial
oksigen di darah arteri
(PaO2) tidak ada
deviasi dalam kisaran
normal
2. Tekanan parsial
karbondioksida di
darah arteri (PaCO2)
tidak ada deviasi
dalam kisaran normal
3. PH arteri tidak ada
deviasi dalam kisaran
normal
4. Saturasi oksigen tidak
ada deviasi dalam
kisaran normal
5. Tidal karbondioksida
akhir tidak ada deviasi
dalam kisaran normal
6. Hasil rontgen dada

12
tidak ada deviasi
dalam kisaran normal
7. Keseimbangan
ventilasi perfusi tidak
ada deviasi dalam
kisaran normal
8. Dypnea tidak ada
9. Sianosis tidak ada
10. Mengantuk tidak ada
11. Gangguan kesadaran
tidak ada

Nyeri akut NOC : NIC :

Setelah dilakukan tindakan a. Pemberian analgesik


keperawatan selama 3x24 jam 1. Tentukan lokasi,
diharapkan : karakteristik, kualitas,
dan keparahannyeri
a. Kontrol nyeri
sebelum mengobati
1. Mengenali kapan nyeri
pasien
terjadi
2. Cek adanya riwayat
2. Menggambarkan kapan
alergi obat
terjadi nyeri
3. Berikan kebutuhan
3. Menggunakan tindakan
kenyamanan dan
pengurangan nyeri
aktivitas lain yang
tanpa analgesic
dapat membantu
4. Melaporkan gejalah
relaksasi untuk
nyeri yang tidak
penurunsn nyeri
terkontrol pada
4. Evaluasi pemberian
professional kesehatan
analgesik(mual,munta
5. Melaporkan nyeri yang
h,depresi penapasan)
terkontrol
5. Dokumentasi respon
6. Mengenali apa yang
terhadap analgesik dan
terkait dengan gejalah

13
nyeri efek samping
b. Tingkat nyeri b. Terapi relaksasi
1. Tidak ada nyeri yang di 1. Gambarkan manfaat
laporkan relaksasi (misalnya
2. Panjang episode nyeri musik, cara bernapas)
3. Ekspresi wajah baik 2. Minta klien untuk
4. Tidak mengerang dan rileks dan merasakan
menangis sensasi yang terjadi
5. Tidak ada keringat 3. Tunjukkan praktik
yang berlebihan relaksasi pada klien
6. Tidak ada mual 4. Dorong klien untuk
7. Tidak kehilangan nafsu mengulang praktik
makan relaksasi
8. TTV dalam batas 5. Dokumentasi respon
normal klien terhadap terapi
c. Pergerakan relaksasi
1. Keseimbangan tidak c. Peningkatan keamanan
terganggu 1. Sediakan lingkungan
2. Koordinasi baik yang tidak
3. Cara berjalan tidak mengancam
terganggu 2. Tunjukkan
4. Gerak otot baik ketenangan
5. Gerak sendi baik 3. Dengarkan ketakutan
6. Berjalan tidak pasien
terganggu 4. Diskusikan situasi
7. Bergerak dengan khusus untuk individu
mudah yang mengancam
pasien atau keluarga
5. Bantu pasien/keluarga
mengidentifikasi
faktor yang
meningkatkan

14
keamanan
d. Monitor Tanda-tanda Vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu, dan
status pernapasan
2. Monitor dan laporkan
jika terjadi gejalah
hipotermia atau
hipertermia
3. Monitor pola
pernapasan
abnormal(kussmaul,
ataksia, hipoksia)
4. Monitor warna kulit,
suhu dan kelembaban
5. Monitor sianosis
6. Identifikasi
kemungkinan
penyebab perubahan
tanda-tanda vital

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan a. Terapi aktifitas


keperawatan selama 3x24 jam 1. Pertimbangkan
diharapkan : aktivitas yang akan
dilakukan kemampuan
a. Toleransi terhadap aktifitas
pasien dalam
1. Sturasi oksigen ketika
berpartisipasi melalui
beraktifitas tidak
aktivitas spesifik
terganggu
2. Bantu klien memilih
2. Frekuensi nadi ketika
aktivitas dan
beraktifitas tidak
pencapaina tujuan
terganggu
melalui aktivitas yang

