Anda di halaman 1dari 43

Non ST ELEVASI

MIOKARD INFARK

Pembimbing :

dr. Teuku Bob Haykal, Sp.JP

Disusun Oleh :

Leonardo P Situmorang 150100066


Patimah Pulungan 150100042

PROGRAM PENDIDIKAN
PROFESI DOKTER
DEPARTEMEN KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal :

Nilai :

Medan, 15 April 2019

Penguji

dr. Teuku Bob Haykal, Sp.JP


8

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Non ST Elevasi Miokard Infark”. Penulisan laporan kasus ini
adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior
Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Kardiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen


pembimbing dr. Teuku Bob Haykal, Sp.JP yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat
selesai tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasanya. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, 15April 2019

Penulis
9

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ......................................................................................... i

Kata pengantar ................................................................................................. ii

Daftar isi ........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1


1.2 Tujuan Penelitian ..................................................................... 2
1.3 Manfaat Penelitian ................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3

2.1
Anatomi jantung ....................................................................... 3
2.2
NSTEMI ................................................................................... 10
2.2.1 Definisi ......................................................................... 10
2.2.2 Etiologi ......................................................................... 10
2.2.3 Patofisiologi ................................................................. 10
2.2.4 Diagnosis ...................................................................... 16
2.2.5 Penatalaksanaan ............................................................ 17
2.2.6 Prognosis ...................................................................... 18
BAB III STATUS ORANG SAKIT ............................................................ 20

BAB IV FOLLOW UP PASIEN .................................................................. 25

BAB V DISKUSI KASUS ............................................................................. 27

BAB VI KESIMPULAN ............................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 31


9

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sindroma koroner akut (SKA) merupakan kumpulan gejala klinis yang
menggambarkan kondisi iskemik miokard akut.1,2 Nyeri dada adalah gejala utama
yang dijumpai serta dijadikan dasar diagnostik dan terapeutik awal, namun
klasifikasi selanjutnya didasarkan pada gambaran elektrokardiografi (EKG).3
Terdapat dua klasifikasi pasien SKA berdasarkan gambaran EKG yaitu infark
miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) dan infark miokard tanpa elevasi
segmen ST (NSTEMI).2,3
NSTEMI biasanya disebabkan oleh penyempitan arteri koroner yang berat,
sumbatan arteri koroner sementara, atau mikroemboli dari trombus dan atau
materi-materi atheromatous. Dikatakan NSTEMI bila dijumpai peningkatan
biomarkers jantung tanpa adanya gambaran ST elevasi pada EKG, apabila tidak
didapati peningkatan enzim-enzim jantung kondisi ini disebut dengan unstable
angina (UA) dan diagnosis banding diluar jantung harus tetap dipikirkan.1,4
Setiap tahunnya di Amerika Serikat 1.360.000 pasien datang dengan SKA,
810.000 diantaranya mengalami infark miokard dan sisanya dengan UA. Sekitar
dua per tiga pasien dengan infark miokard merupakan NSTEMI dan sisanya
merupakan STEMI.5 Didunia sendiri, lebih dari 3 juta orang pertahun
diperkirakan mendapatkan STEMI dan lebih dari 4 juta orang mengalami
NSTEMI. Di Eropa diperkirakan insidensi tahunan NSTEMI adalah 3 dari 1000
penduduk, namun angka ini cukup bervariasi di negara-negara lain.3 Angka
mortalitas di rumah sakit lebih tinggi pada STEMI namun mortalitas jangka
panjang didapati dua kali lebih tinggi pada pasien-pasien dengan NSTEMI dalam
rentang 4 tahun.3,6
9

1.2. Tujuan
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit Non ST Elevasi Miokard
Infark.
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap Non
ST Elevasi Miokard Infark serta melakukan penatalaksanaan yang tepat,
cepat, dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik.

1.3. Manfaat penulisan


1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang Non ST
Elevasi Miokard Infark.
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai Non
ST Elevasi Miokard Infark.
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Jantung

Jantung merupakan organ berotot yang terletak secara oblik pada sebelah
kiri garis mediastinum medial dan diatas diafragma. Bagian depan jantung
dibatasi oleh sternum dan iga 3, 4 dan 5. Posisi jantung miring kedepan kiri dan
apeks kordis berada paling depan dekat linea medio-klavikular kiri dalam rongga
dada. Umumnya pada dewasa jantung berukuran panjang 12cm, lebar 8-9cm dan
ketebalan 6 cm. Berat jantung bervariasi pada wanita dan pria, dimana pada
wanita berat jantung normal adalah 230-280g sedangkan pada pria 248-340 g.
Anatomi jantung dapat dibagi dua, yaitu anatomi luar dan dalam.

Gambar 2.1 Anatomi Jantung

Bagian luar kedua atrium dipisahkan oleh sulkus koronarius yang


mengelilingi jantung. Pada sulkus ini berjalan arteri koroner kanan dan arteri
sirkumfleks setelah bercabang dari aorta. Bagian luar kedua ventrikel dipisahkan
oleh sulkus interventrikular anterior di depan yang dilewati oleh arteri desendens
anterior kiri, dan sulkus interventikular posterior di belakang yang dilewati oleh
arteri desendens posterior.
9

Jantung dibungkus oleh jaringan ikat tebal yang disebut perikardium, terdiri
dari 2 lapisan yaitu perikardium visceral (epikardium) dan parietal. Epikardium
meluas sampai beberapa sentimeter diatas pangkal aorta dan arteri pulmonal.
Selanjutnya jaringan ini akan berputar-lekuk (refleksi) menjadi perikardium
parietal sehingga terbentuk ruangan yang berisi cairan perikardium agar jantung
mudah bergerak saat pemompaan darah. Pada orang normal jumlah cairan
pericardium adalah sekitar 10-20 ml.
Jantung terdiri dari 4 ruang yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventrikel
kanan dan kiri. Bagian kanan dan kiri dipisahkan oleh septum. Atrium kanan
berfungsi sebagai penampung darah yang rendah oksigen dari seluruh tubuh.
Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru.
Ventrikel kanan berfungsi sebagai penerima darah dari atrium kanan dan
memompakannya ke paru-paru. Ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan
darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, dinding ruang
ventrikel lebih tebal dari dinding ruang atrium.
Antara atrium, ventrikel dan pembuluh darah besar yang keluar dari jantung
terdapat katup-katup jantung, yaitu katup atrio-ventrikular dan katup semilunar.
Bentuk katup semilunar aorta dan pulmonal adalah sama. Kedua katup ini terletak
pada alur keluar pada masing-masing ventrikel dangan katup pulmonalyang
terletak lebih antero-superior dan agak ke kiri. Aliran darah yang melewati katup
mitral atau trikuspid diatur oleh interaksi antara atrium, annulus fibrosus, daun
katup, chordaetendineae, otot papilaris dan otot ventrikel. Katup mitral terdiri dari
daun katup mitral anterior dan daun katup mitral posterior.
2.2 Nstemi

