PENDAHULUAN
1
Dalam perancangan struktur utama overpass digunakan jembatan beton
prategang precast produksi oleh PT. Wijaya Karya Beton dengan gelagar tipe
prestress concrete I. Dengan penggunaan beton prategang yang memiliki
keefektifan dalam penggunaannya sehingga struktur beton prategang dapat
memikul beban yang lebih besar dan dapat memperkecil berat sendiri dari
penampangnya, sehingga transfer beban ke struktur bawah lebih kecil, dan
dianggap mudah dalam proses pembuatan serta pelaksanaan di lapangan sehingga
lebih efisien dibandingkan dengan balok beton konvensional.
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Diperoleh besarnya beban-beban yang bekerja.
b. Didapatkan kehilangan gaya prategang pada beton prategang.
c. Diperoleh dimensi dari struktur utama jembatan overpass.
d. Diperoleh hasil perencanaan struktur bawah jembatan overpass.
e. Dapat memvisualisasikan hasil desain struktur dalam bentuk 2 dimensi dan 3
dimensi.
2
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dari Penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Data yang dipakai dalam penelitian adalah data sekunder yang berasal dari
Kontraktor Jalan Tol Pekanbaru-Dumai Seksi I, PT. Hutama Karya
Infrastruktur.
b. Pada beton PCI girder menggunakan Mutu fc’ 40 Mpa pada produksi PT.
Wijaya Karya Beton dengan tipe PC I H-210 dan tipe PC I H-125.
c. Klasifikasi jalan pada jembatan overpass tersebut adalah jalan Kabupaten dan
Jalan kelas II.
d. Menggunakan jenis strands Uncoated 7 wire super strands ASTM A-416 grade
270.
e. Posisi tendon dan penulangan pada struktur PCI-Girder diperhitungkan.
f. Perhitungan parapet dan deck slab sesuai dengan RSNI T-12-2004 perencanaan
struktur beton untuk jembatan.
g. Tidak memperhitungkan dan merencanakan drainase pada jalan tol tersebut.
h. Tidak merencanakan perhitungan geometrik dan tebal perkerasan jalan.
i. Tidak membahas tentang metode pelaksanaan.
j. Rencana anggaran biaya tidak diperhitungkan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
penelitian, jalan layang memiliki bentang 35,8 m dengan lebar 14,1 m.
Gelagar utama menggunakan precast concret tipe U (PC-U) girder dengan
tendon yang digunakan tipe kawat seven wire strand dengan jumlah 8
tendon.
d. Sari., (2017) melakukan penelitian perencaan pondasi jembatan dan
perbaikan tanah untuk oprit jembatan overpass Mungkung di Jalan Tol
Solo-Ngawi-Kertosono STA 150+331. Dari hasil penelitian dengan
menggunakan 2 alternatif pilihan, digunakan alternatife pertama karena
ketersediaan material geotextile di Indonesia dan kemudahan dalam
mendapatkan material dibandingkan freyssisol yang harus diimpor dari luar
Indonesia. Pondasi pilar 1 (pilar tengah) adalah tiang pancang dengan
diameter 60 cm sebanyak 25 buah dan kedalaman tiang 27,5 m. Pondasi
pilar 2 adalah tiang pancang dengan diameter 60 cm sebanyak 16 buah dan
kedalaman tiang 27,5 m. Pondasi abutment adalah tiang pancang dengan
diameter 60 cm sebanyak 24 buah dengan kedalaman tiang 27,5 m.
5
2.2.1 Beton Prategang
Beton prategang bukan merupakan konsep baru, pada tahun 1872, pada saat
P.H Jackson, seorang insinyur dari California, mendapatkan paten untuk sistem
struktural yang menggunakan tie rod untuk membuat pelengkung dari balok– balok.
Pada tahun 1888, C.W Doehring dari jerman memperoleh paten untuk memberikan
prategang pada slab dengan kawat-kawat metal (Edward. G. Nawy, 2001:5).
Pada masa sekarang beton prategang digunakan pada gedung, struktur
bawah tanah, menara, struktur lepas pantai dan jembatan. Beton prategang adalah
material yang banyak digunakan dalam kontruksi. Beton prategang pada dasarnya
adalah beton dimana tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang
sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan yang diberikan oleh beban-
beban luar dilawan sampai suatu titik yang diinginkan. Prategang meliputi
tambahan gaya tekan pada struktur untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan
gaya tarik internal dalam hal ini retak pada beton dapat dihilangkan. Pada beton
bertulang, prategang pada umumnya diberikan dengan menarik baja tulangan. Gaya
tekan disebabkan oleh reaksi baja tulangan yang ditarik, mengakibatkan
berkurangnya retak, elemen beton prategang akan lebih kokoh dari elemen beton
bertulang biasa.
6
2.2.2 Baja Prategang
Untuk penggunaan pada beban layan yang tinggi, penggunaan baja tulangan
(tendon) dan beton mutu tinggi akan lebih efisien. Hanya baja pada tegangan elastis
tinggi yang cocok digunakan pada beton prategang. Penggunaan baja tulangan mutu
tinggi bukan saja merupakan suatu keuntungan, tetapi merupakan suatu kewajiban.
Prategang akan menghasilkan elemen yang lebih ringan, bentang yang lebih besar
dan lebih ekonomis jika ditinjau dari segi pemasangannya dibandingkan dari beton
bertulang biasa.
Baja bermutu tinggi dapat mengimbangi kehilangan dibeton sekitarnya dan
mempunyai taraf tegangan sisa yang dapat menahan gaya prategang yang
dibutuhkan. Besarnya kehilangan prategang normal dapat diperkirakan di dalam
selang 35.000 sampai 60.000 Psi ( 241 sampai 414 MPa).
Baja tendon yang dipakai untuk beton prategang dalam prateknya ada tiga
macam, yaitu:
1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja pra-tegang pada
beton pra-tegang dengan sistem pra-tarik (pra-tension).
2. Kawat untaian (strand), biasanya digunakan untuk baja pra-tegang pada
beton pra-tegang dengan sistem pasca-tarik (post-tension).
3. Kawat batangan (bar), biasanya digunakan untuk baja pra-tegang pada
beton pra-tegang dengan sistem pra-tarik (pra-tension).
