Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE SYOCK SINDROME


A. KONSEP TEORITIS
1. Definisi
Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria
DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah
kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus
dengue, derajat paling berat, yang berakibat fatal (Suhendro,2006)
Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue disertai
dengan manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan (Hidayat A, 2006)
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu :
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi. Ditemukan pula
perdarahan kulit.
c. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt) tekanan nadi sempit , tekanan darah menurun.
d. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur, anggota gerak teraba dingin,
berkeringat dan kulit tampak biru.
2. Anatomi Fisiologi
Anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan penyakit DSS adalah sistem
sirkulasi. Sistem sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan dan oksigen
dari traktus distivus dari paru-paru ke sela-sela tubuh. Selain itu, sistem sirkulasi
merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa metabolisme dari sel- sel ginjal, paru-
paru dan kulit yang merupakan tempat ekskresi pembuluh darah.
a. Pembuluh Darah
1) Struktur
Dinding arteri terdiri atas tiga lapis, yaitu :
a) Tunika adventisia, lapisan terluar yang terdiri atas jaringan ikat yang fibrus
b) Tunika media, lapisan tengah yang berotot dan elastis
c) Tunika intima, lapisan dalam yang endothelial
2) Jenis – Jenis
a) Arteri dan Arteriol
Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang membawa darah keluar
dari jantung, selalu membawa darah segar berisi O2, kecuali arteri
pulmoner yang membawa darah ’kotor’ yang memerlukan oksigenasi.
Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 1
Arteri yang besar disebut Aorta yang diameternya ± 25 mm (1 inchi)
dan memiliki banyak sekali cabang. Arteri dan arteriol berukuran 4 mm
(0,16 inchi) saat mencapai jaringan. Arteri dan arteriol memperoleh
perdarahan dari sebuah sistem pembuluh yang khusus, yang dikenal
sebagai vasa vasorum; keduanya juga disarafi oleh serabut – serabut saraf
yang ramping yang melingkari dinding pembuluh darah.
b) Vena dan Venula
Vena dan venula membawa darah ke arah jantung dan selalu membawa
darah yang miskin akan oksigen, kecuali vena pulmoner. Struktur dinding
vena yang tipis dan sedikit ototnya memungkinkan dinding vena
mengalami distensi lebih besar dibanding arteri. Sistem saraf simpatis
yang mempersarafi otot vena dapat merangsang vena untuk berkontriksi
sehingga menurunkan volume vena dan menaikkan volume darah dalam
sirkulasi umum.
c) Kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil dan disitu arteriol
berakhir dan venula mulai (Pearce, 1997 : 145). Kapiler membentuk
jalinan pembuluh darah bercabang – cabang di dalam sebagian besar
jaringan tubuh. Dinding kapiler tidak memiliki otot polos maupun
adventisia dan tersusun hanya oleh satu lapis sel endotel. Diameter kapiler
± 5 – 10 µm. Struktur dinding kapiler yang tipis ini memungkinkan
transpor nutrisi yang cepat dan efisien ke sel dan mengangkut sisa
metabolisme.
d) Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe merupakan sistem kmpleks pembuluh berdinding tipis
yang mirip dengan kapiler darah. Pembuluh limfe berfungsi untuk
mengumpulkan cairan limfa dari jaringan dan organ serta mengangkat
cairan tersebut ke sirkulasi vena.
b. Sirkulasi Darah
Sirkulasi darah dalam tubuh ada dua, yaitu :
1) Sirkulasi Sistemik
Darah dari ventrikel kiri (jantung) menuju aorta diteruskan ke arteri kemudian
ke arteriola kekapiler kevenula masuk di vena cava inferior dan superior
masuk atrium kanan (jantung)
2) Sirkulasi Pulmonal
Darah dari ventrikel kanan (jantung) menuju arteri pulmonalis masuk paru –
paru kanan dan kiri kemudian kevena pulmonalis dan masuk atrium kiri
(jantung)
Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2
Kebutuhan Sirkulasi Jaringan
Presentasi aliran darah yang diterima oleh organ atau jaringan tertentu
ditentukan oleh kecepatan metabolisme jaringan, ketersediaan oksigen, dan fungsi
jaringan. Ketika terjadi peningkatan kebutuhan metabolisme, pembuluh darah
akan berdilatasi untuk meningkatkan aliran O2 dan nutrisi ke jaringan. Apabila
pembuluh darah gagal berdilatasi, maka akan terjadi ischemic jaringan.
Aliran Darah
Aliran darah terjadi disebabkan karena perbedaan tekanan darah antara
sistem arteri (± 100 mmHg) dan vena (± 4 mmHg) dan cairan selalu mengalir dari
daerah bertekanan tinggi ke tekanan rendah.
Tahanan Hemodinamika
Faktor terpenting pada sistem vaskuler yang menentukan tahanan adalah
jari – jari pembuluh darah. Peningkatan hematokrit yang sangat tinggi dapat
meningkatkan kekentalan darah dan menurunkan aliran darah kapiler.
c. Darah
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali
tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang
dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil
metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri.
Fungsi Darah Pada Tubuh Manusia :
1) Alat pengangkut air dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
2) Alat pengangkut oksigen dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
3) Alat pengangkut sari makanan dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
4) Alat pengangkut hasil oksidasi untuk dibuang melalui alat ekskresi
5) Alat pengangkut getah hormon dari kelenjar buntu
6) Menjaga suhu temperatur tubuh
7) Mencegah infeksi dengan sel darah putih, antibodi dan sel darah beku
8) Mengatur keseimbangan asam basa tubuh
Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena
berbentuk cairan. Darah diproduksi di sumsum tulang dan nodus limfa. Komposisi
darah terdiri dari :
1) Air : 91%
2) Protein : 3% (albumin, globulin, protombin, dan fibrinogen)
3) Mineral : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat,
magnesium, kalsium, dan zat besi)
4) Bahan organik :0,1% (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin, kolesterol dan
asam amino)
Bagian – bagian darah terdiri dari :
1) Plasma Darah

