PKRT and ALKES - TABIR SURYA
PKRT and ALKES - TABIR SURYA
“TABIR SURYA”
Disusun Oleh:
TANGERANG
BANTEN
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun mengucapkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat dan karunia-Nya serta izin-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan
tepat waktu. Makalah ini disusun dengan judul “ Evaluasi Keamanan PKRT dan
Alkes (Sediaan Tabir Surya)“ untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi
Keamanan PKRT dan Alkes.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa, masih banyak kesalahan dan kekurangan di
dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini di masa yang akan
datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Tangerang, Maret 2018
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Hasil ..................................................................................... 20
B. Pembahasan .......................................................................... 23
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai penyakit dalam tubuh disebabkan oleh adanya radikal
bebas. Radikal bebas adalah atom atau gugus yang memiliki satu atau lebih
elektron tidak berpasangan. Radikal bebas juga dijumpai pada lingkungan,
beberapa logam (contohnya besi dan tembaga), asap rokok, obat, makanan
dalam kemasan, bahan aditif, dan lain-lain (Yasin, 2017).
Penyinaran matahari yang berlebihan menyebabkan jaringan
epidermis kulit tidak cukup mampu melawan efek negatif seperti kelainan
kulit mulai dari dermatitis ringan sampai kanker kulit, sehingga diperlukan
perlindungan baik secara fisik dengan menutupi tubuh misalnya
menggunakan payung, topi, atau jaket dan secara kimia dengan
menggunakan kosmetika tabir surya. Tabir surya dapat menyerap sedikitnya
85% sinar matahari pada panjang gelombang 290-320 nm untuk UVB tetapi
dapat meneruskan sinar pada panjang gelombang lebih dari 320 nm untuk
UVA. Oleh karena itu dibutuhkan tabir surya yang dapat melindungi kulit
dari bahaya radiasi sinar matahari (Yasin, 2017).
Antioksidan dapat diberikan dalam sediaan oral maupun topikal.
Antioksidan yang diberikan secara topikal tidak memberikan kapasitas yang cukup
untuk dapat diserap kedalam kulit, konsekuensinya, aktivitas antioksidan topikal
tidak dapat melindungi kulit lebih baik dari serangan radiasi sinar ultraviolet
sendiri tapi harus mempunyai nilai minimal Sun Protective Factor (SPF) atau
kapasitas sebagai tabir surya (Yasin, 2017).
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud sediaan tabir surya?
2. Apa saja bahan – bahan aktif tabir surya yang diperbolehkan
pemerintah?
3. Bagaimana cara menguji keamanan sediaan tabir surya?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu tabir surya.
2. Untuk mengetahui apa saja bahan – bahan yang diperbolehkan didalam
sediaan tabir surya.
3. Untuk mengetahui bagaimana cara pengujian keamanan sediaan tabir
surya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Struktur Kulit
Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu bagian epidermis (kulit
luar) dengan kelengkapannya (kelenjar, rambut, kuku) dan bagian
jaringan ikat, yaitu dermis/korium (kulit jangat). Epidermis dan
dermis/korium bersama-sama disebut kutis. Dibawah kutis terdapat
subkutis (jaringan ikat dalam) yang langsung terdapat dibawah korium
(tanpa batas yang jelas) dan yang menghubungkan kutis dengan lapisan
dibawahnya (Tranggono, Retno Iswari dan Fatma Latifah, 2007).
a. Epidermis
Epidermis terdiri dari beberapa jenis lapisan epitel pipih
bertanduk dengan ketebalan 40 μm sampai 1,6 mm. Epidermis
yang paling lemah yaitu di kelopak mata dan yang paling kuat
adalah pada bagian yang paling banyak digunakan yaitu telapak
tangan dan kaki (Tranggono, Retno Iswari dan Fatma Latifah,
2007).
3
4
b. Dermis
Dermis atau korium adalah bagian kulit yang terletak di bawah
epidermis dan keduanya dipisahkan oleh membran basal. Dermis
memiliki ketebalan sekitar 15 sampai 40 kali dari ketebalan
epidermis. Dermis terdiri dari tiga lapisan antara lain (Tranggono,
Retno Iswari dan Fatma Latifah, 2007):
1) Lapisan Papillari
Terdiri dari komponen serat yang tipis dan kaya akan
pembuluh kapiler, ujung syaraf sensorik, dan sitoplasma.
