Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Cirrhosis hepatic (sirosis hepatis) didefinisikan sebagai sekelompok


penyakit hati kronis yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik
normal dengan fibrosis, dan dengan destruksi sel-sel parenkim beserta
regenerasinya berbentuk nodul-nodul. Penyakit ini mempunyai periode laten yang
panjang, biasanya diikuti dengan pembengkakan dan nyeri abdomen,
hematemesis, edema dependen, atau ikterus secara mendadak. Pada stadium
lanjut, asites, ikterus, hipertensi portal, dan gangguan sistem saraf pusat, yang
dapat berakhir dengan koma hepatik, menjadi menonjol.1

Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata


yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis
dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati
kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu
tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan
melalui pemeriksaan biopsi hati.2

Sirosis hati mengakibatkan terjadinya 35.000 kematian setiap tahunnya di


Amerika. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada. Penyebab
munculnya sirosis hepatis di negara barat tersering akibat alkoholik sedangkan di
Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau C. Patogenesis sirosis
hepatis menurut penelitian terakhir memperlihatkan adanya peranan sel stelata
dalam mengatur keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses
degradasi, dimana jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus
menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Hepar merupakan kelenjar terbesar pada tubuh yang berbentuk baji yang
dibungkus oleh jaringan ikat (Glisson’s Capsule), beratnya 1500 gram (1200-1600
gram dan menerima darah 1500 ml permenit, serta mempunyai fungsi yang sangat
banyak. Fungsi hepar terutama dapat dibagi menjadi tiga diantara lain dapat
memproduksi dan sekresi empedu, berperan dalam metabolisme karbohidrat,
lemak, protein, serta berperan dalam filtrasi darah, mengeliminasi bakteri dan
benda asing yang masuk peredaran darah dari saluran pencernaan. Hepar
merupakan satu-satunya organ yang bisa meregenerasi sendiri, jika salah satu
bagian diangkat maka sisanya dapat tumbuh kembali ke besar dan bentuk semula.
Hepar mempunyai dua facies (permukaan) yaitu:2
1. Facies diaphragmatika
2. Facies visceralis (inferior)
Hati dibagi menjadi 4 lobus dan setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan
tipis jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan membagi
massa hati menjadi unit-unit kecil, yang disebut lobulus. Sirkulasi darah ke dalam
dan keluar hati sangat penting dalam penyelenggaraan fungsi hati. Hati menerima
suplai darahnya dari dua sumber yang berbeda. Sebagian besar suplai darah
datang dari vena porta yang mengalirkan darah yang kaya akan zat-zat gizi dari
traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai darah tersebut masuk ke dalam hati
lewat arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen. Kedua sumber darah
tersebut mengalir ke dalam kapiler hati yang disebut sinusoid hepatik. Dengan
demikian, sel-sel hati (hepatosit) akan terendam oleh campuran darah vena dan
arterial. Dari sinusoid darah mengalir ke vena sentralis di setiap lobulus, dan dari
semua lobulus ke vena hepatika. Vena hepatika mengalirkan isinya ke dalam vena
kava inferior. Jadi terdapat dua sumber yang mengalirkan darah masuk ke dalam
hati dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya. Disamping hepatosit, sel-sel
fagositosis yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial juga terdapat dalam
hati.
Organ lain yang mengandung sel-sel retikuloendotelial adalah limpa,
sumsum tulang, kelenjar limfe dan paru-paru. Dalam hati, sel-sel ini dinamakan
sel kupfer. Fungsi utama sel kupfer adalah memakan benda partikel (seperti
bakteri) yang masuk ke dalam hati lewat darah portal.
Fungsi metabolik hati:2
1. Metabolisme glukosa
Setelah makan glukosa diambil dari darah vena porta oleh hati dan diubah
menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya glikogen
diubah kembali menjadi glukosa dan jika diperlukan dilepaskan ke dalam
aliran darah untuk mempertahankan kadar glukosa yang normal. Glukosa
tambahan dapat disintesis oleh hati lewat proses yang dinamakan
glukoneogenesis. Untuk proses ini hati menggunakan asam-asam amino
hasil pemecahan protein atau laktat yang diproduksi oleh otot yang
bekerja.
2. Konversi amonia
Penggunaan asam-asam amino untuk glukoneogenesis akan membentuk
amonia sebagai hasil sampingan. Hati mengubah amonia yang dihasilkan
oleh proses metabolik ini menjadi ureum. Amonia yang diproduksi oleh
bakteri dalam intestinum juga akan dikeluarkan dari dalam darah portal
untuk sintesis ureum. Dengan cara ini hati mengubah amonia yang
merupakan toksin berbahaya menjadi ureum yaitu senyawa yang dapat
diekskresikan ke dalam urin.
3. Metabolisme protein
Organ ini mensintesis hampir seluruh plasma protein termasuk albumin,
faktor-faktor pembekuan darah protein transport yang spesifik dan
sebagian besar lipoprotein plasma. Vitamin K diperlukan hati untuk
mensintesis protombin dan sebagian faktor pembekuan lainnya. Asam-
asam amino berfungsi sebagai unsur pembangun bagi sintesis protein.
4. Metabolisme lemak
Asam-asam lemak dapat dipecah untuk memproduksi energi dan benda
keton. Benda keton merupakan senyawa-senyawa kecil yang dapat masuk
ke dalam aliran darah dan menjadi sumber energi bagi otot serta jaringan
tubuh lainnya. Pemecahan asam lemak menjadi bahan keton terutama
terjadi ketika ketersediaan glukosa untuk metabolisme sangat terbatas
seperti pada kelaparan atau diabetes yang tidak terkontrol.
5. Penyimpanan vitamin dan zat besi
6. Metabolisme obat
Metabolisme umumnya menghilangkan aktivitas obat tersebut meskipun
pada sebagian kasus, aktivasi obat dapat terjadi. Salah satu lintasan
penting untuk metabolisme obat meliputi konjugasi (pengikatan) obat
tersebut dengan sejumlah senyawa, untuk membentuk substansi yang lebih
larut. Hasil konjugasi tersebut dapat diekskresikan ke dalam feses atau
urin seperti ekskresi bilirubin.
7. Pembentukan empedu
Empedu dibentuk oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam kanalikulus
serta saluran empedu. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi
bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi
lemak oleh garam-garam empedu.
8. Ekskresi bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh
sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel kupfer dari
hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi
kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam glukuronat yang
membuat bilirubin lebih dapat larut didalam larutan yang encer. Bilirubin
terkonjugasi diekskresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu
didekatnya dan akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum. Konsentrasi
bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati, bila
aliran empedu terhalang atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah
yang berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki
intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.