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 3


Plasma darah adalah cairan darah berbentuk butiran-butiran darah yang tidak
berwarna dalam darah Di dalamnya terkandung benang-benang fibrin /
fibrinogen yang berguna untuk menutup luka yang terbuka. Plasma darah
juga mengandung berbagai macam zat organik, anorganik, dan air.
Komponen penyusun plasma darah yaitu : air (91%), protein plasma darah
(7%), komponen lainnya yang terdiri dari asam amino, lemak, glukosa, urea,
garam (0,9%) hormon, antibody 0,1 %
2) Macam-macam Sel Darah
a) Sel Darah Merah (eritrosit)
Berupa cakram kecil bikonkaf, cekung pada kedua sisinya, sehingga
dilihat dari samping namapak seperti dua buah bulan sabit yang saling
bertolak belakang. Berdiameter 8 mikron, dan mempunyai ukuran
ketebalan sebagai berikut: pada bagian yang paling tebal, tebalnya 2
mikron, sedangkan pada bagian tengah tebalnya 1 mikron atau kurang.
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang
berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru paru ke seluruh
jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru
paru
b) Sel Darah Putih (leukosit)
Rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel
darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Leukosit merupakan unit yang
mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh
Nilai normal leukosit adalah 5.000 – 10.000 / mm3. Leukosit
berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap invasi bakteri atau benda
asing. sel darah putih mempunyai fungsi : mengepung daerah yang terkena
infeksi atau cedera, menangkap organisme hidup dan menghancurkannya,
menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran, serpihan kayu, benang
jahitan (catgut), dan lain-lain dengan cara yang sama.
Leukosit dibagi dalam dua kategori, yaitu :
 Granulosit (60 %)
Granulosit ditentukan oleh adanya granula dalam sitoplasmanya.
Diameternya 2 – 3 kali dari eritrosit. Granulosit dibagi dalam tiga sub
grup, yaitu :
- Eosinofil :granula berwarna merah terang dalam sitoplasmanya
- Basofil : granula berwarna biru
- Netrofil : granula berwarna ungu pucat