Stratum papillary kaya akan fibril halus, sel (hisiosit,
mastiosit) dan kapiler.
2) Lapisan Subapillari
Lapisan yang melandasi epidermis, mengandung komponen
yang sama dengan lapisan papillari.
3) Lapisan Retikular
Merupakan lapisan dengan jumlah terbesar dari dermis dan
memilki jaringan ikat padat yang terdiri dari komponen serat.
Bagian yang lebih bawah berhubungan dengan jaringan lemak
subkutan.
c. Hipodermis
Hipodermis merupakan lembaran lemak yang mengandung
jaringan adiposa yang membentuk agregat dengan jaringan
kolagen dan membentuk ikatan lentur antara struktur kulit dengan
permukaan tubuh (Tranggono, Retno Iswari dan Fatma Latifah,
2007).
6
2. Warna Kulit
Warna kulit sangat beragam, dari yang berwarna putih mulus,
kuning, cokelat, kemerahan, atau hitam. Warna kulit menurut Kusantati
(2008) terutama ditentukan oleh:
a. Oxyhemoglobin yang berwarna merah.
b. Hemoglobin yang berwarna merah kebiruan.
c. Melanin yang berwarna cokelat.
d. Keratohyalin yang memberikan penampakan opaque pada kulit.
e. Lapisan – lapisan stratum corneum yang memiliki warna putih
kekuningan atau keabu – abuan.
B. Sinar Ultraviolet
Sinar matahari terdiri dari berbagai spektrum dengan panjang
gelombang yang berbeda, dari inframerah yang terlihat hingga spektrum
ultraviolet. Panjang gelombang sinar ultraviolet menurut Tranggono, Retno
dan Latifah (2007) dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Ultraviolet A (UV A) yaitu sinar dengan panjang gelombang antara 400-
315 nm dengan efektivitas tertinggi pada 340 nm, dapat menyebabkan
warna coklat pada kulit tanpa menimbulkan kemerahan dalam bentuk
leuko yang terdapat pada lapisan atas.
2. Ultraviolet B (UV B) yaitu sinar dengan panjang gelombang antara 315-
280 nm dengan efektivitas tertinggi 297,5 nm, merupakan daerah
eritemogenik, dapat menimbulkan sengatan surya dan terjadi reaksi
pembentukan melanin awal.
3. Ultraviolet C (UV C) yaitu sinar dengan panajang gelombang di bawah
280 nm, dapat merusak jaringan kulit, tetapi sebagian besar telah
tersaring oleh lapisan ozon dalam atmosfir.
7
C. Tabir Surya
Sediaan yang digunakan untuk maksud menyerap secara efektif
sinar matahari terutama didaerah gelombang ultraviolet sehingga dapat
mencegah terjadinya gangguan kulit oleh sinar matahari (Tranggono, Retno
Iswari dan Fatma Latifah, 2007).
Tabir surya adalah sediaan kosmetik yang dirancang untuk dapat
mengurangi efek yang berbahaya dari terpaparnya kulit pada sinar
ultraviolet. Secara umum, tabir surya memiliki mekanisme kerja yaitu
partikel dari radiasi sinar UV dinamakan foton bertemu dengan sepasang
elektron pada molekul tabir surya (Tranggono, Retno Iswari dan Fatma
Latifah, 2007):
1. Bahan Tabir Surya
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI Tahun 20011 Nomor
HK.03.1.23.08.11.07515 Tentang Persyaratan Teknis Bahan
Kosmetika, Bahan Tabir Surya yang diperbolehkan antara lain:
a. Benzylidene camphor sulfonic acid (INCI) dengan kadar
maksimum 6%.
b. Diethylamino hydroxybenzoyl hexyl benzoate (INCI) dengan kadar
maksium 10%.
c. Diethylhexyl butamido triazone (INCI) dengan kadar maksimum
10%.
d. 3-Benzylidene camphor (INCI) dengan kadar maksimum 2%.
e. Octocrylene (INCI) dengan kadar maksimum 10%.
f. Octyl dimethyl PABA (INCI) dengan kadar maksimum 8%.
g. Titanium dioxide (INCI) dengan kadar maksimum 25%.
h. Zinc oxide (INCI) dengan kadar maksimum 25%.