DEFINISI

Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata
Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna
pada nodulnodul yang terbentuk.Pengertian Sirosis hati dapat dikatakan sebagai
berikut yaitu suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang
normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.2
Secara lengkap Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro,
anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami
perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis)
disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.3

ETIOLOGI

1. Alkohol
Adalah suatu penyebab yang paling umum dari cirrhosis, terutama didunia
barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan dari
konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan
kronis melukai sel-sel hati. Tiga puluh persen dari individu-individu yang
meminum setiap harinya paling sedikit 8 sampai 16 ounces minuman keras
(hard liquor) atau atau yang sama dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan
mengembangkan sirosis. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-
penyakit hati; dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis),
ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan (steatohepatitis atau
alcoholic hepatitis), ke sirosis. Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD)
merujuk pada suatu spektrum yang lebar dari penyakit hati yang, seperti
penyakit hati alkoholik (alcoholic liver disease), mencakup dari steatosis
sederhana (simple steatosis), ke nonalcoholic Steatohepatitis (NASH), ke
sirosis. Semua tingkatan-tingkatan dari NAFLD mempunyai bersama-sama
akumulasi lemak dalam sel-sel hati. Istilah nonalkoholik digunakan karena
NAFLD terjadi pada individu-individu yang tidak mengkonsumsi jumlah-
jumlah alkohol yang berlebihan, namun, dalam banyak aspek-aspek,
gambaran mikroskopik dari NAFLD adalah serupa dengan apa yang dapat
terlihat pada penyakit hati yang disebabkan oleh alkohol yang berlebihan.
NAFLD dikaitkan dengan suatu kondisi yang disebut resistensi insulin, yang
pada gilirannya dihubungkan dengan sindrom metabolisme dan diabetes
mellitus tipe 2. Kegemukan adalah penyebab yang paling penting dari
resistensi insulin, sindrom metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD adalah
penyakit hati yang paling umum di Amerika dan adalah bertanggung jawab
untuk 24% dari semua penyakit hati.3
2. Sirosis Kriptogenik,
Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh penyebab-penyebab yang
tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum untuk pencangkokan
hati. Di-istilahkan sirosis kriptogenik (cryptogenic cirrhosis) karena bertahun-
tahun para dokter telah tidak mampu untuk menerangkan mengapa sebagian
dari pasien-pasien mengembangkan sirosis. Dipercaya bahwa sirosis
kriptogenik disebabkan oleh NASH (nonalcoholic steatohepatitis) yang
disebabkan oleh kegemukan, diabetes tipe 2, dan resistensi insulin yang tetap
bertahan lama. Lemak dalam hati dari pasien-pasien dengan NASH
diperkirakan menghilang dengan timbulnya sirosis, dan ini telah membuatnya
sulit untuk para dokter membuat hubungan antara NASH dan sirosis
kriptogenik untuk suatu waktu yang lama. Satu petunjuk yang penting bahwa
NASH menjurus pada sirosis kriptogenik adalah penemuan dari suatu
kejadian yang tinggi dari NASH pada hati-hati yang baru dari pasien-pasien
yang menjalankan pencangkokan hati untuk sirosis kriptogenik. Akhirnya,
suatu studi dari Perancis menyarankan bahwa pasien-pasien dengan NASH
mempunyai suatu risiko mengembangkan sirosis yang serupa seperti pasien-
pasien dengan infeksi virus hepatitis C yang tetap bertahan lama.
Bagaimanapun, kemajuan ke sirosis dari NASH diperkirakan lambat dan
diagnosis dari sirosis secara khas dibuat pada pasien-pasien pada umur
kurang lebih 60 tahun.
3. Hepatitis Virus Yang Kronis
Adalah suatu kondisi dimana hepatitis B atau hepatitis C virus menginfeksi
hati bertahun-tahun. Kebanyakan pasien-pasien dengan hepatitis virus tidak
akan mengembangkan hepatitis kronis dan sirosis. Contohnya, mayoritas dari
pasien-pasien yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara penuh dalam
waktu berminggu-minggu, tanpa mengembangkan infeksi yang kronis.
Berlawanan dengannya, beberapa pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus
hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien terinfeksi dengan virus hepatitis C
mengembangkan hepatitis yang kronis, yang pada gilirannya menyebabkan
kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis, dan adakalanya
kanker-kanker hati.
4. Kelainan-Kelainan Genetik Yang Diturunkan/Diwariskan
Berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus
pada kerusakkan jaringan dan sirosis. Contoh-contoh termasuk akumulasi
besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada
hemochromatosis, pasien-pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk
menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan. Melalui waktu,
akumulasi besi pada organ-organ yang berbeda diseluruh tubuh menyebabkan
sirosis, arthritis, kerusakkan otot jantung yang menjurus pada gagal jantung,
dan disfungsi (kelainan fungsi) buah pelir yang menyebabkan kehilangan
rangsangan seksual. Perawatan ditujukan pada pencegahan kerusakkan pada
organ-organ dengan mengeluarkan besi dari tubuh melaui pengeluaran darah.
Pada penyakit Wilson, ada suatu kelainan yang diwariskan pada satu dari
protein-protein yang mengontrol tembaga dalam tubuh. Melalui waktu yang
lama, tembaga berakumulasi dalam hati, mata, dan otak. Sirosis, gemetaran,
gangguan-gangguan psikiatris (kejiwaan) dan kesulitan-kesulitan syaraf
lainnya terjadi jika kondisi ini tidak dirawat secara dini. Perawatan adalah
dengan obat-obat oral yang meningkatkan jumlah tembaga yang dieliminasi
dari tubuh didalam urin.
5. Primary biliary cirrhosis (PBC)
Adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan dari sistim
imun yang ditemukan sebagian besar pada wanita-wanita. Kelainan imunitas
pada PBC menyebabkan peradangan dan perusakkan yang kronis dari
pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu
adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus. Empedu
adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang mengandung unsur-unsur
yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus, dan
juga campuran-campuran lain yang adalah produk-produk sisa, seperti
pigmen bilirubin. (Bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah
hemoglobin dari sel-sel darah merah yang tua). Bersama dengan kantong
empedu, pembuluh-pembuluh empedu membuat saluran empedu. Pada PBC,
kerusakkan dari pembuluh-pembuluh kecil empedu menghalangi aliran yang
normal dari empedu kedalam usus. Ketika peradangan terus menerus
menghancurkan lebih banyak pembuluh-pembuluh empedu, ia juga menyebar
untuk menghancurkan sel-sel hati yang berdekatan. Ketika penghancuran dari
hepatocytes menerus, jaringan parut (fibrosis) terbentuk dan menyebar
keseluruh area kerusakkan. Efek-efek yang digabungkan dari peradangan
yang progresif, luka parut, dan efek-efek keracunan dari akumulasi produk-
produk sisa memuncak pada sirosis.
6. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC)
Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi
meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu
menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice
(kulit yang menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis. Pada beberapa
pasien-pasien, luka pada pembuluh-pembuluh empedu (biasanya sebagai
suatu akibat dari operasi) juga dapat menyebabkan rintangan dan sirosis pada
hati.
7. Hepatitis Autoimun
Adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistim imun
yang ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas imun yang
abnromal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan
penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang progresif, menjurus akhirnya
pada sirosis.
8. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary
atresia) dan akhirnya mengembangkan sirosis. Bayi-bayi lain dilahirkan
dengan kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang
menjurus pada akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian yang
jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan sirosis
dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).
9. Lain-lain
Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi
yang tidak umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama pada
racun-racun, dan juga gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-
bagian tertentu dari dunia (terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan
suatu parasit (schistosomiasis) adalah penyebab yang paling umum dari
penyakit hati dan sirosis.
KLASIFIKASI

A. Berdasarkan morfologi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :3


1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim
hati mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular
besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang
berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan
makronodular.
2. Makronodular
sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul
besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau
terjadi regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
B. Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada
stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya
stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan
stadium ini
Biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.

