Anda di halaman 1dari 16

Portofolio Kasus Etik dan Disiplin Kedokteran

DR. X TIDAK MEMBERIKAN OBAT SESUAI DENGAN KEADAAN PASIEN

Oleh:

dr. Muhamad Aqil Gibran

Dokter Internsip

Pendamping:

dr. Endayani T, MPH

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANG PANJANG

PERIODE FEBRUARI 2019


Portofolio Kasus Etik

Nama Peserta : dr. Muhamad Aqil Gibran

Nama Wahana : RSUD Padang Panjang

Topik : Kasus Etik

Tanggal (kasus) : Juni 2019

Nama : Ny. MN

Tanggal Presentasi : 6 Juni 2019

Nama Pendamping : dr. Endayani T,MPH

Tempat Presentasi : Ruang Konferensi RSUD Padang Panjang

Objektif Presentasi : Keilmuan

Bahan Bahasan : Kasus

Cara Membahas : Presentasi dan diskusi

2
PENDAHULUAN

KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA

Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam bentuk Code

of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa pada

waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk sumpah

dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah sumpah

Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan kewajiban-

kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi dokter.

World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menghasilkan sumpah

dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran Internasional

berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama

dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat

dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional.

Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip

moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan

bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau

tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya

kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga

medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam

melakukan penelitian di bidang medis.

Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan memberikan

latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter, seperti autonomy

(menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak membuat
3
keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence (melakukan

tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang

memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme (pengabdian

profesi).

Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral

kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan

memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan,

dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical

ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari

pembuatan keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum

tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para

seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.

IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan etik

profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga MKEK

(Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain itu, di

tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di

dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan

di tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit

(Makersi).

Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya” akan membawa

akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai

sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat seperti

kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten) dan

pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam

rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.


4
Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu kedokteran,

disusunlah Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik Kedokteran Indonesia yang terbaru

ditetapkan dari hasil Mukernas Etik Kedokteran III tahun 2001 sebagai pedoman etik bagi

dokter dalam menjalankan profesi kedokteran.

Kode Etik Kedokteran Indonesia diuraikan dalam pasal-pasal berikut :

KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar

profesi yang tertinggi

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh

sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik

hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan

pasien

Pasal 6

5
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap

penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat

menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri

kebenarannya

Pasal 7a

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang

kompeten dengan kebebasan teknik dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang dan

penghormatan atas martabat manusia

Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan

berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam

karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam

menangani pasien

Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga

kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Pasal 7d

Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi makhluk insane

Pasal 8
6
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat

dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh, baik fisik maupun

psikososial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya

serta masyarakat, harus saling menghormati.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN

Pasal 10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya

untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau

pengobatan, maka atas persetujuan pasien ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang

mempunyai keahlian dalam bidang tersebut

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan

dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah laainnya

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya terhadap seorang pasien,

bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,

kecuali bila ia yakin ada orang lain beredia dan mampu memberikannya.
7
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan

Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawatnya, kecuali dengan

persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI

Pasal 16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik

Pasal 17

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

kedokteran/kesehatan

Untuk menetapkan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Kedokteran, dibutuhkan pedoman

penegakan disiplin profesi kedokteran. Konsil Kedokteran Indonesia telah menetapkan

pedoman tersebut pada tahun 2006. Pada pedoman penegakan disiplin profesi kedokteran, yang

merupakan bentuk pelanggaran disiplin kedokteran adalah :

1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.

2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki kompetensi

sesuai.

3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki

kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.


8
4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki

kompetesi dan kewenangan yang sesuai, atau tidak melakukan pemberitahuan perihal

penggantian tersebut.

5. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental

sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien.

6. Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak

melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa

alasan pembenar atau pemaaf yang sah sehingga dapat membahayakan pasien.

7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan

kebutuhan pasien.

8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai kepada pasien atau

keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.

9. Melakukan tindakan medic tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga

dekat atau wali atau pengampunya.

10. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medic, sebagaimana diatur

dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi.

11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai

dengan ketentuan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan etika profesi.

12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan sendiri

dan atau keluarganya.

13. Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan atau keterampilan

atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara praktik kedokteran yang layak.

14. Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan menggunakan manusia sebagai

subjek penelitian, tanpa memperoleh persetujuan etik dari lembaga yang diakui pemerintah.

