Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Abortus merupakan salah satu permasalahan di dunia kedokteran yang


cukup sering terjadi. Dokter umum sebagai garda terdepan pelayanan medis
dimasyarakat merupakan salah ujung tombak dalam menangani kasus abortus.
Terlebih mengingat bahwa abortus dan kuretase merupakan salah satu Standar
Kompetensi Dokter Indonesia 2012, maka dari itu penulis tertarik untuk
mengangkat tema abortus sebagai Laporan Kasus Tugas KKM Dokter Muda di
RSUD Karangasem Periode 11 Oktober – 25 Oktober 2015.
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Penelitian-penelitian terdahulu
menyebutkan bahwa angka kejadian abortus sangat tinggi. Sebuah penelitian pada
tahun 1993 memperkirakan total kejadian abortus di Indonesia berkisar antara
750.000. dan dapat mencapai 1 juta per tahun dengan rasio 18 abortus per 100
konsepsi. Angka tersebut mencakup abortus spontan maupun buatan. Abortus
inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun
sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis.
Insiden abortus inkompit sendiri belum diketahui secara pasti namun yang penting
diketahui adalah sekitar 60 % dari wanita hamil yang mengalami abortus
inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit akibat perdarahan yang terjadi1,2.
Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam
keselamatan ibu karena adanya perdarahan yang masif yang bisa menimbulkan
kematian akibat adanya syok hipovolemik apabila keadaan ini tidak mendapatkan
penanganan yang cepat dan tepat. Seorang ibu hamil yang mengalami abortus
inkomplit dapat mengalami guncangan psikis. tidak hanya pada ibu namun juga
pada keluarganya, terutama pada keluarga yang sangat menginginkan anak. 3,4
Mengenal lebih dekat tentang abortus inkomplit menjadi penting bagi para
pelayan kesehatan agar mampu menegakan diagnosis kemudian memberikan
penatalaksanaan yang sesuai dan akurat, serta mencegah komplikasi. 3,4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
2.1 Definisi
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam
uterus.1

2.2 Epidemiologi
Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun demikian
disebutkan sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit dengan
perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit. Inisiden abortus spontan secara
umum disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Angka-angka tersebut
berasal dari data-data dengan sekurang-kurangnya ada dua hal yang selalu
berubah, kegagalan untuk menyertakan abortus dini yang tidak diketahui, dan
pengikutsertaan abortus yang ditimbulkan secara ilegal serta dinyatakan sebagai
abortus spontan.5
Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan
angka tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya.
Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada
trimester pertama, kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan
5-10 % pada trimester ketiga.5
Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas
di samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang
dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari
20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia
paternal yang sama, kenaikannya adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus
bertambah pada kehamilan yang belum melebihi umur 3 bulan.5,6

2.3 Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak

2
selalu tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspuisi hasil
konsepsi yang terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio
atau janin, namun pada kehamilan beberapa bulan berikutnya, sering janin
sebelum ekspuisi masih hidup dalam uterus. 5
Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot
atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga
disebabkan oleh penyakit dari ayahnya.5,6

2.3.1 Perkembangan Zigot yang Abnormal


Abnormalitas kromosom merupakan penyebab dari abortus spontan.
Sebuah penelitian meta-analisis menemukan kasus abnormalitas kromosom
sekitar 49% dari abortus spontan. Trisomi autosomal merupakan anomali yang
paling sering ditemukan (52%), kemudian diikuti oleh poliploidi (21 %) dan
monosomi X (13%).7'8

2.3.2 Faktor Maternal


Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa
abortus tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, dan karena
saat terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan
etiologi abortus yang dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan
dan kelainan perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa abortus euploidi.5
a.Infeksi
Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis,
Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes simpiek,
cytomegalovirus Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai
penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan
abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticun dari
traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami abortus telah
menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang
menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan abortus. Dari kedua
organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum merupakan penyebab
utama.5

3
b.Penyakit-Penyakit Kronis yang Melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
keadaan ibu misalnya penyakit tuberculosis atau karsinomatosis jarang
menyebabkan abortus.5'9
Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum
20 minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan
persalinan prematur5'9. Diabetes maternal pemah ditemukan oleh sebagian
peneliti sebagai faktor predisposisi abortus spontan, tetapi kejadian ini
tidak ditemukan oleh peneliti lainnya.5

c. Pengaruh Endokrin
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme,
diabtetes mellitus, dan defesiensi progesteron. Diabetes tidak menyebabkan
abortus jika kadar gula dapat dikendalikan dengan baik. Defesiensi
progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum
atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden abortus.
Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defesiensi
hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil
konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa
kematiannya.5,9

d. Nutrisi
Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus.
Nausea serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan
dan setiap deplesi nutrient yang ditimbulkan, jarang diikuti dengan abortus
spontan. Sebagaian besar mikronutrien pemah dilaporkan sebagai unsur
yang penting untuk mengurangi abortus spontan. 5,7

e. Obat-Obatan dan Toksin Lingkungan


Berbagai macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan insiden
abortus. Namun ternyata tidak semua laporan ini mudah dikonfirmasikan. 8

f. Faktor-faktor Imunologis
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan

4
abortus spontan yang berulang antara lain : antikoagulan lupus (LAC) dan
antibodi anti cardiolipin (ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler,
trombosis, abortus serta destruksi plasenta. 9
g. Gamet yang Menua
Baik umur sperma maupun ovum dapat mempengaruhi angka insiden
abortus spontan. Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang
berhasil bila inseminasi terjadi empat hari sebelum atau tiga hari sesudah
peralihan temperatur basal tubuh, karena itu disimpulkan bahwa garnet
yang bertambah tua di dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi
dapat menaikkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa percobaan
binatang juga selaras dengan hasil observasi tersebut.5,7
h. Laparotomi
Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan
terjadinya abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan
tersebut dengan organ panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya
abortus. Meskipun demikian, sering kali kista ovarii dan mioma bertangkai
dapat diangkat pada waktu kehamilan apa mengganggu gestasi. Peritonitis
dapat menambah besar kemungkinan abortus. 6,7,8
i. Trauma Fisik dan Trauma Emosional
Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian
embrio atau kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh
trauma, kemungkinan kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru
terjadi tetapi lebih merupakan kejadian yang terjadi beberapa minggu
sebelum abortus. Abortus yang disebabkan oleh trauma emosional bersifat
spekulatif, tidak ada dasar yang mendukung konsep abortus dipengaruhi
oleh rasa ketakutan marah ataupun cemas.5,7,9
j. Kelainan Uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan
yang timbul dalam proses perkembangan janin,defek duktus mulleri yang
dapat terjadi secara spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian
dietilstilbestrol (DES). Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan
abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri. Leiomioma uterus

5
yang besar dan majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan abortus,
bahkan lokasi leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya. 5,7
Mioma submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih
besar kemungkinannya imtuk menyebabkan abortus. Namun demikian,
leiomioma dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil
pemeriksaan klinis lainnya temyata negatif dan histerogram menunjukkan
adanya defek pengisian dalam kavum endometrium. Miomektomi sering
mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat mengalami ruptur pada
kehamilan berikutnya, sebelum atau selama persalinan. 5,8
Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling sering
terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada
missed abortus atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan
tersebut disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat luas.
Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan amenore dan abortus habitualis
yang diyakini terjadi akibat endometrium yang kurang memadai untuk
mendukung implatansi hasil pembuahan. 7,8

k. Inkompetensi serviks
Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten
biasanya terjadi pada trimester kedua. Ekspuisi jaringan konsepsi terjadi
setelah membran plasenta mengalami ruptur pada prolaps yang disertai
dengan balloning membran plasenta ke dalam vagina. 7,8

2.3.3 Faktor Paternal


Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam
proses timbulnya abortus spontan. Yang pasti, translokasi kromosom dalam
sperma dalam menimbulkan zigot yang mendapat bahan kromosom terlalu
sedikit atau terlalu banyak, sehingga terjadi abortus.5,7

2.4. Patogenesis
Proses abortus inkomplit dapat berlangsung secara spontan maupun

6
sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Proses
terjadinya adalah berawal dari pendarahan pada desidua basalis yang
menyebabkan nekrosis jaringan diatasnya. Selanjutnya sebagian atau seluruh hasil
konsepsi terlepas dari dinding uterus. Hasil konsepsi yang terlepas menjadi benda
asing terhadap uterus sehingga akan dikeluarkan langsung atau bertahan beberapa
waktu. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi korialies belum menembus desidua secara mendalam.
Pada kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koriales menembus
desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang
dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu
umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin,
disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak
banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap.1,5,9

2.5. Gambaran Klinis


Gejala umum yang merupakan keluhan utama berupa perdarahan derajat
sedang sampai berat disertai dengan kram pada perut bagian bawah, bahkan
sampai ke punggung. Janin kemungkinan sudah keluar bersama-sama plasenta
pada abortus yang terjadi sebelum minggu ke-10, tetapi sesudah usia kehamilan
10 minggu, pengeluaran janin dan plasenta akan terpisah. Bila plasenta,
seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal dalam uterus, maka pendarahan cepat
atau lambat akan terjadi dan memberikan gejala utama abortus inkompletus.
Sedangkan pada abortus dalam usia kehamilan yang lebih lanjut, sering
pendarahan berlangsung amat banyak dan kadang-kadang masif sehingga terjadi
hipovelemis berat.5'7

