Anda di halaman 1dari 4

Praktek Kerja Lapangan

Pertanyaan

Selamat pagi tim redaksi, Saya adalah pekerja yang bekerja di suatu perusahaan PMA Jepang di
Bekasi. Saya mau bertanya tentang: 1. Apa dasar hukum pelaksanaan PKL siswa sekolah
menengah dalam suatu perusahaan? 2. Apa saja hak-hak siswa PKL? 3. Bagaimana apabila siswa
PKL hanya disuruh bekerja dari pukul 7.00 pagi sampai pukul 15.00 WIB, selama 3 bulan, tanpa
ada pelatihan yang diberikan oleh perusahaan kepada mereka? 4. Apakah hal ini (poin) 3 di atas
termasuk mempekerjakan anak? Karena umur mereka rata-rata 16 tahun. Demikian pertanyaan
saya, karena saya menaruh perhatian besar kepada mereka sebagai generasi penerus bangsa ini.
Terima kasih atas jawabannya.

Ingin Masalah Anda Segera Tuntas?

Percayakan masalah hukum Anda ke ahlinya. Hubungi konsultan hukum profesional, hanya
Rp299.000,- per 30 menit.

Ulasan Lengkap

Berhubung pertanyaan Saudara/(i) terlalu banyak, maka agar lebih sistematis dalam menjawabnya,
urutannya kami balik dan memulai menjelaskan dari bawah berturut-turut dari pertanyaan nomor
4, 3, 2 dan kemudian 1, sebagai berikut :

4. Dalam konteks UU Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan anak, adalah setiap orang yang
berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun (lihat Pasal 1 angka 26 UU No. 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan). Dengan demikian, berdasarkan ketentuan tersebut, anak yang melakukan
praktek kerja lapangan (“PKL”) pada sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) kelas 10 sampai
dengan kelas 12, berusia rata-rata 16 tahun atau berkisar antara 13 sampai dengan 18 tahun,
dapat dikategorikan sebagai anak.

Terkait dengan ketentuan tersebut, dalam Pasal 68 dan Pasal 69 UU No. 13/2003 (“UUK”)
ditegaskan, bahwa pada prinsipnya pengusaha (pemberi kerja, employer) dilarang
mempekerjakan anak. Namun, ada beberapa pengecualian untuk dapat mempekerjakan anak
pada suatu jenis/sifat pekerjaan tertentu dengan syarat tertentu sesuai dengan kelompok
umurnya, masing-masing :

a. kelompok anak yang berumur antara 13 sampai dengan 15 tahun, – hanya – dapat
dipekerjakan untuk pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan
kesehatan fisik, mental dan – hubungan – sosial si anak (lihat Pasal 69 ayat (1) sampai
dengan ayat (3) UUK), dengan syarat :
1) ada izin (tertulis) dari orang tua/walinya*;

2) dibuat perjanjian kerja* antara pemberi kerja dengan orang tua/wali si anak, sehingga
jelas hubungan kerjanya (sebagai pekerja praktek);

3) waktu kerjanya maksimum 3 (tiga) jam perhari;

4) hanya boleh dipekerjakan pada – shift – siang hari, sepanjang tidak mengganggu waktu
sekolah;

5) harus dijaga keselamatan dan kesehatan kerjanya (K3);

6) menerima (berhak) upah* sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

*Catatan: Persyaratan mengenai izin dari orang tua/wali, syarat adanya perjanjian kerja
dan hubungan kerja serta keharusan membayar upah kerja, dikecualikan bagi anak yang
bekerja pada usaha keluarga (huisvlijt atau home industry).

b. kelompok anak yang berumur antara 15 sampai dengan 18 tahun – sudah – dapat
dipekerjakan secara normal/umum, akan tetapi tidak boleh dieksploitasi untuk bekerja pada
pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan (the worst forms) yang mengancam (berbahaya)
bagi kesehatan dan keselamatan atau moral si anak.

Pada usia (15 sampai dengan 18 tahun) ini, anak sudah dianggap cakap (bekwaam) untuk
melakukan hubungan kerja tanpa kuasa/wali (lihat Pasal 2 ayat [3] Kepmenakertrans No.
Kep-235/Men/2003 dan Konvensi ILO No. 138 serta Konvensi ILO No. 182).

c. Kelompok anak yang telah 18 tahun, sudah dapat dipekerjakan/bekerja secara umum dan
normal sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi kerja atau profesi yang ia miliki, tanpa ada
pembatasan-pembatasan lagi, termasuk pada the worst forms.