2.2.1 Definisi
Berdasarkan spektrum SKA, NSTEMI didefinisikan sebagai gambaran
EKG depresi segmen ST atau inversi gelombang T prominen dengan biomarker
nekrosis yang positif ( mis, troponin) dengan tidak dijumpainya elevasi segmen
ST pada gambaran EKG dan sesuai dengan gambaran klinis (rasa tidak nyaman
pada dada atau sesuai dengan angina)
9

2.2.2 Etiologi
Tabel 2.1 Penyebab NSTEMI2

2.2.3 Patofisiologi
Ciri khas patofisiologi kondisi NSTEMI adalah akibat ketidakseimbangan
antara suplai dan demand oksigen miokard. Mekanisme yang paling sering terlibat
dalam ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke
miokard, melalui lima mekanisme dibawah ini:2
1. Yang paling sering disebabkan oleh menyempitnya arteri koroner
yang disebabkan oleh trombus yang terdapat pada plak
ateroskelotik yang terganggu dan biasanya nonoklusif.
Mikroemboli dari agregat trombosit dan komponen-komponen dari
plak yang terganggu tersebut diyakini bertanggung jawab terhadap
keluarnya markers miokard pada pasien-pasien NSTEMI.
Trombus/plak oklusif juga dapat menyebabkan sindroma ini
namun dengan suplai darah dari pembuluh darah kolateral.
Patofisiologi molekuler dan seluler paling sering yang
menyebabkan plak aterosklerotik terganggu adalah inflamasi
9

arterial yang disebabkan oleh proses non infeksi (mis, lipid


teroksidasi), dapat pula oleh stimulus proses infeksi yang
menyebabkan ekspansi dan destabilisasi plak, ruptur atau erosi, dan
trombogenesis. Makrofag yang teraktivasi dan limfosit T yang
berada pada plak meningkatkan ekspresi enzim-enzim seperti
metalloproteinase yang menyebabkan penipisan dan disrupsi plak
yang dapat menyebabkan NSTEMI.

2. Penyebab lain yang juga sering adalah obstruksi dinamis, yang


dapat dipicu oleh spasme fokal terus menerus dari segmen arteri
koroner epicardial (Prinzmetal’s angina). Spasme lokal ini
disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos vaskular dan atau
disfungsi endotel. Spasme pembuluh darah besar dapat terjadi pada
puncak obstruksi atau plak, yang mengakibatkan angina yang
berasal dari campuran kondisi tersebut atau NSTEMI/UA.
Obstruksi koroner dinamik dapat pula disebabkan oleh disfungsi
mikrovaskular difus, sebagai contoh akibat disfungsi endotel atau
konstriksi abnormal dari pembuluh darah kecil intramural.

3. Penyempitan pembuluh darah tanpa spasme atau trombus. Kondisi


ini terjadi pada pasien dengan atherosklerosis progresif atau akibat
restenosis setelah percutaneous coronary intervention (PCI).

4. Diseksi arteri koroner (dapat terjadi sebagai penyebab SKA pada


wanita-wanita peripartum).

5. UA sekunder, yang kondisi pencetus nya terdapat diluar arteri


koroner. Pasien dengan UA sekunder biasanya, namun tidak selalu,
memiliki penyempitan atherosklerotik koroner yang membatasi
perfusi miokard dan sering memiliki angina kronik stabil. UA
sekunder dapat dipresipitasi oleh kondisi-kondisi seperti
peningkatan kebutuhan oksigen miokard (demam, takikardia,
tirotoksikosis), penurunan aliran darah koroner (hipotensi) atau
penurunan pasokan oksigen miokard (anemia atau hipoksemia).
9

2.2.4 Diagnosis
Gejala utama dari NSTEMI adalah nyeri dada yang khas. Diagnosis kerja
NSTEMI dipikirkan dengan menyingkirkan diagnosis lain berdasarkan EKG
(tidak didapatinya ST elevasi persisten), selanjutnya biomarker-biomarker seperti
troponin akan membedakan NSTEMI dengan UA, modalitas imaging digunakan
untuk menyingkirkan diferensial diagnosis.

2.2.4.1 Anamnesis
Nyeri dada akut adalah salah satu alas an pasien – pasien dating ke unit
gawat darurat dan diketahui pasien selama ini sebagai pertanda SKA. Namun
setelah evaluasi lebih lanjut hanya sekitar 15-20% pasien dengan nyeri dada akut
yang betul – betul mengalami SKA. Sehingga perlu pula diketahui gejala – gejala
lain yang sering dialami namun kurang diwaspadai oleh pasien NSTEMI. 1,2
Presentasi klinis dari NSTEMI meliputi berbagai gejala yang cukup luas.
Presentasi klinis yang selama ini umum diketahui antara lain:3

 Nyeri angina yang berdurasi panjang (> 20 menit) saat istirahat


 Angina onset baru (kelas II atau III berdasarkan klasifikasi Canadian
Cardiovascular Society (CCS))
 Destabilisasi baru dari yang sebelumnya angina stabil dengan setidaknya
memenuhi karakteristik angina kelas III CCS (crescendo angina), atau
 Angina post infark miokard
Gambaran klinis nyeri dada pada NSTEMI adalah rasa berat atau tekanan pada
daerah retrosternal (angina) yang menjalar hingga ke lengan kiri, leher, atau
rahang, yang dapat bersifat intermiten (umumnya berlangsung selama beberapa
menit) atau persisten. Keluhan ini dapat diikuti dengan keluhan lainnya seperti
fatik yang ekstrim, diaphoresis, nausea, nyeri perut, dyspnoea, dan syncope.
Dapat pula didapati keluhan tidak khas lainnya seperti epigastric pain, masalah
pencernaan, nyeri dada seperti ditikam, nyeri dada dengan ciri pleuritik, atau
bertambahnya sesak napas.3
9

Munculnya keluhan-keluhan tersebut setelah aktifitas fisik atau berkurang saat


istirahat atau setelah penggunaan nitrat, mendukung diagnosis iskemia. Dalam
anamnese perlu pula ditanyakan dan dievaluasi adanya faktor resiko standar
seperti usia, diabetes mellitus, hipertensi, merokok, riwayat keluarga, episode
angina, konsumsi aspirin, riwayat serupa mengalami hal yang sama, penyakit
jantung koroner sebelumnya, dislipidemia, dan lain sebagainya.1 Penting pula
mengidentifikasi kondisi-kondisi klinis lainnya yang dapat mencetuskan NSTEMI
seperti anemia, infeksi, inflamasi, demam dan kelainan metabolik atau endokrin
(umumnya tiroid).3
Pasien-pasien yang mengalami NSTEMI tidak selalu datang dengan keluhan rasa
tidak nyaman pada daerah dada. Studi Framingham adalah studi pertama yang
menunjukkan bahwa setengah dari pasien infark miokard tidak menunjukkan
gejala dan tidak disadari oleh pasien. Canto et al menemukan bahwa sepertiga dari
434.877 pasien yang telah dikonfirmasi mengalami infark miokard pada National
Registry of Myocardial Infarction datang ke rumah sakit dengan gejala selain rasa
tidak nyaman pada daerah dada. Kondisi ini sepertinya lebih sering muncul pada
pasien-pasien berusia tua, wanita, memiliki diabetes dan atau memiliki gagal
jantung sebelumnya.

