Anda di halaman 1dari 45

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Analisis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Fakir Miskin di

Kelurahan Suka Asih

Dalam menggali informasi lebih dalam, praktikan melakukan indepth

assessment. Indepth assessment ini dilakukan kepada 2 keluarga fakir miskin dari

10 keluarga fakir miskin yang sudah dilakukan rapid assessment. Dasar pemilihan

2 keluarga fakir miskin ini adalah didasarkan dari keunikan dan kerumitan

permasalahan keluarga fakir miskin juga menjadi dasar pemilihan keluarga fakir

miskin untuk indepth assessment.. Selain itu, kemudahan dalam melakukan

assessment terhadap keluarga fakir miskin menjadi pertimbpangan praktikan dalam

memilihnya. Permasalahan mengenai Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

dan analisisnya akan dijelaskan sebagai berikut:

4.1.1. Identitas Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Fakir Miskin

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) fakir miskin terdata secara

keluarga. Maka dari itu praktikan melakukan asesmen keluarga kepada target

sasaran asesmen yang sudah dipilih oleh praktikan. Dan Identitas PMKS Fakir

Miskin ini adalah sebagai berikut:

Nama : AeS

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 25 tahun

Alamat : Jl. Peta Gg. Lingkar I 05/02

Status (keluarga) : Kepala Keluarga

Jumlah Tanggungan : 4 Orang

117
118

Pendidikan : Tamat SD/sederajat

Pekerjaan : Gober Kelurahan, Pegawai catering (serabutan)

Penghasilan :  Rp 1.250.000,00

Nama : DP

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 24 tahun

Alamat : Jl. Peta Gg. Lingkar I 05/02

Status (keluarga) : Anak

Jumlah Tanggungan : -

Pendidikan : Tamat SLTA/sederajat

Pekerjaan : Buruh pengantar berkas Lembaga Hukum, Pegawai

Dekorasi

Penghasilan : Tidak tetap (namun memiliki penghasilan setiap hari)

Nama : RR

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 21 tahun

Alamat : Jl. Peta Gg. Lingkar I 05/02

Status (keluarga) : Anak

Jumlah Tanggungan : -

Pendidikan : Tamat SD/sederajat

Pekerjaan : Supir Angkot (serabutan)


119

Penghasilan : tidak tetap

Nama : MR

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 15 tahun

Alamat : Jl. Peta Gg. Lingkar I 05/02

Status (keluarga) : Anak

Jumlah Tanggungan : -

Pendidikan : Belum tamat SD/sederajat (putus sekolah)

Pekerjaan : tidak bekerja

Penghasilan :-

Praktikan melakukan asesmen yang didalamnya terdapat wawancara dan

observasi terhadap identitas yang sudah didapat diatas. Berdasarkan penuturan AeS,

pendapatan keluarga dalam satu bulan mencapai Rp 2.000.000,00. Tetapi, hal

tersebut tidaklah tetap, terkadang lebih atau bahkan kurang dari jumlah tersebut.

Hal ini tentunya mempengaruhi pemenuhan kebutuhan dasar keluarga tersebut

sebagai PMKS fakir miskin.

4.1.1.1. Latar Belakang Permasalahan PMKS fakir Miskin

Kondisi kehidupan keluarga keluarga fakir miskin AeS ini juga mengalami

naik dan turun. Kejadian tertentu membuat kondisi kehidupan keluarga keluarga

fakir miskin ini baik, tetapi ada kondisi lain juga yang menyebabkan kondisi

kehidupan memburuk. Riwayat Permasalahan Keluarga fakir miskin ini digali oleh

praktikan melalui wawancara dengan meminta keluarga fakir miskin untuk


120

menceritakan kisah hidupnya sebelum sekarang ini. Riwayat permasalahan ini

mencoba menggali apa permasalahan yang dialami oleh keluarga fakir miskin,

faktor penyebabnya, juga dampaknya.

PMKS fakir miskin AeS berhenti untuk sekolah ketika Lulus SD. Hal ini dinilai

buruk oleh keluarga dikarenakan mereka sudah paham akibat dari putus sekolah

akan sulit mendapat pekerjaan. Hal ini terjadi dikarenakan kondisi ekonomi

keluarga yang buruk pada saat itu. Hal ini menyebabkan AeS untuk mengalah dan

memutuskan untuk berhenti sekolah. Namun AeS tidak mau hanya diam di rumah,

AeS pada saat ini menjadi karang taruna dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada.

Selain itu, AeS juga mencoba untuk mencari pekerjaan di wilayah Kelurahan Suka

Asih.

Kondisi Keluarga semakin memburuk ketika Ibu IS dari keluarga keluarga

fakir miskin meninggal Dunia. Hal ini menyebabkan depresi anak bungsu keluarga

tersebut yaitu MR. Depresinya tersebut berdampak kepada sifat malas yang mulai

tampak, hal tersebut dinilai dikarenakan MR mulai tidak bersekolah yang akhirnya

dikeluarkan dari sekolahnya ketika SD. Sehingga menambah anggota keluarga

yang putus sekolah. Selain itu, PMKS keluarga fakir miskin AeS pun harus pindah

ke rumah yang lebih kecil dimana rumah tersebut sangat tidak layak, ukurannya

yang hanya 3meter kali 3meter dengan bentuk letter “L” dikarenakan ada sumur di

sudut rumah tersebut. Kondisi rumah ini terbilang sangat tidak layak, tembok rumah

AeS ini terlihat kusam dan sudah berlumut, Sedangkan lantai dari rumah ini terbuat

dari semen dan dalam keadaan yang sudah rusak. Kondisi ini memperlihatkan

ketidaklayakan rumah tersebut.


121

Ketika mulai menginjak usia 20 tahun AeS mendapatkan pekerjaan yang tetap.

AeS menjadi satpam di salah satu tempat karaoke di Kelurahan Suka Asih. Hal ini

dikarenakan AeS berusaha menjaring relasi dengan banyak orang untuk mencari

informasi mengenai lowongan pekerjaan. Kemauan AeS untuk membentuk relasi

ini menjadi potensi untuk keluarga tersebut dalam memecahkan permasalahan

kemiskinan keluarganya. Hal ini terbukti karena AeS sudah menjadi penyumbang

untuk pendapatan di keluarganya.

Kondisi ekonomi keluarga membaik membuat keluarga ini berada pada puncak

kondisi yang baik. Hal ini disebabkan karena pendapatan yang cukup yang berasal

dari bapak S yang bekerja sebagai supir angkutan kota (angkot) - yang saat itu masih

ramai dan belum memiliki saingan. Selain itu, AeS juga menyumbang pendapatan

dari pekerjaannya sebagai satpam di karaoke. Kondisi ekonomi yang baik ini

memberikan dampak yang baik pada keluarga. Hal tersebut berdampak pada DP

yang berhasil menamatkan sekolahnya sampai tingkat SMA. Hal ini menjadi

potensi tersendiri bagi keluarga dalam hal anggota keluarga yang memiliki potensi

dalam hal pengetahuan.

Namun kondisi yang baik itu tidak bertahan lama. 2 tahun semenjak kelulusan

SMA DP, Bapak S menjadi sakit-sakitan. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapak S

terkena tekanan darah tinggi. Satu tahun kemudian, Bapak S meninggal dunia. Hal

ini dikarenakan kebiasaan dari Bapak S yang tidak dapat menjaga kebiasaan

makanan yang dikonsumsinya. Makanan yang dikonsumsi Bapak S malah

memperparah kondisi kesehatannya tersebut. Ketika sakit, keluarga keluarga fakir

miskin sulit mendapat akses kesehatan, akses yang didapat hanyalah puskesmas,
122

sedangkan puskesmas tidak dapat menangani penyakit yang berat. Namun, hal

tersebut tertolong dengan bantuan KIS yang ada sehingga keluarga AeS dapat

mengakses pelayanan ke rumah sakit, walau hal tersebut tidak menolong dan Bapak

S tetap meninggal. Meninggalnya Bapak S ini sangat berdampak besar bagi

keluarga karena kehilangan tulang punggung keluarga sebagai penghasil

pendapatan utama keluarga. Selain itu, semenjak meninggalnya Bapak S, keluarga

AeS ini sudah tidak mendapatkan bantuan lagi, bantuan tersebut dicabut terbukti

dari kartu KKS yang menjadi saldo Rp 0.

Meninggalnya Bapak S membuat keluarga keluarga fakir miskin tidak

memiliki lagi kepala keluarga. Maka dari itu, AeS sebagai anak sulung mengambil

peran menjadi kepala keluarga, sehingga AeS mencoba berbagai upaya untuk

meraih pendapatan untuk menghidupi keluarganya. AeS bekerja sebagai GOBER

Kelurahan, Pegawai catering, dan menjual pakaian atau sepatu. Namun hal tersebut

tidak merubah banyak keadaan. AeS pun merasakan perbedaan yang sangat besar

ketika menjadi kepala keluarga. AeS harus memikirkan bagaimana penghasilannya

cukup untuk 4 orang anggota keluarga. Walaupun dalam kenyataannya,

penggunaan pendapatan tersebut selalu habis untuk membayar hutang, hal ini

menandakan keluarga AeS sudah memasuki sistem ekonomi yang merugikan.