8
d. Sinar UV dengan energi yang lebih rendah akan kurang atau tidak
menyebabkan efek sunburn pada kulit.
(Lavi, 2012).
4. Mekanisme Penentuan Potensi Tabir Surya
Penentuan nilai SPF dilakukan berdasarkan persamaan Mansur,
yaitu:
Keterangan:
Cara Perhitungan:
2. Keuntungan KCKT
Keuntungan analisis menggunakan KCKT adalah membutuhkan
waktu relatif cepat, daya pisah baik, sensitif hingga kadar mililiter,
pemilihan kolom dan eluen bervariasi, kolom dapat dipakai kembali,
dapat digunakan untuk menganalisis senyawa dengan molekul besar
dan kecil, dapat menganalisis sampel yang termolabil karena dilakukan
pada suhu kamar, dan dapat menganalisis campuran titik didih sangat
tinggi (Gandjar dan Rohman, 2012).
3. Instrumentasi KCKT
c. Fase Normal
d. Fase Terbalik
(Pramudita, 2015).
1. Spesifisitas
Spesifisitas merupakan kemampuan untuk mengukur analit yang
dituju secara tepat dengan adanya komponen – komponen lain dalam
matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradasi dan
komponen matriks. Dalam teknik kromatografi, selektivitas dapat
dibuktikan dengan pemisahan yang baik antara analit dengan
komponen yang lain. Bukti dari persyaratan ini didapatkan resolusi
analit dari komponen lain lebih besar dari 1,5 – 2,0 (Pramudita, 2015).
4. Akurasi
Akurasi merupakan ketepatan metode analisis atau kedekatan antara
nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konversi, nilai
sebenarnya atau nilai rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit
yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan melakukan
spiking pada suatu sampel. Untuk pengujian senyawa obat, akurasi
diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran dengan bahan
rujukan standar (Pramudita, 2015). Terdapat tiga cara yang dapat
digunakan untuk menentukan akurasi suatu metode analisis, yaitu:
5. Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan
biasanya diekpresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah
sampel yang berbeda signifikan secara statistik. Penentuan presisi dapat
dibagi dalam tiga kategori yaitu keterulangan, presisi antara dan
ketertiruan. Keterulangan merupakan ketepatan yang ditentukan pada
laboratorium yang sama oleh satu analis menggunakan peralatan dan
dilakukan pada hati yang sama. Presisi antara merupakan ketepatan
pada kondisi percobaan pada laboratorium yang sama oleh analis,
peralatan, reagen dan kolom yang berbeda. Ketertiruan
mempresentasikan presisi hasil yang didapat dan dilakukan pada tempat
percobaan yang lain dengan tujuan untuk memverifikasi bahwa metode
akan menghasilkan hasil yang sama pada fasilitas tempat yang berbeda
(Pramudita, 2015).
6. Stabilitas
Untuk memperoleh hasil – hasil analisis yang reprodusibel dan
reliabel. Maka sampel, reagen dan baku yang digunakan harus stabil
pada waktu tertentu. (misalkan 1 hari, 1 minggu, 1 bulan atau
tergantung kebutuhan). Stabilitas merupakan tahap prevalidasi yang
penting untuk menunjukkan stabilitas yang cukup selama jangka waktu
analisis (Pramudita, 2015).
17
7. Robustness
Robustness dari suatu metode analisis dapat diartikan sebagai
pengukuran kapabilitas dari suatu metode untuk tetap tidak terpengaruh
oleh adanya variasi parameter metode yang kecil. Robustness dalam
prosedur analisis merupakan pengukuran kemampuan metode untuk
tidak terpengaruh oleh variasi kecil tetapi disengaja dalam parameter
prosedural yang tercantum dalam dokumentasi prosedur dan
memberikan indikasi kesesuaian selama penggunaan normal. Dalam
melakukan evaluasi robustness dapat ditunjukkan serangkaian
parameter uji kesesuaian sistem. Uji kesesuaian sistem dilakukan untuk
menunjukkan bahwa sistem kromatografi memadai untuk dilakukan
analisis (Pramudita, 2015).