Tabel 2.2 Tingkatan angina pektoris berdasarkan Canadian Cardiovascular Society 2

2.2.4.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik pada NSTEMI bisa saja normal. Setiap pasien dengan SKA
harus diukur tanda-tanda vital nya (tekanan darah dikedua lengan jika disangkakan
diseksi, frekuensi detak jantung, dan suhu) dan selanjutnya harus menjalani
9

pemeriksaan fisik jantung dan dada yang lengkap.2 Tujuan utama dari pemeriksaan
fisik adalah untuk menyingkirkan penyebab nyeri dada non kardiak dan kelainan
jantung non iskemik (emboli paru, diseksi aorta, perikarditis, penyakit jantung katup)
atau kemungkinan penyebab diluar jantung seperti penyakit paru akut
(pneumothoraks, pneumonia, efusi pleura).1,3
Pemeriksaan fisik seperti diaphoresis, pucat, kulit dingin, sinus takikardia, suara
jantung ketiga atau keempat, ronkhi basah basal, dan hipotensi menunjukkan
kemungkinan area iskemik yang luas dan beresiko tinggi.5 Pemeriksaan fisik lain
seperti pucat, banyak keringat dan tremor dapat mengarahkan ke kondisi-kondisi
pencetus seperti anemia dan tirotoksikosis.3
Perbedaan tekanan darah pada anggota gerak atas dan bawah, nadi yang iregular,
murmur jantung, friction rub, nyeri saat palpitasi dan massa regio abdomen adalah
pemeriksaan fisik yang mungkin didapati pada kondisi selain NSTEMI.

2.2.4.3 Pemeriksaan Penunjang

1. EKG
EKG 12 lead saat istirahat merupakan alat diagnostik lini pertama dalam
penilaian pasien-pasien yang disangkakan NSTEMI. EKG harus didapat dalam 10
menit setelah kontak medis pertama dan secepatnya diinterpretasikan oleh dokter.
Karakteristik abnormalitas gambaran EKG yang ditemui pada NSTEMI adalah
depresi segmen ST atau elevasi transient dan atau perubahan pada gelombang T
(inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normal).1,3
Jumlah lead yang menunjukkan depresi segmen ST dan derajat depresi
segmen ST mengindikasikan luas dan keparahan iskemia dan berkorelasi dengan
prognosis. Deviasi segmen ST yang baru, bahkan hanya 0,05 mV merupakan hal
yang penting dan spesifik dalam hal iskemik dan prognosis. Depresi segmen ST >
2 mm meningkatkan resiko mortalitas. Inversi gelombang T juga sensitif untuk
iskemik namun kurang spesifik, kecuali bila ≥ 0,3mV baru dinyatakan
bermakna.1,5
Jika EKG inisial normal atau inkonklusif, perekaman EKG ulangan
sebaiknya dilakukan saat pasien mengalami gejala dan gambaran EKG ini
dibandingkan dengan gambaran EKG saat pasien dalam kondisi asimtomatis.
9

Perbandingan dengan EKG sebelumnya akan sangat bernilai pada pasien-pasien


dengan kelainan jantung terdahulu, seperti hipertropi ventrikel kiri atau infark
miokard sebelumnya. Perekaman EKG sebaiknya diulangi setidaknya pada 3 jam
(6-9 jam) dan 24 jam setelah masuk ke rumah sakit. Pada kondisi dimana terjadi
nyeri dada berulang atau muncul gejala-gejala lainnya, pemeriksaan EKG dapat
diulangi secepatnya.3
Harus diingat bahwa gambaran EKG normal tidak menyingkirkan
kemungkinan NSTEMI. Terutama iskemik pada daerah arteri sirkumfleks atau
iskemik ventrikel kanan terisolasi dapat luput dari gambaran EKG 12 lead, namun
dapat terdeteksi pada lead V7-V9 dan pada lead V3R dan V4R.3

Gambar 2.1. Inversi Gelombang T7

Gambar 2.2 Depresi segmen ST8


9

2. Biomarker
Kardiak troponin (TnT dan TnI) memegang peranan penting dalam
diagnosis dan stratifikasi resiko, dan dapat membedakan NSTEMI dengan UA.
Troponin lebih spesifik dan sensitif dibandingkan enzim jantung tradisional
lainnya seperti creatine kinase (CK), isoenzim CK yaitu CKMB dan mioglobin.
Peningkatan troponin jantung menggambarkan kerusakan selular miokard yang
mungkin disebabkan oleh embolisasi distal oleh trombus kaya platelet dari plak
yang ruptur atau mengalami erosi. Pada kondisi iskemik miokard (nyeri dada,
perubahan EKG, atau abnormalitas gerakan dinding jantung yang baru),
peningkatan troponin mengindikasikan adanya infark miokard.2,3
Pada pasien-pasien dengan infark miokard, peningkatan awal troponin muncul
dalam 4 jam setelah onset gejala. Troponin dapat tetap meningkat sampai dua
minggu akibat proteolisis aparatus kontraktil. Nilai cut off untuk infark miokard
adalah kadar troponin jantung melebihi persentil 99 dari nilai referensi normal
(batas atas nilai normal).3
Kondisi-kondisi mengancam nyawa lainnya yang menunjukkan gejala nyeri
dada seperti aneurisma diseksi aorta atau emboli pulmonal, dapat juga
menyebabkan peningkatan troponin dan harus selalu dipertimbangkan sebagai
diferensial diagnosis. Peningkatan troponin jantung juga dapat terjadi pada injuri
miokard yang tidak berhubungan dengan pembuluh koroner.3

Gambar 2.3 Waktu rilisnya berbagai biomarker setelah infark miokard 2,5
9

Creatine kinase – MB (CKMB) yang merupakan protein karier sitosolik


untuk fospat energi tinggi telah lama dijadikan sebagai standar diagnosis infark
miokard. Namun CKMB kurang sensitif dan kurang spesifik dibandingkan dengan
troponin jantung dalam menilai infark miokard. CKMB dalam jumlah yang kecil
dapat ditemui pada darah orang sehat dan meningkat seiring dengan kerusakan
otot lurik.2
3. Pemeriksaan Imaging

Foto thoraks biasanya dilaksanakan pada saat awal pasien masuk ke rumah sakit,
sehingga dapat dievaluasi kemungkinan lain penyebab nyeri dada dan sekaligus
sebagai skrining kongesti paru yang akan mempengaruhi prognosis.5
Pemeriksaan ekokardiografi dan doppler sebaiknya dilakukan setelah hospitalisasi
untuk menilai fungsi global ventrikel kiri dan abnormalitas gerakan dinding
regional. Ekokardiografi juga diperlukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari
nyeri dada.1
Cardiac magnetic resonance (CMR) dapat menilai fungsi dan perfusi jantung
skaligus mendeteksi bekas luka pada jaringan, namun teknik imaging ini belum
secara luas tersedia. Begitu pula dengan nuclear myocardial perfusion tampaknya
akan sangat bermanfaat, namun tidak tersedia dalam layanan 24 jam. Myokard
skintigrafi juga dapat digunakan pada pasien dengan nyeri dada tanpa perubahan
gambaran EKG atau bukti adanya iskemik yang sedang berlangsung ataupun
infark miokard. Multidetector computed tomography (CT) tidak digunakan untuk
mendeteksi iskemia, namun menawarkan kemungkinan untuk menyingkirkan
adanya PJK. CT angiography, jika tersedia dapat digunakan untuk menyingkirkan
SKA dari etiologi nyeri dada lainnya.3
Angiografi koroner merupakan pemeriksaan baku emas untuk mengetahui
dan menilai keparahan penyakit arteri koroner. Angiografi urgent dilakukan untuk
tindakan diagnostik pada pasien-pasien dengan resiko tinggi dan dengan diagnosis
banding yang tidak jelas.3
9