C. Klasifikasi sirosis hati menurut Child – Pugh


Skor/parameter 1 2 3
Bilirubin(mg %) < 2,0 2-<3 > 3,0
Albumin(mg %) > 3,5 2,8 - < 3,5 < 2,8
Protrombin time > 70 40 - < 70 < 40
(Quick %)
Asites 0 Min. – sedang Banyak (+++)
(+) – (++)
Hepatic Tidak ada Stadium 1 & 2 Stadium 3 & 4
Encephalopathy

PATOFISIOLOGI
1. Alcoholic Cirrhosis
Sirosis alkoholik merupakan salah satu dari konsekuensi akibat
penggunaan minuman alkohol yang lama. Dan sering disertai tipe
perlukaan hati yang dirangsang oleh alkohol seperti fatty liver alkoholik
dan hepatitis alkoholik. Sirosis tipe ini mempunyai karakteristik garis
parut yang tipis dan difus, sejumlah kerusakan sel hati yang seragam, dan
nodul regeneratif kecil sehingga kadangkala disebut sebagai sirosis
mikronodular. Para pakar umumnya setuju bahwa alkohol menimbulkan
efek toksik langsung terhadap hepar. Akumulasi lemak mencerminkan
adanya sejumlah gangguan metabolik, termasuk pembentukan trigliserida
secara berlebihan, pemakaiannya yang berkurang dalam pembentukan
lipoprotein, dan penurunan oksidasi asam lemak.4
Dengan intake alkohol dan destruksi dari hepatosit, fibroblas muncul pada
lokasi perlukaan dan mendeposit kolagen. Septa seperti sarang laba-laba
dari jaringan ikat muncul di periportal dan zona perisentral dan akhirnya
menghubungkan triad portal dan vena sentral. Jaringan pengikat yang tipis
ini melingkupi sejumlah kecil massa dari sel hati yang tersisi, yang
beregenerasi dan membentuk nodul. Walaupun regenerasi muncul dalam
sejumlah kecil parenkim, umumnya kerusakan sel melebihi penggantian
sel parenkim. Dengan kelanjutan destruksi hepatosit dan deposisi kolagen,
hati mengisut, dan mendapat gambaran nodular, dan menjadi keras pada
stadium akhir sirosis.
2. Posthepatitic dan Cryptogenic Cirrhosis
Sirosis posthepatitis atau postnekrotik mewakili jalur akhir dari berbagai
tipe penyakit hati kronis. Sirosis nodular kasar dan sirosis multilobular
merupakan sebutan lainnya. Sekitar 75% kasus cenderung berkembang
dan berakhir dengan kematian dalam 1 sampai 5 tahun. Sirosis
postnekrotik adalah kira-kira 20% dari seluruh kasus sirosis. Sekitar 25%
kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya.
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas
(hepatoselular), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati.
Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologis sirosis hati sama atau
hampir sama. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang
kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan
daerah porta yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan sentral
( bridging necrosis). Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul
dengan berbagai ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan
pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan
hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik
tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan
nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis
dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversibel menjadi
irreversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aselular pada daerah
porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi
sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan
fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah
sentral. Sel limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin,
mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak
memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari
daerah porta menyebar ke parenkim hati.

Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut ;

1. Tipe I : Lokasi daerah sentral


2. Tipe II : Sinusoid
3. Tipe III : Jaringan retikulin
4. Tipe IV : Membran basal
Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen
tersebut. Pada sirosis, pembentukan jaringan kolagaen dirangsang oleh
nekrosis hepatoselular, juga asidosis laktat merupakan faktor perangsang.
Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa mekanisme terjadinya
sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul
peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan jaringan ikat yang luas
disertai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati yang masih
baik. Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati. Pada
mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian
hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati,
nekrosis/nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif didikuti
timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan
waktu sekitar 4 tahun, sel yang mengandung virus ini merupakan sumber
rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai
terjadi kerusakan hati. Hati posthepatitis biasanya mengecil dalam ukuran,
mempunyai bentuk yang irreguler, dan terdiri dari nodul-nodul sel hati
yang dipisahkan oleh pita-pita fibrosis yang tebal dan lebar. Gambaran
mikroskopik konsisten dengan impresi secara makro. Sirosis posthepatitis
mempunyai karakteristik : kehilangan sel hati yang luas, kolaps stromal
dan fibrosis yang menyebabkan pita lebar dari jaringan ikat yang berisi
sisa dari portal triads, dan nodul irregular dari hepatosit yang beregenerasi.

3. Biliary Cirrhosis
Sirosis bilier terjadi akibat kerusakan atau obtruksi lama dari sistem bilier
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Ini diasosiasikan dengan ekskresi bilier
yang terganggu, destruksi dari parenkim hepatik, dan fibrosis yang
progresif. Sirosis bilier primer terkarakteristik dengan inflamasi kronik
dan obliterasi fibrous dari duktus-duktus kantung empedu intrahepatik.
Sirosis bilier sekunder merupakan hasil dari obstruksi lama dari duktus
ekstrahepatik yang lebih besar. Walaupun Sirosis bilier primer dan
sekunder dipisahkan secara patofisiologi namun dengan sebab awal yang
sama, banyak gejala klinis yang mirip.

Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu didalam sel-sel hepar.


Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, namun jarang memotong
lobulus seperti sirosis laennec. Hepar membesar, mengeras, bergranula
halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan
primer dari sindrom, demikian pula pruritus , malabsorpsi dan steatorea.
4. Cardiac Cirrhosis

Gagal jantung kongestif kanan yang lama dan parah dapat menuju
penyakit liver kronis dan sirosis kardiak. Tampilan karakteristik patologis
dari fibrosis dan nodul regeneratif membedakan sirosis kardiak dari
kongesti pasif dari hati akibat gagal jantung akut dan nekrosis
hepatoselular akut (shock liver) yang diakibatkan dari hipotensi sistemik
dan hipoperfusi dari liver. Pada gagal jantung kanan, transmisi retrograd
dari tekanan vena yang meningkat melalui vena kava inferior dan vena
hepatik menuju kongesti dari hepar. Sinusoid-sinusoid hepar menjadi
terdilatasi dan terisi penuh darah, dan liver menjadi bengkak dan tegang.
Dengan kongesti pasif yang lama dan iskemia dari perfusi sekunder yang
buruk sampai output jantung yang berkurang, nekrosis darei sentrilobular
hepatosit menyebabkan fibrosis pada daerah-daerah sentral ini. Akhirnya,
terjadi fibrosis sentrilobular, dengan kolagen menjulur keluar dalam
karakteristik pola stellate dari vena sentral. Pemeriksaan luar dari hepar
menunjukkan warna merah yang lain (terkongestif) dan daerah yang pucat
(fibrotik), sebuah pola yang sering disebut “nutmeg liver”. Kemajuan
dalam penanganan gangguan jantung, dan kemajuan dalam ilmu
pengobatan bedah, telah mengurangi frekuensi sirosis jantung.

MANIFESTASI KLINIS

Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap kerusakan


hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering ditemukan
pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-gejala awal
sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul
impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta hilangnya dorongan
seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis dekompensata) gejala-
gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan
hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan
demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai dengan gangguan
pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus
dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta
perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi,
sampai koma. Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan,
didapatkan beberapa gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering
didapat pada sirosis hati yaitu lemas pada seluruh tubuh, pusing, penurunan nafsu
makan serta mual. Selain itu, ditemukan juga beberapa keluhan yang terkait
dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya perut yang
membesar dan bengkak pada kedua kaki, air kencing yang berwarna seperti teh,
nyeri perut, dan gangguan tidur juga dialami pasien. Akibat dari sirosis hati, maka
akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu kegagalan fungsi hati dan
hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis ini pada penderita
sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental tersebut.5

Gejala dan tanda dari kelainan fundamental ini dapat dilihat di tabel 1.

Tabel 1. Gejala Kegagalan Fungsi Hati dan Hipertensi Porta.5


Gejala Kegagalan Fungsi Gejala Hipertensi Porta
Hati
Ikterus Varises esophagus/cardia
Spider nevi Splenomegali
Ginekomastia Pelebaran vena kolateral
Hipoalbumin Ascites
Kerontokan bulu ketiak Hemoroid
Ascites Caput medusa
Eritema palmaris
White nail
Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada
jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan
hati sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan
gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan
aliran darah melalui sistem porta. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2
cara yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari
fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari
vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal
dan septa myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos.
Tonus vaskular intra hepatik diatur oleh vasokonstriktor (norepineprin,
angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan diperparah oleh penurunan
produksi vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada sirosis peningkatan resistensi
vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ketidakseimbangan antara
vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi yang
hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi
porta ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi
vaskular sistemik.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penderita yang tampak kesakitan dengan nyeri
tekan pada regio epigastrium. Terlihat juga tanda-tanda anemis pada kedua
konjungtiva mata. Tanda-tanda kerontokan rambut pada ketiak tidak terlalu
tampak. Pada pemeriksaan jantung dan paru, masih dalam batas normal, tidak
ditemukan tanda-tanda efusi pleura seperti penurunan vokal fremitus, perkusi
yang redup, dan suara nafas vesikuler yang menurun pada kedua lapang paru.
Pada daerah abdomen, ditemukan perut yang membesar pada seluruh regio
abdomen dengan tanda-tanda ascites seperti pemeriksaan shifting dullness dan
gelombang undulasi yang positif. Hati, lien, dan ginjal sulit untuk dievaluasi
karena besarnya ascites dan nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pada ekstremitas
juga ditemukan adanya edema pada kedua tungkai bawah.
Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma-spiderangiomata (atau spider
telangiektasis), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil.
Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya
belum diketahui secara pasti, diduga berkaitan dengan peningkatan rasio
estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pula pada orang sehat,
walau umumnya ukuran lesi kecil.

Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini
juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, arthritis
rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan
warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat
hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia
yang lain seperti sindrom nefrotik.

Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis billier. Osteoarthropati hipertrofi
suatu periostitis proliferative kronik, menimbulkan nyeri.

Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraktur


fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan
dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien diabetes mellitus, distrofi
reflex simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.

Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan glandula


mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu,
ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksilla pada laki-laki, sehingga laki-
laki mengalami perubahan ke arah feminism. Kebalikannya pada perempuan
menstruasi cepat berhenti sehingga diduga fase menopause.

Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini


menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.

Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil.
Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.

Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya


nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi
porta.

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.

Foetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi
bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap, seperti air
teh.

Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa pergerakan mengepak-ngepak dari


tangan, dorsofleksi tangan.

Tanda-tanda lain lain yang menyertai diantaranya:

• Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar

• Batu pada vesika felea akibat hemolisis

• Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat
sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.

Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi
insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas.2

DIAGNOSIS

Pada stadium kompensasi sempurna sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada
proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis
dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi,
dan pemeriksaan penunjang lain. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati
terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu
diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan
hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Diagnosis pasti sirosis
hati ditegakkan dengan biopsi hati.5
Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit ditegakkan karena
gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.1 Melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan dan tanda-tanda yang
mengarah pada sirosis hati. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa
pemeriksaan laboratorium, USG abdomen mendukung diagnosis sirosis hati
dekompensata dengan tanda-tanda hipertensi porta berupa splenomegali, ascites,
dan caput medusa. Pemeriksaan biopsi hati sebagai gold standar penegakan
diagnosis sirosis hati tidak perlu dilakukan karena tanda-tanda klinis dari
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta sudah terlihat jelas.

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu
seseorang memeriksakan kesehatan rutin atau waktu skrining untuk evaluasi
keluhan spesifik. Test fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase,
gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin.

1) Aspartat amino transferase (AST), atau serum glitamil oksaloasetat


(SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamilpiruvat
transaminase (SGPT) meningkat tetapi tak begitu tinggi. AST lebih
meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak
mengenyampingkan adanya sirosis.

2) Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis
primer dan sirosis bilier primer.

3) Gama Glutamil Transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya


alkalifosfatase pada penyakit hati. Meninggi pada penyakit hati
alkoholik kronik, karena alkohol selain mengindiksi GGT mikrosomal
hepatik,juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.

4) Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata, namun


bisa meningkat pada sirosis lanjut.
5) Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun
sesuai dengan perburukan sirosis.

6) Globulin, konsenterasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari


pintasan, antigen baketri dari sistem porta ke jairngan limfoid,
selanjutnya mengindukasi produksi imunoglobulin.

7) Waktu Protrombin mencerminkan derajat / tingkatan disfungsi sintesis


hati, sehingga pada sirosis meanjang.

8) Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites,dikaitkan


dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.

9) Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacan-macam,


anemia normokrom, normositer,hipokrom mikrositer atau hipokrom
makrositer. Anemia dengan trombositopenia, lekopenia, dan nitropenia
akibat splenomegali kongestif dengan hipertensi sehingga terjadi
hipersplenisme.

10)Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk


konfirmasi adanya hipertensi porta. Ultra sonografi (USG) sudah secara
rutin digunakan karena pemeriksaanya non invasif dan mudah
digunakan, namun sensitifitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa
dinilai dengan USG meliputi sudaut hati, permukaan hati, ukuran,
homogenitas, dan adanya masa. Pada sirosis lanjutan, hati mengecil dan
nodular, permukaan irregular, dan ada peningkatan echogenitas
parenkimal hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites,
splenomegali, tombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta
skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.

11) Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin


digunakan karena biayanya relatif mahal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin,
albumin, dan waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum
glutamil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT)
atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat menunjukan peningkatan.
AST biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai
transaminase normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Alkali
fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer
dan sirosis bilier primer. Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami
peningkatan, dengan konsentrasi yang tinggi ditemukan pada penyakit hati
alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hati
kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hati yang lanjut. Konsentrasi
albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati, akan mengalami
penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara itu, konsentrasi
globulin akan cenderung meningkat yang merupakan akibat sekunder dari
pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid yang selanjutnya
akan menginduksi produksi imunoglobulin. Pemeriksaan waktu protrombin akan
memanjang karena penurunan produksi faktor pembekuan pada hati yang
berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium serum
akan menurun terutama pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.2 Selain dari pemeriksaan fungsi hati,
pada pemeriksaan hematologi juga biasanya akan ditemukan kelainan seperti
anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran apusan darah yang
bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer, maupun
hipokrom makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula
trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang
berkaitan dengan adanya hipertensi porta.1Pada pasien ini anemia yang terjadi
adalah anemia makrositer, hasil ini berdasarkan nilai MCV 102, tetapi anemia
makrositer yang terjadi dapat merupakan tipe megaloblastik atau non-
megaloblastik karena dapat terjadi akibat penurunan asam folat atau anemia akibat
penyakit hati kronik dan dalam menentukan hal tersebut diperlukan pemeriksaan
nilai asam folat untuk menyingkirkan diagnosa anemia makrositer megaloblastik.
Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut
hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada penderita sirosis
lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada
peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga
bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena
porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati.1,7 Berdasarkan pemeriksaan
USG abdomen pada pasien ini didapatkan kesan berupa adanya hepar yang
mengecil dengan tepi yang tumpul serta adanya splenomegali dengan tanda-tanda
penyakit hati kronis yang disertai ascites yang merupakan salah satu tanda dari
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Pemeriksaan endoskopi dengan
menggunakan esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk menegakkan diagnosa
dari varises esophagus dan varises gaster sangat direkomendasikan ketika
diagnosis sirosis hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat diketahui tingkat
keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta ada tidaknya red sign dari
varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada saluran
cerna bagian atas. Di samping untuk menegakkan diagnosis, EGD juga dapat
digunakan sebagai manajemen perdarahan varises akut yaitu dengan skleroterapi
atau endoscopic variceal ligation (EVL).