2.6. Diagnosis
Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan gambaran klinis

7
melalui anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik, setelah menyingkirkan
kemungkinan diagnosis banding lain, serta dilengkapi dengan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis meliputi pemeriksaan
abdomen, inspikulo dan vaginal toucher. Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus
inkomplit dapat sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah. Pemeriksaan
penunjang berupa USG akan menunjukkan adanya sisa jaringan. 4,7
Tidak ada nyeri tekan ataupun tanda cairan bebas seperti yang terlihat pada
kehamilan ektopik yang terganggu. Pemeriksaan dengan menggunakan spekulum
akan memperlihatkan adanya dilatasi serviks, mungkin disertai dengan keluarnya
jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Bimanual palpasi untuk
menentukan besar dan bentuk uterus perlu dilakukan sebelum memulai tindakan
evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Menentukan ukuran sondase
uterus juga penting dilakukan untuk menentukan jenis tindakan yang sesuai4.

2.7. Diagnosis Banding


Abortus inkomplit dapat di diagnosis banding dengan abortus iminens,
abortus insipien, abortus komplit, kehamilan ektopik tuba, dan abortus mola.14

2.8. Penatalaksanaan
Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan
diperiksa apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik pembedahan maupun medis. Teknik
pembedahan dapat terdiri dari dilatasi serviks yang diikuti dengan pengosongan
isi uterus baik dengan cara kuretase, aspirasi vakum, dilatasi dan evakuasi,
maupun dilatasi dan ekstrasi, teknik induksi haid, dan laparotomi yang dapat
dilakukan dengan histerotomi maupun histerektomi. Induksi abortus dengan
tindakan medis menggunakan preparat antara lain : oksitosin intravenus, lamtan
hiperosmotik intraamnion seperti larutan salin 20% atau urea 30%, prostaglandin
Ez, F2a dan analog prostaglandin yang dapat berupa injeksi intraamnion, injeksi
ekstraokuler, insersi vagina, injeksi parenteral maupun per oral, antiprogesteron -
RU 486 (meferiston), atau berbagai kombinasi tindakan tersebut diatas. 13,14
Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan

8
kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang
tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari
ostium ekstema yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep
cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus,
induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut
diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut. 11,12
Perdarahan pada abortus inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi
jarang berakibat fatal5. Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus untuk
menghentikan perdarahan dilakukan dengan cara.13
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu,
evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk mengelaurkan
hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan berhenti, beri
ergometrin 0,2 mg intramuskular atau misoprostol 400 mcg per oral. 13
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari
16 minggu, evakuasi hasil konsepsi dengan:
• Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih. Evakuasi dengan
kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
• Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskular (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg
per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu). 13

3. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:


• Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam
fisiologis atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai
terjadi ekspuisi hasil konsepsi. 13
• Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai
terjadi ekspuisi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg). 13
• Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus. 13

Teknik kuretase dengan penyedotan (aspirasi vakum) sangat bermanfaat


untuk mengosongkan uterus, dilakukan dengan menyedot isi uterus menggunakan
kanula yang terbuat dari bahan plastik atau metal dengan tekanan negatif. Tekanan

9
negatif dapat menggunakan pompa vakum listrik atau dengan syringe pump 60
ml. Aspirasi vakum merupakan prosedur pilihan yang lebih aman jika
dibandingkan dengan teknik kuretase tajam, digunakan pada kehamilan kurang
dari 12 minggu, dapat dilakukan hanya dengan atau tanpa analgesia lokal pada
serviks maupun analgesia sistemik sedang. Aplikasi aspirasi vakum bahkan dapat
dilakukan sampai pada umur kehamilan 15 minggu, tergantung pada ketrampilan
dan pengalaman operator. Complete abortion rate aspirasi vakum berkisar antara
95 - 100%. Metode ini merupakan metode pilihan untuk mengatasi abortus
inkomplit. 13
Evakuasi jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap dalam waktu 3-10
menit. Sebelum melakukan tindakan kuretase, pasien, tempat dan alat kuretase
disiapkan terlebih dahulu. Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih
dahulu. Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi (jika
diperlukan). Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang untuk menentukan besar
dan bentuk uterus, kemudian lakukan tindakan antisepsis pada ginitalia ekstema,
vagina dan serviks. Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks
dipresentasikan dengan tenakulum. Uterus disoride dengan hati-hati untuk
menentukan besar dan arah uterus. Masukan kanula yang sesuai dengan dalam
kavum uteri melalui serviks yang telah berdilatasi (tersedia ukuran kanula dari 4
mm sampai 12 mm). Selanjutnya kanula dihubungkan dengan aspirator (60 Hg
pada aspirator listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula digerakkan perlahan-
lahan dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil diputar 360°. Bila kavum uteri
sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar gesekan kanula
dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung jaringan akan
timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi selama 15-30
menit tanpa anestesi dan selama 1 - 2 jam bila dengan anestesi umum.
Pemeriksaan lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian.13