2.2.5 Tatalaksana
Pasien dengan sangkaan SKA harus dievaluasi dengan cepat. Keputusan
yang dibuat berdasarkan evaluasi awal terhadap pasien memiliki konsekuensi
klinis dan ekonomis yang bermakna. Pasien NSTEMI atau diduga NSTEMI yang
dalam keadaan stabil sebaiknya dirawat inap dan menjalani tirah baring dengan
monitoring ritme EKG berkelanjutan dan diobservasi akan kemungkinan iskemik
berulang. Pasien dengan resiko tinggi, termasuk mereka dengan rasa tidak nyaman
padia dada yang terus menerus dan atau hemodinamik tidak stabil sebaiknya
dirawat di unit koroner (coronery care unit ) dan di observasi setidaknya 24-48
jam.1
Terdapat empat komponen utama terapi pada NSTEMI yaitu terapi
antiiskemia, antiplatelet/antikoagulan, terapi invasif (kateterisasi
dini/revaskularisasi), dan perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah
perawatan RS.9 Terapi fibrinolitik (thrombolitik) menggunakan streptokinase,
urokinase, tenekteplase atau preparat lainnya sebaiknya tidak digunakan pada
pasien dengan NSTEMI.1

2.2.5.1 Terapi Suportif


Pemberian oksigen dilakukan bila saturasi oksigen <90%, distres
pernafasan, atau memiliki resiko tinggi untuk terjadi hipoksemia.6,10
Untuk mengatasi nyeri dapat diberikan nitrogliserin sublingual atau buccal spray
(0.4mg). Nitrogliserin dapat diberikan setiap 5 menit dengan total 3 dosis
pemberian. Jika nyeri masih menetap atau pasien dengan hipertensi ataupun gagal
jantung , nitrogliserin intra vena dapat diberikan (dosis inisial 5-10 ug/menit
dengan peningkatan 10 ug/menit sampai tekanan darah sistolik turun dibawah 100
mmHg). Pemberian nitrogliserin dikontraindikasikan pada pasien yang
mengkonsumsi sildenafil dalam 24 jam sebelum masuk rumah sakit atau 48 jam
untuk tadalafil.6,10
Morfin dapat digunakan untuk mengatasi nyeri, walaupun terdapat beberapa
observasi yang mengindikasikan adanya peningkatan mortalitas pada SKA dengan
penggunaan nya. Sedangkan NSAID disarankan untuk dihentikan pengunaannya
9

pada pasien NSTEMI, karena dijumpai peningkatan resiko mortalitas, reinfark,


hipertensi, gagal jantung dan ruptur miokard sehubungan dengan
penggunaannya.6

2.2.5.2 Terapi Anti Iskemik


1. Penghambat Reseptor Beta
Penghambat beta harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien-pasien yang
tidak memiliki tanda gagal jantung ataupun low-output state, peningkatan resiko
syok kardiogenik atau kontraindikasi relatif lain terhadap penghambatan reseptor
beta (interval PR >0,24 detik, blok jantung derajat 2 atau 3, asma aktif, penyakit
saluran nafas reaktif).6
Penghambat reseptor beta mengurangi insidensi iskemik berulang dan serangan
infark miokard berikutnya. Preparat oral ini sebaiknya dilanjutkan sampai waktu
yang tak terbatas, terutama pada pasien-pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang
berkurang. Penghambat reseptor beta intravena dapat diberikan apabila tidak
dijumpai kontraindikasi. Pada pasien-pasien yang dikontraindikasikan
menggunakan preparat penghambat beta dapat menggunakan non-dihydropyridine
calcium channel blocker (mis, verapamil atau diltiazem) sebagai terapi inisial
dengan memperhatikan bahwa pasien tersebut tidak mengalami disfungsi
ventrikel kiri yang signifikan atau kontraindikasi lainnya.6
2. Nitrat
Keuntungan terapeutik dari penggunaan nitrat berhubungan dengan efek
venodilator yang menyebabkan penurunan preload miokard dan volume end
diastolik ventrikel kiri yang akhirnya menyebabkan penurunan konsumsi oksigen
9

miokard. Selain itu nitrat akan menyebabkan dilatasi arteri koroner normal
maupun arteri koroner yang mengalami aterosklerotik dan meningkatkan aliran
kolateral koroner.3
Pada pasien dengan NSTEMI yang memerlukan perawatan rumah sakit,
penggunaan nitrat intravena lebih efektif dibandingkan nitrat sublingual untuk
mengurangi gejala dan depresi segmen ST. Dosis harus di up titrasi sampai gejala
(angina atau dyspnoe) berkurang atau munculnya efek samping (sakit kepala atau
hipotensi).3
3. Calcium Channel Blocker
Calcium channel blockers merupakan obat vasodilator dan beberapa
diantaranya memiliki efek langsung terhadap konduksi atrioventrikular dan
denyut jantung. Terdapat tiga sub kelas dari calcium blocker yaitu
dihydropyridines (nifedipine), benzothiazepines (diltiazem), dan
phenylethylamines (verapamil). Ketiga sub kelas ini memiliki derajat yang
bervariasi dalam hal vasodilatasi, penurunan kontraktilitas miokard dan
penghambatan konduksi atrioventrikular. Nifedipin dan amlodipin memiliki efek
vasodilatasi perifer yang paling besar, sementara diltiazem memiliki efek vasodilator
yang paling kecil.3

2.2.5.3 Terapi Antiplatelet


1. Aspirin
Aspirin sebaiknya diberikan kepada semua pasien kecuali ada
kontraindikasi, dosis inisial aspirin non enterik 150-300 mg dikunyah. Selanjutnya
75-100 mg per hari dalam jangka panjang dikatakan memiliki efikasi yang sama
dengan dosis besar dan memiliki resiko intoleran saluran cerna yang lebih kecil.1,3
2. P2Y12 Reseptor Inhibitor
Clopidogrel direkomendasikan pada seluruh pasien dengan dosis inisial 300 mg
selanjutnya diikuti 75 mg per hari. Pada pasien yang dipertimbangkan untuk
menjalani PCI, loading dose 600 mg disarankan untuk mencapai penghambatan
fungsi trombosit yang lebih cepat. Clopidogrel harus dipertahankan setidaknya
selama 12 bulan kecuali terdapat resiko perdarahan.1
9