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 4


Eosinofil dan Basofil berfungsi sebagai tempat penyimpanan berbagai
material biologis kuat, seperti histamin, serotonin, dan heparin.
 Leukosit Mononuklear (Agranulosit) (40 %)
Agranulosit merupakan leukosit dengan inti satu lobus dan
sitoplasmanya bebas granula. Agranulosit terdiri atas :
- Limfosit
Dalam darah orang dewasa terdapat 30 % limfosit. Limfosit
diproduksi oleh nodus limfe dan jaringan limfoid usus, limfa, dan
kelenjar timus dari sel prekursor yang berasal sebagai sel stem
sumsum. Limfosit berfungsi untuk menghasilkan substansi yang
membantu penyerangan benda asing. Limfosit dapat
dikelompokan menjadi : Limfosit T yang berfungsi untuk
membunuh sel secara langsung atau menghasilkan berbagai
limfokin, yaitu suatu substansi yang memperkuat aktivitas sel
fagositik : Limfosit B yang berfungsi untuk menghasilkan
antibodi.
- Monosit
Dalam darah orang dewasa terdapat 5 % monosit. Monosit
diproduksi oleh sumsum tulang dan dapat berubah menjadi
histiosit jaringan, termasuk sel Kupfer di hati, makrofag
peritoneal, makrofag alveolar, dan komponen lain sistem
retikuloendotelial.
c) Sel Pembeku Darah (trombosit)/ Platelet
Trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk
dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat ada juga yang
berbentuk lonjong, memilik warna putih. Pada orang dewasa terdapat
200.000-300.000 trombosit per millimeter kubik.
Fungsinya memegang peranan penting dalam pembekuan darah.
Jika banyaknya kurang dari normal, maka apabila terdapat luka dan darah
tidak segera membeku sehingga timbul pendarahan yang terus menerus.
Trombosit lebih dari 300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang
kurang dari 200.000 disebut trombositopenia. Di dalam plasma darah
terdapat suatu zat yang turut membantu terjadinya peristiwa pembekuan
darah, yaitu Ca2+ dan fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh
mendapat luka.
Trombosit berperan dalam mengontrol perdarahan. Apabila terjadi
cedera vaskuler, maka trombosit menggumpal pada tempat cedera
Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 5
tersebut. Substansi yang dilepaskan dari granula trombosit dan sel darah
lainnya menyebabkan trombosit menmpel satu sama lain dan membentuk
tambalan / sumbatan. Substansi lain dilepaskan dari trombosit untuk
mengaktifasi faktor pembekuan dalam plasma darah.
Pembekuan darah adalah proses dimana komponen cairan darah
ditransformasi menjadi material semisolid yang dinamakan bekuan darah
(Smeltzer & Bare, 2001 : 930). Bekuan darah tersusun terutama oleh sel –
sel darah yang terperangkap dalam jaring – jaring fibrin. Faktor
pembekuan darah terdiri dari :
- Faktor I : Fibrinogen
- Faktor II : Protrombin
- Faktor III : Tromboplastin jaringan
- Faktor IV : Kalsium
- Faktor V : Labil
- Faktor VII : Faktor stabil
- Faktor VIII : Faktor antihemofilik
- Faktor IX : Faktor Christmas
- Faktor X : Faktor Stuart – Power
- Faktor XI : (anteseden) Plasma tromboplastin
- Faktor XII : Faktor Hageman
3. Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. keempatnya ditemukan di
Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di
daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa
rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
menunjukkan manifestasi klinik yang berat.
Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti
dan A.albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan
infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Nyamuk Aedes
tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak
dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan
Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 6
kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk
betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission). Sekali virus
dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan
dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi
bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari
sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul
4. Phatofisologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan
kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam
asirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001).Akibat
aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk
melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel
dinding itu. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus.
Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang
dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila seseorang
setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya.
Reinfeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga
menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang
tinggi .
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia
yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie),
hyperemia tenggoroka dan kelainan yang mungkin muncul pada sistem
retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa.
Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit
pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).Peningkatan
permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi
hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. .Adanya kebocoran
plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 7


tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang
pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian
cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah
teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan
jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika
tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan
yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian
plasma/ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan
kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan
dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan
mediator farmakolgis yang bekerja singkat. Jika renjatan atau hipovolemik
berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian
apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF
menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan
koagulasi. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena
pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikreain
yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya
volume plamsa, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan
renjatan. perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan
fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun
mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun
dalam peredaran darah.
Kelainan sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang
fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi sistem koagulasi. Masalah terjadi
tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya
perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya mega karoisit muda dalam
sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan
meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan
bahwa penghancuran trombosit terjadinya dalam sistem retikuloendotelial. Yang

