Anda di halaman 1dari 29

EVALUASI KEAMANAN PKRT DAN ALKES

“TABIR SURYA”

Disusun Oleh:

1. Rizka Lestari (15040050)


2. Saripah (15040060)
3. Muhammad Harun Al – Rasyid (15040076)

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH

TANGERANG

BANTEN

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun mengucapkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat dan karunia-Nya serta izin-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan
tepat waktu. Makalah ini disusun dengan judul “ Evaluasi Keamanan PKRT dan
Alkes (Sediaan Tabir Surya)“ untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi
Keamanan PKRT dan Alkes.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa, masih banyak kesalahan dan kekurangan di
dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini di masa yang akan
datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Tangerang, Maret 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................2
C. Tujuan Penulisan .....................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Kulit ................................................... 3


B. Sinar Ultraviolet ..................................................................... 6
C. Tabir Surya ............................................................................. 7
D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ........................................ 10
E. Validasi Metode Analisis ..................................................... 13

BAB III METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan ..................................................................... 18


B. Cara kerja ............................................................................. 18

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil ..................................................................................... 20
B. Pembahasan .......................................................................... 23

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................... 25

Daftar Pustaka .................................................................................................. 26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbagai penyakit dalam tubuh disebabkan oleh adanya radikal
bebas. Radikal bebas adalah atom atau gugus yang memiliki satu atau lebih
elektron tidak berpasangan. Radikal bebas juga dijumpai pada lingkungan,
beberapa logam (contohnya besi dan tembaga), asap rokok, obat, makanan
dalam kemasan, bahan aditif, dan lain-lain (Yasin, 2017).
Penyinaran matahari yang berlebihan menyebabkan jaringan
epidermis kulit tidak cukup mampu melawan efek negatif seperti kelainan
kulit mulai dari dermatitis ringan sampai kanker kulit, sehingga diperlukan
perlindungan baik secara fisik dengan menutupi tubuh misalnya
menggunakan payung, topi, atau jaket dan secara kimia dengan
menggunakan kosmetika tabir surya. Tabir surya dapat menyerap sedikitnya
85% sinar matahari pada panjang gelombang 290-320 nm untuk UVB tetapi
dapat meneruskan sinar pada panjang gelombang lebih dari 320 nm untuk
UVA. Oleh karena itu dibutuhkan tabir surya yang dapat melindungi kulit
dari bahaya radiasi sinar matahari (Yasin, 2017).
Antioksidan dapat diberikan dalam sediaan oral maupun topikal.
Antioksidan yang diberikan secara topikal tidak memberikan kapasitas yang cukup
untuk dapat diserap kedalam kulit, konsekuensinya, aktivitas antioksidan topikal
tidak dapat melindungi kulit lebih baik dari serangan radiasi sinar ultraviolet
sendiri tapi harus mempunyai nilai minimal Sun Protective Factor (SPF) atau
kapasitas sebagai tabir surya (Yasin, 2017).

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud sediaan tabir surya?
2. Apa saja bahan – bahan aktif tabir surya yang diperbolehkan
pemerintah?
3. Bagaimana cara menguji keamanan sediaan tabir surya?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu tabir surya.
2. Untuk mengetahui apa saja bahan – bahan yang diperbolehkan didalam
sediaan tabir surya.
3. Untuk mengetahui bagaimana cara pengujian keamanan sediaan tabir
surya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Kulit


Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan
memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan
dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah
mekanisme biologis, seperti keratinasi, respirasi dan pengaturan suhu tubuh,
produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk
melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan
perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono,
Retno Iswari dan Fatma Latifah, 2007).

1. Struktur Kulit
Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu bagian epidermis (kulit
luar) dengan kelengkapannya (kelenjar, rambut, kuku) dan bagian
jaringan ikat, yaitu dermis/korium (kulit jangat). Epidermis dan
dermis/korium bersama-sama disebut kutis. Dibawah kutis terdapat
subkutis (jaringan ikat dalam) yang langsung terdapat dibawah korium
(tanpa batas yang jelas) dan yang menghubungkan kutis dengan lapisan
dibawahnya (Tranggono, Retno Iswari dan Fatma Latifah, 2007).

a. Epidermis
Epidermis terdiri dari beberapa jenis lapisan epitel pipih
bertanduk dengan ketebalan 40 μm sampai 1,6 mm. Epidermis
yang paling lemah yaitu di kelopak mata dan yang paling kuat
adalah pada bagian yang paling banyak digunakan yaitu telapak
tangan dan kaki (Tranggono, Retno Iswari dan Fatma Latifah,
2007).