Penelitian Triton TIMI-38 menunjukkan bahwa pada pasien-pasien dengan SKA


yang menjalani PCI, ternyata prasugrel secara signifikan menurunkan insidensi
kejadian iskemik baik dalam jangka panjang maupun pendek. Namun
berhubungan dengan peningkatan resiko perdarahan, terutama pada pasien berusia
> 75 tahun, berat badan < 60 kg dan pasien-pasien dengan riwayat TIA, stroke
atau perdarahan intrakranial.1
Obat golongan P2Y12 Reseptor Inhibitor baru yang cukup menjanjikan sebagai
obat anti platelet adalah Ticagrelor. Seperti prasugrel, Ticagrelor memiliki onset
of action yang lebih cepat dan konsisten dibandingkan clopidogrel, namun juga
memiliki offset of action yang lebih cepat sehingga pemulihan fungsi platelet
menjadi lebih cepat.3
3. Glycoprotein IIb/IIIa Receptor Inhibitors
Tiga obat yang termasuk golongan GP IIb/IIIa receptor inhibitors yang
disetujui untuk penggunaan klinis adalah abciximab yang merupakan suatu
fragmen monoklonal antibody; eptifibatide sebuah peptide siklik; dan tirofiban
yang merupakan molekul peptidomimetik.3 Studi terbaru mengenai SKA tidak
menemukan keuntungan dalam penggunaan GP IIb/IIIa dalam SKA.1

2.2.5.4 Terapi Antikoagulan


Antikoagulan digunakan pada terapi NSTEMI untuk menghambat
pembentukan dan atau aktivitas thrombin sehingga dapat mengurangi kejadian-
kejadian yang berhubungan dengan pembentukan thrombus. Antikoagulan
direkomendasikan untuk semua pasien sebagai tambahan terapi anti platelet.1,3
Terdapat beragam jenis antikoagulan yang tersedia, dan pemilihannya didasarkan
pada resiko iskemik, kejadian perdarahan dan pilihan strategi manajemen inisial
(urgent invasif, early invasif atau konservatif).1,3 Jenis antikoagulan antara lain:3
- Indirect inhibitors koagulasi (butuh anti trombin untuk aksi penuhnya) :
o Indirect thrombin inhibitors : unfractionated heparin (UFH),
low molecular weight heparin (LMWHs)
o Indirect factor Xa inhibitors : LMWHs, fondaparinux
9

- Direct inhibitors koagulasi o Direct factor Xa inhibitors : apixaban, rivaroxaban,


otamixaban
o Direct thrombin inhibitors (DTIs): bivalirudin, dabigatran.
1. Low Molecular Weight Heparin
Salah satu LMWH yang sering digunakan adalah enoxaparin yang merupakan
antikoagulan pilihan baik pada pasien-pasien yang direncanakan untuk tindakan
konservatif ataupun tindakan invasif. Dengan dosis 1 mg/kgBB dua kali sehari,
enoxaparin dapat dihentikan 24 jam setelah strategi invasif dilakukan. Dan
sebaiknya diberikan selama 3 hingga 5 hari untuk pasien yang direncanakan
tindakan konservatif.1 Pada pasien-pasien NSTEMI yang telah mendapat
enoxaparin dan akan menjalani PCI, tidak dibutuhkan dosis enoxaparin tambahan
jika suntikan sub kutan sebelumnya < 8 jam sebelum PCI. Namun bila suntikan
sub kutan enoxaparin terakhir > 8 jam sebelum PCI, diperlukan dosis tambahan
0,3 mg/kgBB IV bolus. Tidak disarankan mengganti antikoagulan dengan jenis
yang lain.3 LMWH dieliminasi sebagian melalui ginjal. Resiko akumulasi
meningkat seiring dengan penurunan fungsi ginjal, sehingga mengakibatkan
peningkatan resiko perdarahan. Sebagian besar LMWH dikontraindikasikan pada
kasus-kasus gagal ginjal dengan CrCl < 30 ml/menit. Namun, enoxaparin dapat
diberikan dengan dosis 1mg/kg BB satu kali sehari pada pasien-pasien dengan
CrCl < 30 ml/menit.3
9

2. Fondaparinux
Fondaparinux direkomendasikan atas dasar efikasi yang paling baik dan
profil keamanan nya. Fondaparinux paling sedikit menyebabkan komplikasi
perdarahan dan memiliki bioavailabilitas 100 % setelah disuntikkan secara sub
kutan dengan waktu paruh 17 jam serta diekskresikan oleh ginjal. Dosis yang
direkomendasikan adalah 2,5 mg/hari. Fondaparinux dikontraindikasikan pada
pasien yang memiliki CrCl < 20 ml/menit. Tambahan UFH dengan dosis 50-100
U/kg BB bolus diperlukan selama PCI karena didapatinya insidensi trombosis
kateter yang sedikit tinggi.1,3
Tidak ditemukan kasus heparin induced trombositopenia (HIT) akibat penggunaan
fondaparinux, sehingga monitoring jumlah trombosit tidak diperlukan. Monitoring
terhadap aktivitas anti Xa, activated partial thromboplastin time (aPTT), activated
clotting time (ACT), prothrombin dan thrombin time tidak memiliki pengaruh
yang signifikan.3
3. Unfractionated Heparin
UFH kurang baik diabsorpsi melalui rute sub kutan, sehingga penggunaan
infus intravena menjadi rute pemberian yang lebih dipilih. Dengan dosis bolus
inisial 60-70 IU/kgBB (maksimal 5000 IU) diikuti infus inisial 12-15 IU/kg/jam
(maksimal 1000 IU/jam). Batas terapeutik UFH cukup sempit, sehingga
diperlukan monitoring aPTT secara berkala, dengan target optimal 50-75 detik
(1,5-2,5 kali batas teratas nilai normal). Pada nilai aPTT yang lebih tinggi, resiko
komplikasi perdarahan akan meningkat, tanpa adanya efek anti trombotik. Efek
antikoagulan UFH akan hilang dengan cepat dalam beberapa jam setelah
penghentian, sehingga dalam 24 jam penghentian terapi terdapat resiko reaktivasi
proses koagulasi dan meningkatkan resiko kejadian iskemik berulang meskipun
diberikan bersamaan dengan aspirin.3
9

Pada setting PCI, UFH diberikan sebagai bolus dengan pemantauan ACT. Dosis
pemberian UFH pada setting PCI adalah 70-100 IU/kg atau 50-60 IU/kg bila
dikombinasikan dengan GP IIb/IIIa receptor inhibitors.3
4. Direct Thrombin Inhibitor
Bivalirudin saat ini direkomendasikan sebagai antikoagulan alternatif
untuk urgent dan elektif PCI pada pasien-pasien NSTEMI resiko sedang atau
tinggi. Bivalirudin menurunkan resiko perdarahan dibandingkan dengan
UFH/LMWH plus GP IIb/IIIa inhibitor, namun membutuhkan tambahan bolus
heparin selama PCI untuk mencegah stent thrombosis.1

2.2.5.5 Revaskularisasi koroner


Kateterisasi jantung diikuti oleh revaskularisasi telah terbukti mencegah
iskemik berulang dan atau memperbaiki hasil akhir jangka pendek dan jangka
panjang. Berdasarkan keakutan resiko, waktu pelaksanaan angiografi dibagi
menjadi 4 kategori, yaitu:3
9

- invasive (< 72 jam); o urgent invasive (<120 min);


o early invasive (<24 h)
- primarily conservative
1. Strategi invasif (<72 jam setelah kontak medis pertama)
Pada pasien dengan resiko akut yang lebih sedikit dan tanpa pengulangan gejala,
angiografi dapat dilakukan dalam batas waktu 72 jam. (ESC)
3. Strategi Urgent Invasif ( < 120 menit)
Urgent invasif angiografi sebaiknya dilakukan pada pasien-pasien dengan resiko
sangat tinggi, dengan ciri sebagai berikut : 18
 Angina refrakter (mengindikasikan adanya infark miokard yang sedang
berlangsung tanpa adanya abnormalitas ST) .