9
15. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak

membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu

melakukannya.

16. Menolak atau menghentikan tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang

layak dan sah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi.

17. Membuka rahasia kedokteran, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-

undangan atau etika profesi.

18. Membuat keterangan medic yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang

diketahuinya secara benar dan patut. Berkaitan dengan KODEKI pasal 7.

19. Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan atau eksekusi

hukuman mati.

20. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, NAPZA, yang tidak sesuai

dengan peraturan perundang-undangan atau etika profesi.

21. Melakukan pelecehan sexual, tindakan intimidasi, atau tindakan kekerasan kepada

pasien di tempat praktik.

22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya.

23. Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan atau

memberikan resep obat/alat kesehatan.

24. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan yang

dimiliki, baik lisan ataupun tulisan yang tidak benar/menyesatkan.

25. Ketergantungan pada narkotika, NAPZA, alkohol, serta zat adiktif lainnya.

26. Berpraktik dengan meggunakan STR/SIP yang tidak sah.

27. Ketidak jujuran dalam menentukan jasa medic.

28. Tidak memberikan informasi, dokumen, dan alat bukti lainnya yang diperlukan

MKDKI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.


10
Sanksi terhadap disiplin tersebut ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran pada pasal 69 ayat 3, yaitu :

1. Pemberian peringatan tertulis.

2. Rekomendasi pencabutan STR/SIP. Pencabutan dapat dilakukan minimal 1 tahun,

maksimal selama-lamanya.

3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di Institusi pendidikan kedokteran atau

kedokteran gigi. Dapat berupa pendidikan formal, atau berupa pelatihan atau magang di

Institusi pendidikan kedokteran minimal 3 bulan atau maksimal 1 tahun.

4. Pada kasus- kasus pelanggaran etikolegal, diberikan hukuman sesuai peraturan

kepegawaian yang berlaku dan diproses ke pengadilan

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam K, Hadad T, Rafly A, dkk. 2007. Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang Baik

di Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia

2. Hanafiah, Jusuf, dkk. 1999. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, edisi 3. Jakarta:

EGC

3. http://astaqauliyah.com/2006/12/04. Etika kedokteran indonesia dan penanganan

pelanggaran etika di Indonesia


11
BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta: dr. Muhamad Aqil Gibran


Nama Wahana: RSUD Padang Panjang
Topik: Kasus etik
Tanggal (kasus): juni 2019
Nama Pasien: Ny. MN No. RM: -
Tanggal Presentasi: Juni 2019 Nama Pendamping: dr. Endayani T,MPH
Obyektif Presentasi:
Keilmuan  Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik  Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak  Remaja Dewasa Lansia  Bumil
Deskripsi : dr.X melakukan pelanggaran etik dan disiplin kedokteran
Tujuan : Mengetahui jenis pelanggaran etik dan disiplin kedokteran beserta sanksinya
Bahan bahasan:  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara membahas:  Diskusi  Presentasi dan diskusi  Email  Pos
Data pasien: Nama: Ny. MN Nomor Registrasi: -
Nama Wahana: RSUD Telp: - Tedaftar sejak: -
Padang Panjang
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
Gambaran Klinis
Seorang pasien laki-laki, berusia 20 tahun, datang ke IGD Rsud Padang Panjang dengan
keluhan
KU : Sesak napas meningkat sejak 1 hari yang lalu
RPS :
● Sesak sudah dirasakan sejak 1 hari yang lalu,sesak disertai bunyi menciut, sebelumnya
pasien terpapar oleh debu saat membersihkan rumah, pasien dikenal memiliki riwayat alergi

12
terhadap debu, dan cuaca dingin, sesak tidak dipengaruhi oleh aktifitas, sesak memberat saat
batuk.
● Demam dirasakan sejak 1 hari yang lalu, demam dirasakan saat malam hari.
● Batuk(+) tidak berdahak, pilek(+) ingus cair bewarna bening kental
● Mual (-) muntah (-)
● Demam tidak ada, batuk tidak ada
● BAB dan BAK biasa

● Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat alergi (+) debu, cuaca dingin
- Riwayat asma, tidak terkontrol.obat
- Riwayat Hipertensi dan DM disangkal
● Riwayat Pekerjaan :
- Pasien seorang mahasiswa