Meninggalnya Bapak S juga membuat keluarga keluarga fakir miskin mencari

upaya-upaya untuk mengeluarkan mereka dari kondisi kemiskinan. Adik AeS

kedua yaitu RR menggantikan Bapak S menjadi supir angkutan kota (angkot) dan

juga sebagai pekerja dekorasi pesta. Namun, pendapatannya sudah berbeda.

Transportasi umum saat ini sudah memiliki saingan yang sangat besar sehingga
123

pendapatan yang didapatkan tidak dapat sebesar Bapak S dulu, belum lagi ada sifat

malas sehingga RR ini tidak selalu “menarik angkot” setiap harinya.

Naik turunya kondisi yang dialami oleh keluarga fakir miskin AeS telah

dianalisis oleh praktikan. Hal tersebut dijelaskan dalam social life road map yang

menjelaskan kondisi yang dianggap baik dan buruk oleh keluarga fakir miskin AeS.

Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 4.1. Social Life Road Map Keluarga Fakir Miskin AeS

Kegigihan yang kuat dari AeS dan DP dalam mencari upaya untuk keluar dari

permasalahan kemiskinan ini menjadi potensi juga bagi keluarga AeS. Dikarenakan

dari kegigihan tersebut berarti ada kemauan dan upaya yang kuat dari keluarga

untuk keluar dari kondisi kemiskinan. Namun, dilain hal ada masalah yang ada di

keluarga yang ada di sebagian anggota keluarga yaitu sifat malas, yang akan

menghambat keluarga keluar dari kondisi kemiskinannya.

Selain upaya, ada pula bantuan yang datang dari keluarga almarhum S.

almarhum S masih memiliki Ibu yang bernama I sedangkan Ayahnya sudah

meninggal. Kakak dan adik dari almarhum S yaitu Ya, Yi, dan M memberikan

bantuan berupa pemenuhan kebutuhan seperti kebutuhan pokok. Namun, bantuan


124

tersebut tidak datang setiap saat melainkan, hanya setahun sekali yaitu ketika

lebaran. Selain itu, bantuan untuk mengurus datang dari kakak almarhum Bapak S

yaitu Ya. MR akan dibawa ke Subang untuk diurus oleh keluarga Ya sehingga

tanggungan yang dimiliki oleh AeS mulai dari saat ini adalah 3 orang.

Kondisi saat ini keluarga AeS mendapatkan bantuan dari keluarganya

dikarenakan sulit untuk memnuhi kebutuhannya. Tidak hanya sekedar pemenuhan

kebutuhan akan rumah seperti yang sudah dijelaskan, tetapi juga pemenuhan

kebutuhan sandang, dan AeS memperlihatkan bahwa ia hanya memiliki 3 – 4 buah

celana yang dapat digunakan, di luar seragam GOBERnya. Selain itu, pemenuhan

kebutuhan pangan pun sangat sulit, bahkan untuk membeli beras pun terkadang

harus berhutang kepada penjual beras. AeS ini tidak mendapatkan bantuan program

BPNT sehingga pemenuhan kebutuhan beras harus membeli dari pendapatannya

sendiri.

Penjelasan diatas menjelaskan mengenai keluarga fakir miskin AeS. Praktikan

melakukan analisis terhadap anggota keluarga yang memiliki peran dan hubungan

yang berkaitan dengan kondisinya sebagai fakir miskin meggunakan tools

genogram. Tools genogram yang digunakan menjelaskan sebagai berikut:


125

Gambar 4.2 Genogram Keluarga Fakir Miskin AeS

4.1.1.2. Dinamika Keberfungsian Sosial

Keberfungsian sosial suatu individua tau keluarga dilihat dari beberapa aspek.

Dalam mengidentifikasi dan menilai keberfungsian sosial keluarga keluarga fakir

miskin AeS, praktikan melihatnya dari aspek biologis, psikologis, sosial dan

spiritual. Dan analisis keberfungsian sosial klien adalah sebagai berikut:

1. Keberfungsian Biologis/Fisik

Semua anggota keluarga keluarga fakir miskin memiliki ciri fisik tinggi dan

besar. Hal ini menyebabkan keluarga keluarga fakir miskin dinilai sebagai orang

mampu karena perawakannya. Hal ini juga diketahui dari pernyataan keluarga fakir

miskin AeS bahwa dirinya yang berbadan besar tersebut selalu dinilai oleh orang

yang belum kenal dengan dirinya bahwa dirinya sebagai orang mampu. Tetapi,
126

praktikan menilai bahwa kondisi ini menjadi sebuah potensi. Kondisi fisik yang

tinggi dan besar menjadi potensi untuk dapat memiliki etos kerja yang baik.

Keluarga klien tidak pernah mengalami permasalahan kesehatan fisik yang

berarti. Hal ini dinyatakan keluarga fakir miskin AeS melalui wawancara dengan

pernyataan bahwa anggota keluarga jarang sakit, jikapun sakit hanya akan membeli

obat yang ada di warung. Namun, berdasarkan analisis praktikan terhadap penyakit

yang diderita Bapak S, mengindikasikan keluarga AeS memiliki potensi untuk

terjangkit penyakit darah tinggi atau Hipertensi. Maka dari itu diperlukan jaminan

kesehatan bagi seluruh anggota keluarga AeS.

2. Keberfungsian Psikologis

Teridentifikasi permasalahan psikologis terdapat di keluarga keluarga fakir

miskin. Praktikan mengidentifikasi permasalahan tersebut melalui observasi ketika

proses wawancara. Salah satu permasalah psikologis yang ada adalah malas. Hal

ini teridentifikasi pada keluarga fakir miskin AeS, RR, dan MR. Keluarga fakir

miskin AeS diketahui memiliki permaslahan malas, hal ini diketahui berdasarkan

observasi dan terlihat AeS selalu tidur jika sedang tidak dalam waktu bekerja.

Berbeda pada diri RR, pemasalahan malas ini teridentifikasi berdasarkan

wawancara terhadap AeS bahwa RR terkadang tidak bekerja dan hanya diam atau

tidur di rumahnya. Selain itu, permasalahan malas ini juga teridentifikasi pada diri

MR. hal ini teridentifikasi oleh praktikan melalui observasi dan wawancara

terhadap AeS. MR yang seharusnya masih pada usia sekolah, tetapi tidak sekolah,

selain itu keseharian MR pun hanya berdiam diri di rumah dan tidur tanpa ada hal

berarti yang dilakukan MR.


127

Praktikan juga berhasil megidentifikasi ada permasalahan depresi yang terjadi

pada salah satu anggota keluarga keluarga fakir miskin MR. Keluarga fakir miskin

MR mengalami depresi semenjak ibunya meninngal. Permasalahan tersebut

menyebabkan MR menjadi malas untuk melakukan kegiatan. Bahkan dari

permasalahan ini MR harus dikeluarkan oleh sekolahnya sehingga MR benar-benar

berhenti sekolah.

Permasalahan psikologis ini dinilai menjadi faktor penyebab kemiskinan

terjadi pada keluarga AeS. Sehingga AeS tergolong sebagai fakir miskin. Maka dari

itu, perlu dicarikan solusi terhadap permasalahan malas dan depresi pada keluarga

keluarga fakir miskin untuk menyelesaikan permasalahan seutuhnya pada keluarga

keluarga fakir miskin.

3. Keberfungsian Sosial

Kondisi sosial keluarga keluarga fakir miskin cukup baik dengan masyarakat

di sekitar tempat tinggal keluarga AeS. Hal ini terlihat dimana rumah AeS menjadi

tempat berkumpul anak muda untuk menonton bersama dan bermain (seperti

bermain gitar dan bernyanyi). Selain itu, keakraban keluarga fakir miskin AeS

teridentifikasi dari keluarga fakir miskin AeS yang sering menyapa dan disapa oleh

tetangga sekitar keluarga fakir miskin AeS.

Kedekatan keluarga AeS dengan pemuda di wilayah RW 02 sangat terlihat. Hal

tersebut dikarenakan keluarga AeS masih tergolong pada usia yang sama, maka

dapat dikatakan bahwa mereka adalah teman sebayanya. Rumah keluarga fakir

miskin ini menjadi tempat berkumpul pemuda-pemuda tersebut, baik pagi, siang

maupun malam. Kegiatan yang mereka lakukan seperti bermain bersama,


128

menonton, dan berbincang-bincang. Relasi ini dimanfaatkan dengan baik oleh

keluarga AeS untuk mencari informasi mengenai lowongan pekerjaan. Pekerjaan

AeS sebagai catering, dan pekerjaan RR sebagai pekerja dekorasi didapat dari relasi

dengan pemuda ini. Maka dari itu, relasi ini merupakan potensi yang dimiliki

keluarga AeS dalam mencari lowongan pekerjaan.

Selain itu, relasi antara keluarga AeS dengan masyarakat RW 02 secara

keseluruhan tidak memiliki masalah. Keluarga AeS terlihat cukup akrab dengan

warga dari terlihatnya diantara mereka sering saling sapa dan saling bertanya jika

bertemu. Namun, relasi ini tidak bisa dijadikan sebuah potensi tetapi tidak juga

menjadi sebuah masalah. Warga RW 02 ini tidak melakukan diskriminasi terhadap

keluarga AeS yang termasuk kelompok marjinal ini.