BAB III
METODOLOGI
B. Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan Baku
a. Timbang 30 mg Oxybenzone, 75 mg Octinoxate dan 20 mg
Avobenzone, larutkan dengan methanol ad 100 ml dalam labu
ukur.
b. Sonikasi selama 15 – 30 menit.
c. Ambil 5 ml larutan dan encerkan ad 50 ml dengan pelarut etanol
untuk mendapatkan larutan akhir dengan konsentrasi 30 ug/ml
oxybenzone, 75 ug/ml octinoxate dan 20 ug/ml avobenzone.
18
19
A. Hasil
1. Linearitas
2. Presisi
Tabel 3 Hasil Uji Presisi
Peak Area
No
Oxybenzone Octinoxate Avobenzone
1 1315944 3282218 1097999
2 1303567 3220927 1096159
3 1319462 3301695 1100626
4 1324364 3283106 1083128
5 1302983 3255871 1085468
6 1312633 3255852 1099967
7 1332691 3296816 1093423
8 1339654 3295485 1093458
9 1334587 3300250 1094754
10 1332548 3314512 1095878
Mean 1321843 3280673 1094086
SD 10769.36 28421.42 6967.47
%RSD 0.8147 0.8663 0.6368
20
21
3. Akurasi
Tabel 4 Hasil Uji Akurasi
4. System suitability
Tabel 5 Hasil Uji System Suitability
Compound %RSD Tailing Factor Theretical Plate
Oxybenzone 0.150 1.21 4761
Octinoxate 0.650 1.47 7150
Avobenzone 1.027 1.03 12377
5. Robustness
Tabel 6 Hasil uji Robustness
Compound %RSD %RSD %RSD %RSD
Flow Rate Column Flow Column
Oxybenzone 0.295 0.030 0.599 0.990
(1.4 Temp Rate (1 Temp
Octinoxate 0.225 0.642 0.619 0.959
ml/min) (30°C) ml/min) (20°C)
Avobenzone 0.211 0.031 0.522 0.999
22
B. Pembahasan
1. Linearity
Kurva kalibrasi diperoleh dengan memplot daerah puncak
terhadap konsentrasi dan menunjukkan linieritas pada kisaran
konsentrasi 18μg / ml to48μg / ml untuk Oxybenzone, 45μg / ml sampai
105μg / ml Octinoxate dan 12μg / ml sampai 32μg / ml untuk
Avobenzone dengan 0,999 sebagai koefisien korelasi. Semua data
linearitas digambarkan di table 2.
2. Presisi
Uji% untuk lotion layar matahari dihitung selama enam kali
ulangan dan% RSD dihitung. Presisi dilakukan dengan mengukur
kekasaran dan pengulangan. Hasil pengulangan ditunjukkan pada Tabel
3.
3. Akurasi
4. System Suitability
Kesesuaian Sistem dilakukan dengan menyuntikkan enam
ulangan Oxybenzone, Octinoxate dan Avobenzone masing-masing dan
semua parameter ditemukan berada dalam jangkauan. Hasil kesesuaian
sistem digambarkan pada Tabel 5.
5. Robustness
Studi kekokohan dilakukan dengan mengubah kondisi
eksperimental. Dalam penelitian ini laju alir diubah oleh ± 0.2ml / menit
dan suhu kolom sebesar ± 5 C dan% RSD diukur. Hasil yang diperoleh
digambarkan pada Tabel 6.
BAB V
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.08.11.07517
Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika. BPOM. Jakarta
Pramudita, Adin Wira. 2015. Validasi Metode Analisis Erdostein Secara KCKT
yang Digunakan Pada Validasi Pembersihan Peralatan Produksi dengan
Cara Usap. Universitas Airlangga. Surabaya
Tranggono, Retno I dan Fatma Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Yasin, Rif’atul Adilah. 2017. Uji Potensi Tabir Surya Ekstrak Kulit Buah Jeruk
Nipis (Citrus aurantifolia) Secara In Vitro. Universitas Islam Negeri
Alauddin. Makassar
26