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 8


menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan
diathesis hemoragik, renjatan terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat
bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan
dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik.
5. Pathway
Virus Dengue
( masuk melalui gigitan nyamuk aedes agypti)

Dengue Haemorragic Fever

Reaksi immunologi Kompleks virus

Pelepasan Pirogen Reaksi antigen antibody

- Pembesaran getah Pelepasan asam Anti histamine Penurunan kemampuan


bening arakidonat pada dilepas pembekuan darah
- Hepatomegali hipotalamus
- Splenomegali
Permeabilitas Perdarahan, peteki,
kepiler epistaksis,
Peningkatan Pireksia hematemesis, melena
Penekanan pada
stimulasi
daerah gaster
- nociceptor
Kehilangan
Hipertermi
plasma darah
anoreksia Nyeri Resiko syock
hipovolemik
Ketidakseimbangan nutrisi
: kurang dari kebutuhan
tubuh

Sumber : Aristanaoka (2008)

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 9


6. Manifestasi Klinis
Dengue Shock Syndrome (DSS) menurut klasifikasi WHO (1975) merupakan
demam berdarah dengue derajat III dan IV atau demam berdarah dengue dengan
tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai tingkiat renjatan. Renjataan pada DBD
biasanya terjadinya pada saat atau setelah demam menurun yaitu antara hari ke-3 dan
ke-7, bahkan renjatan dapat terjadi pada hari ke-10.

Manifastasi klinis renjatan terdiri atas:

a. Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan
hidung.

b. Anak semula rewel, cengeng, dan gelisah lambat laun menurun menjadi apatis,
sopor dan koma.

c. Perubahan nadi baik frekuensi maupun amplitudonya.

d. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.

e. Tekanan sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau kurang

f. Oliguria sampai anuria.

Menifestasi klinik lain yaitu diantaranya: nyeri perut,anoreksia, muntah-


muntah, diare/ obstipasi, kejang-kejang, pleura effusion, asxites, cafalgia, serta
gambaran EKG yang abnormal.
Manifestasi perdarahan:
a. Uji tourniquet dinyatakan positif apabila > / = 10 petekie pada diameter 1 inci 2,5
cm.
b. Petekie, ekimosis, atau purpura
c. Perdarahan mukosa (epstaksis, perdarahan gusi)
d. Hematemosis, melena
e. Trombositopenia <>3*). Biasanya mulai hari ke 3 dan kembali normal 7 – 10 hari
sejak permulaan sakit.
Manifestasi kebocoran plasma:
a. Peningkatan hematokrit > / = 20%
b. Penurunan hematorkrit > / = 20 % setelah pengobatan
c. Efusi pleura, asites, edema palpebra, atau hipoproteinemia (khususnya albumin)