KOMPLIKASI

1. Edema dan ascites


Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal
untuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air
pertama-tama berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-
pergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau
duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. (Pitting
edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat
pada suatu pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu
lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah
pelepasan dari tekanan. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam
dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga
perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini
(disebut ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan
perut, dan berat badan yang meningkat.4
2. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk
bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung
suatu jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi
dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus)
dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati
dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam
perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai
tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus
kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan ascites,
dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan
terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa
pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang
lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut,
diare, dan memburuknya ascites.
3. Perdarahan dari Varises-Varises Kerongkongan (Oesophageal Varices)
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke
jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal
(hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup
tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena
dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena
yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-
vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan
bagian atas dari lambung. Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang
meningkat dan peningkatan tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada
kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang
dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih tinggi
tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang
pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan
(esophagus) atau lambung. Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-
varices yang terbentuk dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus
besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum
diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan yang secara
aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang
tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.
4. Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan
dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir
dalam usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka
sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan
kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh.
Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai
efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut
dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari
darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya). Ketika unsur-unsur
beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak
terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur
waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur
yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic
encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah,
ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-
perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat
kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang
parah/berat menyebabkan koma dan kematian.
5. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan
hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius
dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan
fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-
ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya.
Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari
ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan
menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa
fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti penahanan garam,
dipelihara/dipertahankan.
6. Hepatopulmonary syndrome
Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat
mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat
mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang
dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi
secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup
darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru
yang berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru.
Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak
dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai
akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan
tenaga.
7. Hyperspleenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter)
untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah
putih, dan platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk
pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa
bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan
dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran
darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan
limpa membengkak dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai
splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia
menyebabkan sakit perut. Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar
lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah dan platelet-platelet hingga
jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang. Hypersplenism adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu
behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia),
jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah
platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan
kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan
thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat
pada perdarahan yang diperpanjang (lama).
8. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)
Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko
kanker hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer)
merujuk pada fakta bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati
sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam tubuh dan
menyebar (metastasizes) ke hati.

PENATALAKSANAAN

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:2,4

1. Simtomatis

2. Supportif, yaitu :

a. Istirahat yang cukup

b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori,


protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin.

c. Pengobatan berdasarkan etiologi

Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian
pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan
IFN seperti:
a) kombinasi IFN dengan ribavirin,

b) terapi induksi IFN,

c) terapi dosis IFN tiap hari

Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x
seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk
berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.

Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi
dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3
x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.

Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau
5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.

3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti

1. Astises

2. Spontaneous bacterial peritonitis

3. Hepatorenal syndrome

4. Ensefalophaty hepatic

Bila tidak ada koma hepatik maka diberikan diet hepar yaitu ; Diet protein
1g/kgBB dan kalori 2000-3000 kkal/hari.

Diet rendah protein terdiri dari

Diet Hepar I : terdiri dari karbohidrat 200 kalori, garam 600-800 mg tanpa
mengandung protein. Diet ini biasanya diberikan pada pasien yanng
memperlihatkan tanda-tanda ensefalopati hepatikum atau koma hepatikum
Diet Hepar II : terdiri dari protein 1 gram/kgBB, karbohidrat 200 kal, garam 600-
800 mg. Biasanya diberikan pada kasus sirosis disertai dengan ascites.

Diet Hepar III : terdiri dari protein, 1 gram/ kgBB, karbohidrat 200 kal, garam
1000-1200 mg. Biasanya diberikan pada kasus sirosis disertai dengan ascites
minimal.

Diet Hepar IV : terdiri dari protein 80-125 gram/hari, karbohidrat 2000-3000 kal.
Biasanya diberikan pada kasus sirosis dengan proses yang tidak aktif.

Terapi Asites

A. Terapi Medis

1. Istirahat dan Diet Rendah Garam

Posisi berdiri pada pasien sirosis hati akan menyebabkan aktivasi sistem
renin-angiotensin aldosteron dan saraf simpatik. ltu berarti efek
antidiuretik akan meningkat dan natriuretik akan menurun. Istirahat di
tempat tidur akan sangat bermanfaat untok pasien asites karena sirosis hati.
Konsumsi garam empedu perlu dikurangi hingga kira-kira 40-60
rnEq/hari. Kira-kira 20 % pasien asites akan mengalami perbaikan
diuresisnya hanya dengan istirahat dan diet rendah garam.