Profesi AeS sebagai GOBER Kelurahan seharusnya menimbulkan relasi antara

sesama GOBER. Relasi keluarga AeS dengan GOBER lainnya ada kerenggangan,

kerenggangan itu terjadi dikarenakan sebagian besar GOBER ada yang menilai

bahwa AeS bukan dari keluarga yang tidak mampu hanya dari fisik keluarga fakir

miskin yang tinggi dan besar. Hal tersebut tidak disukai oleh keluarga fakir miskin,

sehingga relasi yang terjalin tidak berkembang dan renggang.

Relasi Keluarga AeS dengan Keluarga Bapak Karno terjalin dengan baik. Hal

ini terlihat dari observasi praktikan ketika melakukan kunjungan ke rumah keluarga

AeS. Relasi ini terjalin untuk saling membantu antar sesama keluarganya. Bantuan

yang diberikan biasanya bantuan dalam pemenuhan kebutuhan. Berdasarkan hasil

wawancara keluarga Bapak Karno membantu keluarga AeS dalam pemenuhan

kebutuhan listrik dengan menyambungkannya ke aliran listrik masjid. Sedangkan


129

bantuan oleh keluarga AeS terhadap Keluarga Bapak Karno adalah berupa bantuan

makanan untuk anak bungsu Bapak Karno. Hal ini diutarakan baik oleh keluarga

Bapak Karno juga oleh keluarga keluarga fakir miskin.

Relasi dengan pihak kelurahan pun ikut timbul dengan bekerjanya keluarga

fakir miskin AeS sebagai GOBER Kelurahan. Pada awalnya hubungan yang terjadi

cukup baik antara pihak kelurahan dengan Keluarga AeS. Namun, semenjak

menjadi GOBER yang terjadi ma,ah membuat relasi tersebutmenjadi renggang. Hal

tersebut terjadi dikarenakan Keluarga AeS menilai pihak kelurahan tidak pernah

memahami pekerja dengan sering menahan upah mereka sebagai GOBER padahal

uang tersebut sudah ada, hal itu tidak disukai oleh Keluarga fakir miskin AeS

sehingga menimbulkan kerenggangan antara pihak Keluraga AeS dengan pihak

Kelurahan. Hal ini berarti, pihak kelurahan memiliki kontribusi dalam menghambat

keluarga AeS memenuhi kebutuhan Hidupnya.

Selain itu, kondisi keluarga fakir miskin AeS berada di lingkungan dengan

kondisi yang sama dengan dirinya. Tetangga-tetangga dari keluarga fakir miskin

AeS juga termasuk keluarga Fakir Miskin. Kondisi mereka tidak jauh berbeda. Hal

ini juga sama terjadi di wilayah RW lain dimana tempat tinggal fakir miskin yang

selalu terkumpul pada titik tertentu. Hal ini tentu akan berpengaruh kepada kondisi

budaya, karena tidak ada budaya percontohan dari kondisi yang lebih baik sehingga

keluarga fakir miskin AeS termotivasi untuk menjadi lebih baik.

Maka dari itu, dalam analisis keberfungsian sosial klien ini, digunakan ecomap.

Ecomap akan menjelaskan hubungan antara klien dengan kondisi masyarakat

disekitarnya.
130

Gambar 4.3 Ecomap Keluarga Fakir Miskin AeS

4. Keberfungsian Spiritual

Pihak keluarga Aes terutama AeS memiliki sudut pandang agama mengenai

permasalahan yang dialaminya ini. AeS memahami bahwa rezeki sudah diatur

Allah SWT dan Allah memberikan rezeki tersebut sesuai kadar dari perjuangan dan

kerja keras yang sudah dilakukannya. Praktikan menilai pemahaman yang benar

mengenai kondisinya ini meningkatkan semangat bekerja keluarga fakir miskin.

Kesimpulan tersebut diambil dari keluarga fakir miskin AeS yang sangat yakin dan

semangat, ketika menceritakan hal tersebut dengan selanjutnya menceritakan

pekerjaan yang dilakukannya saat ini seperti menjual sepatu dan baju anak sebagai

pendapatan tambahan. Artinya, pendekatan agama dapat menjadi potensi untuk

mempermudah keluarga fakir miskin untuk berubah jika dilakukan intervensi.


131

4.1.1.3. Fenomena Masalah yang Muncul

Dari penjelasan yang sudah dipaparkan sebelumnya, teridentifikasi fenomena-

fenomena sebagai permassalahan. Fenomena ini ditemukan melalui indepth

assessment praktikan terhadap Keluarga fakir miskin AeS. Adapun fenomena

masalah yang muncul pada keluarga fakir miskin AeS adalah

1. Tidak dapat Memenuhi Kebutuhan Dasar

Keluarga fakir miskin S memiliki pendapatan yang tidak tetap. Dalam jumlah

yang paling sering didapatkan berkisar diantara  Rp1.750.000,00. Pendapatan ini

dirasa keluarga keluarga fakir miskin AeS kurang. Keluarga fakir miskin AeS selalu

merasa “tercekik” ketika tanggal mendekati akhir bulan. Menurut penuturan AeS

bahwa pendapatannya hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasr pangan,

sisanya untuk menebus utang-utang lainnya. Ketika kebutuhan tidak terpenuhi

keluarga keluarga fakir miskin hanya dapat pasrah terhadap keadaan yang

menimpanya tersebut. Ini menandakan bahwa pendapatan keluarga Aes tidak dapat

memenuhi kebutuhan dasar keluarga selama satu bulan penuh.

2. Bahan pangan yang dikonsumsi sangat sederhana

Pendapatan yang dirasa tidak cukup oleh keluarga fakir miskin AeS untuk

memenuhi kebutuhan keluarganya. Pendapatan tersebut digunakan paling banyak

untuk kebutuhan pangan sehari-hari. Keluarga keluarga fakir miskin ini makan

dengan kuantitas yang tidak tentu dalam sehari, yaitu 2 kali sehari atau bahkan

sekali sehari. Lauk yang dikonsumsi biasanya didapat dengan cara membeli,

jikapun memasak, keluarga keluarga fakir miskin hanya akan memasak mie instan

atau telur dadar saja. Makanan yang dikonsumsi ini sangat sederhana ini pun
132

bahkan tidak dapat dipenuhi dalam satu bulan penuh. Sehingga hanya untuk sekedar

membeli beras pun terkadang harus berhutang. Sehingga ketika tidak ada bahan

makanan anggota keluarga harus menahan dan pasrah jika pendapatan tersebut

sudah habis dan kebutuhan sehari-hari tidak terpenuhi.

3. Tidak Mampu mengakses pelayanan kesehatan tanpa bantuan

pemerintah

Keluarga keluarga fakir miskin AeS tidak dapat mengakses pelayanan

kesehatan di rumah sakit tanpa bantuan dari pemerintah. Hal ini dibuktikan saat

meninggalnya ayah dari Aes ini. ketika sakit keras ayah AeS ini dilarikan ke

puskesmas, dan baru dirujuk ke rumah sakit dengan bantuan dari BPJS. Tanpa

bantuan tersebut keluarga keluarga fakir miskin hanya dapat mengakses pelayanan

kesehatan di rumah sakit saja. Atau bahkan ketika harus mengkonsumsi obat,

keluarga AeS hanya akan membeli obat generic di warung atau apotek yang

terjangkau.

4. Pakaian yang minim

Pakaian keluarga keluarga fakir miskin sangat terbatas. Hal ini terbukti

berdasarkan pengamatan praktikan bahwa klien hanya memiliki 3 buah celana

untuk di rumah. Berkaitan dengan ini, dapat diambil kesimpulan bahwa daya beli

keluarga keluarga fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sandang atau pakaian

sangatlah minim.

5. Tingkat Pendidikan Seluruh Anggota Keluarga rendah

Menurut keluarga fakir miskin AeS, tingkat pendidikan sebagian besar anggota

keluarga hanya sampai tingkat SMP. Adik ke-2 dari keluarga fakir miskin saja yang
133

sampai ke jenjang SMA, dia pun berhenti ketika ayahnya meninggal dunia.

Begitupula adik bungsunya yang berhenti sekolah semenjak ibunya meninggal. Hal

ini terjadi karena sulitnya untuk membayar biaya pendidikan, terlebih ketika pada

masa ujian. Ketika ayah meninggal maka pendapatan keluarga berkurang sehingga

sulit untuk mendapatkan akses pendidikan.

6. Rumah yang tidak layak

Kondisi rumah keluarga AeS dirasa sangat tidak layak. Ukuran rumah tersebut

juga dinilai tidak manusiawi. Rumah tersebut berbentuk letter “L” dengan panjang

3 meter dan lebar 3 meter. Rumah tersebut berbentuk letter L dikarenakan terdapat

sumur umum di salah satu sudut rumah tersebut. Kondisi ini dinilai tidak manusiawi

untuk 4 anggota keluarga. Sedangkan untuk standar minimal adalah 8 meter pesegi

untuk setiap orangnya. Kepemilikan rumah tersebut bukan atas nama keluarga

AeS. Keluarga keluarga fakir miskin hanya menyewa rumah tersebut dengan biaya

Rp300.000 per bulannya. Kondisi rumah tersebut cukup buruk Dinding rumah

tersebut terbuat dari semen yang lembab dan berlumut. Bahkan, salah satu sisi dari

rumah tersebut terbuat dari kayu triplek. Sedangkan, kondisi lantai rumah tersebut

terbuat dari semen yang kondisinya pun sudah buruk, lantai semen tersebut lembab

dan pecah-pecah sehingga untuk beberapa bagian yang digunakan untuk tidur

ditutupi oleh tikar. Selain itu, keluarga AeS tidak memiliki akses sumber air dan

tempat buang air pribadi dan menggunakan sumur secara masal.