3
4

Secara histologi bagian epidermis dari luar ke dalam


dibedakan atas (Tranggono, Retno Iswari dan Fatma Latifah,
2007):
1) Lapisan Tanduk (stratum corneum)
Lapisan tanduk (stratum corneum), terdiri atas beberapa
lapis sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami
proses metabolisme, tidak berwarna, dan sangat sedikit
mengandung air.
2) Lapisan Jernih (stratum lucidium)
Lapisan jernih (stratum lucidium), terletak tepat dibawah
stratum corneum, merupakan lapisan tipis jernih, mengandung
eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak
kaki.
3) Lapisan Berbutir – Butir (stratum granulosum)
Lapisan berbutir-butir (stratum granulosum), tersusun oleh
sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar,
berinti mengkerut.
4) Lapisan Malpighi (stratum spinosum)
Lapisan malpighi (stratum spinosum) memiliki sel yang
berbentuk kubus dan seperti berduri. Intinya besar dan oval.
5) Lapisan Basal (stratum germinativum)
Lapisan basal (stratum germinativum) adalah lapisan
terbawah epidermis. Di dalam stratum germinativum juga
terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami
keratinasi dan fungsinya hanya membentuk pigmen melanin
dan memberikannya pada sel-sel keratinosit melalui dendrit-
dendritnya.
5

b. Dermis
Dermis atau korium adalah bagian kulit yang terletak di bawah
epidermis dan keduanya dipisahkan oleh membran basal. Dermis
memiliki ketebalan sekitar 15 sampai 40 kali dari ketebalan
epidermis. Dermis terdiri dari tiga lapisan antara lain (Tranggono,
Retno Iswari dan Fatma Latifah, 2007):
1) Lapisan Papillari
Terdiri dari komponen serat yang tipis dan kaya akan
pembuluh kapiler, ujung syaraf sensorik, dan sitoplasma.
Stratum papillary kaya akan fibril halus, sel (hisiosit,
mastiosit) dan kapiler.
2) Lapisan Subapillari
Lapisan yang melandasi epidermis, mengandung komponen
yang sama dengan lapisan papillari.
3) Lapisan Retikular
Merupakan lapisan dengan jumlah terbesar dari dermis dan
memilki jaringan ikat padat yang terdiri dari komponen serat.
Bagian yang lebih bawah berhubungan dengan jaringan lemak
subkutan.

c. Hipodermis
Hipodermis merupakan lembaran lemak yang mengandung
jaringan adiposa yang membentuk agregat dengan jaringan
kolagen dan membentuk ikatan lentur antara struktur kulit dengan
permukaan tubuh (Tranggono, Retno Iswari dan Fatma Latifah,
2007).
6

2. Warna Kulit
Warna kulit sangat beragam, dari yang berwarna putih mulus,
kuning, cokelat, kemerahan, atau hitam. Warna kulit menurut Kusantati
(2008) terutama ditentukan oleh:
a. Oxyhemoglobin yang berwarna merah.
b. Hemoglobin yang berwarna merah kebiruan.
c. Melanin yang berwarna cokelat.
d. Keratohyalin yang memberikan penampakan opaque pada kulit.
e. Lapisan – lapisan stratum corneum yang memiliki warna putih
kekuningan atau keabu – abuan.

B. Sinar Ultraviolet
Sinar matahari terdiri dari berbagai spektrum dengan panjang
gelombang yang berbeda, dari inframerah yang terlihat hingga spektrum
ultraviolet. Panjang gelombang sinar ultraviolet menurut Tranggono, Retno
dan Latifah (2007) dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Ultraviolet A (UV A) yaitu sinar dengan panjang gelombang antara 400-
315 nm dengan efektivitas tertinggi pada 340 nm, dapat menyebabkan
warna coklat pada kulit tanpa menimbulkan kemerahan dalam bentuk
leuko yang terdapat pada lapisan atas.
2. Ultraviolet B (UV B) yaitu sinar dengan panjang gelombang antara 315-
280 nm dengan efektivitas tertinggi 297,5 nm, merupakan daerah
eritemogenik, dapat menimbulkan sengatan surya dan terjadi reaksi
pembentukan melanin awal.
3. Ultraviolet C (UV C) yaitu sinar dengan panajang gelombang di bawah
280 nm, dapat merusak jaringan kulit, tetapi sebagian besar telah
tersaring oleh lapisan ozon dalam atmosfir.
7