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 10


Manifestasi syok:
a. Nadi lemah/ kecil dan cepat
b. Tekanan nadi menurun (20 mmHg)
c. Hipotensi sesuai umur
d. Hipotensi ditentukan dengan tekanan sistolik
e. Kulit dingin dan lembab
f. Gelisah dan lemah
g. Kencing berkurang
h. Perfusi jaringan menurun
i. Nafas cepat dan dalam
j. Kesadaran menurun
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah pada DHF dijumpai leukopenia,pada DHF umumnya dijumpai
trombositopenia dan hemokonsetrasi.
b. Uji tourniquet yang positif merupakan pemeriksaan yang penting.
c. Urine,mungkin ditemukan albuminuria ringan karena di dalam albumin banyak
mengandung urine.
d. Sum-sum tulang pada awal sakit,biasanya hiposeluler kemudian menjadi
hiperseluler pada hari ke-5 sedang pada hari ke-10 biasanya kembali normal.
e. Serolugi,mengukur titer antibody pasien dengan cara haemoglutination inhibition
tes ( HI Test ) atau dengan uji peningkatan komplemen.
f. Isolasi virus,pasien jaring-jaringan baik pasien hidup ( melalui biopsy ) atau dari
pasien yang meninggal ( melalui autoplay )
Pemeriksaan laboratorium rutin untuk penderita DBD adalah jumlah trombosit
dan kadar hematokrit. Hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat menjadi pertanda
penyakit demam berdarah adalah:
a. Ig G dengue positif.
b. Trombositopenia, yaitu menurunnya jumlah trombosit darah hingga kurang dari
100.000/mm3.
c. Hemokonsentrasi; peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau lebih.
Dua kriteria klinis pertama, ditambah dengan trombositopenia dan
hemokonsentrasi sudah cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi
pleura (tampak melalui rontgen dada) dan atau hipoalbuminemia menjadi bukti
penunjang adanya kebocoran plasma. Bukti ini sangat berguna terutama pada
pasien yang anemia dan atau mengalami perdarahan berat. Pada kasus syok,
jumlah hematokrit yang tinggi dan trombositopenia memperkuat diagnosis
terjadinya Dengue Shock Syndrom (WHO, 2004).

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 11


d. Leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan
basofilyang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat
peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit
pada saat peningkatan suhu pertama kali.
e. Isolasi virus
f. Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder
g. Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau 4-6
jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ), Faal hemostasis, FDP, EKG,
Foto dada, BUN, creatinin serum.
h. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia,
hipokloremia.
1) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3) Waktu perdarahan memanjang.
4) Asidosis metabolik.
5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
i. Foto toraks lateral dekubitus kanan.
Terdapat efusi pleura dan bendungan vaskuler
8. Penatalaksanaan
Panatalkasanaan terdiri dari:
a. Pencegahan
Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk flavivirus demam berdarah.
Pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau mengurangi
vector nyamuk demam berdarah. Cara pencegahan DBD:
1) Bersihkan tempat menyimpan air (bak mandi, wc)
2) Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air
3) Kubur atatu buanglah pada tempatnya barang-barang bekas (kaleng, botol
bekas)
4) Tutuplah lubang-lubang, pagar pada pagar gambu dengan tanah.
5) Lipatlah pakaian atau kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap di situ.
6) Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin untuk membunuh jintik-jintik
nyamuk (ulangi hal ini setiap 2 sampai 3 bulan sekali.

b. Pengobatan
Pengobatan penderita demam berdarah adalah dengan cara:
1) Penggantian cairan tubuh
2) Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter sampai 2 liter dalam 24 jam
Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 12
3) Gastroenteritis oral solution atau krital diare yaitu garam elektrolid (oralit kalau
perlu 1 sendok makan setiap 3 sampai 5 menit)
4) Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit diperlukan untuk mencegah
terjadinya syok yang dapat terjadi secara tepat.
5) Pemasangan infuse NaC1 atau Ringer melihat keperluannya dapat
ditambahkan, plasma atau plasma expander atau preparat hemasel.
6) Antibiotic diberikan bila ada dugaan infeksi sekunder.
c. Keperawatan
1) Memonitor vital sign
2) Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang
3) Memonitor tanda dehidrasi dan overhidrasi
4) Memonitor tanda-tanda syok
5) Memonitor perdarahan dan kebocoran plasma
6) Mengelola infuse dan tranfusi
7) Memenuhi kebutuhan nutrisi
8) Mengontrol dan mengatasi demam
9) Tirah baring
10) Mengelola pemberian oksigen jika diperlukan
Dasar penanganan renjatan DBD ialah volume replacement atau penggantian
cairan intravascular yang hilang, sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang
menimbulkan peninggian permeabilitas sehingga mengakibatkan plasma leakage.
Prinsip pengobatan Dengue Shock Syndrome (DSS):
a. Atasi segera hipovolemia
b. Lanjutkan penggantian cairan yang terus keluar dari pembuluh darah selama 12 –
24 jam, atau paling lama 48 jam
c. Koreksi keseimbangan asam basa
d. Beri darah segera bila terjadi perdarahan hebat.
Mengatasi renjatan (volume replacement)
a. Jenis cairan
Jenis cairan yang dipakai ialah:
1) Ringer laktat

2) Glukosa 5% dalam half strength NaC1 0,9%

3) RL-D5, dapat dibuat dengan jalan mengeluarkan 62,5 cc cairan RL, kemudian
ditambahkan D40% sebanyak 62,5 cc.