7
Jenis-jenis lain tendon yang sering digunakan untuk beton prategang
pada sistem pre-tension adalah seven-wire strand dan single-wire. Untuk
seven-wire ini, satu bendel kawat teriri dari 7 buah kawat, sedangkan single
wire terdiri dari kawat tunggal. Sedangkan untuk beton prategang dengan
sistem post-tension sering digunakan tendon mono-strand, batang tunggal,
multi-wire dan multi-strand. Untuk jenis post-tension method ini tendon
dapat bersifat bonded dimana saluran kabel diisi dengan material grouting
dan unbonded saluran kabel diisi dengan minyak gemuk atau grease. Tujuan
utama dari grouting ini adalah untuk melindungi tendon dari korosi dan
mengembangkan lekatan antara baja prategang dan beton sekitarnya.
8
dinyatakan sebagai deformed. Kawat deformed (berulir) mempunyai indentasi yang
ditekan ke dalam kawat atau batang agar berfungsi sebagai deformasi. Dengan
pengecualian kawat yang digunakan untuk penulangan kolom, hanya batang
berulir, kawat berulir, atau jalinan kawat yang terbuat dari kawat polos atau berulir
sajalah yang dapat digunakan pada beton bertulang di lapangan.
2.2.5 Angkur
Penarikan dan penjangkaran strand pada ujung balok serta saluran tendon
diletakkan pada angkur. Angkur pada sistem prategang terdiri dari 2 jenis yaitu
angkur hidup dan angkur mati yang mana angkur tersebut harus diproduksi oleh
pabrikator yang terjamin dalam segi mutu yang sesuai dengan spesifikasi teknik.
9
Gambar 2.4 Angkur hidup dan angkur mati
Sumber : VSL Multistrand Post – Tensioning Brocure
10
2.3.1 Beban Mati
a. Berat Sendiri
Berat sendiri adalah berat dari bagian-bagian struktur itu sendiri, dan
elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya, termasuk diantaranya berat bahan
dan bagian jembatan yang merupakan bagian struktural, ditambah elemen non-
struktural yang tetap. Adapun faktor beban untuk berat sendiri (MS) dapat dilihat
pada Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Faktor Beban untuk Berat Sendiri
Faktor Beban ( MS)
Tipe beban Keadaan Batas Layan (SMS) Keadaan Batas Ultimit (U MS)
Bahan Biasa Terkurangi
Baja 1.00 1.10 0.90
Aluminium 1.00 1.10 0.90
Tetap Beton Pracetak 1.00 1.20 0.85
Beton Cor di tempat 1.00 1.30 0.75
Kayu 1.00 1.40 0.70
Sumber : Standar Pembebanan untuk Jembatan SNI 1725:2016
1) Berat Diafragma
Berat diafragma dapat digunakan rumus dengan Persamaan 2.1 dan
Persamaan 2.2 berikut:
Berat 1 buah diafragma (w) : Wdiafragma = V x Wc ............(2.1)
Berat diafragma : Wdt = Wdiafragma x n .............(2.2)
Momen maksimum yang terjadi di tengah bentang sepanjang L dapat
dihitung dengan Persamaan 2.3 berikut.
1
Mmaks = (2 x n x Xi - Xii - X0 ) x Wdt ....................................................(2.3)
11
3) Gaya Geser dan Momen Akibat Berat Sendiri (MS)
Gaya geser dan momen berat sendiri (MS) dapat dihitung dengan Persamaan
2.7 sampai dengan Persaman 2.9 berikut.
Beban : QMS = A x W ..........................................................(2.7)
1
Gaya Geser : VMS = x QMS x L ................................................(2.8)
2
1
Momen : VMS = x QMS x L2 ...............................................(2.9)
8
12
Tabel 2.5 Faktor beban untuk beban mati tambahan
13
a. Beban Lajur “D” (TD)
Beban lajur “D” terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabungkan
dengan beban garis (BGT). Adapun faktor beban yang digunakan untuk beban lajur
“D” seperti pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Faktor beban untuk beban lajur “D”
Faktor Beban ( TD)
Tipe
Jembatan Keadaan Batas Layan Keadaan Batas Ultimit
beban
(STD) (U TD)
Beton 1.00 1.80
Transien Boks Girder
1.00 2.00
Baja
Sumber : Standar Pembebanan untuk Jembatan SNI 1725:2016
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas sebesar q (kPa), dengan
besaran q tergantung pada panjang total yang dibebani (L) sesuai dengan Persamaan
2.15 dan Persamaan 2.16, dan dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut:
Jika L ≤ 30 m : q = 9.0 kPa ............................................................................(2.15)
Jika L > 30 m : q = 9.0 (0.5 + 15/L) kPa........................................................(2.16)
Keterangan :
q = Intentitas BTR dalam arah memanjang jembatan (kPa)
L = Panjang total jembatan yang dibebani (m)
14
Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p (kN/m) harus ditempatkan
tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah
49,0 kN/m untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan
menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah
melintang jembatan pada bentang lainnya.
Faktor beban dinamis (Dinamic Load Allowance) merupakan hasil interaksi
antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya FBD tergantung
kepada frekuensi dasar dari suspensi kendaraan, biasanya antara 2 Hz sampai
dengan 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lentur jembatan.
Untuk perencanaan, FBD dinyatakan sebagai beban statis ekuivalen. Faktor beban
dinamis (DLA) untuk beban garis (KEL) dapat disajikan pada Gambar 2.7 dibawah
ini.
1) Beban merata pada balok dapat dicari dengan Persamaan 2.17 sampai
dengan Persamaan 2. 20 ini :
QTD = q × s .......................................................................................(2.17)
2) Beban terpusat pada balok dapat dicari dengan Persamaan 2.18 berikut :
PTD = (1 + DLA) x p (B + 5,5) / 2 ....................................................(2.18)
3) Gaya Geser akibat beban lajur D dihitung dengan Persamaan 2.19.
1
VTD = x QTD x L ..........................................................................(2.19)
2
15
1
MTD = x QTD x 𝐿2 ........................................................................(2.20)
8
16
2.3.3 Gaya Rem (TB)
Berdasarkan peraturan pembebanan jembatan pada SNI 1725-2016, gaya
rem diambil yang terbesar dari 25% dari berat gandar truk desain atau, 5% dari berat
truk rencana di tambah beban lajur terbagi merata BTR. Pengaruh pengereman
diasumsikan bekerja pada jarak 1.80 m di atas permukaan lantai jembatan. Dalam
menghitung gaya rem yang terjadi dapat digunakan Persamaan 2.21 sampai dengan
Persamaan 2.25 berikut ini.
