Setiap agama mengklaim mengajarkan perdamaian, namun kita melihat ada banyak
perang, konflik, kekerasan, dan kerusuhan di berbagai belahan dunia yang
dilatarbelakangi agama. Itu menunjukkan bahwa ada jarak yang menganga antara
ajaran dengan realisasinya di lapangan.
Di sisi lain, mudah sekali menemukan fanatisme agama di dalam masyarakat. Kita juga
tidak bisa memungkiri adanya narasi kekerasan yang mengendak di dalam hampir
semua agama. Kisah-kisah keagamaan terutama yang berkaitan dengan kegigihan
orang-orang dalam mempertahankan imannya tidak jarang dibungkus dengan narasi
perang. Martir menjadi bagian dari doktrin hamper semua agama. Kisah terbunuhnya
orang-orang suci atau pembunuhan atas nama iman bukan hal yang sulit ditemukan
dalam ajaran agama. Orang mati karena agamanya tidak saja dianggap biasa, tapi
bahkan dianggap sebagai kemuliaan. Mati sebagai martir dianggap sebagai kemuliaan
tertinggi dalam mempertahankan keimanan.
Tulisan singkat ini bermaksud untuk mendiskusikan hubungan antara fanatisme agama
dengan fenomena kekerasan agama. Apa yang hendak dinyatakan di sini adalah
bahwa fanatisme agama bukan cara sehat dalam menaati agama. Fanatisme agama
merupakan ekspresi keagamaan yang mengabaikan nalar, menutup ruang dialog, gagal
menanggapi perbedaan, dan membangun teologi superior untuk mengalahkan sang
liyan. Fanatisme agama merupakan ekspresi berlebihan dalam beragama. Fanatisme
agama merupakan sebentuk ekspresi keagamaan yang gagal dalam menerjemahkan
spirit kasih saying yang menjadi raison d’etre setiap agama.
Fanatisme Agama
Menurut Sutherland, fanaticism berasal dari kata Latin fanaticus yang berarti sesuatu
yang diinspirasi/diilhami oleh dewa. Fanatisme berasal dari akar kata latin fanum yang
berarti kuil. Okere menjelaskan bahwa fanatisme adalah “extreme, inordinate and often
1
Kaprodi Studi Agama-agama UIN Sunan Ampel Surabaya; Disektur Eksekutif CMARs (Center for Marginalized
Communities Studies
misguided enthusiasm for anything. It is an unmitigated, emotional or intellectual
commitment to an idea or a value. It is a sort of maniacal and unbridled zealotry for a
cause”.2 Jadi fanatisme bisa terjadi di semua bidang kehidupan. Misalnya, fanatisme
politik merujuk pada sikap memegangi ideologi, kepentingan dan pandangan politik
tertentu tanpa batas. Jika seseorang fanatic terhadap ideologi politik tertentu, dia bisa
jatuh pada sikap chauvinistic, tindakan politik yang dipenuhi dengan semangat konflik,
mulai dari manipulasi praktik pemilu hingga pembunuhan.3
Fanatisme agama mengandung arti kegairahan yang ekstrem, berlebihan dan tak terkendali
terhadap keyakinan agama, yang mendorong pada sikap ekstrem dalam kehidupan
seseorang karena keyakinannya bahwa hal itu diiperintahkan oleh Tuhan. Fanatisme
dikarakterisasi dengan semangat berlebihan dan tak kritis untuk mengejar ajaran
keagamaan yang ekstrem. Fanatisisme adalah suatu sikap yang negatif dan ganas
dalam beragama, dikarakterisasi dengan sikap yang berlebih-lebihan, ekstrem,
manipulatif, eksploitatif, dan dominative (penundukan).5
Fanatisme agama adalah sebuah penyimpangan dari ajaran agama. Dianggap sebagai
penyimpangan karena hasil dari fanatisme kekerasan dan peperangan serta
pemusnahan. Okere menyatakan bahwa fanatisme agama sangat ganas karena agama
dipandang sebagai sumber tertinggi dalam kehidupan manusia. Agama menuntut
ketundukan mutak karena menyangkut keselamatan hidup. Karena itu, tidak heran jika
fanatisme agama telah menyebabkan tragedi di berbagai bidang kehidupan maniusia,
mulai politik hingga ekonomi. Fanatisme agama menumbuhkan ketegangan sosial dan
perang agama yang mengakibatkan hancurnya kehidupan dan harta benda.
Pembakaran rumah ibadah, perusakan makam-makam suci, artifak dan simbol-simbol
agama adalah akibat dari fanatisme agama.
2 Ibid. (Fanatisme adalah kegairahan yang ekstrem, berlebihan dan sering salah arah menyangkutn
apa saja. Fanatisme adalah komitmen yang mendalam, emosional atau intelektual, terhadap ide atau nilai
tertentu. Ia semacam kegairahan dan semangat yang tak terkendali untuk suatu tujuan).
3
Ibid.
4
Ibid.
5
Friday Ifeanyi Ogbuehi, RELIGIOUS FANATICISM AND GLOBAL PEACE,
http://www.academicexcellencesociety.com/religious_fanaticism_and_global.pdf
Fanatisme agama lahir pada diri pemeluk agama karena didorong oleh antusiasme
yang berlebihan, tak terkendali, dan salah tempat yang ditunjukkan dalam kepafantikan
yang berlebihan tanpa ada kendali diri.
Kesalahpahaman terhadap kitab suci adalah factor yang banyak ditemui dalam
fenomena fanatisme agama. Interpretasi jihad sebagai perang terhadap non-Muslim,
misalnya, telah melahiurkan sikap fanatic di kalangan umat Islam. Kesalahan dalam
memahami doktrin dapat membawa pemeluk agama terjebak ke dalam perasaan
superioritas, ajaran yang salah dan melahirkan sikap penundukan atas yang lain.
Di samping dampak positifnya, globalisasi juga menyebabkan rasa taka man, tak tentu,
resah dengan perkembangan yang tak berhenti. Globalisasi menyumbang fanatisme
agama. Globalisasi menyebabkan banjirnya arus informasi memungkinkan kartoon Nabi
menyebabkan kekerasan agama di negara-negara lain. Perang amerika serikat di siria
dianggap sebagai bagian dari aksi memusuhi Islam.