4) NaC1 0,9%; D10, aa ditambahkan Natrium Bikarbonat 7,5% sebanyak 2 cc/


kgBB.
Plasma/ plasma ekspander

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 13


a. Diperlukan pada penderita renjatan berat, atau pada penderita yang tidak segera
mengalami perbaikan dengan cairan kristaloid di atas.

b. Bila dapat cepat disiapkan, diberikan sebagai pengganti cairan, setelah itu cairan
pertama dilanjutkan lagi.

c. Setelah pemberian cairan, nilai hematokrit masih tinggi dan hitung trombosit
masih rendah.

d. Dosis yang diberikan 10 – 20 ml/ kg.bb dalam waktu 1-2 jam

e. Apabila nadi/ tekanan darah masih jelek atau hematokrit masih tinggi, dapat
ditambahkan plasma 10 ml/kh.bb setiap jam sampai total 40 ml/ kg.bb.
Plasma ekspander yang dapat digunakan adalah:
a. Plasbumin (human albumin 25%)

b. Plasmanate (plasma, protein, fleksion 5%)

c. Plasmafuchin

d. Dextran L 40
Pemberian obat-obatan:
a. Antibiotic
b. Antivirus

c. Heparin

d. Kartikosteroid

e. Carbazochrom Sodium Sulfonat

f. Dopamine

g. Sedative anti konvulsen

h. Antasida

i. Diuretika

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 14


j. Digitalisasi

9. Komplikasi
a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD derajat I-IV.
b. Asidosis metabolic
c. Perdarahan massif
d. Gagal ginjal
e. Odema otak
f. Edema pulmoner
g. Infeksi sekunder
h. Asites akibat masuknya cairan ke rongga peritoneum karena peningkatan
permeabilitas pembuluh darah kapiler.
i. Efusi pleura akibat terjadinya kebocoran plasma pada paru terjadi pengumpulan
cairan dalam rongga pleura
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama, umur (pada DHF, paling sering menyerang anak – anak dengan usia
kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan Utama
Alasan / keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah
sakit adalah panas tinggi dan lemah sampai penurunan kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan
saat demam, kesadaran compos mentis-koma. Turunnya panas terjadi antara hari
ke – 3 dan ke – 7, dan kondisi semakin lemah. Kadang – kadang disertai dengan
keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare / konstipasi, sakit
kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa
pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena
atau hematemesis.
d. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak bisa mengalami
serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 15


e. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih, seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar.
f. Pola Kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis,
pantangan, nafsu makan berkurang, dan nafsu makan menurun.
2) Eliminasi alvi (buang air besar): Kadang –
kadang anak mengalami diare / konstipasi. Sementara DHF grade III – IV bisa
terjadi melena.
3) Eliminasi urine (buang air kecil): perlu dikaji
apakah sering kencing, sedikit / banyak, sakit / tidak. Pada DHF grade IV
sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat: sering mengalami kurang
tidur karena mengalami sakit / nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas
dan kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
5) Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga
kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang terutama untuk
membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
6) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang
sakit serta upaya untuk menjaga kesehatan.
g. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan
fisik anak adalah sebagai berikut :
1) Grade I : kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda
vital dan nadi lemah.
2) Grade II : kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan : ptekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur.
3) Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur, serta tensi menurun.
4) Grade IV : kesadaran coma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit
tampak biru.