4.1.1.4. Penyebab Peramasalahan

Rantai sebab dan akibat akan selalu ada dalam dimensi apapun, begitu juga

dengan permasalahan. Setiap permasalahan pasti disebabkan oleh sesuatu dan


134

menyebabkan kondisi atau peristiwa tertentu. Hal ini pun terjadi pada keluarga fakir

miskikn AeS. Fenomena-fenomena yang muncul yang sudah dijelaskan

sebelumnya disebabkan oleh hal-hal tertentu. Dan penyebab-penyebab dari

permasalahan tersebut adalah:

1. Tingkat Pendidikan yang Rendah

Tiga dari empat orang anggota keluarga fakir miskin AeS memiliki tingkat

Pendidikan yang rendah. AeS selaku kepala keluarga hanya menempuh pendidikan

sampai ke tingkat SD. Berbeda dengan DP yang berhasil lulus dan memiliki ijazah

SMA. Hal ini menjadi potensi untuk keluarga AeS, dikarenakan dapat bekerja di

lembaga-lembaga tertentu. RR sama halnya dengan AeS yang hanya dapat

menyelesaikan pendidikan di tingkat SD saja. Sedangkan MR belum sama sekali

menyelesaikan pendidikan sehingga tidak memiliki ijazah apapun. Tingkat

pendidikan itu akan mempengaruhi pada pencarian pekerjaan sehingga dapat

mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh oleh keluarga AeS.

2. Sifat Malas/Etor Kerja yang Buruk

Praktikan berhasil mengidentifikasi sifat malas yang ada di keluarga fakir

miskin AeS. Hal ini diketahui berdasarkan wawancara dan observasi yang

dilakukan terhadap keluarga fakir miskin AeS. MR yang ada dalam usia sekolah

tidak menginginkan untuk melanjutkan sekolahnya. Tidak ada kegiatan yang

dilakukan setiap harinya melainkan hanya berdiam diri dan berkumpul dengan

teman-teman sebayanya. MR dikatakan enggan untuk bersekolah dan juga enggan

untuk bekerja. selain MR, kemalasan teridentifikasi pada RR. Hal ini terlihat

dimana RR terkadang tidak “menarik” angkutan kota (angkot dikarenakan malas.


135

Hal ini tentunya sangat berhubungan dengan etos kerja, etos kerja yang buruk akan

menyebabkan pendapatan sangat minim.

3. Kehilangan Kepala Keluarga

Kepala keluarga memiliki tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan

setiap anggota keluarganya. Kehilangan kepala keluarga dapat menyebabkan

keluarga kehilangan sumber pendapatan utamanya. Hal ini dialami oleh keluarga

fakir miskin AeS dimana tahun 2018 Bapak S meninggal dunia dikarenakan sakit.

Dampak dari meninggalnya Bapak S terasa kepada keluarga AeS dengan jatuhnya

ekonomi keluarga AeS. Sehingga meninggalnya Bapak S ini memperburuk kondisi

keluarga fakir miskin AeS.

4. Kondisi Pemerintah setempat yang tidak bersahabat dengan

Keluarga Fakir Miskin AeS

Kepala Keluarga Fakir Miskin AeS yang bekerja sebagai GOBER kelurahan

sehingga AeS memiliki hubungan dengan pihak pemerintah kelurahan. Hubungan

yang ada diantara AeS dan pihak pemerintah kelurahan tidak cukup baik

dikarenakan pihak pemerintah kelurahan menjadi penghambat dan penyebab

bertambah buruknya kondisi Keluarga Fakir Miskin AeS. Pihak pemerintah

kelurahan sering menahan upah dari para GOBER Kelurahan padahal uang atau

upah tersebut sudah ada di tangan pihak pemerintah kelurahan. Selain itu, upah AeS

selalu terpotong untuk membayarkan iuran BPJS ketenagakerjaan yang

dimilikinya. Hal ini tentunya akan sangat berdampak pada kondisi Keluarga Fakir

Miskin AeS.
136

5. Berada di Lingkungan Fakir Miskin

Keluarga Fakir Miskin AeS ini bertempat tinggal di Jl. Peta Gg, Lingkar I

05/02. Keluarga fakir miskin AeS ini bertempat tinggal di dalam gang, yang

berisikan rumah-rumah kumuh di RW tersebut. Itu berarti Keluarga Fakir Miskin

AeS berada di lingkungan yang kumuh dengan semua termasuk fakir miskin. Hal

ini akan mempengaruhi etos kerja dari setiap anggota keluarga Fakir Miskin. Etos

kerja keluarga AeS akan sama dengan yang lainnya yang cenderung menjadi malas.

Selain itu, hal tersebut akan berpengaruh terhadap relasi yang terbentuk dengan

keluarga fakir miskin AeS. Sehingga akan berdampak terhadap perolehan informasi

berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan juga terhadap semangat kerja.

4.1.1.5. Dampak dari Fenomena yang terjadi

Fenomena-fenomena yang muncul selain disebabkan oleh beberapa faktor

penyebab tentunya akan berdampak juga pada kondisi Keluarga Fakir Miskin AeS.

Dampak yang disebabkan cukup beragam dan hal tersebut akan dijelaskan sebagai

berikut:

1. Putus Sekolah

Pemenuhan kebutuhan Keluarga Fakir Miskin AeS pada umumnya berada di

pemenuhan kebutuhan pangan. AeS sebagai kepala keluarga menggunakan

pendapatannya untuk membeli beras, telur dan mie instan. Selain itu, Keluarga

Fakir Miskin AeS juga menggunakan pendapatannya untuk membayar biaya sewa

rumah sehingga, pendapatan keluarga tersebut terkadang tidak dapat memenuhi

kebutuhan keluarga AeS dalam satu bulan. Tekanan ekonomi inilah yang

menjadikan AeS, RR, dan MR berhenti dari sekolahnya. Keluarga dinilai tidak
137

sanggup untuk pemenuhan biaya yang harus dibayarkan ketika pendaftara, biaya

perlengkapan dan juga biaya menjelang ujian.

2. Terlibat dalam Sistem Ekonomi yang Merugikan

Keluarga Fakir Miskin AeS sulit dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.

Dalam satu bulan, kebutuha pangan pun terkadang tidak terpenuhi. Hal ini

berdampak pada Keluarga AeS, sehingga memaksa AeS untuk masuk ke dalam

sistem ekonomi yang merugikan yaitu berhutang. AeS masih harus memenuhi

kebutuhan dasar terutama kebutuhan pangan. Sehingga tetap harus membeli beras

dengan cara berhutang. Hal tersebut akan merugikan keluarga AeS, karena

pendapatan yang didapatkan oleh Keluarga AeS akan digunakkan untuk membayar

hutang tersebut.

4.1.1.6. Pernyataan Fokus Masalah

Berdasarkan fenomena-fenomena yang muncul pada Keluarga Fakir Miskin

AeF, maka praktikan menganalisis dan menentukan fokus permasalahan dari

Keluarga AeS adalah kemiskinan. Hal ini didasarkan kepada relevannya teori yang

menjelaskan mengenai ciri-ciri kemiskinan dengan fenomena yang dialami oleh

Keluarga Fakir Miskin AeS. Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan memiliki

ciri-ciri dalam hal: 1) Luas lantai rumah; 2) Jenis lantai rumah; 3) Jenis dinding

rumah; 3) Fasilitas tempat buang air besar; 4) Sumber air minum; 5) Penerangan

yang digunakan; 6) Bahan bakar yang digunakan; 8) Frekuensi makan dalam sehari;

9) Kebiasaan membeli daging/ayam/susu; 10) Kemampuan membeli pakaian; 11)

Kemampuan berobat ke puskesmas/poliklinik; 12) Lapangan pekerjaan kepala

rumah tangga; 13) Pendidikan kepala rumah tangga; dan 14) Kepemilikan aset.
138

Keluarga Fakir Miskin AeS dalam hal 14 kriteria kemiskinan mengalami hal buruk

dari semua bidang. Hal ini sangat menjelaskan bahwa permasalahan yang dialami

oleh Keluarga AeS adalah kemiskinan. Hubungan antar fokus permasalahan,

penyebab permasalahan dan dampak dari permasalahan akan dijelaskan dengan

menggunakan tools pohon permasalahan sebagai berikut:

Gambar 4.4. Analisis Pohon Permasalahan Keluarga Fakir Miskin AeS


139

4.1.2. Identitas Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Fakir Miskin

Asesmen yang dilakukan terhadap Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

Fakir Miskin yaitu asesmen keluarga, dan identitas anggota keluarga sebagai

keluarga PMKS Fakir Miskin sebagai berikut:

Nama :K

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 65 tahun

Alamat : Jl. Peta Gg. Lingkar I 05/02

Status (keluarga) : Kepala Keluarga

Jumlah Tanggungan : 3 Orang

Pendidikan : Tamat SD/sederajat

Pekerjaan : Marbot masjid & buruh harian lepas

Penghasilan : tidak tetap

Nama : SR

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 18 tahun

Alamat : Jl. Peta Gg. Lingkar I 05/02

Status (keluarga) : Anak

Jumlah Tanggungan : -

Pendidikan : Tamat SLTP/sederajat

Pekerjaan : Buruh bangunan

Penghasilan : Tidak tetap (namun ketergantungan sangat kecil)


140

Nama : MR

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 8 tahun

Alamat : Jl. Peta Gg. Lingkar I 05/02

Status (keluarga) : Anak

Jumlah Tanggungan : -

Pendidikan : belum SD/sederajat

Pekerjaan :-

Penghasilan :-

Praktikan mendapatkan informasi identitas diatas melalui asesmen yang di

dalamnya terdapat wawancara dan observasi. Menurut penuturan, K bahwa

pendapatan beliau tidak pasti, dan K pun tidak memikirkan pendapatannya selama

kebutuhan MR terpenuhi. Dan pemenuhan tersebut banyak dibantu oleh anak dari

PMKS fakir miskin K lainnya yang berjumlah 5 orang.