C. Tabir Surya
Sediaan yang digunakan untuk maksud menyerap secara efektif
sinar matahari terutama didaerah gelombang ultraviolet sehingga dapat
mencegah terjadinya gangguan kulit oleh sinar matahari (Tranggono, Retno
Iswari dan Fatma Latifah, 2007).
Tabir surya adalah sediaan kosmetik yang dirancang untuk dapat
mengurangi efek yang berbahaya dari terpaparnya kulit pada sinar
ultraviolet. Secara umum, tabir surya memiliki mekanisme kerja yaitu
partikel dari radiasi sinar UV dinamakan foton bertemu dengan sepasang
elektron pada molekul tabir surya (Tranggono, Retno Iswari dan Fatma
Latifah, 2007):
1. Bahan Tabir Surya
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI Tahun 20011 Nomor
HK.03.1.23.08.11.07515 Tentang Persyaratan Teknis Bahan
Kosmetika, Bahan Tabir Surya yang diperbolehkan antara lain:
a. Benzylidene camphor sulfonic acid (INCI) dengan kadar
maksimum 6%.
b. Diethylamino hydroxybenzoyl hexyl benzoate (INCI) dengan kadar
maksium 10%.
c. Diethylhexyl butamido triazone (INCI) dengan kadar maksimum
10%.
d. 3-Benzylidene camphor (INCI) dengan kadar maksimum 2%.
e. Octocrylene (INCI) dengan kadar maksimum 10%.
f. Octyl dimethyl PABA (INCI) dengan kadar maksimum 8%.
g. Titanium dioxide (INCI) dengan kadar maksimum 25%.
h. Zinc oxide (INCI) dengan kadar maksimum 25%.
8

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI Tahun 20011 Nomor


HK.03.1.23.08.11.07515 Tentang Persyaratan Teknis Bahan
Kosmetika, bahan tabir surya yang tidak tercantum pada peraturan
tersebut maka dilarang digunakan didalam sediaan kosmetika (tabir
surya).

2. Klasifikasi Tabir Surya


Berdasarkan mekanisme kerjanya, bahan aktif tabir surya dibagi
menjadi dua, yaitu mekanisme pemblok fisik (memantulkan radiasi
matahari) serta mekanisme penyerap kimia (menyerap radiasi
matahari). Tabir surya fisik mekanisme kerjanya memantulkan radiasi
sinar ultraviolet, kemampuannya berdasarkan ukuran partikel dan
ketebalan lapisan, bisa menembus lapisan dermis hingga subkutan atau
hipodermis dan efektif pada spekrum radiasi UV-A, UV-B dan sinar
tampak, sedangkan tabir surya kimia, mekanisme kerjanya
mengabsorbsi radiasi sinar ultraviolet dan mengubahnya menjadi
bentuk energi panas, dapat mengabsorbsi hampir 95% radiasi sinar UV-
B yang dapat menyebabkan sunburn (eritema & kerut) (Lavi, 2012).

3. Mekanisme Proteksi Tabir Surya Terhadap Kulit dari Sinar


Ultraviolet
a. Molekul bahan kimia tabir surya yang menyerap energi dari sinar
UV, kemudian mengalami eksitasi dari ground state ketingkat
energi yang lebih tinggi.
b. Sewaktu molekul yang tereksitasi kembali ke kedudukan yang lebih
rendah akan melepaskan energi yang lebih rendah dari energi
semula yang diserap untuk menyebabkan eksitasi.
c. Maka sinar UV dari energi yang lebih tinggi setelah diserap
energinya oleh bahan kimia maka akan mempunyai energi yang
lebih rendah.
9

d. Sinar UV dengan energi yang lebih rendah akan kurang atau tidak
menyebabkan efek sunburn pada kulit.
(Lavi, 2012).
4. Mekanisme Penentuan Potensi Tabir Surya
Penentuan nilai SPF dilakukan berdasarkan persamaan Mansur,
yaitu:

Keterangan:

EE : Erythemal effect spectrum

I : Solar intensity spectrum

Abs : Absorbance of sunscreen product

CF : Correction factor (=10)

Nilai EE X I adalah konstan dan ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 1 Normalized Product Function digunakan pada kalkulasi SPF

