Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

“HIPERTIROID”

PEMBIMBING :

dr. Nurmilawati, Sp.PD, KEMD, FINASIM

DISUSUN OLEH :

Yoki Oktavani 030.13.213

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 18 FEBRUARI 2019 - 27 APRIL 2019


LEMBAR DIAJUKAN

Referat dengan judul :

“HIPERTIROID”

Nama :

Yoki Oktavani

NIM: 030.13.213

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kardinah Tegal
Periode 18 Februari 2019 – 27 April 2019

Tegal, 4 April 2019


Pembimbing

dr. Nurmilawati, Sp.PD, KEMD, FINASIM

i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan segala
limpahan rahmat, kasih sayang dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat ini yang berjudul ”Hipertiroid”. Referat ini disusun untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik departemen Penyakit Dalam Studi Pendidikan Dokter Universitas
Trisakti di Rumah Sakit Umum Kardinah Tegal
Dengan selesainya referat ini penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-
tingginya kepada semua pihak yang telah membantu meyelesaikan referat ini terutama
kepada:
1. dr. Nurmilawati, Sp.PD, KEMD, FINASIM selaku pembimbing yang telah
memberi masukan dan saran dalam penyusunan referat.

2. Teman-teman yang turut membantu penyelesaian referat ini.


3. Serta pihak-pihak lain yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu
penulis.
Karena keterbatasan yang ada, penulis menyadari bahwa referat ini masih
belum sempurna, oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun
sangatlah penulis harapkan untuk menyempurnakan referat ini di kemudian hari,
Terlepas dari segala kekurangan yang ada penulis berharap semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi yang membacanya.

Tegal, April 2019

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ i


KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1


1.1 Latar belakang .......................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 3


2.1 Definisi ...................................................................................... 3
2.2 Anatomi ..................................................................................... 3
2.3 Fisiologi ..................................................................................... 6
2.4 Etiologi ...................................................................................... 7
2.5 Patogenesis ................................................................................ 11
2.6 Manifestasi Klinis ...................................................................... 13
2.7 Penegakan Diagnosis ................................................................. 15
2.8 Penatalaksanaan ......................................................................... 22
2.9 Diagnosis Banding ..................................................................... 25

BAB III KESIMPULAN .............................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 29

iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Hipertiroid adalah kondisi klinis yang disebabkan oleh peningkatan


sintesis dan sekresi hormon oleh kelenjar tiroid yang mempengaruhi seluruh
tubuh. Tirotoksikosis didefinisikan sebagai manifestasi klinis terkait peningkatan
kadar hormon tiroid.1

Penyakit ini ditemukan pada 0,6% wanita dan 0,2% pria di seluruh
populasi dengan insiden munculnya kasus pertahun sebanyak dua puluh orang
penderita tiap satu juta populasi. Prevalensi kasus hipertiroid di Amerika terdapat
pada wanita sebesar (1 ,9%) dan pria (0,9%). Di Eropa ditemukan bahwa
prevalensi hipertiroid adalah berkisar (1-2%). Di negara lnggris kasus hipertiroid
terdapat pada 0.8 per 1000 wanita pertahun.2

Di Indonesia menurut hasil data Riskesdas 2007 didapatkan 12,8% laki-


laki dan 14,7% perempuan memiliki kadar TSH rendah yang menunjukan
kecurigaan adanya hipertiroid. Sedangkan, pada 2013 terdapat 0,4% penduduk
Indonesia yang berusia 15 tahun keatas atau sekitar 700.000 orang terdiagnosis
hipertiroid. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang
adalah 3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr. Soetomo 8 : 1 dan di
RSHS Bandung 10 :1. Sedangkan distribusi menurut usia berdasarkan hasil data
Riskesdas tahun 2013 kejadian hipertiroid lebih tinggi (0,5%) pada usia yang
lebih tua (45 tahun keatas).3

Sebagian besar 60-80% penyebab kasus tirotoksikosis dari seluruh dunia


adalah penyakit Graves. Penyakit Graves (PG) merupakan penyakit autoimun
dengan insidens 0,1-3 per 100.000. Perempuan lebih sering dibandingkan lelaki
dan riwayat keluarga dengan penyakit autoimun meningkatkan risiko PG sebesar
60%. Penyakit ini dapat bersamaan dengan penyakit autoimun lainnya, misal

1

dengan diabetes melitus tipe-1. Remisi dan kekambuhan yang tinggi merupakan
masalah PG bergantung dari usia pasien, derajat tirotoksikosis saat diagnosis,
respons terapi awal, dan kadar TRAb (Thyrotropin receptor antibodies). 4