1) Gaya rem (TB)
TTB = 5% x T × QTB .......................................................................(2.21)
2) Lengan terhadap titik berat balok
Y = 1,80 + ℎa + 𝑦ac .......................................................................(2.22)
3) Beban momen akibat gaya rem
M = 𝑇TB x Y ......................................................................................(2.23)
4) Gaya geser beban rem
MTB
VTB = .......................................................................................(2.24)
𝐿
17
𝑄TP = q x 𝑏𝑡 ......................................................................................(2.27)
3) Gaya geser beban pejalan kaki
1
VTB = x QTP x L ............................................................................(2.28)
2
18
b. Gaya Gempa
Dalam perhitungan beban gempa ada beberapa tahap yang harus dilakukan
pada perencanaan jembatan.
1. Menentukan Faktor Situs
Dalam menentukan faktor situs, hal pertama yang harus dilakukan
menentukan jenis tanah yang akan dibangun jembatandan menentukan level gempa.
Nilai percepatan puncak batuan dasar (FPGA) ditentukan pada Tabel 2.8 yang
mengacu pada Gambar 2.10 dan nilai paramater respons spektral percepatan gempa
(SS) untuk periode pendek (T = 0,2 detik) pada Tabel 2.9 mengacu pada Gambar
2.11.
Tabel 2.8 Faktor nilai amplikasi untuk priode 0 detik dan 0,2 detik (F PGA/Fa)
Kelas Situs PGA ≤ 0,1 PGA = 0,2 PGA = 0,3 PGA = 0,4 PGA > 0,5
Ss ≤ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss ≥ 0,8
Batuan Keras (SA) 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
Batuan (SB) 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
Tanah Keras (SC) 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
Tanah Sedang (SD) 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
Tanah Lunak (SE) 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
Tanah Khusus (SF) SS SS SS SS SS
Sumber : Perencanaan Jembatan terhadap gempa SNI 2833-2016
19
2. Respons Spektrum Rencana
Respons spektrum adalah nilai yang menggambarkan respons maksimum
dari sistem berderajat-kebebasan-tunggal pada berbagai frekuensi alami teredam
akibat suatu goyangan tanah. Perhitungan respons spektrum rencana dapat dicari
dengan Persamaan 2.35 sampai Persamaan 2.37.
As = 𝐹𝑃𝐺𝐴 x PGA .........................................................................................(2.35)
𝑆𝐷𝑆 = 𝐹𝑎 x 𝑆𝑆 ..................................................................................................(2.36)
𝑆𝐷1 = 𝐹𝑉 x 𝑆1 .................................................................................................(2.37)
Untuk periode lebih besar atau sama dengan T0 dan lebih kecil atau sama
dengan Ts, respon spektra percepatan, Csm adalah sama dengan SDS.
20
4. Beban Gempa (Gaya Horizontal)
Gaya gempa horizontal dapat dicari dengan Persamaan 2.40
𝐶𝑠𝑚
𝐸𝑄 = 𝑥 𝑊𝑡 ................................................................................................(2.40)
𝑅
Dengan :
EQ = Gaya gempa horizontal statis (kN)
Csm = koefisien respon gempa elastik pada mode getar ke – m
R = Faktor modifikasi respon
Wt = Berat total struktur (Beban mati dan Beban hidup)
21
Gambar 2.10 Peta percepatan puncak di batuan dasar (PGA) untuk probabilitas terlampaui 7% dalamm 75 tahun
Sumber : Perencanaan Jembatan terhadap gempa SNI 2833-2016
22
Gambar 2.11 Peta respon spectra percepatan 0,2 detik di batuan dasar untuk probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun
Sumber : Perencanaan Jembatan terhadap gempa SNI 2833-2016
23
Gambar 2.12 Peta respon spektra percepatan 1 detik di batuan dasar untuk probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun
Sumber : Perencanaan Jembatan terhadap gempa SNI 2833-2016
24
Sesuai dengan peraturan perencan
aan jembatan terhadap gempa SNI 2833–2016 telah diatur bagan alir
perancangan jembatan terhadap beban gempa sebagai berikut :
Mulai
Ya
Zona Gempa 1
Tidak
Tentukan Faktor
Modifikasi Respons (R)
Ya
Jembatan bentang
Tunggal
Tidak
25
A
Sesuai
zona Tentukan
gempa perpindahan rencana
(Pasal 6.4)
Tidak
Perbaiki ukuran Apakah Kapasaitas
komponen memenuhi..?
Ya
Selesai
26
a. Kuat I: Kombinasi yang memperhitungkan gaya-gaya yang timbul pada
jembatan dalam keadaan normal dan beban angin diabaikan.
b. Kuat II : Kombinasi yang berkaitan dengan penggunaan jembatan untuk
memikul beban kendaraan khusus yang di tentukan pemilik tanpa
memperhitungkan beban angin.
c. Kuat III : Kombinasi jembatan dikenai beban angin berkecepatan 90 km/jam
hingga 126 km/jam.
d. Kuat IV : Kombinasi untuk memperhitungkan kemungkinan adanya rasio
beban mati dengan beban hidup yang besar.
e. Kuat V : Kombinasi pembebanan berkaitan dengan operasional normal
jembatan dengan memperhitungkan beban angin berkecepatan 90 km/jam
hingga 126 km/jam.
f. Ekstrem I: Kombinasi pembebanan gempa. Faktor beban hidup yang
mempertimbangkan bekerjanya beban hidup pada saat gempa berlangsung
harus ditentukan berdasarkan kepentingan jembatan.
g. Ekstrem II: Kombinasi pembebanan yang meninjau kombinasi antara beban
hidup terkurangi dengan beban yang timbul akibat tumbukan kapal,
tumbukan kendaraan, banjir atau beban hidrolika lainya kecuali untuk kasus
pembebanan akibat tumbukan kendaraan.
h. Layan I : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan operasional
jembatan dengan semua beban mempunyai nilai nominal serta
memperhitungkan adanya beban angina berkecepatan 90 km/jam hingga
126 km/jam. Kombinasi ini juga digunakan untuk mengontrol mengontrol
lebar retak struktur beton bertulang.
i. Layan II: Kombinasi yang ditujukan untuk mencegah terjadinya pelelehan
pada struktur baja dan selip sambungan akibat beban kendaraan.
j. Layan III: Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada
arah memanjang jembatan beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol
besarnya retak dan tegangan utama tarik pada bagian badan dari jembatan
beton segmental.