Berbagai kemungkinan komplikasi tindakan kuretase dapat terjadi, seperti


perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, evakuasi jaringan sisa yang tidak
lengkap dan infeksi. Komplikasi ini meningkat pada umur kehamilan setelah

10
trimester pertama, dengan demikian, tindakan evakuasi yang dilakukan pada
kehamilan diatas trimester pertama berupa dilatasi dan evakuasi. Panas bukan
merupakan kontraindikasi untuk kuretase apabila pengobatan dengan antibiolik
yang memadai segera dimulai.5
Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan
efektif. Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98%
pada kehamilan trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus
inkomplit, metode ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk
mencapai ekspuisi spontan yang lengkap dengan terapi prostaglandin
(misoprostol) diperlukan waktu rata-rata selama 9 hari. Regimen mefepriston,
antiprogesteron digunakan secara luas, bekeria dengan cara mengikat reseptor
prigesteron, sehingga terjadi inhibisi efek progesteron untuk menjaga kehamilan.
Dosis yang digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36 - 48 jam) dengan
pemberian prostaglandin 800 μg insersi vagina mengakibatkan kontraksi uterus
lebih lanjut yang kemudian diikuti dengan ekspuisi jaringan konsepsi. 5,13
Efek yang terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada
perut yang disertai dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi namun
dengan fase yang memanjang, selama 9hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari.
Kontraindikasi penggunaan obat-obat tersebut adalah pada keadaan dengan gagal
ginjal akut, kelainan fungsi hati, perdarahan abnormal, perokok berat dan alergi.3

2.9. Prognosis
Kecuali adanya inkompetensi serviks, angka kesembuhan yang terlihat
sesudah mengalami tiga kali abortus spontan akan berkisar antara 70 dan 85%
tanpa tergantung pada pengobatan yang dilakukan. Abortus inkomplit yang di
evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik
terhadap ibu.5,9

2.10. Komplikasi
Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan
syok akibat perdarahan hebat dan terjadinya infeksi akibat retensi sisa hasil

11
konsepsi yang lama didalam uterus. Sinekia intrauterine dan infertilitas juga
merupakan komplikasi dari abortus. 5

Komplikasi juga dapat terjadi akibat tindakan kuretase antara lain' :


1. Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah, bradikardi
dan cardiac arrest. 5
2. Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator. Bila
perforasi oleh kanula, segera diputuskan hubungan kanula dengan aspirator.
Selanjutnya kavum uteri dibersihkan sedapatnya. Pasien diberikan
antibiotika dosis tinggi. Biasanya pendarahan akan berhenti segera. Bila
ada keraguan, pasien dirawat. 5
3. Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila pendarahan
sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit. 5
4. Pendarahan yang biasanya disebabkan sisa jaringan konsepsi.
Pengobatannya adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi. 5
5. Infeksi dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi. Pengobatannya berupa
pemberian antibitoka yang sensitif terhadap kuman aerobik maupun
anaerobik. Bila ditemukan sisa jaringan konsepsi, dilakukan pembersihan
kavum uteri setelah pemberian antibiotika profilaksis minimal satu hari. 5

BAB III
LAPORAN KASUS

12
3.1 Identitas Penderita
Nama : NLS
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Alamat : Bd Perangsari Tengah
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Menikah
No RM : 091245
Tanggal MRS : 16 Oktober 2015 (pk 07.00)
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : perdarahan pervaginam
Riwayat Penyakit Saat ini
Pasien datang sadar diantar suaminya ke UGD VK Kebidanan RSUD
Karangasem. Pasien merupakan rujukan dari Puskesmas Selat dengan
keluhan adanya darah yang keluar pervaginam sejak 5 hari SMRS yang
diserta dengan nyeri perut bagian bawah. Pasien mengatakan bahwa keluhan
ini membuatnya mengganti pembalut 3-4 kali sehari. Keluhan ini semakin
memberat sejak 1 hari SMRS, dimana perdarahan semakin banyak yang
membuat pasien mengganti pembalut hingga 8x dalam sehari. Enam jam
SMRS pasien memeriksakan dirinya ke puskesmas selat, disana pasien baru
mengetahui bahwa dirinya sedang hamil (awal mulanya pasien mengira hal
ini merupakan siklus menstruasi). Selang 30 menit tiba dirumah sakit pukul
02.30, dikatakan keluar janin secara spontan dari rahim pasien, dengan berat
kurang lebih 480 gram.
Pasien mengatakan 5 hari SMRS sempat terjatuh saat bekerja diladang,
pasien jatuh dengan posisi terduduk. Disisi lain pasien memiliki riwayat
meminum ramuan obat penambah nafsu makan “Purno Jiwo”, dimana obat
tersebut setelah ditelusuri terdapat peringatan pada kemasannya tidak boleh
diminum oleh ibu hamil karena dapat membahayakan janin.
Berdasarkan anamnesa yang dilakukan, hari pertama haid terakhir (HPHT)

