Yudi Sastro
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta
Jl. Raya Ragunan No. 30 Pasar Minggu Jakarta Selatan,
Email : yudis_bkl2001@yahoo.com
S
in the field is according to the conditions and ampah atau limbah organik pasar
the amount of material, labor, and availability
of cost and facilities. adalah jenis sampah atau limbah yang
dihasilkan dan terkumpul di area
Key words:market organic waste, composting,
vermicompost, MOL pasar. Jumlah sampah organik pasar di DKI
Jakarta mencapai 1.436,5 ton per hari.
Sampah tersebut terdiri atas sampah organik
ABSTRAK
yang dapat terurai, diantaranya sisa sayur,
Sampah organik pasar adalah sampah organik buah, bumbu, dan kemasan seperti daun
yang dihasilkan dan dikumpulkan di daerah pisang, alang-alang, bambu, dan lain-lain.
pasar. Produksi sampah pasar organik di Selain sampah mudah terurai, juga terdapat
Jakarta mencapai 1.436,5 ton per hari,
umumnya didominasi oleh bahan sampah yang sulit atau tidak dapat diuraikan,
biodegradable menjadi kompos. Berdasarkan seperti kaca, botol, kaleng, karet, kain, dan
literatur, nutrisi yang terkandung dalam lain-lain (Sastro et al., 2007). Sebagian besar
sampah organik pasar lebih baik dari kotoran
limbah tersebut terangkut ke lokasi
sapi. Namun, hingga saat ini tingkat
pemanfaatan limbah sebagai pupuk atau pembuangan sampah akhir atau TPA,
kompos masih sangat terbatas, termasuk sedangkan sisanya tertinggal di areal pasar
atau pemukiman sekitarnya sehingga menjadi et al., 2006; Composting Council, 2009).
sumber pencemar lingkungan yang sangat Teknologi produksi kompos umumnya
serius (Simamora, 2006; Soerjani, 2007). melalui sistem pengomposan secara
Sebagaimana halnya sampah atau konvensional (Cooperband, 2002;
limbah organik lainnya, sampah organik pasar Composting Council, 2009) atau
berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pengomposan secara biologi menggunakan
pupuk. Losada et al. (2001) melaporkan cacing tanah yang berperan sebagai agen yang
bahwa kandungan nutrien yang terdapat dapat mempercepat laju proses pengomposan
dalam sampah organik pasar di kota-kota (vermicompost) (Wang et al., 2007; Munroe,
besar mencapai 100 kilogram per ton berat 2012).
kering. Kandungan hara tersebut bahkan Pengomposan secara konvensional
cenderung lebih tinggi dibandingkan kotoran dilakukan menggunakan dua sistem utama,
sapi (Tabel 1). Namun demikian, tingginya yakni secara aerobik dan anaerobik (Themelis,
potensi keharaan sampah organik pasar 2002). Kedua sistem tersebut memberikan
tersebut bertolak belakang dengan tingkat hasil akhir berupa pupuk organik dengan
pemanfaatannya yang tergolong masih sangat penampilan dan kandungan hara yang hampir
rendah. Banyak faktor yang menjadi sama. Jenis teknologi secara aerobik antara
penyebabnya, diantaranya adalah sulitnya lain adalah open windrow, enclosed aerated
penanganan, khususnya dalam proses windrow, aerated static pile, enclosed aerated
pengomposan. pile, modular, dan lain-lain (Alexander et al.,
2002). Masing-masing teknologi tersebut
Tabel 1. Karakteristik sampah organik kota
dibandingkan kotoran sapi. membutuhkan oksigen. Perbedaan diantaranya
Parameter Sampah Kota Kotoran Sapi adalah berupa cara memasok oksigen ke
dalam sistem dan bagaimana sistem tersebut
C-organik (%) 38,23 43,17
N-Total (%) 2,25 1,12 dijalankan, khususnya dalam hal pembalikan
P2O5 (%) 1,15 2,10 atau agitasi, yakni secara mekanis, statis, atau
K2O (%) 2,43 2,27 aerasi penuh secara otomatis (Composting
C/N Rasio 7,30 51,30 Council, 2009).
pH 7,00 7,30 Teknologi pengomposan secara
Kadar Air (%) 53,85 38,55 anaerobik adalah teknologi tanpa memerlukan
Sumber : Sastro et al., 2007; Yadav et al., 2013
pasokan oksigen ke dalam tumpukan bahan.