27
k. Layan IV: Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada
kolom beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya retak.
Untuk penjelasan aksi beban yang terdapat pada Tabel 2.10 akan dijelaskan
pada Tabel 2.11.
28
Tabel 2.11 Penjelasan Simbol Beban
29
2.5 Syarat Umum Perencanaan Struktur Beton Jembatan
Umur rencana jembatan pada umumnya disyaratkan 50 tahun. Namun untuk
jembatan penting dan/atau berbentang panjang, atau yang bersifat khusus,
diisyaratkan umur rencana 100 tahun. Perhitungan tersebut mengacu pada
Peraturan RSNI T – 12- 2004 mengenai perencanaan struktur beton untuk jembatan.
2.5.1 Beton
a) Kekuatan Nominal
Bila tidak disebutkan didalam spesifikasi teknik, kuat tekan harus diartikan
sebagai kuat tekan beton pada umur 28 hari. Dalam segala hal, beton dengan kuat
tekan (benda uji silinder) yang kurang dari 20 MPa tidak dibenarkan untuk
digunakan dalam pekerjaan struktur beton untuk jembatan, kecuali untuk
pembetonan yang tidak dituntut persyaratan kekuatan. Dalam hal komponen
struktur beton prategang, sehubungan dengan pengaruh gaya prategang pada
tegangan dan regangan beton, baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka
panjang, maka kuat tekan beton disyaratkan untuk tidak lebih rendah dari 30 MPa.
1) Kuat Tekan
Tegangan tekan dalam penampangan beton, akibat semua kombinasi beban
tetap pada kondisi batas layan lentur dan/atau aksial tekan, tidak boleh melampaui
nilai 0,45 fc’, dimana fc’ adalah kuat tekan beton yang direncanakan pada umur 28
hari, dinyatakan dalam satuan MPa.
2) Kuat Tarik
Kuat tarik dari beton (fct), bisa diambil dari ketentuan :
a. 0,33 √fc’ MPa pada umur 28 hari, dengan perawatan standar; atau
b. Dihitung dengan probabilitas statistic dari hasil pengujian.
3) Kuat Tarik Lentur
Kuat tarik lentur dari beton (fcf), bisa diambil sebesar :
a. 0,6 √fc’ MPa pada umur 28 hari, dengan perawatan standar; atau
b. Dihitung dengan probabilitas statistic dari hasil pengujian.
30
b) Tegangan Ijin
Tegangan tekan dalam penampang beton, akibat semua kombinasi beban
tetap pada kondisi batas layan lentur dan/atau aksial tekan, tidak boleh melampaui
nilai 0,45 fc’, di mana fc’ adalah kuat tekan beton yang direncanakan pada umur 28
hari, dinyatakan dalam satuan MPa. Untuk kondisi beban sementara, atau untuk
komponen beton prategang pada saat transfer gaya prategang, tegangan tekan dalam
penampang beton tidak boleh melampaui nilai 0,60 fci’, di mana fci’ adalah kuat
tekan beton yang direncanakan pada umur saat dibebani atau dilakukan transfer
gaya prategang, dinyatakan dalam satuan MPa.
d) Angka Poisson
Angka poisson untuk beton, v, bias diambil sebesar 0,2 atau ditentukan dari
hasil pengujian.
31
b) Tegangan Ijin
Tegangan ijin tarik pada tulangan non-prategang boleh diambil dari
ketentuan di bawah ini:
1) Tulangan dengan fy = 300 MPa, tidak boleh diambil melebihi 140 MPa
2) Tulangan dengan fy = 400 MPa, atau lebih, dan anyaman kawat las
(polos/ulir), tidak boleh melebihi 170 Mpa.
3) Untuk tulangan lentur pada pelat satu arah yang bentangnya tidak lebih dari
4 m, tidak boleh diambil melebihi 0,50 fy namu tidaak lebih dari 200 MPa.
b) Tegangan Ijin
Tegangan tarik baja prategang pada kondisi batas layan tidak boleh
melampaui nilai berikut:
1. Tendon pasca tarik, pada daerah jangkar dan sambungan, sesaat setelah
penjangkaran tendon, sebesar 0,70 fpu.
32
2. Untuk kondisi layan, sebesar 0,60 fpu.
Tegangan tarik baja prategang pada kondisi transfer tidak boleh melampaui
nilai berikut:
1. Akibat gaya penjangkaran tendon, sebesar 0,94 fpy tetapi tidak lebih
besar dari 0,85 fpu atau nilai maksimum yang direkomendasikan oleh
fabrikator pembuat tendon prategang atau jangkar.
2. Sesaat setelah transfer gaya prategang, boleh diambil sebesar 0,82 fpy,
tetapi tidak lebih besar dari 0,74 fpu.
33
2.6.1 Perhitungan Barrier Tepi / Parapet
Parapet adalah bagian dari jenis sandaran yang digunakan sebagai pembatas
kendaraan dengan tepi jembatan untuk memberikan rasa aman bagi pengguna jalan.