 Angina berulang meskipun dengan terapi antiangina yang kuat,


berhubungan dengan ST depresi (2mm) atau gelombang T negatif yang
dalam .

 Gejala klinis gagal jantung atau hemodinamik tidak stabil (syok) .

 Aritmia yang mengancam nyawa (fibrilasi ventrikel atau ventrikular


takikardia) .
4. Strategi Early Invasif (<24 jam setelah kontak medis)
Kebanyakan pasien memberi respon terhadap terapi anti angina inisial, namun
resiko semakin meningkat dan membutuhkan angiografi yang diikuti dengan
tindakan revaskularisasi. Pasien-pasien dengan resiko tinggi ditandai dengan skor
resiko GRACE > 140 dan atau dijumpainya setidaknya satu dari kriteria resiko
tinggi primer pada tabel 6 sebaiknya menjalani evaluasi invasif dalam 24 jam.3
9

2.2.5.6 Terapi Konservatif


Pada strategi konservatif dapat dilakukan tindakan angiografi elektif
ataupun tidak sama sekali. Pasien yang memenuhi semua kriteria dibawah ini
dapat dikatakan memiliki resiko rendah dan tidak rutin menjalani evaluasi early
invasif, yaitu:3
 Tidak ada nyeri dada berulang
 Tidak ada tanda-tanda gagal jantung

 Tidak dijumpai abnormalitas pada EKG awal atau EKG kedua (pada 6-9
jam)
 Tidak dijumpai peningkatan kadar troponin (pada saat datang maupun pada
6-9 jam)
 Tidak dijumpai inducible iskemi

Penatalaksanaan lebih lanjut untuk pasien-pasien ini sesuai dengan untuk evaluasi
penyakit arteri koroner stabil. Sebelum keluar dari rumah sakit, stress test untuk
merangsang iskemi akan berguna untuk rencana terapi kedepan dan dibutuhkan
sebelum angiografi elektif.3

2.2.5.7 CABG
Jika angiogram menunjukkan gambaran ateromatos namun tidak dijumpai lesi
kritis pada koroner, pasien akan disarankan untuk mendapat terapi medis. Pada
pasien dengan kelainan pada single-vessel, PCI dengan stenting pada culprit
lesion adalah pilihan pertama. Pada pasien dengan kelainan multi vessel,
keputusan mengenai PCI ataupun CABG harus dipertimbangkan berdasarkan
individu pasien masing-masing. Tindakan sekuensial, yang terdiri dari PCI pada
culprit lesion diikuti dengan tindakan CABG pada daerah non culprit lesion yang
terbukti iskemi dan atau berdasarkan penilaian fungsi, kelihatannya dapat
bermanfaat pada beberapa pasien.3
CABG biasanya disarankan pada pasien dengan penyakit arteri koroner yang
kompleks yang tidak dapat dilakukan PCI, seperti kelainan koroner left main
dengan triple vessel,oklusi total dan kelainan yang difus. Sangat penting pula
9

untuk tetap memperhitungkan resiko perdarahan, karena pasien-pasien ini sedang


dalam terapi antiplatelet yang agresif. Keuntungan CABG adalah yang paling baik
setelah beberapa hari stabilisasi dengan terapi medis dan penghentian terapi
antiplatelet.

Gambar 2.4 Penatalaksanaan NSTEMI Secara Skematis2

2.2.5.7 Predischarge dan Pencegahan Sekunder


Pasien dengan NSTEMI setelah melewati fase inisial memiliki resiko tinggi untuk
mengalami kejadian iskemia berulang. Oleh karena itu tindakan pencegahan yang
esensial seperti perbaikan pola hidup, penurunan berat badan, kontrol tekanan
darah, manajemen diabetes, intervensi lipid, penggunaan antiplatelet, penghambat
beta, Angiotensin Converting Enzym (ACE) inhibitor atau Angiotensin Receptor
Blocker (ARB) akan sangat membantu.1,9
ACE inhibitor sebaiknya diberikan secara oral dalam 24 jam pertama pada pasien
dengan kongesti paru atau fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 0,40 tanpa adanya
hipotensi (tekanan darah sistole < 100 mmHg atau < 30 mmHg dibawah baseline)
9

atau kontraindikasi lain. ARB dapat diberikan pada pasien-pasien yang intoleran
terhadap ACE inhibitor.10
Statin direkomendasikan untuk semua pasien NSTEMI, terlepas dari berapa kadar
kolesterol, inisiasi dini dimulai setelah masuk ke rumah sakit. Target LDL yang
diharapkan < 70 mg/dl.1 Penggunaan terapi antitrombotik jangka panjang setelah
keluar dari RS pada pasien NSTEMI dapat dilihat pada gambar.

Gambar 2.5. Penggunaan terapi antitrombotik jangka panjang setelah keluar dari RS pada pasien
NSTEMI5
24

2.2.6 Prognosis
Sejumlah metode untuk penilaian resiko kematian dan kejadian iskemik pada
pasien-pasien dengan NSTEMI telah cukup dikenal, hal ini memberikan dasar
pengambilan keputusan bagi tindakan terapeutik.2 Thrombolysis In Myocardial
Infarction (TIMI) skor, Platelet glycoprotein IIb/IIIa in Unstable agina: Receptor
Suppression Using Integrilin (PURSUIT) skor, dan Global Registry of Acute
Coronary Events (GRACE) RSs skor dapat dihitung dengan menggunakan
variabel-variabel tertentu yang dinilai saat pasien masuk ke rumah sakit.11 Salah
satu skor yang sering dipakai yaitu TIMI skor.
Dengan skor TIMI dapat dinilai semua sebab mortalitas, resiko infark miokard
baru atau berulang, atau iskemik berulang yang berat yang membutuhkan
tindakan revaskularisasi dalam 14 hari. Skor 0-1 berarti resiko untuk mengalami
semua hal diatas tersebut adalah 4,7%, skor 2 resiko 8,3%, skor 3 resiko 13,2%,
skor 4 resiko 19,9 %, skor 5 resiko 26,2%, skor 6-7 resiko 40,9 %.2 Untuk skor
TIMI < 3 dikatakan resiko rendah, skor TIMI 3-4 resiko menengah dan skor TIMI
5-7 adalah resiko tinggi.1
28