13
pasien adalah 14 Juli 2015, dengan perkiraan kelahiran pada tanggal 21
Maret 2016. Riwayat coitus selama kehamilan (+) tanpa pengaman dengan
ejakulasi dalam liang vagina. Riwayat demam disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami keguguran 1,5 tahun yang lalu, dimana pada
saat itu usia kehamilan pasien 2 bulan. Riwayat penyakit sistemik lain seperti
asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus disangkal pasien.

Riwayat Keluarga
Adanya anggota keluarga dengan keluhan yang sama disangkal pasien.
Penyakit lain seperti diabetes militus, penyakit jantung, darah tinggi, dan
asma pada keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang petani dengan kondisi sosial ekonomi menengah
kebawah, pasien yang sehari hari membantu suaminya bekerja di ladang.
Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak menyadari sedang hamil sehingga
tidak pernah memeriksakan kehamilannya ke tenaga medis terkait. Sejak 1
bulan yang lalu pasien mengaku merasa perutnya agak membesar, pasien
mengira bahwa dirinya bertambah gemuk, hal ini membuat pasien sering
memakai tali ikat untuk mengikat perutnya agar terlihat tetap langsing.

Riwayat Alergi dan Pengobatan


Pasien menyangkal adanya alergi terhadap makanan maupun obat-obatan.
Pasien memiliki riwayat minum obat penambah nafsu makan ‘Purno Jiwo’
yang memiliki efek teratogenik bagi kehamilan.

Riwayat menstruasi
Menarche umur 14 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 hari, lamanya
4-5 hari tiap kali menstruasi. Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) pasien
adalah 14 Juli 2015, dengan tafsiran persalinan pada 21 Maret 2016. Nyeri

14
saat menstruasi terkadang dirasakan oleh penderita.

Riwayat perkawinan
Pasien menikah satu kali dengan suami yang sekarang selama ± 18 tahun.

Riwayat persalinan
1. Laki-laki, P Spt B, RS, 2700 gram, 16 tahun
2. Perempuan, P Spt B, RS, 2900 gram, 8 tahun
3. Abortus, 2 bulan, kuretase (+), RS, 1,5 tahun
2. Kehamilan ini

Riwayat Ante Natal Care (ANC)


Pasien tidak pernah melakukan ANC dan USG

Riwayat KB
Pasien pernah memakai KB suntik 3 bulan dan sudah berhenti memakainya
kurang lebih 6 tahun yang lalu.

3.3 Pemeriksaan Fisik


1. Status Present
Keadaan umum : baik Kesadaran : E4V5M6(CM)
Tekanan Darah : 100/70 mmHg Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 18 x/menit Suhu tubuh : 36,4 °C
Tinggi badan : 161 cm VAS :2
BMI : 21,6 kg/m2 Berat badan : 56 kg
2. Status General
Kepala : Mata : anemia +/+, ikterus -/-, isokor 3mm/3mm
Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : ~ status ginekologi

_ _ + +
Ekstremitas : edema _ _ , hangat + +

15
3. Status Ginekologi
a) Abdomen
Inspeksi : Luka bekas operasi (-), distensi (-)
Auskultasi : Bising Usus (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : Tinggi fundus uteri 1 jari di atas simfisis, nyeri tekan (-)
b) Anogenital
Inspekulo v/v : Flx (+), fl (-), pØ (+), jaringan (+), perdarahan aktif (+)
VT : Flx (+), fl (-), pØ (+), jaringan (+), stolsel (+), nyeri
goyang (-), CUAF b/c ~ 12-14 minggu, APCD taa
3.4 Differential Diagnostik
Abortus inkomplit (G4P2012 19-20 minggu)
Abortus komplit (G4P2012 19-20 minggu)
Kehamilan Ektopik Terganggu
Mola Hydatidosa
Abortus insipien (G4P2012 19-20 minggu)
Abortus imminens (G4P2012 19-20 minggu)
3.5 Pemeriksaan Penunjang :
DL, Faal Hemostasis, Golongan darah, HBsAg
WBC : 12,6 (4,10-11,0) PLT : 258 (150-400)

RBC : 2,02 (4,00-5,20) MCV : 91.2 (78-99)

HGB : 5,59 (11,5-18,0) MCH : 27.7 (25.5 -34.0)

HCT : 18,4 (37,0-54,0) MCHC: 30.4 (32.0 – 36.0)

Gol. Darah : A BT : 2’.30” (1-3)’

HbsAg : negatif CT : 12’.55” (5-15)’

USG
Kesimpulan : sisa jaringan dalam uterus (+) , cairan bebas pada rongga
abdomen (-), snow strom appearance (-).