Dikenal beberapa penyakit yang dapat menyebabkan hipertiroid dengan


penyebab tersering toxic diffuse goiter dan toxic nodular goiter, baik jenis
multinoduler maupun soliter. Beberapa penyebab hipertiroid yang lain dapat
ditemukan pada tiroiditis subakuta, chronic autoimmune thyroiditis, karsinoma
tiroid, struma ovarii, exogenous hyperthyroidism, hipertiroid karena pemakaian
iodium.3

Krisis tiroid, suatu keadaan hipermetabolik yang mengancam nyawa,


dipicu oleh pelepasan hormon tiroid yang berlebihan pada penderita hipertiroid.
Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau
struma multinodular toksik dan berhubungan dengan faktor pencetus seperti
infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stres emosi,
penghentian obat anti-tiroid, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru,
penyakit serebrovaskular/strok, palpasi tiroid terlalu kuat. Krisis tiroid hampir
selalu fatal jika tidak ditangani segera, diagnosis cepat dan terapi yang agresif
sangat diperlukan untuk mengatasi kegawatannya (Angka kematiannya 10-20%). 4

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hipertiroid adalah kondisi klinis yang disebabkan oleh peningkatan


sintesis dan sekresi hormon oleh kelenjar tiroid yang mempengaruhi seluruh
tubuh. Tirotoksikosis didefinisikan sebagai manifestasi klinis terkait
peningkatan kadar hormon tiroid.1

2.2 Anatomi
Glandula thyroidea berasal dari ductus thyroglossus, dimana dalam
perkembangannya akan menghilang dan sisanya pada bagian atas sebagai
foramen caecum linguae sedang bagian bawah adalah glandula thyroidea.
Kelenjar ini adalah satu-satunya kelenjar yang paling dini tumbuh.5,6

Gambar 1. Anatomi Glandula Tiroid6

3

Kelenjar ini terletak di leher depan, berbentuk seperti huruh H, bagian
vertikal merupakan lobi sedang bagian horizontal merupakan isthmus
glandula thyroidea. Berada setinggi VC5-VT1, menutupi bagian atas trakea,
sedang masing-masing lobus meluas dari pertengahan cartilago thyroidea
sampai cartilago trachealis 4 atau 5, isthmus membentang dari cartilago
trachealis 2-3.
Pada wanita kelenjar ini lebih besar dan semakin membesar pada
kehamilan serta menstruasi. Kadang kala dijumpai lobus ketiga pada linea
mediana dari isthmus ke cranial, disebut lobus pyramidalis. Kadangkala
dijumpai lobus jaringan fibrous atau fibromusculer (m.levator glandula) yang
berupa pita yang membentang dari corpus ossis hyoidei sampai istmus atau
lobus pyramidalis.
Kadang-kadang di sekitar lobus atau di atas isthmus dijumpai masa kecil
terpisah dari jaringan thyroid, disebut glandula thyroidea accesoria. Kelenjar
ini dibungkus oleh capsula propria (true capsula) dan capsula spuria (false
capsula).

Gambar 2. Anatomi dan Histologi Glandula Tiroid6

4

Kelenjar thyroidea tersusun atas dua macam sel sekretorik, yaitu5,6:
a. Sel Folikel

Sel ini mensekresi tri-iodothyronin dan tetra-iodothyronin (thyroxin)


yang memacu BMR dan pertumbuhan somatik maupun psikis individu.

b. Sel Parafolikuler (Sel C)

Terletak di antara folikel-folikel thyroid, mensekresi thyrocalcitonin


yang membantu deposisi garam-garam calcium pada tulang dan
jaringan-jaringan lain serta cenderung menimbulkan hipokalsemia. Efek
ini berlawanan dengan efek dari glandula parathyroidea.

Neurovaskuler dari kelenjar thyroidea terdiri dari :

a. Arteriae
• A.thyroidea superior, cabang pertama a.carotis eksterna.
• A.thyroidea inferior, cabang truncus thyrocervicalis
• Kadang-kadang dijumpai a.thyroidea ima cabang
a.anonyma/arcus aortae dan aa.thyroidea accesoria cabang
r.trachealis/r.oesophagealis.
b. Venae
• V.thyroidea superior, berakhir pada v.facialis/v.jugularis
intern
• V.thyroidea media, berakhir pada v.jugularis interna
• V.thyroidea inferior, berakhir pada`v.brachiocephalica
sinistra
• V.thyroidea quartana (Kocher) keluar di antara v.thyroidea
media dan inferior untuk berakhir pada v.jugularis interna.
c. Nervi
• Postganglioner symphatis dari ganglion cervicale medius,
dan sebagian dari ganglion cervicale superius dan inferius.
Innervasi bersifat vasosecresi.