4.1.2.1. Latar Belakang Masalah Keluarga Fakir Miskin

Setelah Fakir Miskin K lulus dari tingkat Sekolah Dasar, beliau dari Surabaya

merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Fakir miskin K mendapatkan

pekerjaan sebagai pegawai pabrik yang dimiliki oleh pengusaha tionghoa. K ini

mau dibayar dengan upah berapapun, dan beliau bekerja denga tekun dan jujur

sehinggka karir K ini terus meningkat sampai ke tahap fakir miskin K menjadi

orang kepercayaan pemilik pabrik tersebut. K selalu dipercaya untuk mengawasi


141

pekerja-pekerja lainnya. Dari kepercayaan itu timbul kabar bahwa K akan

dinikahkan dengan anak perempuan dari pemilik pabrik tersebut.

Fakir Miskin K memiliki ketaatan terhadap ketentuan di dalam agama islam

dengan baik. Hal ini yang menyebabkan K enggan untuk dinikahkan dengan anak

dari pemilik usaha tersebut. K menganggap bahwa dirinya yang menganut islam

akan bertolak belakang dengan anak dari pengusaha yang menganut agama Kristen.

Akhirnya, K mengorbankan pekerjaan yang sudah dimilikinya dan kabur dari

asrama tempat tinggalnya selama di Jakarta. K ini pergi ke Bandung dengan

membawa perlengkapan seadanya.

Di Bandung tahun 1980, K mencari teman kenalannya yang memiliki pabrik

kerupuk. Fakir miskin K berusaha untuk mencari pekerjaan dan rela dengan dibayar

berapapun. Relasi yang baik dengan temannya tersebut menjadikan K bekerja untuk

mengawasi pekerja lain dengan upah sebesar Rp 1.000.000,00 dan biaya makan.

Upah tersebut cukup besar di tahun tersebut sehingga ini merupakan masa mampu

fakir miskin K.

Hal ini tidak bertahan lama, Fakir Miskin K ini mengundurkan diri lagi dan

mencoba mencari pekerjaan lain. Hal ini dikarenakan tidak nyaman dengan tempat

bekerjanya di pabrik kerupuk tersebut. Lalu, K mencoba mencari pekerjaan ke

daerah Cibaduyut, Bandung. Disana fakir miskin K mendapat pekerjaan sebagai

pegawai toko sepatu milik Pak Danial, dia bekerja di bagian pembungkusan barang.

Dalam pekerjaan ini juga, mendapatkan upah yang cukup, upah tersebut tidak pasti

berdasarkan banyak atau tidaknya pembeli dengan rata-rata Rp 800.000,00. Namun,

usaha sepatu tersebut surut, pesaing bermunculan dan pemesan atau pembeli mulai
142

sepi, sehingga pekerjaan K pun menjadi sangat sedikit. K pun merasa sia-sia dengan

sedikit pekerjaannya, selain itu, K merasa pesaing semakin banyak sehingga sudah

merasa bahwa pekerjaannya sudah terancam. Ketika pekerjaannya sepi, fakir

miskin K mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut pada tahun 2001 tetapi ingin

fokus untuk mengurus masjid di samping daerah tersebut, mengundurkan diri dari

pekerjaan tersebut fakir miskin K mendapatkan pesangon sebesar Rp 2.500.000,00.

Upah ini sangat besar dan digunakan untuk membuka usaha.

Ketika mengundurkan diri dari usaha sepatu, fakir miskin K bekerja untuk

menjual minuman. Dan pada tahun yang sama fakir miskin K menikah dengan S

dan memiliki 7 orang anak. Lalu, beberapa saat setelah itu muncul penjual minuman

yang lain sebagai pesaing fakir miskin K. Hal tersebut membuat K berhenti dari

menjual minuman. Hal ini menandakan informan K memiliki mental yang lemah

dalam bersaing dengan pekerja-pekerja lain. Dan kondisi ini berdampak pada

informan yang sulit untuk mendapatkan pekerjaan karena banyaknya saingan dalam

pekerjaan tersebut.

Kondisi kini fakir miskin K, cukup. K bertempat tinggal di rumah yang kumuh

dengan ukuran 3meter kali 4meter persegi. Kondisi dinding rumah K sangat lembab

dan sudah berlumut, lantai dari rumah terbuat dari semen dan sudah rusak sehingga

ditutupi oleh tikar tipis. Tidak ada toilet untuk tempat buang air, dan untuk mandi,

sumber air dan listrik berasal dari masjid Manbaul Khoirot yang fakir miskin K

urus. Selain itu mereka tidur diatas tikar karena tidak memiliki kasur. Rumah yang

Keluarga K tempati tersebut bukan rumah milik sendiri, melainkan rumah sewa

atau kontrak. Biaya kontrak dalam satu bulan yaitu sebanyak Rp. 300.000,00.
143

Beliau tinggal bersama 3 dari 7 anaknya, hal itu dikarenakan 4 anak fakir miskin K

sudah menikah dan memiliki keluarga masing-masing.

Keluarga K memiliki ikatan yang kuat walau sudah memiliki keluarga masing-

masing. Rumah dari fakir miskin K selalu menjadi tempat berkumpul keluarga pada

setiap akhir minggu. Menikah dengan S membuat K memiliki 7 keturuan, 5 sudah

menikah sedangkan sisanya belum menikah, 6 sudah memiliki pekerjaan dan anak

bungsu masih dalam usia sekolah dasar. Anak pertama fakir miskin K adalah

seorang laki-laki, HM sudah menikah dan memiliki keluarga, kondisi mereka tidak

lebih baik dari keluarga fakir miskin K. berbeda dengan anak kedua keluarga K

yaitu Yi, keluarga ini dalam kondisi yang berkecukupan sehingga Yi selalu

membantu keluarga K dan keluarga adik-adiknya yang lain. Anak ketiga, yaitu Ya

seorang laki-laki, Ya, sudah memiliki keluarganya sendiri, namun kehidupannya

belum baik bahkan bersama dengan fakir miskin K biasanya saling membantu jika

memiliki pendapatan lebih. Anak ke empat yaitu D, seorang laki-laki yang juga

sudah menikah, namun D ini masih sangat jarang membantu K dikarenakan

keterbatasan ekonomi dalam keluarganya. Anak ke 5 bernama NY, seorang

perempuan yang sudah menikah dan memiliki keluarga, ssama halnya dengan D,

NY jarang membantu karena memiliki keterbatasan ekonomi juga. Anak ke 5 SR,

adalah seorang laki-laki, sudah bekerja namun belum menikah. SR ini sudah

mandiri bahkan terkadang membantu MR untuk memenuhi kebutuhan makan

sehari-harinya. MR adalah seorang anak bungsu laki-laki dari fakir miskin K. MR

masih sekolah. Namun sempat berhenti karena tidak memiliki biaya. MR akan

melanjutkan sekolahnya pada bulan juli di semester berikutnya.


144

Fakir miskin K ini masih memiliki orang tua, yaitu Ibu SA di Surabaya.

Keterbatasan ekonomi membuat K tidak pernah menemui ibunya sehingga tidak

mengetahui bagaimana keadaan ibunya sama sekali. Karena fakir miskin K sudah

menginjak lanjut usia dengan usia 65 tahun, Ibu SA sudah menginjak usia 106

tahun.

Kondisi keluarga K yang erat dan saling membantu ini dapat dianalisis dengan

tools pekerjaan sosial. Praktikan menggunakan tools genogram memperjelas

bagaimana diagram keluarga fakir miskin K ini, hal itu dijelaskan sebagai berikut.
145

Gambar 4.5 Genogram Keluarga PMKS Fakir Miskin K

Naik turunnya kehidupan fakir miskin K dapat menjadi faktor bahwa K masuk

ke dalam keluarga fakir miskin. Dalam hal ini, praktikan menggambarkan jalan

kehidupan fakir miskin K dengan tools social life road map. Gambaran kehidupan

Bapak Karno adalah sebagai berikut:

Gambar 4.6. Social Life Road Map Keluarga Fakir Miskin K

4.1.2.2. Dinamika Keberfungsian Sosial Fakir Miskin K

1. Kondisi Fisik/ Biologis

Fakir Miskin K sudah menginjak usia 65 tahun. Hal ini menandakan bahwa K

sudah memasuki periode lanjut usia dimana fungsi tubuh semuanya melemah. Fakir

miskin K pun menyatakan hal tersebut ketika dalam wawancara. Kondisi fisik yang

menurun ini berdampak pada K yang sulit untuk melakukan pekerjaan yang berat.