Metode ini menghasilkan produk antara
Teknologi Produksi Pupuk dari Sampah berupa biogas yang dapat digunakan sebagai
Organik Pasar
sumber energi terbarukan (Ozmen dan
Kompos dapat diartikan sebagai hasil
Aslanzadeh, 2009). Proses degradasi bahan
penguraian bahan organik, sedangkan
umumnya dilakukan dalam silo-silo yang
pengomposan adalah proses dimana bahan
memiliki sistem input bahan segar dan output
organik mengalami penguraian secara
untuk bahan yang telah terdekomposisi.
biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba
Keuntungan cara ini, selain menghasilkan
yang memanfaatkan bahan organik sebagai
biogas yang dapat dijadikan sebagai pengganti
sumber energi (Adewumi et al., 2005; Hansen
bahan bakar fosil, sekaligus juga dapat
menurunkan produksi emisi gas rumah kaca kasting juga nyata lebih baik dibandingkan
dari proses dekomposisi limbah organik benih yang diaplikasikan kompos biasa
(Composting Council, 2009). Kelemahan cara (Biradar et al, 2005).
ini adalah secara substansial lebih mahal
dibandingkan sistem aerobik dan adanya Pengomposan Secara Konvensional
resiko polusi udara yang disebabkan oleh bau Teknologi pengomposan sampah
yang dihasilkan dari proses pengomposan sangat beragam, baik secara aerobik maupun
(Parawira, 2004). anaerobik, dengan atau tanpa aktivator
Pengomposan limbah organik kota pengomposan (Gambar 1). Pengomposan
secara biologi menggunakan cacing tanah secara aerobik paling banyak digunakan,
telah banyak dilakukan. Keuntungan cara ini karena mudah dan murah untuk dilakukan,
terutama dari kualitas kompos atau kasting serta tidak membutuhkan kontrol proses yang
yang dihasilkan. Kasting umumnya lebih terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan
kaya unsur N, P, K, dan beberapa unsur mikro oleh mikroorganisme di dalam bahan itu
dibandingkan kompos yang dihasilkan dari sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan
proses secara konvensional (Hernandez et al., pengomposan secara anaerobik memanfaatkan
2010). Selain itu, kasting memiliki struktur mikroorganisme yang tidak membutuhkan
dan tekstur yang lebih baik serta dilaporkan udara dalam mendegradasi bahan organik
juga mengandung berbagai enzim dan vitamin (Wei et al., 2003; Parawira, 2004). Inokulum
yang dapat mendukung pertumbuhan dan mikroorganisme yang berfungsi sebagai
hasil tanaman (Karthikeyan et al, 2007). aktivator pengomposan telah banyak beredar
Ansari (2008) melaporkan bahwa pupuk di pasaran, antara lain PROMI (Promoting
kasting nyata meningkatkan pertumbuhan dan Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp,
hasil kentang, bayam, dan sawi (Ansari, BioPos, EM4, Green Phoskko Organik
2008). Pengaruh kasting pada tomat bahkan Decomposer dan SUPERFARM (Effective
melebihi pengaruh pupuk kimia (Goswami et Microorganism). Meskipun demikian, secara
al, 2001). Selain itu, pertumbuhan benih kualitas keharaan, kedua metode
beberapa jenis tanaman yang diaplikasikan pengomposan tersebut hampir sama,
sebagaimana disajikan dalam Tabel 2. besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil
dan ideal untuk proses pengomposan
Tabel 2. Karakteristik kompos dari limbah
organik kota yang difermentasi (Kasthuri et al., 2011; Misra dan Roy, 2014).
secara aerobik dan anaerobik. Bahan yang terlalu kering diberi
Karakteristik Aerobik* Anaerobik** tambahan air atau bahan yang terlalu basah
pH 8,6 7,8 dapat dikeringkan terlebih dahulu sebelum
EC (mS/cm) 10,4 7,1 proses pengomposan. Demikian pula untuk
C-organik (%) 8,4 15,1 faktor-faktor lainnya. Strategi kedua adalah
N-Total (%) 0,51 0,36 dengan cara menambahkan organisme yang
P-tersedia (%) 0,04 0,03 dapat mempercepat proses pengomposan (El-
K-tersedia (%) 1,2 1,5
Shafei et al., 2008; Mwegoha, 2012). Kunci
Ca (%) 53,0 22,6
sukses pengomposan tergantung pada
Mg (%) 2,1 2,4
pendekatan atau teknik yang digunakan.