5

• Preganglioner parasymphatis, berjalan dalam n.laryngeus
externus dan n.laryngeus reccurens. Innervasi bersifat
secremotorik.
d. Lymphe

Lymphe dicurahkan ke lnn.coli profunda (grup anterosuperior`dan


posteroinferior) dan sebagian ke lnn.pretrachealis. 5,6

2.3 Fisiologi

Thyroid-stimulating hormone (TSH), hormon tropik tiroid dari hipofisis


anteroir, adalah regulator fisiologis terpenting bagi sekresi hormon tiroid.
Hampir semua langkah dalam pembentukan dan pengeluaran hormon tiroid
dirangsang oleh TSH.7
Selain meningkatkan sekresi hormon tiroid, TSH bertanggung jawab untuk
mempertahankan integritas struktural kelenjar tiroid. Tanpa adanya TSH,
tiroid mengalami atrofi (ukurannya mengecil) dan sekresi hormonnya
berkurang. Sebaliknya, kelenjar ini mengalami hipertrofi (peningkatan ukuran
setiap sel folikel) dan hiperplasia (peningkatan jumlah sel folikel) sebagai
respon terhadap stimulasi TSH yang berlebihan.7

Gambar 3. Fisiologi Glandula Tiroid7

6

Hormon tiroid, dengan mekanisme umpan-balik negatif, “mematikan”
sekresi TSH, sementara thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari
hipothalamus secara tropik “menghidupkan” sekresi TSH oleh hipofisis
anterior. Pada sumbu hipothalamus-hipofisis- tiroid, inhibisi terutama
berlangsung di tingkat hipofisis anterior. Seperti lengkung umpan-balik
negatif lainnya, lengkung antara hormon tiroid dan TSH cenderung
mempertahankan stabilitas keluaran (sekresi) hormon tiroid.7

2.4 Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya hipertiroid adalah :

a. Penyakit Grave

Graves’ disease merupakan penyebab utama hipertiroidisme karena


sekitar 80% kasus hipertiroidisme di dunia disebabkan oleh Graves’ disease.
Penyakit ini biasanya terjadi pada usia 20 – 40 tahun, riwayat gangguan tiroid
keluarga, dan adanya penyakit autoimun lainnya misalnya diabetes mellitus
tipe 1.4

Graves’ disease merupakan gangguan autoimun berupa


peningkatan kadar hormon tiroid yang dihasilkan kelenjar tiroid. Kondisi ini
disebabkan karena adanya thyroid stimulating antibodies (TSAb) yang dapat
berikatan dan mengaktivasi reseptor TSH (TSHr). Aktivasi reseptor TSH oleh
TSAb memicu perkembangan dan peningkakan aktivitas sel-sel tiroid
menyebabkan peningkatan kadar hormon tiroid melebihi normal. TSAb
dihasilkan melalui proses respon imun karena adanya paparan antigen.
Namun pada Graves’ Disease sel-sel APC (antigen presenting cell)
menganggap sel kelenjar tiroid sebagai antigen yang dipresentasikan pada sel
T helper melalui bantuan HLA (human leucocyte antigen). Selanjutnya T
helper akan merangsang sel B untuk memproduksi antibodi berupa TSAb. 4

7

Salah satu faktor risiko penyebab timbulnya Graves’ Disease
adalah HLA. Pada pasien Graves’ Disease ditemukan adanya perbedaan
urutan asam amino ke tujuh puluh empat pada rantai HLA-DRb1. Pada pasien
Graves’ Disease asam amino pada urutan ke tujuh puluh empat adalah
arginine, sedangkan umumnya pada orang normal, asam amino pada urutan
tersebut berupa glutamine.8

Untuk membantu menegakkan diagnosis pasien menderita Graves’


disease perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis Graves’
disease yaitu TSH serum, kadar hormon tiroid (T3 dan T4) total dan bebas,
iodine radioaktif, scanning dan thyrotropin receptor antibodies (TRAb). Pada
pasien Graves’ disease, kadar TSH ditemukan rendah disertai peningkatan
kadar hormon tiroid. Dan pada pemeriksaan dengan iodine radioaktif
ditemukan uptake tiroid yang melebihi normal. Sedangkan pada teknik
scanning iodine terlihat menyebar di semua bagian kelenjar tiroid, dimana
pola penyebaran iodine pada Graves’ disease berbeda pada hipertiroidisme
lainnya. TRAb ditemukan hanya pada penderita Graves’ disease dan tidak
ditemukan pada penyakit hipertiroidisme lainnya sehingga dapat dijadikan
sebagai dasar diagnosis Graves’ Disease. Selain itu TRAb dapat digunakan
sebagai parameter keberhasilan terapi dan tercapainya kondisi remisi pasien.8