Namun, kekuatan tersebut masih ada, berdasarkan pengamatan praktikan bahwa

fakir miskin K masih sanggup mengangkat gallon air yang berisi air penuh selain

itu fakir miskin K masih dapat berjalan dari rumah ke masjid di Cibaduyut yang

berkisar sekitar  3 Km. Ini menandakan bahwa K sebenarnya masih kuat walau

dalam usianya yang sudah memasuki periode Lansia.


146

Fakir miskin K pun tidak memiliki riwayat penyakit yang membahayakan

kehidupannya. Selain itu fakir miskin K terlindungi oleh program pemerintah yaitu

BPJS, sehingga tetap dapat mengakses pelayanan kesehatan meski tidak perlu

membayar.

2. Kondisi Psikologis

Berdasarkan hasil wawancara fakir miskin K, terindikasi bahwa klien memiliki

permasalahan mental dalam kemampuan bersaing dalam pekerjaan. Fakir miskin K

selalu merasa lebih rendah disbanding pekerja lainnya yang menyebabkannya

mudah untuk putus asa dan berhenti dari pekerjaannya tersebut. dalam riwayat

kehidupannya, fakir miskin K sudah mengalami 2 kali menyerah dikarenakan

muncul pesaing-pesaing. Ini berarti fakir miskin K memiliki kelemahan dalam

mentalnya karena selalu merasa rendah.Hal ini diungkapkan K, dan dia merasa

bahwa dia sekedar lulusan SD. Hal ini tentu berdampak pada kondisinya sekarang

yang sulit mencari pekerjaan sehingga dia bekerja sebagai marbot masjid dimana

sangat jarang pekerjaan tersebut dilakukan oleh orang-orang meski pendapatan

yang tidak besar.

Selain itu, dalam segi kognitif, Fakir miskin K juga dinilai kurang. Klien

kurang memahami sehingga dibohongi oleh pihak sekolah MR. MR ini selalu

berangkat sekolah namun selalu kembali dengan cepat, dan guru memberi alasan

bahwa MR sekolah dengan waktu yang sebentar saja. Hal tersebut tidak masuk akal,

ini menandakan bahwa MR sudah tidak bersekolah atau putus sekolah namun fakir

miskin K tidak memahami kondisi tersebut. Hal yang sama disampaikan oleh

Pekerja Sosial Masyarakat bahwa K terkadang tidak memahami bahwa MR sudah


147

ditolak disekolahannya. Hal ini berdampak pada masa depan MR, dan pada kondisi

K yang sulit untuk berkembang ke depannya.

3. Kondisi Sosial

Kondisi sosial fakir miskin K cukup baik, walau ada beberapa permasalahan

dalam kondisi sosial tersebut. fakir miskin K memiliki hubungan baik dengan

dengan bebeapa orang, yang pertama adalah dengan Dewan Kemakmuran Masjid

atau DKM, Sebagai marbot masjid, fakir miskin K sangat dekat dengan DKM

sehingga dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh DKM masjid, fakir miskin K

selalu terlibat, dan upah fakir miskin K pun berasal dari DKM masjid baik masjid

di RW 02 ataupun masjid di Cibaduyut. Ini menandakan terjadi hubungan dua arah

yang saling menguntungkan

Fakir miskin K memiliki hubungan yang erat degan keluarga AeS. Keeratan

itu terlihat karena kedua keluarga ini saling membantu dalam memenuhi kebutuhan

pangan, lebih khusus beras atau nasi. Hubungan dua arah ini menyebabkan

keuntungan pada kedua belah pihak. Begitu pula dengan lingkungan sekitar

rumahnya yang dengan masalah yang sama yaitu fakir miskin, fakir miskin K

memiliki hubungan yang baik walaupun tidak sebaik dengan keluarga AeS.

Hubungan yang sangat erat dijalin fakir miskin K dengan Bapak Danial, yang

merupakan pemiliki pabrik sepatu tempat bekerjanya dahulu. Kedekatan ini terjadi

karena fakir miskin K merupakan pegawai kepercayaan Bapak Danial. Hal ini

dibuktikan dengan mereka yang saling mengunjungi rumah masing-masing.

Sekarang masjid di cibaduyut milik keluarga Bapak Danial diurus oleh fakir miskin
148

K ini dengan upah yang tidak pasti. Hal ini menandakan terjadi relasi yang saling

menguntungkan antara Bapak Danial dengan Keluarga Fakir Miskin K.

Hubungan yang terjadi tidak selalu baik. Keluarga Fakir Miskin K mengalami

hubungan yang buruk bahkan sampai terjadi kekerasan. Hal tersebut terjadi dengan

Bapak Sugiman, seorang pensiunan TNI yang tidak suka dengan K karena

mengambil listrik dari Masjid Manbaul Khoirot. Berdasarkan penuturan fakir

miskin K, bahwa beliau pernah mengalami kekerasan berupa tendangan dari Bapak

Sugiman ini. Hal tersebut tidak ditanggapi serius oleh fakir miskin K dan sudah

dimaafkan. Sekarang Bapak Sugiman sudah pindah dari daerah tersebut.

Hubungan fakir miskin K dengan masyarakat K sangat baik. Hal ini terbukti K

yang diundang dalam ascara syukuran salah satu warga atas umroh. Dan ketika K

tidak menghadiri undangan tersebut banyak warga lain yang mencarinya ketika

mengunjungi rumahnya. Hal ini membuktikan bahwa warga RW 02 memiliki

hubungan yang baik dengan keluarga fakir miskin karno.

Namun, Fakir Miskin F memiliki kerenggangan dengan salah satu warga. Ini

dikarenakan ada diskriminasi dari beberapa warga terhadap MR. MR ini mendapat

diskriminasi dikarenakan dia tidak sekolah, tetapi MR selalu yakin bahwa dia telah

sekolah. Diskriminasi ini menyebabkan kerenggangan pada antara Keluarga fakir

miskin K dengan warga tersebut.

Kondisi sosial yang terjadi pada keluarga fakir miskin K dapat digambarkan

oleh sebuah tools. Tools Ecomap ini menjelaskan secara konsep bagaimana

hubungan antara Keluaga Fakir Miskin K dengan beberapa pihak yang ada di

lingkungan sosialnya.
149

Gambar 4.7. Ecomap Keluarga Fakir Miskin K

4. Kondisi Spiritual

Spiritual Fakir Miskin K sangat baik. Fakir Miskin K melaksanakan perintah

dan larangan yang ada di agama islam dengan baik. Hal ini terbukti pada saat

hendak dinikahkan dengan keluarga yang tidak menganut agama yang sama fakir

miskin K menolak karena takut melanggar aturan agama islam. Selain itu, hal ini

dibuktikan dirinya dengan menjadi marbot masjid, menurut penuturan fakir miskin

K, bahwa beliau ingin mengabdikan dirinya untuk agama islam.


150

4.1.2.3. Fenomena-Fenomena Permasalahan yang muncul

Dalam Keluarga Fakir Miskin K menimbulkan fenomena-fenomena

permasalahan yang muncul, fenomena yang akan dijelaskan timbul dan ditemukan

berdasarkan wawancara dan observasi terhadap keluarga Fakir Miskin K.

Fenomena yang muncul adalah sebagai berikut

1. Memiliki pekerjaan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar

Pekerjaan informan K ini adalah buruh harian lepas atau dikenal dengan

serabutan. Klien K bekerja jika hanya ada yang memintanya bekerja saja, dan

pekerjaan yang biasanya diambil adalah sebagai buruh bangunan untuk

membangun rumah atau hanya sekedar memperbaikki rumah tetangga. Hal ini

dikarenakan keterampilan dan fisik klien yang sudah tidak mendukung untuk

melakukan pekerjaan yang berat. hal ini berdampak kepada informan yang sulit

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.

1. Pengeluaran digunakan untuk kebutuhan konsumsi yang sederhana

Pendapatan informan tidak pasti dan benar-benar tidak dapat ditentukan dalam

satu bulannya. Jika dalam range tertentu, pendapatan informan K ini adalah sekitar

Rp500.000,00 sampai Rp1.500.000,00. Pendapatan ini digunakan untuk memenuhi

kebutuhan makanan keluarganya. Makanan tersebut sangat sederhana bahkan

informan sangat jarang mengkonsumsi daging, baik ayam, kambing atau sapi.

Makanan yang dikonsumsi oleh informan sangat sedaerhana, dan informan tidak

selalu makan 3 kali sehari, informan akan makan 2 kali 1 kali atau bahkan tidak

makan jika memang sudah tidak dapat membeli makanan.