Pb (ug/g) 200 -
Pilihan tergantung pada sejumlah faktor,
Fe (%) 0,58 0,15
C/N 17 - misalnya seberapa banyak ruang yang
Sumber : *Kasthuri et al., 2011 dan **O’keefe et tersedia, bahan, rencana penggunaan kompos,
al., 1993 waktu tersedia, dan estetika dalam proses
Pengomposan dapat dipercepat pengomposan.
dengan beberapa strategi. Secara umum
strategi untuk mempercepat proses Pengomposan Menggunakan Cacing atau
pengomposan dapat dilakukan dengan dua Vermicomposting
cara. Pertama adalah dengan cara Vermicomposting adalah proses
memanipulasi kondisi/faktor-faktor yang pengomposan dengan memanfaatkan berbagai
berpengaruh pada proses pengomposan. jenis cacing sebagai agen pengomposan
Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum (Nagavvallema et al., 2006) (Gambar 2).
adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini Pengomposan bahan organik menggunakan
bahan-bahan yang mengandung rasio C/N cacing telah dilakukukan secara besar-besaran
tinggi dicampur dengan bahan yang di Kanada, Italia, Jepang, Filipina, dan
mengandung rasio C/N rendah, seperti Amerika Serikat (Theunissen, 2010). Kascing
kotoran ternak. Ukuran bahan yang besar- yang dihasilkan dari proses vermicomposting
Tabel 3. Perbandingan karakteristik kompos dan vermikompos berbahan baku sampah organik pasar.
Tabel 4. Perbandingan pengaruh kompos berbahan baku limbah organik pasar yang dikomposkan
dengan cara konvensional dengan vermikompos.
Perlakuan TT BSA BKA BSB BKB
(cm) (gram) (gram) (gram) (gram)
Selada
Kompos biasa 8,6 a 0,4 a 0,02 a 2,4 a 0,08 a
Vermikompos 9,5 a 0,7 b 0,04 b 2,1 a 0,13 b
Sawi
Kompos biasa 16,1 a 0,7 a 0,06 a 2,3 a 0,18 a
Vermikompos 17,8 a 0,9 b 0,07 a 3,1 b 0,22 b
Tomat
Kompos biasa 13,1 a 0,3 a 0,02 a 1,1 a 0,08 a
Vermikompos 16,2 b 0,6 b 0,04 b 1,6 b 0,12 b
Cabe
Kompos biasa 15,7 a 0,6 a 0,05 a 1,2 b 0,08 a
Vermikompos 16,0 a 0,5 a 0,04 a 0,9 a 0,13 b
Sumber : Sastro et al., 2013
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 42
Yudi Sastro.: Teknologi Produksi Pupuk Organik dari Limbah Pasar di Perkotaan
Tabel 6. Pertumbuhan dan hasil bayam serta kangkung yang dipupuk ekstrak limbah organik
pasar dibandingkan dengan pupuk urea.
Perlakuan Tinggi tanaman Lebar kanopi Jumlah daun Hasil
1 MST 2 MST 3 1 2 MST 3 1 MST 2 MST 3 MST (kg.m-2)
MST MST MST
Bayam
Urea 8.8 a 15.5 a 25.3 a 6.8 a 8.4 a 10.8 a 4.1 a 5.9 a 7.3 a 5.6 a
VWE 8.8 a 15.5 a 28.0 a 6.5 a 8.3 a 10.8a 4.0 a 5.9 a 7.4 a 4.6 b
Kangkung
Urea 14.3 a 20.9 a 36.4 a 9.9 a 13.7 a 18.1 a 4.2 a 7.1 a 8.8 a 4.3 a
VWE 14.9 a 20.1 a 36.7 a 10.7 a 13.8 a 18.7 a 4.3 a 6.1 a 8.9 a 4.2 a
Angka-angka sekolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji t
5%; VWE : pupuk hasil fermentasi ekstrak limbah dan sayuran; MST: minggu setelah tanam.
Sumber : Sastro et al., 2007
MOL biasanya sebagai sumber inokulum takaran pemberian 1 liter MOL diencerkan
dalam pengomposan atau digunakan secara dengan 10 liter air, lalu disiramkan atau
langsung sebagai pupuk organik cair dengan disemprotkan langsung pada tanaman.