NO Panjang Gelombang (λ nm) EE X I


1 290 0.0150
2 295 0.0817
3 300 0.2874
4 305 0.3278
5 310 0.1864
6 315 0.0839
7 320 0.0180
Total 1
10

Cara Perhitungan:

a. Nilai serapan yang diperoleh dikalikan dengan nilai EE X I untuk


masing – masing panjang gelombang yang terdapat pada tabel
diatas.
b. Hasil perkalian serapan dan EE X I dijumlahkan.
c. Hasil penjumlahan kemudian dikalikan dengan faktor koreksi yang
nilainya 10 untuk mendapatkan nilai SPF sediaan.

D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi


HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan
jenis kromatografi yang penggunannya paling luas. Kegunaan umum
KCKT adalah untuk pemisahan dan pemurnian senyawa obat serta untuk
analisis kuantitatif senyawa obat dalam sediaan farmasetik, selain itu juga
bisa digunakan untuk identifikasi kualitatif senyawa obat dengan
mendasarkan pada parameter waktu retensi senyawa obat standar dan
senyawa obat dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2012).

1. Prinsip Kerja KCKT


Prinsip kerja HPLC adalah sebagai berikut: fase gerak cair dialirkan
dengan bantuan pompa melalui kolom ke detektor. Cuplikan
dimasukkan ke dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Di
dalam kolom terjadi pemisahan komponen – komponen cairan. Karena
perbedaan kekuatan interaksi antara solut – solut dengan fase diam.
Solut yang kurang kuat interaksinya dengan fase diam akan keluar dari
kolom deteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk
kromatogram. Jumlah peak menyatakan jumlah komponen sedangkan
luas peak menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran
(Gandjar dan Rohman, 2012).
11

2. Keuntungan KCKT
Keuntungan analisis menggunakan KCKT adalah membutuhkan
waktu relatif cepat, daya pisah baik, sensitif hingga kadar mililiter,
pemilihan kolom dan eluen bervariasi, kolom dapat dipakai kembali,
dapat digunakan untuk menganalisis senyawa dengan molekul besar
dan kecil, dapat menganalisis sampel yang termolabil karena dilakukan
pada suhu kamar, dan dapat menganalisis campuran titik didih sangat
tinggi (Gandjar dan Rohman, 2012).

3. Instrumentasi KCKT

Berdasarkan instrumen HPLC diatas dapat dijelaskan sebagai


berikut:

a. Wadah Fase Gerak


Merupakan wadah untuk menampung fase gerak yang
digunakan selama proses pemisahan. Harus bersih dan bersifat
inert. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1
sampai 2 liter (Gandjar dan Rohman, 2012).
b. Fase Gerak
Fase gerak KCKT berupa zat cair, disebut juga pelarut. Fase
gerak berfungsi membawa komponen – komponen campuran
menuju detektor, fase gerak dapat berinteraksi dengan solut – solut.
12

Fase gerak merupakan salah satu faktor penentuan keberhasilan


dalam proses pemisahan (Gandjar dan Rohman, 2012).
c. Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa
yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut, yaitu:
pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai
untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon dan batu nilam.
Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan
sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan
kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang
digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan
20 mL/menit (Gandjar dan Rohman, 2012).
d. Kolom
Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional
dan kolom mikrobor. Kebanyakan fase diam pada HPLC berupa
silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak
dimodifikasi, atau polimer – polimer stiren dan divinil benzen.
Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya
residu gugus silanol (Si-OH) (Gandjar dan Rohman, 2012).
e. Detektor
Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
detektor universal dan detektor spesifik. Idealnya, suatu detektor
harus mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) Mempunyai
respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel; (2) Mempunyai
sensitifitas yang tinggi; (3) Stabil dalam pengoperasian; (4)
Mempunyai sel volume yang kecil; (5) Signal yang dihasilkan
berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas
(kisaran dinamis linier); dan (6) Tidak peka terhadap perubahan
suhu dan kecepatan alir fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2012).
13

4. Teknik Pemisahan KCKT


a. Sistem Isokratik
Merupakan suatu teknik pemisahan dimana selama proses
analisa berlangsung, fase gerak atau komposisi fase gerak tidak
berubah, artinya polaritasnya tetap (Gandjar dan Rohman, 2012).
b. Sistem Gradient
Merupakan suatu teknik pemisahan dimana selama proses
analisis berlangsung. Komposisi fase gerak berubah secara
periodik. Teknik ini dilakukan dengan tujuan memisahkan
campuran dengan polaritas yang sangat beragam (Gandjar dan
Rohman, 2012).