15
3. Kemudahan bernapas konsisten dengan
ketika beraktifitas tidak kemampuan fisik
terganggu 3. Bantu klien
4. Hasil ekg tidak mengidentifiksikan
terganggu aktivtas yang
5. Kekuatan tubuh bagian diinginkan
atas tidak terganggu 4. Bantu dengn aktivitas
6. Kekuatan tubuh bagian fisik secara teratur
bawah tidak terganggu (misalnya,a ambulasi,
7. Kemudahan dalam transfer/berpindah,
melakukan aktifitas berputar dan
harian (adl) kebersihan diri)
b. Perawatan diri : aktifitas 5. Ciptakan lingkungan
sehari-hari yang aman
1. makan tidak terganggu 6. Berikan kesempatan
2. memakai baju tidak keluarga untuk terlibat
terganggu dalam aktivitas dengan
3. ke toilet tidak cara yang tepat.
terganggu 7. Bantu klien dan
4. mandi tidak terganggu keluarga untuk
5. berpakaian tidak memantau
terganggu perkembangan pasien
6. berjalan tidak terhadap pencapaian
terganggu tujuan.
7. Mobilisasi di kursi roda b. Manajemen energy
tidak terganggu 1. Kaji status fisiologis
8. berpindah tidak pasien yang
terganggu menyebabkan
kelelahan sesuai
dengan konteks usia
dan perkembangan
2. Anjurkan pasien

16
mengungkapkan
keterbatasan verbal
yang dialami
3. Tentukan persepsi
pasienorang terdekat
dengan pasien
mengenai penyebab
kelelahan
4. Perbaiki status defisit
fisiologis sebagai
prioritas utama
5. Monitor intake/asupan
nutrisi untuk
mengetahui sumber
energi yang adekuat
6. Bantu pasien memlih
aktivitas-aktivitas
Kerusakan integritas NOC : NIC :
kulit Setelah dilakukan tindakan Pressure Management
- . keperawatan selama 3x24 jam 1. Anjurkan pasien untuk
diharapkan : menggunakan pakaian yang
longgar
1. Integritas kulit yang baik
2. Hindari kerutan pada tempat
bisa dipertahankan
tidur
(sensasi, elastisitas,
3. Jaga kebersihan kulit agar
temperatur, hidrasi,
tetap bersih dan kering
pigmentasi)
4. Mobilisasi pasien (ubah
2. Tidak ada luka/lesi pada
posisi pasien) setiap dua jam
kulit
sekali
3. Perfusi jaringan baik
5. Monitor kulit akan adanya
4. Menunjukkan pemahaman
kemerahan
dalam proses perbaikan
6. Oleskan lotion atau

17
kulit dan mencegah minyak/baby oil pada derah
terjadinya sedera berulang yang tertekan
5. Mampu melindungi kulit 7. Monitor aktivitas dan
dan mempertahankan mobilisasi pasien
kelembaban kulit dan 8. Monitor status nutrisi pasien
perawatan alami 9. Memandikan pasien dengan
6. Menunjukkan terjadinya sabun dan air hangat
proses penyembuhan luka 10. Kaji lingkungan dan
peralatan yang menyebabkan
tekanan
11. Observasi luka : lokasi,
dimensi, kedalaman luka,
karakteristik,warna cairan,
granulasi, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokal,
formasi traktus
12. Ajarkan pada keluarga
tentang luka dan perawatan
luka
Kolaburasi ahli gizi
pemberian diae TKTP,
vitamin
13. Cegah kontaminasi
feses dan urin
14. Lakukan tehnik
perawatan luka dengan steril
15. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan pada
luka
Kelebihan Volume NOC : NIC :
Cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan catatan intake
keperawatan selama 3x24 jam dan output yang akurat