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif (CMC)
- Tekanan Darah : 120/80
- Nadi : 72 x/menit regular
- Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 37,8º C

b.Pemeriksaan sistemik
Kulit : Teraba hangat,tidak pucat,tidak sianosis.
Kepala : Bentuk normal, rambut hitam beruban.
Mata : Konjungtiva tidak anemis,sklera tidak ikterik,pupil isokor,diameter 3 mm, Reflek
cahaya +/+ Normal.
THT : Tidak ada kelainan.
Mulut : Tidak ada kelainan.
Leher : JVP 5-2 CmH2O
Thoraks :

13
Paru : Inspeksi : Simetris
Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler,ronkhi (-),wheezing (+/+) kedua lapangan paru
Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 3 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama teratur,bising tidak ada
Abdomen : Inspeksi : tidak membuncit
Palpasi : distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit baik, nyeri tekan(+),
nyeri lepas (-)
Perkusi : tympani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia : Tidak diperiksa
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik

Diagnosis : Asma bronkial


Penatalaksaaan :
- O2 3L/menit
- Nebu Ventolin 3x per 20mnt
- sesak berkurang, pasien dibolehkan pulang, diberikan obat pulang
✔ Salbutamol 3 x 4mg
✔ Dexametason tab 3 x 0.5 mg
✔ Paracetamol 3 x 500mg
✔ Amoxicilin 3 x 500 mg

Daftar Pustaka
1. Adam K, Hadad T, Rafly A, dkk. 2007. Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang Baik
di Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia

2. Hanafiah, Jusuf, dkk. 1999. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, edisi 3. Jakarta:
EGC

14
3. http://astaqauliyah.com/2006/12/04. Etika kedokteran indonesia dan penanganan
pelanggaran etika di Indonesia

Hasil Pembelajaran
1. Mengetahui dan memahami etika dan disiplin kedokteran Indonesia dalam memberikan
pelayanan sesuai standar profesi yang berlaku
2. Mengetahui sanksi pelanggaran kode etik dan disiplin kedokteran Indonesia

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Kasus :

Seorang dokter di RSUD Kota Padang Panjang memberikan obat antibiotik kepada pasien yang

datang ke IGD dengan diagnosa asma bronkial. Awalnya pasien mengeluhkan sesak napas

yang meningkat sesak disertai bunyi napas menciut yang disebabkan karna terapapar debu,

pasien memiliki riwayat atopi. Pada saat di IGD dokter memberikan tatalaksana dengan

pemberian oksigen, serta pemberian nebu Ventolin, setelah sesak sudah tidak dirasakan

kemudian saat auskultasi paru tidak terdapat whezzing, pasien dibolehkan pulang dan diberikan

obat pulang, yaitu salbutamol tablet, dexametason, paracetamol dan antibiotik yaitu

Amoxicilin, yang sebelumnya dokter tidak menanyakan apakah memiliki alergi terhadap obat

obatan tertentu .

2. Pembahasan Kasus :

Tindakan yang dilakukan oleh dr. X tersebut melanggar KODEKI pasal 2 dan melanggar

pedoman penegakan disiplin profesi kedokteran point ke 6. Sebagaimana yang terdapat dalam

pasal 2 “seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan

standard profesi yang tertinggi”.

15
Kasus pada dr.X ini, tidak hanya kasus etik tetapi juga kasus disiplin profesi. Pada pedoman

penegakan disiplin profesi kedokteran, yang merupakan bentuk pelanggaran disiplin

kedokteran pada kasus ini terdapat pada point 6, bahwa dalam penatalaksanaan pasien,

melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusya dilakukan,

sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau pemaaf yang sah

sehingga dapat membahayakan pasien. Dr.X memberikan obat yang tidak ada indikasi untuk

diberikan kepada pasien, karena pada tatalaksana asma tidak ada indikasi pemberian antibiotik

jika asma padaa pasien bukan dicetuskan oleh infeksi bakteri, .Penggunaan obat yang tidak

tepat justru akan meningkatkan resistensi terhadap antibiotik, meningkatkan kejadian efek

samping obat baik langsung maupun tidak langsung karena munculnya superinfeksi, juga

pemborosan biaya kesehatan atau pengobatan. Untuk kasus etik, dr.X hanya mendapat sanksi

moral. Untuk kasus disiplin profesi, apabila terjadi pengaduan, dr.X dapat diproses oleh

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dan apabila dinyatakan bersalah

dapat dijatuhi sanksi.

16

Anda mungkin juga menyukai