c. Fase Normal

HPLC fase normal dimana fase diam lebih polar


dibandingkan dengan fase gerak, sehingga kemampuan elusi
meningkat dengan meningkatkan polaritas pelarut (Gandjar dan
Rohman, 2012).

d. Fase Terbalik

HPLC fase terbalik dimana fase diam kurang polar


dibandingkan dengan fase gerak, sehingga kemampuan elusi
menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut (Gandjar dan
Rohman, 2012).

E. Validasi Metode Analisis


Validasi metode analisis merupakan proses yang dilakukan melalui
percobaan laboratorium dimana karakteristik dari suatu prosedur memenuhi
persyaratan untuk aplikasi analisis. Validasi metode merupakan proses
untuk memastikan bahwa prosedur yang ada memenuhi standar reliabilitas,
akurasi dan presisi sesuai tujuan yang diharapkan (Pramudita, 2015).
14

Suatu metode analisis harus divalidasi untuk memastikan bahwa


parameter kerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis,
karenanya suatu metode harus divalidasi ketika:

 Metode baru dikembangkan untuk mengatasi masalah analisis tertentu.

 Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan


atau karena munculnya suatu masalah yang mengarahkan bahwa
metode baku tersebut harus direvisi.

 Penjaminan mutu yang mengindikasian bahwa metode baku telah


berubah seiring dengan berjalannya waktu.

 Metode baku yang digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan


oleh analis yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda.

 Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antara dua metode seperti


metode baru dan metode baku.

(Pramudita, 2015).

1. Spesifisitas
Spesifisitas merupakan kemampuan untuk mengukur analit yang
dituju secara tepat dengan adanya komponen – komponen lain dalam
matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradasi dan
komponen matriks. Dalam teknik kromatografi, selektivitas dapat
dibuktikan dengan pemisahan yang baik antara analit dengan
komponen yang lain. Bukti dari persyaratan ini didapatkan resolusi
analit dari komponen lain lebih besar dari 1,5 – 2,0 (Pramudita, 2015).

2. Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi


Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah yang
masih dapat dideteksi meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi.
Sedangkan batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit
15

terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan


akurasi pada kondisi analisis yang digunakan (Pramudita, 2015).
Terdapat beberapa metode dalam menentukan LOD dan LOQ untuk
metode KCKT. Metode yang sering digunakan adalah menentukan
sampel sampel rasio signal-to-noise 2:1 atau 3:1 untuk LOD dan 10:1
untuk LOQ (Pramudita, 2015).

3. Linearitas dan Kisaran


Linearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh
hasil – hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi
analit pada kisaran yang diberikan. Linearitas suatu metode merupakan
ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara
respon (y) dengan konsentrasi (x). Linearitas dapat diukur dengan
melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi berbeda – beda. Data
yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil,
untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan, intersep dan
koefisien korelasinya (Pramudita, 2015).

4. Akurasi
Akurasi merupakan ketepatan metode analisis atau kedekatan antara
nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konversi, nilai
sebenarnya atau nilai rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit
yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan melakukan
spiking pada suatu sampel. Untuk pengujian senyawa obat, akurasi
diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran dengan bahan
rujukan standar (Pramudita, 2015). Terdapat tiga cara yang dapat
digunakan untuk menentukan akurasi suatu metode analisis, yaitu:

a. Membandingkan hasil analisis dengan CRM (Certified Refrence


Material) dari organisasi internasional.
16

b. Uji perolehan kembali dengan memasukkan analit ke dalam


matriks blanko.

c. Penambahan baku pada matriks sampel yang mengandung analit.

5. Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan
biasanya diekpresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah
sampel yang berbeda signifikan secara statistik. Penentuan presisi dapat
dibagi dalam tiga kategori yaitu keterulangan, presisi antara dan
ketertiruan. Keterulangan merupakan ketepatan yang ditentukan pada
laboratorium yang sama oleh satu analis menggunakan peralatan dan
dilakukan pada hati yang sama. Presisi antara merupakan ketepatan
pada kondisi percobaan pada laboratorium yang sama oleh analis,
peralatan, reagen dan kolom yang berbeda. Ketertiruan
mempresentasikan presisi hasil yang didapat dan dilakukan pada tempat
percobaan yang lain dengan tujuan untuk memverifikasi bahwa metode
akan menghasilkan hasil yang sama pada fasilitas tempat yang berbeda
(Pramudita, 2015).