b. Toksik Adenoma

Pada pasien toxic adenoma ditemukan adanya nodul yang dapat


memproduksi hormon tiroid. Nodul didefinisikan sebagai masa berupa folikel
tiroid yang memiliki fungsi otonom dan fungsinya tidak terpengaruhi oleh
kerja TSH (Sherman dan Talbert, 2008). Sekitar 2 – 9% kasus hipertiroidisme
di dunia disebabkan karena hipertiroidisme jenis ini. Hanya 3–7% pasien
dengan nodul tiroid yang tampak dan dapat teraba, dan 20 – 76% pasien
memiliki nodul tiroid yang hanya terlihat dengan bantuan ultra sound.
Penyakit ini lebih sering muncul pada wanita, pasien berusia lanjut, defisiensi

8

asupan iodine, dan riwayat terpapar radiasi.9

Pada pasien dengan toxic adenoma sebagian besar tidak muncul


gejala atau manifestasi klinik seperti pada pasien dengan Graves’ disease.
Pada sebagian besar kasus nodul ditemukan secara tidak sengaja saat
dilakukan pemeriksaan kesehatan umum atau oleh pasien sendiri. Sebagian
besar nodul yang ditemukan pada kasus toxic adenoma bersifat benign (bukan
kanker), dan kasus kanker tiroid sangat jarang ditemukan. Namun apabila
terjadi pembesaran nodul secara progresif disertai rasa sakit perlu dicurigai
adanya pertumbuhan kanker. Dengan demikian perlu dilakukan pemeriksaan
dan evaluasi terhadap kondisi pasien untuk memberikan tatalaksana terapi
yang tepat.

Munculnya nodul pada tiroid lebih banyak ditemukan pada daerah


dengan asupan iodine yang rendah. Iodine yang rendah menyebabkan
peningkatan kadar hidrogen peroksida di dalam kelenjar tiroid yang akan
menyebabkan mutasi. Pada penderita hipertiroidisme dengan adanya nodul
ditemukan adanya mutasi pada reseptor TSH. Pemeriksaan yang perlu
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis toxic adenoma adalah
pemeriksaan TSH, kadar hormon tiroid bebas, ultrasonography dan fine-
needle aspiration (FNA). Pemeriksaan TSH merupakan pemeriksaan awal
yang harus dilakukan untuk mengevaluasi fungsi kelenjar tiroid, serta perlu
dilakukan pemeriksaan kadar hormon tiroid (T4 dan T3). Ultrasonography
merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang suara frekuensi
tinggi untuk mendapatkan gambar dan bentuk kelenjar tiroid. Dengan
pemeriksaan ini dapat diidentifikasi bentuk dan ukuran kelenjar tiroid pasien.
Sedangkan pemeriksaan dengan fine-needle aspiration digunakan untuk
mengambil sampel sel di kelenjar tiroid atau biopsi. Dari hasil biopsi dengan
FNA dapat diketahui apakah nodul pada pasien bersifat benign (non kanker)
atau malignant (kanker).9

9

c. Toxic Multinodular Goiter

Selain Grave’s Disease dan toxic adenoma, toxic multinodular


goiter merupakan salah satu penyebab hipertiroidisme yang paling umum di
dunia. Secara patologis toxic multinodular goiter mirip dengan toxic adenoma
karena ditemukan adanya nodul yang menghasilkan hormon tiroid secara
berlebihan, namun pada toxic multinodular goiter ditemukan beberapa nodul
yang dapat dideteksi baik secara palpasi maupun ultrasonografi. Penyebab
utama dari kondisi ini adalah faktor genetik dan defisiensi iodine.9

Graves’ Disease, toxic adenoma, dan toxic multinodular goiter


merupakan penyebab utama hipertiroidisme utama di seluruh dunia dan
termasuk dalam jenis overt hyperthyroidism. Pada hipertiroidisme jenis ini,
kadar TSH ditemukan rendah atau tidak terdeteksi disertai peningkatan kadar
T4 dan T3 bebas. 9

d. Hipertiroidisme Subklinis

Selain ketiga jenis di atas, sekitar 1% kasus hipertiroidisme


disebabkan hipertiroidisme subklinis. Pada hipertiroidisme sub klinis, kadar
TSH ditemukan rendah disertai kadar T4 dan T3 bebas atau total yang
normal. 60% kasus hipertiroidisme subklinis disebabkan multinodular goiter.
Pada pasien yang menderita hipertiroidisme subklinis dapat ditemukan gejala
klinis yang tampak pada pasien overt hyperthyroidism. 10

e. Tiroiditis


Beberapa jenis tiroiditis dapat menyebabkan hipertiroidisme.