Parapet yang dirancang dalam hal ini adalah beton bertulang.
a. Perhitungan Momen
Momen akibat beban mati (Md)
Md = Besar beban mati x Jarak (kN.m) ............................................(2.43)
Momen akibat beban hidup (MI)
MI = Beban horizontal x jarak (kN.m) ..............................................(2.44)
Momen Ultimit (Mu)
Mu = Md + MI ...................................................................................(2.45)
34
b. Perhitungan Penulangan
Tahapan dalam mencari tulangan adalah dengan mencari jarak tulangan
terhadap sisi luar beton (d’) dan tebal efektif (d).
d = h – d’ ..................................................................................................(2.46)
d’ = 0,1 x h ..................................................................................................(2.47)
ρb = 𝛽 x 0.85 x fc’/ fy x 600 / ( 600 + fy )...................................................(2.48)
dimana,
𝛽 = 0,85 untuk f’c ≤ 30 Mpa
𝛽 = 0,85-0,008 (f’c-30) untuk f’c ≤ 30 Mpa
35
Luas tulangan yang diperlukan,
As = ρ x b x d ..........................................................................................(2.54)
Maka selanjutnya digunakan diamater dengan rumus,
Jarak tulangan yang diperlukan,
s = 𝜋/ 4 x D2 x b / As ............................................................................(2.55)
Maka didapatkan jarak tulangan ;
As = 𝜋 / 4 x D2 x b / s (mm2 ) ................................................................(2.56)
Tulangan bagi / susut arah memanjang diambil 50% tulangan pokok ;
As' = 50% x As .........................................................................................(2.57)
Selanjutnya mencari jarak tulangan yang digunakan dengan rumus:
Jarak tulangan yang diperlukan,
s = 𝜋 / 4 x D2 x b / As’ ..........................................................................(2.58)
36
a. Perhitungan Momen
Momen akibat beban mati (Md)
Md = Besar beban mati x Jarak (kN.m)
Momen akibat beban hidup (MI)
MI = Beban horizontal x jarak (kN.m)
Momen Ultimit (Mu)
Mu = Md + MI
b. Perhitungan Penulangan
Tahapan dalam mencari tulangan adalah dengan mencari jarak tulangan
terhadap sisi luar beton (d’) dan tebal efektif (d).
d = h – d’
d’ = 0,1 x h
ρb = 𝛽 x 0.85 x fc’/ fy x 600 / ( 600 + fy )
dimana,
𝛽 = 0,85 untuk f’c ≤ 30 Mpa
𝛽 = 0,85-0,008 (f’c-30) untuk f’c ≤ 30 Mpa
Rmax = 0.75 x ρb x fy x [1 - ½ x 0.75 x ρb x fy/(0.85 x f’c )]
Dimana :
Mu = Momen rencana ultimit (kNm)
fc' = Mutu beton (Mpa)
fy = Mutu baja (Mpa)
h = Tebal slab beton, (m)
d' = Jarak tulangan terhadap sisi luar beton (m)
b1 = Faktor bentuk distribusi tegangan beton (m)
ϕ = Faktor reduksi kekuatan lentur
Momen nominal rencana,
Mn = Mu / ϕ
Faktor tahanan momen,
Rn = Mn x 10-6 / ( b x d2 )
Rn < Rmax (OK)
37
Rasio tulangan yang diperlukan :
ρ = 0.85 x f’c / fy x [ 1 - √ [1 - 2 x Rn / ( 0.85 x f’c )]
Rasio tulangan minimum,
ρ min = 0.5 / fy
ρ = Rasio tulangan yang digunakan,
Luas tulangan yang diperlukan,
As =ρxbxd
Maka selanjutnya digunakan diamater dengan rumus,
Jarak tulangan yang diperlukan,
s = 𝜋/ 4 x D2 x b / As
Maka didapatkan jarak tulangan ;
As = 𝜋 / 4 x D2 x b / s (mm2 )
Tulangan bagi / susut arah memanjang diambil 50% tulangan pokok ;
As' = 50% x As
Selanjutnya mencari jarak tulangan yang digunakan dengan rumus:
Jarak tulangan yang diperlukan,
s = 𝜋 / 4 x D2 x b / As’
38
h = ts = tebal slab lantai jembatan (m)
WC = berat beton bertulang (kN/m3)
Menghitung beban mati tambahan (QMA) dengan Persamaan 2.60.
QMA = beban lapisan aspal dan overlay + beban air hujan ..........................(2.60)
Beban hidup pada lantai kendaraan jembatan berupa beban roda ganda oleh
truk (beban T) yang besarnya 112,5 kN dan faktor beban dinamis (DLA) diambil
sebesar 0,4 dan dihitung menggunakan Persamaan 2.61.
PTT = (1+DLA) x T .....................................................................................(2.61)
Beban garis merata tambahan arah horizontal pada permukaan lantai
jembatan akibat angin meniup kendaraan diatas jembatan dihitung dengan
Persamaan 2.62.
39
Bidang vertikal yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan
dengan tinggi 2 m diatas lantai jembatan, jarak antara roda kendaraan (x) adalah
1,75 m sehingga didapat Persamaan 2.62.
1 ℎ
PEW = [2 𝑥 𝑋 𝑥 𝑇𝑒𝑤] ..................................................................................(2.62)
40
Beban Temperatur M = k x α x ΔT x Ec x s2 ..........................................(2.66)
Dengan:
k = koefisien momen (dapat dilihat pada gambar diatas)
s = jarak antar gelagar
Menghitung momen ultimit tumpuan dan lapangan dengan menggunakan
kombinasi pembebanan.
41
Rasio tulangan yang diperlukan :
ρ = 0.85 x f’c / fy x [ 1 - √ [1 - 2 x Rn / ( 0.85 x f’c )]
Rasio tulangan minimum,
ρ min = 0.5 / fy
ρ = Rasio tulangan yang digunakan,
Luas tulangan yang diperlukan,
As =ρxbxd
Maka selanjutnya digunakan diamater dengan rumus,
Jarak tulangan yang diperlukan,
s = 𝜋/ 4 x D2 x b / As
Maka didapatkan jarak tulangan ;
As = 𝜋 / 4 x D2 x b / s (mm2 )
Tulangan bagi / susut arah memanjang diambil 50% tulangan pokok ;
As' = 50% x As
Selanjutnya mencari jarak tulangan yang digunakan dengan rumus:
Jarak tulangan yang diperlukan,
s = 𝜋 / 4 x D2 x b / As’
Dan selanjutnya dihitung kedalam tahap perancangan berikutnya,
diantaranya perhitungan terhadap kontrol lendutan slab kendaraan yang terjadi dan
kontrol terhadap tegangan geser pons.
42
Gambar 2.20 Deck Slab Jembatan
Sumber : Sketsa Olahan Skripsi, 2019
Pada perancangannya, beban yang bekerja pada deck slab adalah beban mati
sendiri (MS) dan beban pekerja + alat (WRK). Kemudian untuk spesifikasi beton
yang digunakan adalah fc’ 30 Mpa, dengan penentuan penulangannya akan
menggunakan teori penulangan tunggal dan teori penulangan bagi sesuai dengan
standar yang berlaku.