2. Diuretik

Diuretik yang sampai saat ini paling banyak dipakai adalah diuretik distal
khususnya spironolakton dan diwetic loop terutama filrosemid.

- Diuretik Distal

Diuretik distal sering disebut sebagai diuretik hemat kalium karena


diuretik ini mampu menahan reabsorpsi garam pada tubulus kolektivus.
Sebenarnya potensi natriuretik diuretik distal lebih rendah dibandingkan
dengan diuretik loop. Spironolakton efektif untuk memperbaiki natriuretik
pada pasien hiperaldosterooisme primer ataupun sekunder dan orang sehat
yang mendapat diet rendah garam. Spironolakton memacu natriuretik dan
antikaliuretik dengan cara menyaingi pengaruh aldosteron pada
reseptornya yang terletak di tubulus kolektivus. Dosis efektif
spironolakton sebanding dengan tingginya kadar aldosteron dalam darah.
Pasien dengan kadar aldosteron plasma yang meningkat sedikit sampai
sedang biasanya cukup dengan dosis rendah yakni 100-200 mg/hari.

- Diuretik Loop

Diuretik loop merupakan salah satu diuretik yang potensinya paling tinggi
dalam menciptakan diuresis dan natriuresis. Diuretik loop hanya mampu
memperbaiki natriuresis pada kira-kira 50 % pasien sirosis tanpa azotemia.

- Rasionalisasi Terapi Diuretik pada Asites Karena Sirosis Hati

Diuretik terpilih untuk asites karena sirosis hati adalah spironolokton.


Spironolakton dapat memacu natriuresis pada sebagian besar kasus.
Kombinasi antara spironolakton dan ftirosemid secara teori dapat
meningkatkan natriuresis dan diuresis. Kombinasi tersebut juga dapat
meminimalkan hipericalemia yang disebabkan oleh spironolakton. Dosis
permulaannya biasanya terdiri atas spironolakton 100 mg/hari dan
furosemid 20-40 mg/hari. Dosis ini selanjutnya disesuaikan dengan
natriuresis dan diuresisnya setiap 4-5 hari. Biasanya dosis spironolakton
sehari tidak lebih dari 400 mg dan ftirosemid 160 mg/hari. Apabila dosis
total sehari sudah dicapai sedangkan diuresis dan natriuresis behim
memadai harus dipikirkan kemungkinan suatu asites refrakter. Setelah
mobilisasi cairan asites tercapai dosis diuretik harus disesuaikan. Pada
umunmya diet rendah garam dan spironolakton tetap diperlukan untuk
mencegah asites terbentuk lagi.

3. Terapi Parasentesis Abdomen


Parasentesis abdomen untuk mengeluarkan cairan asites terutama
bermanfeat membantu menegakkan diagnosis, sementara sebagai alat
terapi umumnya baru digunakan setelah pengobatan medikamentosa
kurang memberikan respon. Indikasi

- Diagnostik

Pengeluaran sejumlah kecil cairan asites (20-50 ml) merupakan


pemeriksaan rutin pada pasien dengan cairan di rongga abdomen.
Kepentingannya adalah untuk memastikan penyebab asites atau
menentukan adanya asites yang terinfeksi seperti peritonitis bacterial
spontan (spontaneous bacterial peritonitis) pada pasien sirosis hati.

- Parasentesis abdomen adakalanya diperlukan guna mengatasi distensi


abdomen atau sesak napas akibat tekanan asites yang belum terlalu banyak
karena pertimbangan masa perawatan yang lebih panjang dan biaya yang
lebih tinggi bila hanya memakai diuretik saja.

PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan hepatoselular,


beratnya hipertensi portal dan timbulnya komplikasi lain.2
Berdasarkan klasifikasi Child :

Parameter klinis 1 2 3
 B<2 2–3 >3
ilirubin serum > 3,5 3 – 3,5 <3
 A Nihil Mudah dikontrol Sukar
lbumin serum Nihil Minimal Berat/ Koma
 A Sempurna Baik Kurang/ kurus
sites
 E
nsefalopati
 N
utrisi

Kombinasi skor : 5-6 (Child A), 7-9 (Child B), 10-15 (Child C)
Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan child A, B, C
berturut-turut 100, 80, 45 %

DAFTAR PUSTAKA

1. Raymon T. Chung, Daniel K. Podolsky. Cirrhosis and its complication. In:

Kasper DL et.al, eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th

Edition. USA : Mc-Graw Hill; 2011. p. 1858-62

2. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,

Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.

2009. Page 668-673.

3. Guyton AC, Hall JE. The liver as an organ. In Textbook of medical

physiology. 11th ed.: Elsevier; 2006. p. 859-64.

4. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis.

http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/978141603258

8/9781416032588.pdf. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2016.

5. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro,

Poernomo Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga. 2007. Page 129-136.

Anda mungkin juga menyukai