6. Stabilitas
Untuk memperoleh hasil – hasil analisis yang reprodusibel dan
reliabel. Maka sampel, reagen dan baku yang digunakan harus stabil
pada waktu tertentu. (misalkan 1 hari, 1 minggu, 1 bulan atau
tergantung kebutuhan). Stabilitas merupakan tahap prevalidasi yang
penting untuk menunjukkan stabilitas yang cukup selama jangka waktu
analisis (Pramudita, 2015).
17

7. Robustness
Robustness dari suatu metode analisis dapat diartikan sebagai
pengukuran kapabilitas dari suatu metode untuk tetap tidak terpengaruh
oleh adanya variasi parameter metode yang kecil. Robustness dalam
prosedur analisis merupakan pengukuran kemampuan metode untuk
tidak terpengaruh oleh variasi kecil tetapi disengaja dalam parameter
prosedural yang tercantum dalam dokumentasi prosedur dan
memberikan indikasi kesesuaian selama penggunaan normal. Dalam
melakukan evaluasi robustness dapat ditunjukkan serangkaian
parameter uji kesesuaian sistem. Uji kesesuaian sistem dilakukan untuk
menunjukkan bahwa sistem kromatografi memadai untuk dilakukan
analisis (Pramudita, 2015).
BAB III

METODOLOGI

A. Alat dan Bahan


Alat Bahan
Methanol
Asam fosfat
HPLC dengan pengaturan detektor Potassium dihidrogen fosfat
pada 330 nm dengan kolom C18, Aqua dest untuk HPLC
kecepatan alir 1,2 ml/menit Oxybenzone kemurnian 98,59%
Octinoxate kemurnian 99,45%
Avobenzone kemurnian 99%

B. Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan Baku
a. Timbang 30 mg Oxybenzone, 75 mg Octinoxate dan 20 mg
Avobenzone, larutkan dengan methanol ad 100 ml dalam labu
ukur.
b. Sonikasi selama 15 – 30 menit.
c. Ambil 5 ml larutan dan encerkan ad 50 ml dengan pelarut etanol
untuk mendapatkan larutan akhir dengan konsentrasi 30 ug/ml
oxybenzone, 75 ug/ml octinoxate dan 20 ug/ml avobenzone.

2. Penyiapan Larutan Sampel


a. Timbang 0,1 g sampel (Terdiri dari 3% Oxybenzone, 7,5%
Octinoxate dan 2% Avobenzone.
b. Larutkan dengan methanol ad 100 ml dalam labu ukur.
c. Sonikasi selama 30 menit, Saring larutan.

18
19

3. Penentuan Isobestic Point


a. Timbang 20 mg oxybenzone, 20 mg octinoxate dan 20 mg
avobenzone.
b. Larutkan masing – masing dengan methanol ad 100 ml dalam labu
ukur.
c. Sonikasi selama 15 menit.
d. Ambil 5 ml tiap tiap larutan dan encerkan dengan methanol ad 100
ml agar didapat konsentrasi masing – masing sampel 10 ug/ml.
e. Amati sampel dengan menggunakan spektrofotometri UV dengan
jarak antar 190 – 400 nm.
f. Panjang gelombang yang dipilih adalah 330 nm yang merupakan
isobestic point.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Linearitas

Tabel 2 Hasil Uji Linearitas

Compound Equation R2 Slope Intercept


Oxybenzone Y=43273x+27043 0.999 43273 27043
Octinoxate Y=39250x-81500 0.999 39250 -81500
Avobenzone Y=12310x+12113 0.999 12310 12113

2. Presisi
Tabel 3 Hasil Uji Presisi
Peak Area
No
Oxybenzone Octinoxate Avobenzone
1 1315944 3282218 1097999
2 1303567 3220927 1096159
3 1319462 3301695 1100626
4 1324364 3283106 1083128
5 1302983 3255871 1085468
6 1312633 3255852 1099967
7 1332691 3296816 1093423
8 1339654 3295485 1093458
9 1334587 3300250 1094754
10 1332548 3314512 1095878
Mean 1321843 3280673 1094086
SD 10769.36 28421.42 6967.47
%RSD 0.8147 0.8663 0.6368