2.6.5 Diafragma
Diafragma jembatan merupakan suatu komponen struktur atas pada
jembatan yang berguna sebagai pengaku atau pengunci antar gelagar induk dengan
tujuan agar tidak terjadi guling.
43
a. Perhitungan Pembebanan dan Momen
Balok diafragma hanya menahan berat sendiri balok :
Berat Sendiri Balok = Luasan balok x Berat jenis beton ..............................(2.67)
Qu = 1,3 x berat sendiri balok ......................................................................(2.68)
Momen Ultimit (Mu) :
Mmax tumpuan = 1/8 x Qu x L2 ...................................................................(2.69)
Mmax lapangan = 1/12 x Qu x L2 .................................................................(2.70)
b. Perhitungan Penulangan
Tahapan dalam mencari tulangan adalah dengan mencari jarak tulangan
terhadap sisi luar beton (d’) dan tebal efektif (d).
d = h – d’
d’ = 0,1 x h
ρb = 𝛽 x 0.85 x fc’/ fy x 600 / ( 600 + fy )
dimana,
𝛽 = 0,85 untuk f’c ≤ 30 Mpa
𝛽 = 0,85-0,008 (f’c-30) untuk f’c ≤ 30 Mpa
44
Rn < Rmax (OK)
Rasio tulangan yang diperlukan :
ρ = 0.85 x f’c / fy x [ 1 - √ [1 - 2 x Rn / ( 0.85 x f’c )]
Rasio tulangan minimum,
ρ min = 0.5 / fy
ρ = Rasio tulangan yang digunakan,
Luas tulangan yang diperlukan,
As =ρxbxd
Maka selanjutnya digunakan diamater dengan rumus,
Jarak tulangan yang diperlukan,
s = 𝜋/ 4 x D2 x b / As
Maka didapatkan jarak tulangan ;
As = 𝜋 / 4 x D2 x b / s (mm2 )
Tulangan bagi / susut arah memanjang diambil 50% tulangan pokok ;
As' = 50% x As
Selanjutnya mencari jarak tulangan yang digunakan dengan rumus:
Jarak tulangan yang diperlukan,
s = 𝜋 / 4 x D2 x b / As’
45
a. Struktur Balok Prategang
Pendimensian balok atau ukuran balok induk prategang didasarkan pada
produksi PT. Wijaya Karya, Menurut Edward. G. Nawy, untuk menentukan lebar
sayap atas efektif penampang komposit, maka lebar Beff dimodifikasi untuk
memperhitungkan perbedaan di dalam modulus kedua jenis beton agar regangan di
keduanya di bidang antarmuka serasi.
1. ¼ x L
2. S
3. bw + 12 h0
Perhitungan Section Properties balok, bertujuan untuk mendapatkan
momen inersia balok prategang dan balok komposit sebagai berikut:
𝛴𝐴𝑥𝑌
Letak titik berat : Yb = ......................................................................(2.71)
𝛴𝐴
Sehingga, Ya = h – Yb ...................................................................................(2.72)
Momen inersia terhadap titik berat balok :
𝐼𝑥 = 𝛴(𝐴 𝑥 (𝑌 − 𝑌𝑏) 2 ) + 𝛴 𝐼0 ..................................................................(2.73)
Tahanan momen sisi atas :
𝐼𝑥
𝑊𝑎 = ........................................................................................................(2.74)
𝑌𝑎
b. Pembebanan Balok
Pembebanan balok prategang mengikuti perhitungan pada Subbab 2.3
Pembebanan Jembatan Berdasarkan SNI 1725-2016 dalam Bab 2 ini.
46
prategang yang eksentris. Untuk mencari besaran gaya prategang awal Pi, dapat
digunakan persamaan dibawah ini :
𝑃𝑡 𝑃𝑡 𝑥 𝑒𝑠 𝑀𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘
Tegangan di serat atas =− + − ..................................(2.76)
𝐴 𝑊𝑎 𝑊𝑎
𝑃𝑡 𝑃𝑡 𝑥 𝑒𝑠 𝑀𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘
Tegangan di serat bawah = − + − = 0,6 𝑓𝑐𝑖 ..................(2.77)
𝐴 𝑊𝑏 𝑊𝑏
Dan gaya yang ditimbulkan akibat terjadi Jacking dapat dicari dengan
persamaan berikut :
𝑃𝑗 = 𝑃𝑜 𝑥 𝑛𝑠 𝑥 𝑃𝑏𝑠 ......................................................................................(2.79)
Dimana :
Po = Persentase tegangan leleh yang timbul pada baja
Pt = Gaya prategang (kN)
ns = Jumlah strand
Pbs = Beban putus satu strand (kN)
Pj = Gaya prategang yang terjadi akibat jacking (kN)
Sehingga Gaya prategang akhir setelah kehilangan tegangan (loss of
prestress) adalah sebesar :
𝑃𝑒𝑓𝑓 = 𝑘𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑥 𝑃𝑗 ..........................................................(2.80)
47
4. Penentuan Posisi Tendon
Tendon di Tumpuan
𝑍𝑜 = 𝑌𝑏 − 𝑒𝑠 ...............................................................................................(2.81)
Dimana :
Zo = Jarak dari tepi bawah beton ke titik tengah barisan tendon (m)
Momen statis tendon terhadap alas :
𝑛𝑠 𝑥 𝑍𝑜 = 𝑛𝑠1 𝑥 𝑎 + 𝑛𝑠2 𝑥 (𝑎 + 𝑦𝑑) .......................................................(2.82)
(𝑍𝑜−𝑎)
𝑃𝑜 = 𝑛𝑠 𝑥 ...........................................................................................(2.83)
𝑛𝑠2
𝑌𝑒 = 𝑌𝑏 − 𝑎′ ..............................................................................................(2.85)
𝑦𝑑′
𝑌𝑒 (𝛴𝑛𝑖 𝑥 )
𝑦𝑑′
= .............................................................................................(2.86)
𝑦𝑑′ 𝑛𝑠
𝑦𝑒
𝑌𝑑 ′ = 𝑦𝑒
..................................................................................................(2.87)
( )
𝑦𝑑′
Dimana :
Ye = Letak titik berat tendon terhadap pusat tendon terbawah (m)
Yd’ = Jarak dari as ke as tendon
ns = Jumlah strand
a’ = Jarak dari alas balok ke as bari tendon terbawah (m)
48
Zi’ = Posisi tendon di tumpuan (m)
Zi = Posisi tendon di tengah bentang (m)
Dimana :
Y = Persamaan lintasan tendon (m)
f = es = Eksentrisitas (m)
X = Jarak yang di tinjau (m)
L = Bentang Jembatan (m)
9. Kehilangan Tegangan
Kehilangan prategang pada struktur beton prategang dapat diilustrasikan
seperti pada Gambar 2.23.