Tiroiditis tidak menyebabkan tiroid untuk menghasilkan hormon berlebihan.
Sebaliknya, hal itu menyebabkan hormon tiroid yang disimpan, bocor keluar
dari kelenjar yang meradang dan meningkatkan kadar hormon dalam darah. 11

10

• Tiroiditis subakut. 
Kondisi ini berkembang akibat adanya
inflamasi pada kelenjar tiroid yang dapat 
diakibatkan dari infeksi
virus atau bakteri. 


• Tiroiditis postpartum.
Tiroiditis post partum diyakini kondisi


autoimun dan menyebabkan hipertiroidisme yang biasanya
berlangsung selama 1 sampai 2 bulan. Kondisi ini akan terulang
kembali dengan kehamilan berikutnya. 


• Tiroiditis “silent”. Jenis tiroiditis disebut "silent" karena tidak


menimbulkan rasa sakit, seperti tiroiditis post partum, meskipun
tiroid dapat membesar. Seperti tiroiditis post partum, tiroiditis
“silent” mungkin suatu kondisi autoimun. 11

f. Medikasi berlebihan dengan hormon tiroid


Beberapa orang yang menderita hipotiroid akan mengkonsumsi


hormon tiroid lebih banyak, yang terkadang akan menyebabkan kelebihan
hormon tiroid dalam tubuh. Selain itu, beberapa obat juga dapat
meningkatkan sekresi hormon tiroid. Oleh sebab itu, penggunaan obat-obat
haruslah dengan konsultasi pada tenaga kesehatan. 11

2.5 Patogenesis
Penyebab hipertiroid biasanya adalah penyakit graves, goiter
toksika. Pada kebanyakan penderita hipertiroid, kelenjar tiroid membesar dua
sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak hyperplasia
dan lipatan-lipatan sel-sel folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat
beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel
meningkat kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15
kali lebih besar daripada normal.12

11

Pada hipertiroid, konsentrasi TSH (Tyroid Stimulating Hormon)
plasma menurun, karenan ada sesuatu yang menyerupai TSH. Biasanya
bahan-bahan ini adalah antibody immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid
Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran yang
sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan-bahan tersebut merangsang
aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme.
Karena itu pada pasien hipertiroid konsentrasi TSH menurun, sedangkan
konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang
panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH
yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormone tiroid yang
disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh
kelenjar hipofisis anterior. Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid dipaksa
mensekresikan hormone hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi
pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis
pasien yang sering berkeringat termasuk akibat dari sifat hormone tiroid yang
kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal.
Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang
penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan
sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme
ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15
x/detik. Takikardi atau nadi diatas normal juga merupakan salah satu efek
hormon tiroid. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi
autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot
ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.12

12

Tiroiditis Penyakit Graves (Antibody Nodul tiroid toksik
reseptor TSH merangsang
aktivitas tiroid)

Sekresi hormon tiroid yang


berlebihan

Hipertiroidisme

Hipermetabolisme Gerakan kelopak mata


Aktivitas simpatik
meningkat relative lambat
berlebihan
terhadap bola mata

Ketidakseimbang Perubahan konduksi


Berat Badan
listrik jantung Infiltrasi limfosit, sel
an energy dengan
kebutuhan tubuh mast ke jaringan
orbital dan otot mata

Kurang Perubahan Beban kerja jantung


informasi nutrisi kurang meningkat
Kelelahan
dari Eksoftalmus
kebutuhan
tubuh
Aritmia,
takikardia
Kurang Resiko kerusakan
Pengetahuan integritas jaringan

Resiko penurunan
curah jantung

Gambar 4. Patofisiologi Hipertiroid12

2.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari hipertiroid diantaranya:


a. Penderita sering secara emosional mudah terangsang
(hipereksitabel), iritabel dan terus merasa khawatir dan klien tidak
dapat duduk diam.