151

2. Informan sulit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

Kesulitan informan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan terbukti ketika

anak bungsu (MR) dari informan K sakit. Pada masa awal sakit informan hanya

bisa mendapatkan akses pelayanan dari puskesmas, Namun, informan mendapatkan

bantuan dari mantan bosnya terdahulu untuk mendapatkan pelayanan pengobatan

dari Rumah Sakit sehingga sembuh.

3. Informan hanya mampu membeli pakaian untuk anak bungsunya

Informan K akan lebih memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan anak

bungsunya MR. Begitu pula dengan kebutuhan pakaian keluarganya. Kebutuhan

pakaian anggota keluarga lainnya terabaikan. Kebutuhan pakaian anggota keluarga

informan K lainnya menggunakan pendapatan sendiri untuk yang sudah bekerja.

4. Tingkat Pendidikan Anaknya hanya sampai tingkat SLTP dan SD

Berdasarkan studi dokumentasi dan wawancara klien terhadap tingkat

pendidikan keluarganya, diketahui bahwa tingkat pendidikan anak-anak infoman K

hanya sampai tingkal SLTP/sederajat atau bahkan SD sederajat. Hal tersebut

dikarenakan banyaknya biaya yang harus dikeluakan oleh informan K untuk

sekolah anak-anaknya. Maka dari itu, anak dari informan K selalu berhenti ketika

hendak masuk tingkat SLTP atau SLTA dikarenakan informan K harus fokus

terhadap anak-anak lainnya.

5. Kondisi Rumah yang sudah tidak Layak

Rumah informan K merupakan rumah sewa dengan biaya sewa sebesar

Rp300.000,00 per bulannya. Kondisi rumah tersebut tidak layak, salah satunya

dinding rumah klien yang buruk, dinding yang lembab dan juga berlumut. Selain
152

itu kondisi lantai rumah informan yang terbuat dari semen yang sudah rusak pula

dan membuat kondisi rumah tersebut manusiawi untuk ditempati. Luas rumah

tersebut hanya sekita 4 x 3 meter persegi. Untuk ukuran keluarga dengan jumlah 5

orang hal tersebut sangat tidak manusiawi.

6. Sumber Listrik Informan disambungkan dengan Listrik Masjid terdekat

Sumber listrik informan yang digunakan untuk penerangan dan televisi bukan

berasal dari meteran melainkan disambungkan dengan sumber listrik masjid

terdekat. Listrik tersebut disambungkan ke masjid dikarenakan masjid tersebut

mendapatkan subsidi dari Hotel Grand Pasundan yang berada di dekat masjid.

Sehingga, informan K tidak memiliki beban biaya untuk listrik.

7. Sumber Air informan berasal dari Masjid terdekat

Informan K tidak memiliki sumber air bahkan tidak memiliki kamar mandi dan

toilet di dalam rumahnya. Untuk memenuhi kebutuhan air, Informan mengambilnya

dari Masjid terdekat – masjid yang sama dengan sumber listrik informan. Masjid

tersebut memiliki sumur bor dalam memenuhi kebutuhan air jamaah untuk wudhu.

Informan K merupakan anggota DKM Masjid Manbaul Khoirot sehingga

mendapatkan akses untuk mengambil air kebutuhannya.

4.1.2.4. Penyebab Munculnya Fenomena Permasalahan

1. Tingkat Pendidikan yang Rendah

Fakir Miskin K mulai merantau untuk bekerja setelah lulus dari sekolah dasar.

Ini jelas menandakan bahwa K memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini

tentunya sangat berpengaruh pada profesi yang dapat dikerjakan oleh fakir miskin

K. Selanjutnya, hal tersebut akan berdampak pada pendapatan yang dapat diperoleh
153

oleh fakir miskin K dan akhirnya berdampak pada pemenuhan kebutuhan yang

terganggu sehingga K tergolong ke dalam fakir miskin.

2. Mental yang buruk dalam bersaing

Fakir miskin ini memiliki mental yang buruk dalam persaingan dunia kerja.

Hal itu dibuktikan ketika di toko sepatu dan timbul persaingan dalam dunia

penjualan sepatu, fakir miskin K tidak mencari upaya agar bekerja lebih giat dan

tekun, melainkan lebih memilih untuk mengundurkan diri. Selain itu, ketika

memulai usaha untuk menjual minuman dan muncul pesaing-pesaing, fakir miskin

K lagi-lagi memilih untuk berhenti menjual minuman. Hal ini tentu berpengaruh

karena akan selalu menyebabkan fakir miskin K kehilangan pekerjaannya.

3. Persaingan pekerjaan yang semakin ketat

Sektor indsutru dan ekonomi di Kota Bandung berkembang sangat pesat. Hal

tersebut dikarenakan timbulnya banyak usaha-usaha baru dan datangnya pekerja

dari daerah lain. Maka dari itu, persaingan dunia pekerjaan menjadi semakin ketat,

pekerja-pekerja banyak yang dengan mudah kehilangan pekerjaannya ketika

bekerja tidak dengan sungguh-sungguh. Selain itu, pemilihan pekerja juga menjadi

semakin ketat sehingga banyak terjadi pengangguran.

4. Fisik yang tidak memungkinkan

Usia fakir miskin K yang sudah memasuki periode lanjut usia menyebabkan

fungsi tubuh melemah. Hal itu menyebabkan fakir miskin K terbatas dalam

melakukan pekerjaan-pekerjaan. Jika diminta untuk renovasi rumah atau

membangun rumah, K pun hanya akan mengerjakan pekerjaan yang ringan saja.
154

Selain itu, K juga sering merasa mudah lelah ketika mengerjakan pekerjaan-

pekerjaan yang berat.

4.1.2.5. Dampak yang disebabkan Fenomena Permasalahan

1. Anak Putus Sekolah

Permasalahan yang dialami K berdampak pada anaknya yang berhenti sekolah.

Kurangnya pendapatan dan pemenuhan kebutuhan yangmendesak membuat MR

harus berhenti saat sekolah dasar. Hal ini menyebabkan pada kognitif MR yang

tidak seperti usianya. Hal ini dibuktikan dengan beberapa pertanyaan praktikan

yang tidak berhubungan dengan jawaban yang dilontarkan MR.

4.1.2.6. Pernyataan Masalah Fakir Miskin K

Dari fenomena-fenomena yang muncul maka masalah yang dialami fakir

miskin K adalah Kemiskinan. Fenomena-fenomena tersebut sejalan dengan kriteria

kemiskinan menurut BPS yaitu: 1) Luas lantai rumah; 2) Jenis lantai rumah; 3) Jenis

dinding rumah; 3) Fasilitas tempat buang air besar; 4) Sumber air minum; 5)

Penerangan yang digunakan; 6) Bahan bakar yang digunakan; 8) Frekuensi makan

dalam sehari; 9) Kebiasaan membeli daging/ayam/susu; 10) Kemampuan membeli

pakaian; 11) Kemampuan berobat ke puskesmas/poliklinik; 12) Lapangan

pekerjaan kepala rumah tangga; 13) Pendidikan kepala rumah tangga; dan 14)

Kepemilikan aset.

Dalam penggambaran permasalahan yang ada di keluarga Fakir Miskin K,

digunakanlah tools of assessment pohon permasalahan. Hal ini ditujukan untuk

menggambarkan hubungan antara permasalahan, faktor penyebab permasalahan,


155

dan dampak dari permasalahan. Hal tersebut akan menggambarkan permasalahan

mana yag harus digapai oleh program-program

Gambar 4.8. Pohon Permasalahan Keluarga Fakir Miskin K

4.2. Analisis Kebijakan dan Program Penanganan Fakir Miskin

Dalam analisis kali ini praktikan akan menjabarkan sangkut paut program

Penanganan Fakir Miskin dengan Fakir Miskin yang teridentifikasi di Kelurahan

Suka Asih, Program tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:


156

Program Keluarga Harapan


Program Keluarga Harapan merupakan program pemerintah pusat dengan

sasaran yaitu masyarakat yang tercatat pada Basis Data Terpadu (BDT). BDT

merupakan kumpulan data yang berisi informasi mengenai masyarakat miskin. Di

Kelurahan Suka Asih, pencatatan data ini memiliki masalah karena banyak data

yang tidak tepat sasaran. Data tersebut tidak tepat sasaran dikarenakan beberapa RT

yang memasukkan data keluarganya ketika dimintakan untuk mendata orang miskin

di wilayahnya. Hal tersebut berdampak kepada beberapa fakir miskin yang tidak

mendapat bantuan program PKH dari 10 keluarga fakir miskin, terdapat 2 orang

fakir miskin yang tidak merasakan program tersebut, termasuk Keluarga Fakir

Miskin AeS.

Program ini berisikan bantuan berupa uang yang diberikan kepada sasaran

program. Namun, di Kelurahan Suka Asih, pemberian uang ditukar dengan

pemberian beras, hal itu bertujuan agar bantuan uang tersebut tidak disalahgunakan.