49
Kehilangan Langsung Kehilangan Tergantung Waktu
Pj Pi Pe
(Immediate Losses) (Time Dependent Losses)
50
Tabel 2.11 Koefisien gesek kelengkungan dan wobble.
51
(€𝑆𝐻)𝑡 = Nilai rata-rata regangan susut ultimit pada beton
Es = Modulus elastis baja prategang (kPa)
Pengaruh Rangkak
𝜎𝑐𝑟 = 𝑛 𝑥 𝐾𝑐𝑟 𝑥 (𝑓𝑐𝑠 − 𝑓𝑐𝑠𝑑 ) ...................................................................(2.98)
Dimana :
𝜎𝑐𝑟 = Kehilangan tegangan akibat rangkak (kN)
n = Modulus ratio antara baja prategang dengan balok prategang
Kcr = Untuk komponen pratarik (2,0)
fcs = Tegangan di beton pada level pusat berat baja segera setelah transfer
fcsd = Tegangan di beton pada level pusat berat baja akibat semua beban mati
tambahan setelah prategang diberikan (kPa)
52
7. Tegangan akibat beban angina (Ew)
8. Tgangan akibat beban gempa (EQ)
9. Tegangan akibat pengaruh temperature (ET)
53
13. Tulangan Geser
(𝐿−2 𝑥 𝑋)
Sudut kemiringan tendon, (𝛼) = 𝐴𝑇𝐴𝑁 (4 𝑥 𝑓 𝑥 ) .......(2.107)
𝐿2
Dimana :
Vi = Gaya lintang pada penampang yang ditinjau (kN)
bv = Lebar bidang gesek (m)
Sx = Momen statis luasan plat terhadap titik berat penampang komposit
(m3)
Beff = Lebar efektif plat (m)
ho = Tebal plat (m)
Ixc = Inersia penampang balok komposit (m4)
Luas total shear connector :
𝐴𝑠𝑡 = 𝑛𝑠 𝑥 𝐴𝑠 ................................................................................(2.114)
Jarak antar shear connector, dihitung dengan persamaan berikut ini :
𝑘𝑓
𝑎𝑠 = 𝑓𝑠 𝑥 𝐴𝑠𝑡 𝑥 (𝑓𝑣 𝑥 𝑏𝑣) .................................................................(2.115)
Dimana :
kf = Koefisien gesek pada bidang kontak (1-1,4)
fs = tegangan ijin baja shear connector = 0,578 x fy
fci = tegangan ijin beton balok komposit
54
15. Lendutan Balok
Lendutan Balok Prestressed (Sebelum Komposit)
a. Lendutan pada keadaan awal (Transfer)
5 𝐿4 𝐿
δ = (384) 𝑥 (−𝑄𝑝𝑡1 + 𝑄𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘)𝑥 (𝐸𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 𝑥 𝐼𝑥) < 240 (𝑂𝐾) ....(2.116)
.....................................................................................................(2.118)
d. Lendutan setelah balok dan plat menjadi komposit
5 𝐿4 𝐿
δ = (384) 𝑥 (−𝑄𝑝𝑒𝑓𝑓 + 𝑄𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 + 𝑝𝑙𝑎𝑡)𝑥 (𝐸𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 𝑥 𝐼𝑥𝑐) < 240 (𝑂𝐾)
.....................................................................................................(2.119)
Lendutan Balok Prestressed Komposit
a. Lendutan akibat berat sendiri (MS)
5 𝐿4
δ = (384) 𝑥 𝑄𝑀𝑆 𝑥 (𝐸𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 𝑥 𝐼𝑥𝑐) ..............................................(2.120)
.....................................................................................................(2.125)
55
f. Lendutan akibat beban rem (TB)
𝐿2
δ = 0,0642 x 𝑀𝑇𝐵 𝑥 (𝐸𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 𝑥 𝐼𝑥𝑐) ...........................................(2.126)
56
pondasi jembatan. Beberapa bangunan struktur bawah jembatan dapat dilihat pada
Gambar 2.24.
57
3. Akibat Tekanan Tanah Aktif
4. Beban Lajur “D” atau Beban Truk “T”
5. Gaya Rem
6. Beban Pedestrian/Pejalan Kaki
7. Beban Angin
8. Pengaruh Temperatur
9. Beban Gempa
10. Gesekan pada perletakan
Dalam perencanaan kombinasi pembebanan pada jembatan terdapat
beberapa keadaan batas yaitu keadan batas layan dan keadaan batas ultimite. Faktor
beban dan kombinasi pembebanan yang digunakan dalam perencanaan jembatan
disajikan pada Tabel 2.10.
Setelah dikombinasikan lalu dipilih beban yang paling menentukan dalam
kontrol stabilitas terhadap guling dan geser sesuai dengan arah memanjang dan
melintang jembatan.
Kontrol terhadap guling
Σ Mt
Fguling = 𝛴 𝑀𝑔𝑙 ≥ 2,20 .............................................................................(2.141)
58
d = h – d’
d’ = 0,1 x h
ρb = 𝛽 x 0.85 x fc’/ fy x 600 / ( 600 + fy )
dimana,
𝛽 = 0,85 untuk f’c ≤ 30 Mpa
𝛽 = 0,85-0,008 (f’c-30) untuk f’c ≤ 30 Mpa
59
Maka didapatkan jarak tulangan ;
As = 𝜋 / 4 x D2 x b / s (mm2 )
Tulangan bagi / susut arah memanjang diambil 50% tulangan pokok ;
As' = 50% x As
Selanjutnya mencari jarak tulangan yang digunakan dengan rumus:
Jarak tulangan yang diperlukan,
s = 𝜋 / 4 x D2 x b / As’
Dalam perhitungan beban yang terjadi pada pilar yang terletak di sungai
maka akan memperhitungkan aliran (arus) sungai, sedangkan dalam perencanaan
di daerah tanah maka perlu diperhitungkan tekanan tanah arah lateralnya. Dalam
60
perhitungan beban, kontrol pilar dan penulangan akan mengacu pada beberapa
perhitugan abutment jembatan.