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 16


h. Sistem Integumen
Adanya ptekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat
dingin, dan lembab. Kuku sianosis / tidak.
i. Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata
anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epsitaksis) pada grade II, III, IV.
Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan
nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hiperemia pharing dan terjadi
perdarahan telinga (pada grade II, III, IV).
j. Dada
Bentuk simetris dan kadang – kadang terasa sesak. Pada foto thorax
terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura),
rales +, ronchi + yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
k. Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites.
l. Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, dan tulang.
m. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
1) Hb dan PCV meningkat (≥ 20 %)
2) Trombositopenia (≤ 100.000 / ml)
3) Leukopenia (mungkin normal atauleukositosis)
4) Ig D Dengue positif
5) Hasilpemeriksaankimiadarahmenunjukkan
:hipoproteinemia, hipokloremia, danhiponatremia.
6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
7) Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan
HCO3 rendah
8) SGOT / SGPT mungkin meningkat

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi
b. Resiko syock hipovolemik dengan factor resiko berkurangnya volume
intravaskuler
c. Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis
Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 17
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan diet yang kurang
3. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi
No Diagnosa Keperawatan
Hasil
1 Hipertermi NOC: NIC :
berhubungan dengan a. Thermoregulasi a. Fever treatment
dehidrasi Setelah dilakukan 1. Monitor suhu sesering
tindakan keperawatan mungkin
selama…jam pasien 2. Monitor warna dan
menunjukkan : Suhu suhu kulit
tubuh dalam batas 3. Monitor IWL
4. Monitor tekanan darah,
normal dengan kriteria
nadi dan RR
hasil:
5. Monitor penurunan
1. Suhu 36 – 37C
tingkat kesadaran
2. Nadi dan RR dalam
6. Monitor WBC, Hb, dan
rentang normal
Hct
3. Tidak ada
7. Monitor intake dan
perubahan warna
output
kulit dan tidak ada 8. Berikan anti piretik:
pusing, 9. Selimuti pasien
10. Kolaborasi tentang
pemberian terapi
intravena
11. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
12. Tingkatkan sirkulasi
udara
b. Temperature regulation
1. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
2. Ajarkan pada pasien
cara mencegah
keletihan akibat panas
3. Diskusikan pentingnya
pengatura suhu dan
kemungkinan efek
negative dari
kedinginan
4. Beritahukan indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency
yang diperlukan
c. Vitalsign monitor

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 18


1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor hidrasi seperti
turgor kulit,
kelembaban membran
mukosa)
4. Identifikasi penyebab
dari perubahan vitalsign
2 Resiko syock NOC NIC :
hipovolemik dengan a. Syok prevention 1. Pantau tanda-tanda vital,
faktor resiko b. Syok management tekanan darah ortostatik,
berkurangnya volume Kriteria Hasil : status mental, dan output
intravaskuler - Nadi dalam batas urin.
yang diharapkan 2. Memantau nilai
- Irama jantung dalam laboratorium sebagai bukti
batas yang perfusi jaringan inadekuat
diharapkan (misalnya peningkatan
- Frekuensi nafas tingkat asam laktat,
dalam batas yang penurunan pH arteri).
diharapkan 3. Berikan cairan IV
- Irama pernapasan kristaloid sesuai kebutuhan
dalam batas yang (NaCl 0,9%, RL, D5% W)
diharapkan Berikan obat vasoaktif.
- Natrium serum Memberikan terapi oksigen
dalam batas normal dan ventilasi mekanik
- Kalium serum dalam 4. Memantau tren
batas normal hemodinamik. Monitor
- Klorida serum dalam
denyut jantung janin
batas normal
(bradikardia jika HR <110
- Kalsium serum
kali / menit) atau
dalam batas normal
- Magnesium serum (takikardia ketika HR> 160
dalam batas normal denyut per menit) yang
- PH darah serum berlangsung lebih dari 10
dalam batas normal menit.
5. Mengambil sampel darah
untuk analisis gas darah
dan pemeriksaan
oksigenasi jaringan
Monitor. Dapatkan patensi
akses vena. Berikan cairan
untuk menjaga tekanan
darah atau curah jantung.
6. Memantau pengiriman