13

b. Denyut nadi yang abnormal yang ditemukan pada saat istirahat dan
beraktivitas; yang diakibatkan peningkatan dari serum T3 dan T4
yang merangsang epinefrin dan mengakibatkan kinerja jantung
meningkat hingga mengakibatkan HR meningkat. Peningkatan
denyut nadi berkisar secara konstan antara 90 dan 160 kali per
menit, tekanan darah sistolik akan meningkat.
c. T i d a k t a h a n p a n a s d a n b e r k e r i n g a t b a n y a k d i a k i b a t k a n
k a r e n a p e n i n g k a t a n metabolisme tubuh yang meningkat maka akan
menghasilkan panas yang tinggi dari dalam tubuh sehingga apabila
terkena matahari lebih, klien tidak akan tahan akan panas.
d. Kulit penderita akan sering kemerahan (flusing) dengan warna ikan
salmon yang khas dan cenderung terasa hangat, lunak dan basah.
e. Adanya Tremor
f. Eksoftalmus yang diakibatkan dari penyakit graves, di mana
penyakit ini otot-otot yang menggerakkan mata tidak mampu berfungsi
sebagaimana mesti, sehingga sulit atau tidak mungkin
menggerakkan mata secara normal atau sulit
mengkoordinir gerakan mata akibatnya terjadi pandangan ganda,
kelopak mata tidak dapat menutup secara sempurna sehingga
menghasilkan ekspresi wajah seperti wajah terkejut.
g. Peningkatan selera makan namun mengalami penurunan berat badan
yang progresif dan mudah lelah.
h. Perubahan defekasi dengan konstipasi dan diare.
Spesifik untuk penyakit Graves terdapat manifestasi klinis Optalmopati
(50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun, ulkus
korne Dermopati (0,5-4%), Akropaki (1%).

14

Tabel 1. Manifestasi Klinis Hipertiroid
yang diakibatkan oleh Grave’ Disease9

2.7 Penegakan Diagnosis

Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi


pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada
kasus-kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium
yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis hipertiroidisme.
Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada
kehamilan seperti pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama
seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan
didapatkan Thyroid Stimulating Hormon Sensitive (TSHs) tak terukur atau
jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat. Bila tak dapat menentukan
TSHs, dapat dengan indeks WAYNE/NEW CASTLE.13

15

Indeks Wayne
Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah
No Nilai
Berat
1 Sesak saat kerja +1
2 Berdebar +2
3 Kelelahan +2
4 Suka udara panas -5
5 Suka udara dingin +5
6 Keringat berlebihan +3
7 Gugup +2
8 Nafsu makan naik +3
9 Nafsu makan turun -3
10 Berat badan naik -3
11 Berat badan turun +3

No Tanda Ada Tidak Ada


1 Tyroid teraba +3 -3
2 Bising tyroid +2 -2
3 Exoptalmus +2 -
Kelopak mata tertinggal
4 +1 -
gerak bola mata
5 Hiperkinetik +4 -2
6 Tremor jari +1 -
7 Tangan panas +2 -2
8 Tangan basah +1 -1
9 Fibrilasi atrial +4 -
Nadi teratur - -3
< 80x per menit - -
10
80 – 90x per menit +3 -
> 90x per menit

Tabel 2. Indeks Wayne13

Menurut indeks Wayne dapat di diagnosis hipertiroid jika indeks melebihi 20.

16

NEW CASTLE INDEX

Item Grade Score


Age of onset (year) 15-24 0
25-34 +4
35-44 +8
45-54 +12
>55 +16
Psychological Present -5
precipitant Absent 0
Frequent cheking Present -3
Absent 0
Severe anticipatory Present -3
anxiety absent 0
Increased appetite Present +5
absent 0
Goiter Present +3
Absent 0
Thyroid bruit Present +18
Absent 0
Exophthalmos Present +9
Absent 0
Lid retraction Present +2
Absent 0
Hyperkinesis Present +4
Absent 0
Fine finger tremor Present +7
Absent 0
Pulse rate > 90/min +16
80-90 > min +8
< 80/min 0

Tabel 3. Indeks New Castle13


Menurut Indeks New Castle didiagnosis hipertiroid apabila indeks cowo +40
hingga +80.

17

Gambar 5. Algoritma diagnosis Hipertiroid14

Pemeriksaan Penunjang untuk mengkonfirmasi diagnosis


hipertiroid bisa dilakukan dengan;
a. TSH
Thyroid stimulating hormone (TSH)

merupakan hormon yang diproduksi oleh hipofisis untuk


menstimulasi pembentukan dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.
Pada kondisi normal terdapat negative feedback pada pengaturan sekresi TSH
dan hormon tiroid di sistem pituitary- thyroid axis. Apabila kadar hormon
tiroid di aliran darah melebihi normal, maka hipofisis akan mengurangi
sekresi TSH yang pada akhirnya akan mengembalikan kadar hormon tiroid
kembali normal. Sebaliknya apabila kadar hormon tiroid rendah maka
hipofisis akan mensekresi TSH untuk memacu produksi hormon tiroid.