18
diharapkan : 2. Pasang urin kateter jika
diperlukan
Kelebihan volume cairan
3. Monitor hasil lab yang
teratasi dengan kriteria:
sesuai dengan retensi
1. Terbebas dari edema,
cairan (BUN , Hmt ,
efusi, anaskara
osmolalitas urin )
2. Bunyi nafas tidak ada,
4. Monitor vital sign
tidak ada
5. Monitor indikasi retensi /
dyspneu/ortopneu
kelebihan cairan (cracles,
3. Terbebas dari distensi
CVP , edema, distensi vena
vena jugularis,
leher, asites)
4. Memelihara tekanan vena
6. Kaji lokasi dan luas edema
sentral, tekanan kapiler
7. Monitor masukan makanan
paru, output jantung dan
/ cairan
vital sign DBN
8. Monitor status nutrisi
5. Terbebas dari kelelahan,
9. Berikan diuretik sesuai
kecemasan atau bingung
interuksi
10. Kolaborasi pemberian obat
11. Monitor berat badan
12. Monitor elektrolit
13. Monitor tanda dan gejala
dari edema

19
BAB III
WEB OF CAUTION (WOC)

Infeksi Vaskuler Zat Toksit Obstruksi Saluran Kemih

Iritasi / Cidera
ArteioSklerosis
Tertimbun di ginjal Jaringan
Reaksi Antigen/ antibodi Retensi Urine Batu besar dan kasar

Suplai darah ginjal menurun


Menekan saraf Perifer Hematuri

GFR Menurun
Nyeri Anemia
Punggung

Gagal Ginjal Kronik


Sekresi eritropoites
Sekresi protein terganggu terganggu
Retensi NA

Penimbunan Resiko Gangguan Suplai Nutrisi dalam


Sindrom Uremia Tekanan kapiler Meningkat Produksi HB Menurun
Pigmen Nutrisi darah menurun
ureum
Stimulasi Renin
Volume Intertisial meningkat Oksihemoglobin menurun
Penurunan nutrisi jaringan
Kulit Kering
Bersisik Gangguan Perfusi
Angiotensinogen -> Angitensin 1 Jaringhan Suplai Oksigen Menurun
Edema (Kelebihan Intoleransi
ke Angiotensin 2 Lemah
Volume Cairan) Aktifitas
Gangguan
Bendungan Atrium kiri Naik
Integritas
Kulit Stimulasi Aldosteron Payah Jantung Kiri
Preload Meningkat
Iskemik Miocard Tek. Vena Pulmonalis
Retensi Na + H2O COP Menurun meningkat
Beban jantung
Meningkat Tekanan Kapiler Paru
Vasokontriksi Retensi Na & H2O Meningkat Suplay O2 Ke Otak
Tekanan Darah Meningkat meningkat
Pembuluh darah menurun
(Hipertensi) Hipertropi ventrikel
Ganggaan
kiri Edema Paru
Pertukaran
Kelebihan Volume Penurunan
Gas
Nyeri Sakit Kepala Cairan Kesadaran

20
DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. (2012). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
kardivaskuler dan hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Baehr, M., & Frotscher, M. (2010). Diagnosis Topik Neurologi (Anatomi, fisiologi,
tanda, gejala). Jakarta: EGC.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Indonesia: Elsevier.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016).


Nursing Interventions Classification (NOC). Indonesia: Elsevier.

Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2016). Diagnosis Keperawatan Defenisi dan


Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Kowalak, Welsh, & Mayer. (2013). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nurisng Outcomes
Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elsevier.

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.


Jakarta: EGC.

Muttaqin, A. (2012). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
kardivaskuler dan hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, A., & Sari, K. (2012). Asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jogyakarta: MediAction.

21
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC.

Purnomo, B. B. (2002). Dasar-dasar urologi. Malang: Fakultas Kedokteran


Universitas Brawijaya.

Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A. W., K, M. S., Setiyohadi, B., & Syam, A. F. (2014).
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

Sherwood, L. (2012). Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 6. Jakarta: EGC.

Sherwood, L. (2015). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Silbernagl, S., & Lang, F. (2013). Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta:
EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah edisi 8
volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.

Taylor, C. M., & Ralph, S. S. (2012). Diagnosis keperawatan dengan rencana


tindakan. Jakarta: EGC.

22

Anda mungkin juga menyukai