BAB III

STATUS ORANG SAKIT

Kepaniteraan Klinik RSUP. H. Adam Malik Departemen Kardiologi dan


Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan
2018

No. RM : 00.73.72.38 Tanggal : 19/06/2018 Hari : Selasa

Nama Pasien:
Umur: Jenis Kelamin:
DJ 58 tahun Laki-laki

Alamat:
Kampung Raja
Pekerjaan: Agama:
Babussalam Aceh Islam
Petani
Tenggara

ANAMNESIS

√ Autoanamnesis Alloanamnesis

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan Utama : Nyeri Dada

Anamnesis :

Hal ini dialami penderita + 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
dirasakan seperti tertimpa beban berat dan menjalar hingga ke punggung dan
lengan kiri. Nyeri dirasakan dengan durasi > 20 menit dan dirasakan semakin
memberat dalam 1 hari ini. Keringat dingin (+), mual (+), dan muntah (-).
Riwayat nyeri dada sebelumnya dijumpai 1 tahun yang lalu. Sesak nafas tidak
dijumpa. Riwayat Sesak napas sebelumnya disangkal. Kaki bengkak (+).
25

Riwayat kaki bengkak (+). Karena keluhan tersebut pasien berobat ke RSUD
H. Sahidin Kutacane untuk mendapatkan penanganan awal dan pasien dirawat
selama 3 hari, kemudian pasien dirujuk ke RSUP HAM untuk mendapatkan
tatalaksana lanjutan. Riwayat Hipertensi (+) dengan tekanan darah sistolik
tertinggi 180 mmHg namun pasien tidak rutin mengonsumsi obat anti
hipertensi. Riwayat DM disangkal. Riwayat merokok (+) sejak usia muda dan
sudah berhenti selama 1 tahun terakhir.

Faktor Resiko PJK : Laki-laki, > 45 tahun, Hipertensi,


exsmoker
Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi
Riwayat Penggunaan Obat : obat antihipertensi (pasien tidak ingat)

Status Presens :

Kesadaran : CM

TD :100/80 mmHg

RR : 24x/i

HR : 85x/i

Suhu : 36,7ºC

Sianosis :-

Ikterus :-

DOE :-

Edema :+

Dispnu :-

Pucat :-
29

Pemeriksaan Fisik

Kepala : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher : TVJ R+2 cmH2O

Dinding toraks : Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : SP: vesikuler

Batas Jantung :Atas :ICSII, lineamidclavicularissinistra

Kiri :ICSVI,2cm laterallinea midclavicularis sinistra

Kanan :ICSV,linea parasternalisdextra

Jantung : S1 (+) S2 (+) S3 (-) S4 (-)


Aktifitas: normal ; regularitas : reguler

Murmur (-) Tipe : (-) Grade : (-)

Punctum maximum : (-)

Paru : SP: Vesikuler: ST: (-)

Abdomen : Palpasi Hepar/Lien : Tidak teraba

Asites (-)

Ekstremitas : Superior: sianosis (-/-) clubbing :(-/-)

Inferior : edema pretibial (+/+) pulsasi arteri : (+/+)

Akral : Hangat
29

Pemeriksaan Penunjang:

Elektrokardiografi

Gambar 3.1 Hasil EKG (31/03/2019)


29

Interpretasi Rekaman EKG

Gambar 3.1. Irama: Sinus ,rate: 85 x/i, Aksis: Normal ; Gelombang P: normal (0.08); Interval
PR; durasi 0,16 ; Kompleks QRS: durasi 0,08s ; Segmen ST: Isoelektris all leads; Gelombang T :
inversi di leadv5-v6; Lain-lain ; VES Multifocal.

Kesimpulan: SR + Iskemik Lateral + VES Multifocal

Foto toraks :
29

Interpretasi :

Bentuk dan ukuran jantung membesar, CTR 62%, segmen aorta elongasi, segmen pulmonal
normal, pinggang jantung normal, apex downward,infiltrat (-).Kesan: kardiomegali + aorta
elongasi

HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 11,4 g/dl (P : 13-18 W : 12-16)
Leukosit 8740/mm3 (4000 – 11000)
Trombosit 236.000/mm3 (150000 – 450000)
Hematokrit 34% (P : 42 – 56 W : 36 – 47)
Eritrosit 3,90 juta/mm3 (P : 4,50 – 5,60 W : 4,10 – 5,10)
ELEKTROLIT
Elektrolit Lengkap
Natrium 139 mmool/L (135 – 150)
Kalium 3,8mmol/L (3,6 – 5,5)
Chlorida 106mmol/L (96 – 108)
Enzim Jantung
CK MB 60 u/L
Troponin I 2.10 ng/mL (0,8-1,30)
APTT 82,8 detik (27 – 39)
Ginjal
Blood Area Nitrogen 49 mg/Dl (10 – 20)
Ureum 108 mg/dL (21 – 43)
Kreatinin 2,48 mg/dL (0,6 – 1,1)
Metabolisme Karbohidrat
KGD s 100 mg/dL (<200)
29

Diagnosa kerja :NSTEMI TIMI RISK 4/7 GRACE 145 CRUSADE 58 ; AKI dd CKD

1. Fungsional :
2. Anatomi : Arteri Koroner
3. Etiologi : Atherosklerosis
4.
Diferensial Diagnosis:

1. Diseksi Aorta
2. Pericarditis
Pengobatan:

- Bed rest

- O2 2-4L/menit

- IVFD NaCl 0,9% 10 tetes per mikro per menit

- Inj. UFH 800 IU

- Klopidogrel 1x75 mg

- ISDN 3X5 mg

- Carvedilol 2x3.125 mg

- Candesartan 1x8 mg

- Simvastatin 1x20 mg

- Laxadyn 1 X C1

- Clobazam 1 x 10 mg
29

BAB IV

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal S O A P
31Maret Nyeri dada Sens: CM NSTEMI - Injfurosemid 20 mg extra
2019 (+) TD: 100/80mmHg TIMI risk 4/7 - Aspilet loading 160 mg
HR: 85x/i crusalecgrece - Klopidogrelloading 180 mg
RR : 24x/i 145
- Bed rest
Kepala
Mata: anemis (-), - ISDN 5 mg p.o extra
ikterik (-) - IVFD NACL 0,9 % 10 rpm
Leher mikro
TVJ R+2 cm H2O - Bolus UFH 3900 iv
Thorax
COR: S1 S2 (N)
regular, murmur (-),
gallop (-)
Pulmonal:
SP: vesikuler (+/+)
ST: rales (-/-)
Abdomen
Soepel, BU(+)N
Ekstremitas
Akralhangat, edema
pretibial (+/+)

01 April Nyeri dada Sens: CM NSTEMI TIMI - Injfurosemid 20 mg extra


2019 tidakada TD: 110/80 mmHg risk 4/7 grace - Aspilet loading 160 mg
HR: 55x/i 145 ec AKI dd - Klopidogrel loading 180 mg
RR: 22x/i CKD
- Bed rest
Kepala
Mata: anemis (-), - ISDN 5 mg p.o extra
ikterik (-) - IVFD NACL 0,59% 10 rpm
Leher mikro
TVJ R+2 cm H2O - Bolus UFH 3900 iv
Thorax
COR: S1 S2 (N)
29

iregular, murmur(-),
gallop (-)
Pulmonal:
SP: vesikuler (+/+)
ST: rales (-)
Abdomen
Soepel, BU(+)N
Ekstremitas
Akralhangat, edema
pretibial (-/-)
29