Sehubungan dengan pertanyaan Saudara, menurut hemat kami, pada dasarnya tidak ada
larangan untuk mempekerjakan anak dalam rangka PKL, terlebih bilamana umur mereka rata-
rata 16 tahun atau usia rata-rata anak pada sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) yang duduk di
kelas 10 sampai dengan kelas 12.

3. Dalam UUK diatur 2 macam pola dan ketentuan waktu kerja (normal) yang bersifat umum
sebagaimana diatur dalam Pasal 77 UUK, yakni :

- Pola 6:1, yaitu 6 hari kerja dan 1 hari istirahat mingguan, masing-masing 7 jam perhari dan
maksimum 40 jam perminggu; atau

- Pola 5:2, yaitu 5 hari kerja dan 2 hari istirahat mingguan, masing-masing 8 jam perhari dan
40 jam perminggu;
Di samping itu, juga diatur pola dan ketentuan waktu kerja yang bersifat khusus berdasarkan
sektor/sub-sektor usaha atau pekerjaan tertentu dengan suatu peraturan menteri tersendiri
berdasarkan suatu periode kerja yang bervariasi sesuai karakteristiknya masing-masing (lihat
Pasal 77 ayat [4] UUK).

Ketentuan waktu kerja tersebut, tidak termasuk waktu istirahat antar jam kerja selama
sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) menit, yang diberikan setelah pekerja yang bersangkutan
bekerja maksimal 4 (empat) jam secara terus-menerus (lihat Pasal 79 ayat [1] huruf a UUK).

Dengan demikian, apabila anak PKL telah memenuhi syarat untuk bekerja sebagaimana pada
uraian dan penjelasan tersebut di atas dan yang bersangkutan bekerja dari pukul 07.00 sampai
15.00, sepanjang hanya 7 jam perhari untuk pola 6:1, atau 8 jam per-hari untuk pola 5:2, hemat
kami tidak menjadi permasalahan.

Terkait dengan tidak adanya jenis pelatihan yang diberikan oleh perusahaan kepada mereka,
menurut hemat kami, mungkin tidak sepenuhnya dan tidak semuanya benar. Pada PKL-PKL di
beberapa instansi, institusi atau perusahaan-perusahaan (yang lain) banyak di antara mereka
yang memperoleh keterampilan teknis, di samping pengetahuan dan wawasan kerja. Setidaknya
mereka dapat mengetahui wawasan dunia usaha atau dunia kerja dan menjadi bekal awal untuk
“membuka mata” dalam mengarungi kehidupan masa depan.

2. Dari sudut pandang pendidikan, PKL merupakan salah satu muatan (content) kurikulum suatu
lembaga pendidikan, yakni - dalam hal ini - lembaga pendidikan kejuruan (lihat Pasal 36 ayat
[3] huruf f jo Pasal 37 ayat [1] UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional). PKL tersebut dimaksudkan untuk memberikan wawasan praktis berdasarkan teori-
teori yang dipelajari di lembaga pendidikan kejuruan dimaksud. Sedangkan dari sudut pandang
ketenagakerjaan, PKL adalah merupakan salah satu wujud pelatihan kerja, dalam hal ini
pelatihan di tempat kerja atau on the job training atau OJT (lihat Pasal 13 ayat [2] UUK)

Dalam OJT, siswa pelatihan hanya diberikan wawasan secara parsial dan tidak utuh (sepotong-
sepotong). Berbeda halnya pada pemagangan yang memberikan wawasan pada satu kesatuan
kompetensi secara utuh dan komprehensif yang mengacu pada standar kompetensi kerja
nasional Indonesia atau SKKNI (lihat Pasal 21 UUK dan Pasal 1 angka 1 dan angka 7 jo Pasal
7 ayat (2) huruf c dan huruf d dan ayat (3) Permenakertrans No. Per-22/Men/IX/2009).
Karena PKL hanya merupakan (salah satu) muatan dari kurikulum suatu lembaga pendidikan
kejuruan, maka ketentuan mengenai hak-hak/kewajiban-kewajiban siswa PKL dengan
institusi/instansi pelaksana OJT diatur dan disepakati diantara para pihak.

1. Dasar hukum pelaksanaan PKL tidak secara tegas diatur dalam UU Sistem Pendidikan Nasional
dan UU Ketenagakerjaan, demikian juga dalam peraturan perundang-undangan
pelaksanaannya. Namun dengan merujuk pada peraturan perundang-undangan sebagaimana
referensi tersebut di bawah, para pihak dapat memperjanjikan hak-hak dan kewajiban secara
bertimbal-balik (antara siswa PKL dengan pelaksana OJT).

Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional

3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-235/Men/2003 tentang Jenis-
jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak;

4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per-22/Men/IX/2009 tentang


Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri.

Anda mungkin juga menyukai