16
3.6 Diagnosis
Abortus inkomplit (G4P2012 19-20 minggu) + Anemia berat (Hb 5,59)

3.7 Penatalaksanaan
Terapi :
1) Bed rest dan diet bebas
2) Kuretase dengan anastesi lokal
3) IVFD RL + 20 IU oxytocin 20 tpm s/d 12 jam post kuretase
4) Amoxicillin tab 3 x 500mg (PO)
5) Metil Ergometrin tab 3 x 0,125mg (PO)
6) Asam mefenamat tab 3 x 500mg (PO) pro renata
7) Sulfas Ferosus tab 2 x 300mg (PO)
8) Transfusi PRC s/d Hb > 8 g/dl

KIE : pasien dan keluarga


1) Penjelasan terkait abortus inkomplit, faktor resiko, penanganan,
komplikasi, dan prognosis.
2) KIE untuk KB mantap (tubektomi) mempertimbangkan dari faktor usia,
pasien tidak lagi memiliki keinginan menambah jumlah anak, dan juga
pendidikan.
3) KIE terkait minum obat secara teratur dan meningkatkan asupan makanan-
minuman.

Monitoring : observasi 2 jam post kuretase, keluhan, vital sign, perdarahan,


tanda-tanda syok.
Waktu BP HR RR Tax VAS Perdarahan Akral
(mmHg) (x/menit) (x/menit)
08.00 100/70 88 22 36,6 3 Minimal Hangat

17
08.15 100/80 84 20 36,6 3 Minimal Hangat
08.30 100/70 84 20 36,7 3 Minimal Hangat
08.45 100/70 80 20 36,8 3 Minimal Hangat
09.00 110/80 84 22 36,6 2 Minimal Hangat
09.30 100/80 76 20 36,6 2 Minimal Hangat
10.00 100/80 80 20 37 2 Minimal Hangat

3.6 Follow up
17 OktNyeri (+) berkurang, St.Present Post curretage ec Pdx : DL
2015 demam (-), lemas (+), T : 100/70 mmHg abortus inkomplit + Tx :
nafsu makan turun N : 76 x/menit anemia berat Hari I Amoxicillin 3x1 tab
R : 20 x/menit As. Mefenamat 3x1 tab
tax: 37,50C SF 2x1 tab
St. General Metergin 3x1 tab
Mata an +/+ Transfusi PRC s/d Hb
St ginekologi >8 g/dL
Abd : f ut ttb Mobilisasi
Vag : perdarahan sedikit Mx : keluhan, VS, tanda
Lab: Hb 5,53 perdarahan, syok.
KIE
Post curretage ec
18 Okt Nyeri (-), demam (-), St.Present abortus inkomplit + Tx :
2015 lemas (+) membaik, T : 110/70 mmHg anemia berat Amoxicillin 3x1 tab
nafsu makan baik N : 80 x/menit (terkoreksi) Hari II As. Mefenamat 3x1 tab
R : 20 x/menit prn
tax: 37 0C SF 2x1 tab
St. General Metergin 3x1 tab
dbn Mx : keluhan, VS, tanda
St ginekologi perdarahan, syok.
Abd : f ut ttb KIE persiapan
Vag : perdarahan sedikit tubektomi
Lab : Hb 8,73

3.7 Prognosis
Prognosis pada pasien ini dubius ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan dikonfirmasi
dengan pemeriksaan penunjang kemudian dibandingkan dengan teori yang ada..
Dari anamnesis pasien ini didapatkan