Pemeriksaan serum TSH sebagai pemeriksaan lini pertama pada


kasus hipertiroidisme karena perubahan kecil pada hormon tiroid akan

18

menyebabkan perubahan yang nyata pada kadar serum TSH. Sehingga
pemeriksaan serum TSH sensitivitas dan spesifisitas paling baik dari
pemeriksaan darah lainnya untuk menegakkan diagnosis gangguan tiroid.
Pada semua kasus hipertiroidisme (kecuali hipertiroidisme sekunder atau
yang disebabkan produksi TSH berlebihan) serum TSH akan sangat rendah
dan bahkan tidak terdeteksi (<0.01 mU/L). Hal ini bahkan dapat diamati pada
kasus hipertiroidisme ringan dengan nilai T4 dan T3 yang normal sehingga
pemeriksaan serum TSH direkomendasikan sebagai pemeriksaan standar
yang harus dilakukan.14

b. T4 dan T3
Pemeriksaan serum tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)

Direkomendasikan sebagai pemeriksaan standar untuk diagnosis


hipertiroidisme. Pemeriksaan utamanya dilakukan pada bentuk bebas dari
hormon tiroid karena yang menimbulkan efek biologis pada sistem tubuh
adalah bentuk tak terikatnya. Pada awal terapi baik dengan obat anti tiroid,
iodine radioaktif dan tiroidektomi pemeriksaan kadar hormon tiroid perlu
dilakukan untuk mengetahui kondisi sebelum terapi. Satu bulan setelah terapi
perlu dilakukan pemeriksaan terhadap free T4, total T3 dan TSH untuk
mengetahui efektivitas terapi yang diberikan dan pemeriksaan dilakukan
setiap satu bulan hingga pasien euthyroid. 14

Selain itu dari rasio total T3 dan T4 dapat digunakan untuk


mengetahui etiologi hipertiroidisme yang diderita pasien. Pada pasien
hipertiroidisme akibat Graves’ Disease dan toxic nodular goiter rasio total T3
dan T4> 20 karena lebih banyak T3 yang disintesis pada kelenjar tiroid
hiperaktif dibandingkan T4 sehingga rasio T3 lebih besar. Sedangkan pada
pasien painless thyroiditis dan post-partum thyroiditis rasio total T3 dan T4<
20.14,15

Monitoring pada pasien hipertiroidisme yang menggunakan obat anti tiroid


tidak cukup hanya ditegakkan dengan pemeriksaan kadar TSH. Hal ini

19

disebabkan pada pasien hipertiroidisme terutama Graves’ disease kadar TSH
ditemukan tetap rendah pada awal pemakaian obat anti tiroid sehingga untuk
melihat efektivitas terapi perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 bebas.


c. Thyroid Receptor Antibodies (TRAb)

Dalam menegakkan diagnosis hipertiroidisme akibat autoimun atau


Graves’ disease perlu dilakukan pemeriksaan titer antibodi. Tipe TRAb yang
biasanya diukur dalam penegakan diagnosis Graves’ disease adalah
antithyroid peroxidase antibody (anti-TPOAb), thyroid stimulating antibody
(TSAb), dan antithyroglobuline antibody (anti-TgAb). Ditemukannya
TPOAb, TSAb dan TgAb mengindikasikan hipertiroidisme pasien
disebabkan karena Graves’ disease. TPOAb ditemukan pada 70–80% pasien,
TgAb pada 30–50% pasien dan TSAb pada 70–95% pasien. Pemeriksaan
antibodi dapat digunakan untuk memprediksi hipertiroidisme pada orang
dengan faktor risiko misal memiliki keluarga yang terkena gangguan tiroid
dan tiroiditis post partum.Pada wanita hamil yang positif ditemukan TPOAb
dan TgAb pada trimester pertama memiliki kemungkinan 30 – 50%
menderita tiroiditis post partum.14

d. Radioactive Iodine Uptake Iodine radioaktif

Merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui berapa


+ -
banyak iodine yang digunakan dan diambil melalui transporter Na /I di
kelenjar tiroid. Pada metode ini pasien diminta menelan kapsul atau cairan
yang berisi iodine radioaktif dan hasilnya diukur setelah periode tertentu,
biasanya 6 atau 24 jam kemudian.