Banuan beras ini dapat diambil setiap bulannya dengan menggunakan kartu KKS

yang berisi saldo sejumlah biaya beras 9 Kg kepada Pendamping PKH. Selain itu

dalam program ini terintegrasi juga program pendidikan yang menggunakan Kartu

Indonesia Pintar (KIP), hal ini untuk memenuhi kebutuhan keluarga miskin yang

memiliki anak usia sekolah sehingga tidak ada lagi permasalahan anak putus

sekolah. Hal ini tepat sebagaimana dampak dari permasalah fakir miskin adalah

anak yang putus sekolah. Selain itu, dalam program ini juga terintegrasi KIS (Kartu

Indonesia Sehat) yang merupakan jaminan perlindungan untuk kesehatan setiap

warga. Hal ini sejalan dengan fenomena masalah yang muncul pada fakir miskin.
157

4.2.1. Bantuan Pangan Non Tunai

Program ini merupakan program yang memberikan bantuan makanan kepada

warga yang tercatat di BDT. Sama halnya dengan PKH, cara mengambi BPNT ini

dengan menggunakan kartu KKS yang berisikan saldo ke agen untuk mendapatkan

beras 9Kg. Namun program ini pun dinilai tidak tepat sasaran dikarenakan diantara

10 fakir miskin, terdapat 2 orang yang tidak mendapatkan program BPNT. Hal ini

menyebabkan beberapa fakir miskin sulit untuk berdaya karena sulit untuk

mendapatkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Karena

ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pangan merupakan fenomena masalah

yang muncul pada keluarga fakir miskin. Adanya program ini dapat mengurangi

salah satu masalah dari sekian fenomena masalah yang muncul.

4.2.2. Pembenahan Rumah Tidak Layak Huni

Program ini merupakan program kota. Menurut penuturan kasie kesos untuk

mendapatkan program ini pemerintah kelurahan harus membuat pengajuan yang

berisi daftar rumah-rumah yang tidak layak huni. Program ini tidak dapat dirasakan

oleh semua keluarga fakir miskin, dikarenakan dalam program ini ada proses

verifikasi dan validasi yang dilakukan pemerintah kota langsung, dan salah satu

persyaratan adalah kepemilikan terhadap rumah. Permasalahan inilah yang dimiliki

fakir miskin di Kelurahan Suka Asih yaitu dalam kepemilikan rumah karena

sebagian besar rumah yang ditempati keluarga fakir miskin itu mengontrak. Maka

dari itu perlu ada program yang dapat dirasakan untuk permasalahan rumah, karena

jika program tersebut hanya diarahkan kepada fakir miskin yang memiliki rumah,
158

sebagian besar keluarga fakir miskin masih akan tetap tinggal di rumah tidak layak

huni.

4.2.3. Makan Bersama Keluarga Pra Sejahtera

Makan Bersama Keluarga Pra Sejahtera ini merupakan program perintah dari

walikota kepada setiap lurah di Kota Bandung. Di Suka Asih kegiatan ini dilakukan

dengan Kepala Lurah diminta yang meminta setiap RW untuk mempersiapkan

makan bersama untuk 10 orang keluarga fakir miskin. Program yang ditujukan agar

setiap Kepala Lurah dan aparatnya mengetahui permasalahan fakir miskin ini.

Diharapkan juga dari mengetahuinya permasalahan yang dialami oleh fakir miskin,

aparat pemerintah kelurahan dapat menemukan solusi untuk menyelesaikan

permasalahan keluarga fakir miskin.

Namun aparat kelurahan menggunakan program ini untuk melakukan

pembagian bantuan makanan untuk fakir miskin yang berasal dari program insiatif

Kelurahan yaitu BUSSEKEL. Berdasarkan yang diikuti oleh praktikan, tidak ada

perbincangan dua arah melainkan hanya satu arah yaitu oleh pihak aparat

kelurahan. Tidak ada kesempatan yang diberikan untuk pengungkapan masalah

yang dialami oleh fakir miskin. Maka dari itu, permasalahan fakir miskin tidak

pernah terungkap sehingga program yang ada tidak mengentaskan permasalahan

yang ada.

4.2.4. BUSSEKEL

BUSSEKEL merupakan program inisiatif Ketua Lurah Suka Asih dalam

bidang lingkungan dan sosial. Program ini membantu para keluarga fakir miskin

dengan biaya pengumpulan sampah yang ada di Kelurahan Suka Asih. Penghasilan
159

tersebut dibagi kepada 3 bagian yaitu 30% untuk biaya pekerja yang ditabung dalam

bentuk koperasi. 30% lainnya digunakan untuk biaya operasional. 40% sisanya

digunakan untuk santunan terhadap keluarga fakir miskin. Santunan tersebut berupa

makanan pokok yang terdiri dari minyak, gula, kopi, mie instan, dan makanan

ringan. Namun, transparansi program ini dinilai kurang. Selain itu, kebermanfaatan

bantuan yang diberi sangat kecil karena bukan kebutuhan dasar yang diberikan.

4.3. Analisis Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial

4.3.1. Pekerja Sosial Masyarakat

Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) memiliki tugas diantaranya adalah mendata

PMKS, melakukan rujukan terhadap PMKS dan mengembalikan fungsi sosial

PMKS. Banyaknya PMKS dan sedikitnya jumlah Pekerja Sosial Masyarakat

berdampak pada sedikitnya PMKS yang merasakan bantuan dari PSM ini. begitu

pula halnya dengan fakir miskin. Keluarga fakir miskin AeS tidak pernah

merasakan bantuan dari PSM ini berkaitan dengan pengembalian fungsi sosial fakir

miskin.

Berbeda halnya menurut pendapat PSM dimana mereka sudah mau membantu

keluarga fakir miskin. Tetapi, keluarga tersebutlah yang menutup-nutupi

permasalahan di keluarganya sehingga PSM tidak dapat melakukan bantuan apapun

untuk mencoba menyelesaikan permasalahannya. Dalam hal ini mengindikasikan

bahwa ada kesalahan dalam proses pendekatan sehingga PSM tidak dapat

mengungkap permasalahan dari fakir miskin tersebut.


160

4.3.2. Karang Taruna

Karang Taruna memiliki program yang tiddak jauh berbeda dari PSM dalam

kaitannya dengan PMKS. Tetapi, ada satu program yang berbeda yaitu pembenahan

rumah tidak layak huni. Karang Taruna merupakan pelaksana program yang

diselenggarakan kota yaitu program rumah tidak layak huni, mereka yang

mendatadan menyelenggarakan pembenahan terhadap rumah tidak layak huni yang

sudah ditunjuk oleh pemerintah kota. Namun, karang taruna juga tidak dapat

berbuat banyak terhadap data-data yang menjadi target sasaran kota. Namun dana

PIPPK yang dimiliki karang taruna dilakukan untuk program yang sama yaitu

pembenahan rumah tidak layak huni.

Kesamaan kegiatan yang serupa dengan PSM tidak membuat Karang Taruna

dan PSM bekerja sama untuk menangani PMKS secara bersama-sama. Mereka

cenderung untuk bekerja sendiri-sendiri, sehingga penanganan tidak dapat lebih

maksimal.

4.3.3. Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan

Tenaga Kerja Sosial Kecamatan atau TKSK memiliki kedudukan yang lebih

tinggi. Tugas yang dilakukan oleh TKSK tidak hanya sekedar dilapangan tetapi

juga terkait langsung dengan instansi sosial yang ada diatasnya seperti dinas sosial.

Dalam kaitannya dengan dunia sosial, TKSK melakukan pelaporan atau pengajuan

dengan masalah yang ada di kecamatannya kepada Dinas Sosial kota.

TKSK yang beradadi Kelurahan Suka Asih selalu melakukan pengajuan Data

keluarga fakir miskin baru sebagai sasaran program bantuan seperti PKH dan
161

BPNT. Hal tersebut dilakukan namun tetap tidak merubah data dikarenakan

wewenang dalam perubahan data berada di tangan Kementrian Sosial.

Selain itu dalam tanggung jawabnya di lapangan, TKSK membantu fakir

miskin untuk mengakses pelayanan ke instansti-instansi terkait seperti rumah sakit.

TKSK akanlangsung turun tangan dan mengantar seorang fakir miskin itu untuk

mendapatkan pelayanan. Biasanya dalam pelayanan tersebut TKSK mengakses

“surat sakti” atau surat pembebasan biaya dari Dinas Sosial Kota Bandung untuk

membantu akses pelayanan.

4.3.4. Dunia Usaha

Dunia Usaha di Kelurahan Suka Asih dalam kaitannya dengan PMKS

khususnya fakir miskin tidak berjalan dengan baik. Dunia usaha besar yang

seharusnya menyerap tenaga kerja sebagai 50% pekerjanya dari warga di

wilayahnya tersebut. Namun hal tersebut tidak banyak dilakukan, pemerintah

kelurahan yang bertanggung jawab soal ini pun tidak mengetahui permasalahan ini.

Maka dari itu, masih banyak fakir miskin yang bekerja sebagai buruh harian lepas

dengan upah yang beresiko terhadap pemenuhan kebutuhannya.

Selain itu tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR sangatlah minim. Salah

satu dunia usaha besar di wilayah tersebut hanya membantu sedikit fakir miskin.

Bantuan yang diberikan pun tidak selalu pasti, bahkan dala setahun bantuan tersebut

biasanya tidak ada. Menurut penuturan salah satu keluarga fakir miskin, bahwa

mereka pernah mendapat bantuan dari salah satu dunia usaha, namun sekarang

sudah tidak ada sama sekali.

Anda mungkin juga menyukai