18
NO TEORI KASUS
1 Abortus inkomplit adalah pengeluaran  Usia kehamilan pasien berdasarkan
sebagian hasil konsepsi pada kehamilan perhitungan HPHT adalah 19-20
sebelum 20 minggu dan masih ada sisa yang minggu
tertinggal di dalam uterus.  Adanya janin yang keluar dengan
berat 480 gram pada tanggal 16
Oktober 2015 jam 02.30 saat pasien
datang ke Puskesmas Selat
 Pada pemeriksaan USG didapatkan
kesimpulan adanya sisa jaringan yang
tertinggal
2 Resiko kejadian abortus yang secara klinis Pasien ini berumur 38 tahun, dimana hal
bertambah dari 12% pada wanita yang ini menandakan usia yang memiliki resiko
berusia kurang dari 20 tahun, menjadi 26% abortus mendekati 26%
pada wanita yang berumur di atas 40 tahun.
3 Abortus terjadi bisa akibat faktor bayi dan Pada pasien ini di dapatkan
faktor ibu  Riwayat jatuh 5 hari SMRS
 Faktor fetal: translokasi kromosom sperma  Riwayat abortus sebelumnya
 Faktor paternal : kelainan kromosom  Riwayat meminum obat
 Faktor maternal: Infeksi, Penyakit kronis, penambah nafsu makan “PURNO
Endokrin , Nutrisi, Gamet yang menua, JIWO” yang masuk dalam daftar
Obat teratogenik, Inkompetensi serviks, obat teratogenik
Laparotomi, Trauma Fisik dan Trauma  Tidak mendapatkan asupan
Emosional, Kelainan Uterus nutrisi yang cukup karena tidak
Pa mengetahui dirinya sedang hamil
4 Gejala umum yang merupakan keluhan Pasien ini datang dengan keluhan utama
utama berupa perdarahan derajat sedang perdarahan pervaginam sejak 5 hari SMRS
sampai berat disertai dengan kram pada
perut bagian bawah, bahkan sampai ke
punggung.
5 Pada abortus dalam usia kehamilan yang Pada pasien hal ini terkonfirmasi dengan
lebih lanjut (mendekati usia kehamilan 20 perdarahan yang massif sehingga pasien
minggu), sering pendarahan berlangsung mengalami anemia berat (dengan HB
amat banyak dan kadang-kadang masif 5,59), hemokensentrasi (HCT 18,4%),
sehingga terjadi hipovelemis berat. dan penurunan tekanan darah
100/70mmHg
6 Pemeriksaan fisik mengenai status  Pada pemeriksaan fisik abdomen
ginekologis meliputi pemeriksaan abdomen, didapatkan tinggi fundus uteri 1 jari
inspikulo dan vaginal toucher. Palpasi tinggi diatas simfisis ( dibawah umur
fundus uteri pada abortus inkomplit dapat kehamilan)

19
sesuai dengan umur kehamilan atau lebih  Pada Inspekulo v/v didapati : Flx
rendah. (+), fl (-), pØ (+), jaringan (+),
perdarahan aktif (+)
 Pada VT didapati : Flx (+), fl (-), pØ
(+), jaringan (+), stolsel (+), nyeri
goyang (-), CUAF b/c > 12-14 minggu,
APCD taa
7 .Pemeriksaan penunjang berupa USG akan Kesimpulan USG : sisa jaringan dalam
menunjukkan adanya sisa jaringan uterus (+) , cairan bebas pada rongga
abdomen (-), snow strom appearance (-).

8 Pada pasien ini dengan umur kehamilan


Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
19-20 minggu dilakukan tatalaksana
• Berikan infus oksitosin 20 unit dalam
kuretase dengan anestesi local dan
500 ml cairan intravena (garam
pemberian oksitosin 20 IU dalam RL
fisiologis atau Ringer Laktat) dengan
hingga 12 jam post kuretase. Tindakan
kecepatan 40 tetes per menit sampai
ini dilakukan dengan tujuan untuk
terjadi ekspuisi hasil konsepsi. 13
melakukan evaluasi sisa hasil konsepsi
• Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg
yang tertinggal di uterus.
pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi
ekspuisi hasil konsepsi (maksimal 800
mcg). 13
• Evakuasi sisa hasil konsepsi yang
tertinggal dalam uterus. 13
9 Pada pasien ini diberikan pengobatan post
Infeksi dapat terjadi sebagai salah satu
kuretase berupa
komplikasi. Pengobatannya berupa
 Amoxicillin tab 3 x 500mg (PO)
pemberian antibitoka yang sensitif terhadap
 Metil Ergometrin tab 3 x
kuman aerobik maupun anaerobik. Bila
0,125mg (PO)
ditemukan sisa jaringan konsepsi, dilakukan
 Asam mefenamat tab 3 x 500mg
pembersihan kavum uteri setelah pemberian
(PO) pro renata
antibiotika profilaksis minimal satu hari.
 Sulfas Ferosus tab 2 x 300mg
(PO)

10 Pada pasien ini memiliki prognosis dubia


Prognosis abortus inkomplit tanpa
ad bonam
inkompetensi serviks, dan yang di evakuasi
lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan
prognosis yang baik pada ibu.
11 Pada pasien ini dianjurkan untuk
Terdapat berbagai pilihan KB, antara lain
melakukan tubektomi (KB mantap)
kondom, pil KB, KB suntik, KB pasang, dan

20
sebagai pilihan utama dikarenakan
tubektomi
mengingat usia pasien sudah tidak lagi
muda (38 tahun), keinginan memiliki anak
lagi sudah tidak ada, dan faktor
pendidikan yang menengah memiliki
resiko kejadian yang akan berulang.