BAB V

DISKUSI KASUS

Etiologi Pada pasien ditemukan adanya oklusi


Infark miokard tanpa ST-elevasi terjadi parsial pada arteri koroner oleh karena
akibat oklusi parsial atau emboli distal adanya aterosklerosis. Terdapat juga
arteri koroner. Faktor risiko utama untuk beberapa faktor risiko seperti merokok
peningkatan infark miokard tanpa ST dan hipertensi.
elevasi adalah dislipidemia, diabetes
mellitus, hipertensi, merokok, dan
riwayat keluarga penyakit jantung
koroner.
Diagnosis Pada Kasus :
Anamnesis -Nyeri dada
- Nyeri dada: o dirasakan dengan perjalanan ke
o Substernal punggung dan lengan kiri
o Lama > 20 menit o durasi > 20 menit disertai
o Disertai keringat dingin o keringat dingin
o Dapat menjalar ke lengan kiri, -Faktor risiko
punggung, rahang,ulu hati O hipertensi
- Terdapat salah satu atau lebih faktor O merokok
risiko: kencing manis, kolesterol, darah O keturunan
tinggi, keturunan - Pada EKG
Pemeriksaan Fisik O Tidak ada elevasi segmen ST dan
Secara umum dalam batas normal kecuali terdapat inversi T di V5 dan V6
disertai komplikasi dan atau komorbiditi
4. Kriteria Diagnosis
1. Memenuhi kriteria anamnesis
2. EKG :
o Tidak ada elevasi segmen ST
o Ada perubahan segmen ST atau
gelombang T.

Pemeriksaan Marka Jantung: Hasil Laboratorium


CK – MB atau Troponin I/T merupakan Hb : 11,4 g/dL
marka nekrosis miosit jantung dan RBC : 3.900 juta/uL
menjadi marka untuk diagnosis infark WBC : 8.740 /uL
miokard. Peningkatan marka jantung HT : 34%
hanya menunjukkan adanya nekrosis PLT : 236.000 / uL
miosit, namun tidak dapat menentukan Natrium : 139 mEq/L
29

penyebab nekrosis miosit tersebut. Kalium : 3.8 mEq/L


Pemeriksaan Foto Polos dada: Klorida : 106 mEq/L
Tujuan pemeriksaan adalah untuk CK-MB : 60 u/L
membuat diagnosis banding, identifikasi Troponin I : 2.10 ng/mL
komplikasi, dan penyakit penyerta.
Pemeriksaan laboratorium: Interpretasi foto torak(AP):
Data laboratorium yang dikumpulkan di CTR : 62 % (N=55%)
samping marka jantung adalah tes darah Segment Aorta : Elongasi
rutin, gula darah sewaktu, status Segmen pulmonal : Normal
elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi Pinggang Jantung : Normal
ginjal, dan panel lipid. Tes tidak boleh Apex Jantung : Down Ward
menunda terapi SKA. Kongesti : (-)
Infiltrat : (-)
Efusi : (-)
Kesimpulan : Kardiomegali

Tatalaksana
Tatalaksana Di IGD
Terapi awal yang diberikan (MONACO) - Bed Rest
: - O2 2-4L/menit
1. Morfin - IVFD NaCl 0,9% 10 tetes per mikro per
2. Oksigen menit
3. Nitrat - ISDN 5 mg extra sublingual
4. Aspirin - Loading Aspilet 160 mg
5. Clopidogrel - Loading Klopidogrel 300mg
- Bolus UFH 3000 IU
Terapi Perfusi : Di CVCU
1. Primary PCI - Bed rest
- O2 2-4L/menit
- IVFD NaCl 0,9% 10 tetes per mikro per
menit
- Inj. UFH 800 IU
- Klopidogrel 1x75 mg
- ISDN 3X5 mg
- Carvedilol 2x3.125 mg
- Candesartan 1x8 mg
- Simvastatin 1x20 mg
29

- Laxadyn 1 X C1
- Clobazam 1 x 10 mg

Rencana pemeriksaan lanjutan


- Echocardiografi
- Angiografi koroner
29

BAB VI
KESIMPULAN

Bapak D, 58 tahun, didiagnosis dengan NSTEMI Timi Risk 4/7 Grace 145 Crusade 58, AKI dd
CKD dan diberi tatalaksana
Non Farmakologis : Bed Rest
O2 2-4 l/menit
Farmakologis : IVFD NaCl 0,9% 10 tetes per mikro per menit
- Inj. UFH 800 IU
- Klopidogrel 1x75 mg
- ISDN 3X5 mg
- Carvedilol 2x3.125 mg
- Candesartan 1x8 mg
- Simvastatin 1x20 mg
- Laxadyn 1 X C1
- Clobazam 1 x 10 mg
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Daga LC, Kaul U, Mansoor A. Approach to STEMI and NSTEMI. J Assoc Physicians
India. 2011 Dec;59 Suppl:19-25
2. Anderson JL, Adams CD, Antman EM, Bridges CR, Califf RM, Casey DE, et al. 2012
ACCF/AHA Focused Update Incorporated Into the ACCF/AHA 2007 Guidelines for the
Management of Patients With Unstable Angina/Non–ST-Elevation
3. Myocardial Infarction A Report of the American College of Cardiology
Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. diunduh dari
http://circ.ahajournals.org/ by guest on March 4, 2014
4. Hamm CW, Bassand JP, Agewall S, Bax J, Boersma E, Bueno H, et al. ESC Guidelines
for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without
persistent ST-segment elevation The Task Force for the management of acute coronary
syndromes (ACS) in patients presenting without persistent ST-segment elevation of the
European Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal (2011) 32, 2999–3054
5. Hamm CW, Heeschen C, Falk E, Fox KAA. Acute Coronary Syndromes :
Pathophysiology, Diagnosis and Risk Stratification. diunduh dari
https://www.mst.nl/opleidingcardiologie/.../1405126957_chapter_12.pdf on April 30,
2014
6. Kumar A, Cannon CP. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management, Part
I.Mayo Clin Proc. 2009;84(10):917-938
7. Paxinos G, Katritsis DG. Current Therapy of Non-ST-Elevation Acute Coronary
Syndromes. Hellenic J Cardiol 2012; 53: 63-71
8. Myrtha R. Perubahan Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut (SKA).
CDK.2011;38(7)
9. NTCM. EKG Pada Iskemia, Infark Miokard. PERKI-DKI Jaya
10. Harun S, Alwi I. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing; 2009. Hlm 1757-1766
11. ACCF/AHA. ACCF/AHA Pocket Guideline Management of Patients With Unstable
Angina/Non–ST-Elevation Myocardial Infarction (Adapted from the 2007 ACCF/AHA
Guideline and the 2011 ACCF/AHA Focused Update). diunduh dari
http://content.onlinejacc.org/ on Februari 20, 2013
12. Goncalves PA, Ferreira J, Aguiar C, Gomes RS.TIMI, PURSUIT, and GRACE risk
scores: sustained prognostic value and interaction with revascularization in NSTE-ACS.
European Heart Journal (2005) 26, 865–872
29

Anda mungkin juga menyukai