61
Kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) diperoleh dari Persamaan 2.144
sampai dengan Persamaan 2.146
qb = σ’v x Nq’ ≤ 50 x Nq’ x tan Ф ........................................................(2.144)
dan luas selimut tiang (As) didapatkan dari :
As = ʘi x Li ...........................................................................................(2.145)
Dengan tahanan sisi tiang (qs) diperoleh dari persamaan berikut ini:
qs = K x σ’v x tan Ф ...............................................................................(2.146)
62
c. Kapasitas Dukung Ijin Tiang (Qa)
Kapasitas dukung ijin fondasi tiang untuk beban aksial, Qall diperoleh
dengan membagi daya dukung ultimit, Qu atau Qult, dengan suatu faktor aman
(SF=2,5) baik secara keseluruhan maupun secara terpisah dengan menerapkan
faktor keamanan pada daya dukung selimut tiang dan pada tahanan ujungnya.
Adapun Persamaan 2.153 seperti berikut.
𝑄𝑢𝑙𝑡
Qall = ................................................................................................(2.153)
𝑆𝐹
63
Tabel 2.12 Nilai Indeks Kompresi (Cc)
64
2. Jalan Kolektor
Adalah jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-
ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk
dibatasi.
3. Jalan Lokal
Adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan
jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan Lingkungan.
Adalah jalan yang melayani lingkungan setempat dengan ciri perjalanan
jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
65
BAB III
METODE PENELITIAN
LOKASI PENELITIAN
DETAIL A.
UTARA
PEKANBARU
66
DETAIL A.
Lokasi Overpass
UTARA
Gambar 3.2 Peta Lokasi Proyek Jalan Tol Pekanbaru-Dumai Seksi I, Detail A
Sumber : www.google.com/maps/place/Muara+Fajar,+Rumbai,+Kota+Pekanbaru
Gambar 3.2 Peta Lokasi Proyek Jalan Tol Pekanbaru-Dumai Seksi I, Detail A
Sumber : www.google.com/maps/place/Muara+Fajar,+Rumbai,+Kota+Pekanbaru
67
3.3 Tahapan Penelitian
3.3.1 Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian pada laporan skripsi ini adalah Overpass pada ruas jalan
tol Pekanbaru-Dumai Seksi I STA 1+041,236, PT. Hutama Karya Infrastruktur.
Sedangkan objek penelitian ini adalah perancangan (full design) struktur atas dan
struktur bawah overpass pada ruas jalan tol Pekanbaru-Dumai Seksi I STA
1+041,236. Berikut adalah tampak atas dan samping perencanaan overpass, dapat
dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Tampak Atas dan Samping Overpass Sta. 1 + 043,236 Ruas Jalan Tol
Pekanbaru-Dumai Seksi I
Sumber : Data Proyek Jalan Tol Pekanbaru – Dumai Seksi I, 2018
68
3.3.2 Metodelogi
Metoda penelitian diawali dengan studi literatur hingga tahapan perhitungan
struktur bawah.
a. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan guna menghimpun informasi yang sejalan dengan
topik atau masalah yang sedang diteliti. Studi literatur ini merupakan salah satu
langkah yang penting dalam metode ilmiah, karena untuk mencari sumber data
sekunder yang akan mendukung penelitian dan untuk mengetahui sampai kemana
ilmu yang berhubungan dengan penelitian telah berkembang.
b. Pengumpulan Data
Pengumpulan data berasal ari instansi terkait yang digunakan sebagai sarana
untuk mencapai maksud dan tujuan dari penelitian. Data yang diperoleh adalah
sebagai berikut.
1. Data Geoteknik
Data tanah yang digunakan berdasarkan hasil penyelidikan tanah pada
ruasJalan Tol Pekanbaru – Dumai Seksi I yang dikerjakan oleh pihak
pengembang jalan tol, dilakukan pada Tanggal 13 Januari 2017 sampai
dengan 19 Januari 2017. Uji penyelidikan tanah didapatkan hasil data
berupa data tanah hasil pemboran dengan Bor Mesin dengan kedalaman
sampai dengan 60 meter, deskripsi tanah, letak muka air tanah dan test uji
Standard Penetration Test (SPT) dengan interval yang bervariasi.
2. Data Struktur Bangunan
Data struktur bangunan yang digunakan adalah gambar struktur jembatan,
meliputi gambar lokasi jalan Tol Pekanbaru – Dumai Seksi I yaitu berupa
gambar detail jembatan berupa detail balok, detail tulangan, spesifikasi
tiang pancang yang digunakan, detail abutment, dan detail pilar/pier
jembatan.
69
c. Analisis Pembebanan
Analisis pembebanan digunakan untuk mengetahui berapa besar beban yang
akan diterima oleh struktur jembatan. Penulis melakukan analisis pembebanan
dengan menghitung pembebanan yang bekerja pada struktur jembatan berdasarkan
peraturan pembebanan SNI 1725-2016 tentang Pembebanan Jembatan, Permen No.
021 BM 2011 Manual Perencanaan Struktur Beton Pratekan untuk Jembatan, dan
SNI 2833-2016 tentang Perencanaan Jembatan Terhadap Gempa.
f. Pembahasan
Pembahasan adalah penjabaran dari hasil analisis yang dilakukan, yaitu
analisis struktur atas dan bawah overpass, serta membahas tentang kendala yang
dihadapi selama proses analisis.
70
3.4 Diagram Alir
Diagram alir perencanaan jembatan overpass pada ruas jalan tol Pekanbaru-
Dumai Seksi I STA 1+041,236, PT. Hutama Karya Infrastruktur diuraikan pada
gambar berikut ini:
Mulai
Studi Literatur
Pengumpulan data:
1. Shop Drawing Overpass
2. Data spesifikasi PCI Girder
3. Data Tanah Dasar
4. Data Timbunan
5. Data pondasi
Dimensi Tidak
Girder aman?
Ya
71
A
Tidak
Aman ?
Ya
Penurunan Tiang Tunggal
dan Tiang Kelompok
Pembahasan
Selesai
72