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 19


kritis oksigen ke jaringan
(SaPO2, tingkat
hemoglobin, curah
jantung).
7. Rekam dalam hal
bradikardi atau penurunan
tekanan darah, atau tekanan
arteri sistemik rendah
abnormal pucat, sianosis
atau diaforesis.
8. Pantau tanda dan gejala
gagal napas (PaO2 rendah,
PCO2 meningkat,
kelumpuhan otot
pernapasan)
9. Pantau kadar glukosa darah
dan menangani jika
kelainan apapun.
10. Memantau koagulasi dan
hitung darah lengkap
dengan diferensial WBC.
11. Pantau status cairan
termasuk intake dan output.
Pantau fungsi ginjal.
12. Lakukan kateter kemih.
13. Lakukan instalasi NGT dan
memantau sisa lambung.
14. Posisi pasien untuk
mengoptimalkan perfusi.
15. Berikan dukungan
emosional kepada keluarga
3 Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan dengan  Pain Level, Pain Management
 Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri
agen cidera biologis
 Comfort level secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
Setelah dilakukan tindakan frekuensi, kualitas dan faktor
keperawatan selama..... presipitasi
nyeri pada klien berkurang 2. Observasi reaksi nonverbal dari
atau hilang dengan ketidaknyamanan
Kriteria Hasil : 3. Gunakan teknik komunikasi
 Mampu mengontrol terapeutik untuk mengetahui
nyeri (tahu penyebab pengalaman nyeri pasien
nyeri, mampu 4. Kaji kultur yang
menggunakan tehnik mempengaruhi respon nyeri
nonfarmakologi untuk 5. Evaluasi pengalaman nyeri
mengurangi nyeri, masa lampau
mencari bantuan) 6. Evaluasi bersama pasien dan

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 20


 Melaporkan bahwa tim kesehatan lain tentang
nyeri berkurang dengan ketidakefektifan kontrol nyeri
menggunakan masa lampau
manajemen nyeri 7. Bantu pasien dan keluarga
 Mampu mengenali untuk mencari dan menemukan
nyeri (skala, intensitas, dukungan
frekuensi dan tanda 8. Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri) mempengaruhi nyeri seperti
 Menyatakan rasa suhu ruangan, pencahayaan dan
nyaman setelah nyeri kebisingan
berkurang 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
Tanda vital dalam rentang 10. Pilih dan lakukan penanganan
normal nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari
satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 21


9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek
samping)

4 Ketidakseimbangan NOC: NIC :


nutrisi kurang dari  Nutritional status: Nutrition Managemen
Adequacy of nutrient 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh
 Nutritional Status : food 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
berhubungan dengan and Fluid Intake untuk menentukan jumlah
asupan diet yang  Nutritional Status : kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
kurang nutrient intake
3. Anjurkan pasien untuk
 Weight Control
meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk
Setelah dilakukan tindakan
meningkatkan protein dan
keperawatan
vitamin C
selama….masalah nutrisi 5. Berikan substansi gula
kurang dari kebutuhan tubuh 6. Yakinkan diet yang dimakan
teratasi mengandung tinggi serat untuk
Kriteria hasil : mencegah konstipasi
a. Adanya peningkatan BB 7. Berikan makanan yang terpilih
sesuai dengan tujuan ( sudah dikonsultasikan dengan
b. BBI sesuai dengan ahli gizi)
tinggi badan 8. Ajarkan pasien bagaimana
c. Mampu membuat catatan makanan
mengidentifikasi harian.
kebutuhan nutrisi 9. Monitor jumlah nutrisi dan
d. Tidak ada tanda- tanda kandungan kalori
malnutrisi 10. Berikan informasi tentang
e. Menunjukkan kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk
penigkatan fungsi
mendapatkan nutrisi yang
pengecapan dari
dibutuhkan
menelan
Nutrition Monitoring:
Tidak terjadi penurunan BB
1. BB pasien dalam batas normal
yang berarti
2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 22


protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake
nuntrisi
16. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

DAFTAR PUSTAKA
Aristanaoka.(2008).Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Dengue Haemoragik
Fever.http://aristanaoka.blogspot.com/2008/05/askep.html.
Hidayat, A. Azis Alimul.2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Salemba Medika :
Jakarta
Nurarif, Amin Huda.2015.Nanda NIC-NOC.Mediaction:Jogjakarta
Pearce, Evelyn. 1992. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 23


Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 24

Anda mungkin juga menyukai