BAB V
RINGKASAN

Telah diuraikan kasus wanita 38 tahun,pekerjaan petani, pendidikan


terakhir SLTP, alamat Bd Perangsari Tengah yang datangke VK UGD RSU
Karangasem dengan keluhan utama mengalami perdarahan pervaginam 5 hari
SMRS. Dari hasil pemeriksaan klinis di diagnosa dengan abortus inkomplit
(G4P2010). Setelah dilakukan kuretase dengan anestesi lokal dengan pemberian
oksitosin 20 IU 20tpm, pasien terlihat kondisinnya belum stabil dikarenakan
anemia berat akibat perdarahan. Pasien kemudian direncanakan untuk MRS
dengan dilakukan transfusi PRC hingga HB > 8mg/dL. Selain itu pasien diberikan
obat oral yaitu Amoxicillin tab 3 x 500mg, Asam mefenamat tab 3 x 500mg, Metil

21
Ergometrin tab 3 x 0,125mg, Sulfas Ferosus tab 2 x 300mg.
Abortus inkomplit adalah berakhirnya kehamilan sebelum viable disertai
dengan pengeluaran sebagian hasil konsepsi dan sebagian lagi masih tertinggal
dalam uterus pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram. 1,2,3,5
Secara garis besar penyebab terjadinya abortus dapat dibagi menjadi faktor
fetal, maternal dan paternal. Patogenesis terjadinya abortus inkomplit, berawal
terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang diikuti nekrosis jaringan
sekitamya. Pada umur kehamilan 8 sampai 14 minggu vili korealis telah
menembus desidua terlalu dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan
tertinggal, maka terjadilah abortus inkomplit. Sisa abortus yang tertahan di dalam
rahim mengganggu kontraksinya sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan. 8,9
Penatalaksanaan awal pada kasus abortus adalah melakukan penilaian
secara cepat mengenai keadaan umum pasien dan selanjutnya diperiksa apkah ada
tanda-tanda syok. Untuk mengurangi resiko perdarahan dan komplikasi lain yang
mungkin timbul, maka pada kasus abortus inkomplit ini dilakukan pengeluaran
sisa jaringan dengan kuretase, kemudian diberikan medikamentosa seperti
golongan uterotonika, antibiotika dan analgetik. Abortus inkomplit yang di
evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik. 12,13,14

DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo B. Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam :


Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Hmu Kebidanan.
Edisi 5. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2002 : hal.
302 - 312.

2. Ministry of Health Republic of Indonesia. Indonesia Reproductive Health


Profile 2015. 2003.Available at: http:/w3.whosea.org/LinkFiles/Reproduc-
tive_Health__Profile_RHP-Indonesia.pdf. Accessed October 15,2015.

3. Pedoman Diagnosis – Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF


Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS
Sanglah Denpasar. 2003

4. Abortion. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap LC,
Wenstrom KD, editors. William Obsetrics. 22nd ed. USA : The McGraw-Hills
Companies, Inc ; 2005 : p. 231-247.

22
5. Abortion. In: Leveno KJ, et all. Williams Manual of Obstetrics. USA: McGraw-
Hill Companies, 2003 : p. 45 – 55

6. Stovall TG. Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In : Berek JS, et all.
Novak's Gynaecology. 13th ed. Philadelphia; 2002 : p. 507 - 9.

7. Griebel CP, Vorsen JH, Golemon TB, Day AA. Management of Spontaneus
Abortion. AAFP Home Page>New & Publications>Joumals>American Family
Physician. October 012005;72;1.

8. Rand SE. Recurrent spontaneous abortion: evaluation and management. In: American
FamilyPhysician.December1993.http://www/findarticles.com/p/articles/mi_m3255/is
_n8_v48/ai_14674724/pg_1

9. Disorder of Early Pregnancy (ectopic, miscarriage, GTI) In : Campbell S,


Monga A, editors. Gynaecology. London : Arnold, 2000 ; p. 102-6.

10. Lindsey.J.L.Missed Abortion. Available from htpp :// www.emedicine.com/med/topic


last update : Juli 18, 2015

11. Saifudin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2002.

13. Wiknjosastro GH, Saifflidin AB, Rachimadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan.


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo, 2000.

14.Valley.V.T.Abortion,Incomplete.In:Emedicine.http://www.emedicine.com/emerg/obs-
tetrics_and_gynecology.htm : last updated: 30Mei2015

23

Anda mungkin juga menyukai