20
21

3. Akurasi
Tabel 4 Hasil Uji Akurasi

4. System suitability
Tabel 5 Hasil Uji System Suitability
Compound %RSD Tailing Factor Theretical Plate
Oxybenzone 0.150 1.21 4761
Octinoxate 0.650 1.47 7150
Avobenzone 1.027 1.03 12377

5. Robustness
Tabel 6 Hasil uji Robustness
Compound %RSD %RSD %RSD %RSD
Flow Rate Column Flow Column
Oxybenzone 0.295 0.030 0.599 0.990
(1.4 Temp Rate (1 Temp
Octinoxate 0.225 0.642 0.619 0.959
ml/min) (30°C) ml/min) (20°C)
Avobenzone 0.211 0.031 0.522 0.999
22

6. Kurva dan Spektrum


a. Spektrum standar senyawa Oxybenzone, Octinoxate dan
Abobenzone

b. Kurva Kalibrasi Oxybenzone

c. Kurva Kalibrasi Octinoxate


23

d. Kurva Kalibrasi Avobenzone

B. Pembahasan
1. Linearity
Kurva kalibrasi diperoleh dengan memplot daerah puncak
terhadap konsentrasi dan menunjukkan linieritas pada kisaran
konsentrasi 18μg / ml to48μg / ml untuk Oxybenzone, 45μg / ml sampai
105μg / ml Octinoxate dan 12μg / ml sampai 32μg / ml untuk
Avobenzone dengan 0,999 sebagai koefisien korelasi. Semua data
linearitas digambarkan di table 2.

2. Presisi
Uji% untuk lotion layar matahari dihitung selama enam kali
ulangan dan% RSD dihitung. Presisi dilakukan dengan mengukur
kekasaran dan pengulangan. Hasil pengulangan ditunjukkan pada Tabel
3.
3. Akurasi

Pemulihan% dihitung untuk sampel rangkap tiga dan untuk


semua tingkat dan pemulihan rata-rata dihitung. Pemulihan rata-rata
berada pada batas penerimaan sehingga metode ini akurat, seperti yang
digambarkan pada Tabel 4.
24

4. System Suitability
Kesesuaian Sistem dilakukan dengan menyuntikkan enam
ulangan Oxybenzone, Octinoxate dan Avobenzone masing-masing dan
semua parameter ditemukan berada dalam jangkauan. Hasil kesesuaian
sistem digambarkan pada Tabel 5.

5. Robustness
Studi kekokohan dilakukan dengan mengubah kondisi
eksperimental. Dalam penelitian ini laju alir diubah oleh ± 0.2ml / menit
dan suhu kolom sebesar ± 5 C dan% RSD diukur. Hasil yang diperoleh
digambarkan pada Tabel 6.
BAB V

KESIMPULAN

Metode RP-HPLC baru dengan detektor UV untuk analisis simultan dan


pemisahan Oxybenzone, Octinoxate dan Avobenzone telah dikembangkan untuk
pertama kalinya. Sederhana, tepat, spesifik, sensitif dan ekonomis dengan akurasi,
presisi, koefisien korelasi (r2) yang dapat diterima. Metode ini telah berhasil
digunakan untuk mengetahui konsentrasi oxybenzone, octinoxate dan avobenzone
pada lotion tabir surya dengan waktu analisis lebih pendek (<30min) dan juga
diterapkan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif dalam persiapan formulasi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.08.11.07517
Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika. BPOM. Jakarta

Gandjar, I. G. & Rohman, A. 2012. Analisis Obat secara Spektroskopi dan


Kromatografi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Kusantati, Herni. 2018 Tata Kecantikan Kulit. Departemen Pendidikan Nasional.


Jakarta

Lavi, Novita. 2012. Sunscreen For Travellers. Universitas Udayana. Denpasar

Pramudita, Adin Wira. 2015. Validasi Metode Analisis Erdostein Secara KCKT
yang Digunakan Pada Validasi Pembersihan Peralatan Produksi dengan
Cara Usap. Universitas Airlangga. Surabaya

Tranggono, Retno I dan Fatma Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Yasin, Rif’atul Adilah. 2017. Uji Potensi Tabir Surya Ekstrak Kulit Buah Jeruk
Nipis (Citrus aurantifolia) Secara In Vitro. Universitas Islam Negeri
Alauddin. Makassar

26

Anda mungkin juga menyukai