Pada kondisi hipertiroidisme primer seperti Graves’ disease, toxic


adenoma dan toxic multinodular goiter akan terjadi peningkatan uptake
iodine radioaktif. Pemeriksaan ini dikontraindikasikan bagi pasien wanita
yang hamil atau menyusui.14

20

e. Scintiscanning

Scintiscanning merupakan metode pemeriksaan fungsi tiroid


dengan menggunakan unsur radioaktif. Unsur radioaktif yang digunakan
131
dalam tiroid scintiscanning adalah radioiodine (I ) dan technetium
99m -
( TcO4 ). Kelebihan penggunaan technetium radioaktif daripada iodine
diantaranya harganya yang lebih murah dan pemeriksaan dapat dilakukan
lebih cepat. Namun kekurangannya risiko terjadinya false-positive lebih
tinggi, dan kualitas gambar kurang baik dibandingkan dengan penggunaan
radioiodine.

Karena pemeriksaan dengan ultrasonography dan FNAC lebih


efektif dan akurat, scintiscanning tidak lagi menjadi pemeriksaan utama
dalam hipertiroidisme. indikasi perlunya dilakukan scintiscanning di
antaranya pada pasien dengan nodul tiroid tunggal dengan kadar TSH rendah
dan pasien dengan multinodular goiter. Selain itu dengan scintiscanning dapat
diketahui etiologi nodul tiroid pada pasien, apakah tergolong hot
(hiperfungsi) atau cold (fungsinya rendah).14

f. Ultrasound Scanning
Ultrasonography (US)

merupakan metode yang menggunakan gelombang suara dengan


frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambaran bentuk dan ukuran kelenjar
tiroid. Kelebihan metode ini adalah mudah untuk dilakukan, noninvasive
serta akurat dalam menentukan karakteristik nodul toxic adenoma dan toxic
multinodular goiter serta dapat menentukan ukuran nodul secara akurat.

Pemeriksaan US bukan merupakan pemeriksaan utama pada kasus


hipertiroidisme. Indikasi perlunya dilakukan pemeriksaan US diantaranya
pada pasien dengan nodul tiroid yang teraba, pasien dengan multinodular
goiter, dan pasien dengan faktor risiko kanker tiroid.14

21

g. Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC)

FNAC merupakan prosedur pengambilan sampel sel kelenjar tiroid


(biopsi) dengan menggunakan jarum yang sangat tipis. Keuntungan dari
metode ini adalah praktis, tidak diperlukan persiapan khusus, dan tidak
mengganggu aktivitas pasien setelahnya. Pada kondisi hipertiroidisme dengan
nodul akibat toxic adenoma atau multinodular goiter FNAC merupakan salah
satu pemeriksaan utama yang harus dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis Hasil dari biopsi dengan FNAC ini selanjutkan akan dianalisis di
laboratorium. Hasil dari biopsi pasien dapat berupa tidak terdiagnosis (jumlah
sel tidak mencukupi untuk dilakukan analisis), benign (non kanker),
suspicious (nodul dicurigai kanker), dan malignant (kanker).14

Pada pasien dengan nodul berukuran kecil yang tidak tampak atau
tidak teraba, maka FNAC perlu dilakukan dengan bantuan ultrasonography.
Selain itu penggunaan bantuan ultrasonography juga disarankan pada kondisi
pasien dengan multinodular goiter dan obesitas.14

2.8 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi
hormone tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat
antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi
subtotal).15
a. Obat antitiroid.
Digunakan dengan indikasi :
1) Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi
yang menetap,pada pasien muda dengan struma ringan sampai
sedang dan tirotoksikosis.
2) Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum
pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang
mendapat yodium radioaktif.
3) Persiapan tiroidektomi
4) Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.

22

5) Pasien dengan krisis tiroid.
Obat diberi dalam dosis besar pada permulaan sampai eutiroidisme
lalu diberikan dosis rendah untuk mempertahankan eutiroidisme.15

Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)


Karbimazol 30-60 5-20
Metilmazol 30-60 5-20
Propiltiourasil 300-600 50-200
Tabel 4. Obat antitiroid yang sering digunakan15

Ketiga obat ini mempunyai kerja imunosupresif dan dapat


menurunkan konsentrasi thyroid stimulating antibody (TSAb) yang bekerja
pada sel tiroid. Obat-obatan ini umumnya diberikan sekitar 18-24 bulan.
Pemakaian obat-obatan ini dapat menimbulkan efek samping berupa
hipersensitivitas dan agranulositosis. Apabila timbul hipersensitivitas maka
obat diganti, tetapi bila timbul agranulositosis maka obat dihentikan.15

Kelompok Obat Efeknya Indikasi


Obat Anti Tiroid Menghambat Pengobatan lini
Propiltiourasil (PTU) sintesis hormone pertama pada
Metilmazol (MMI) tiroid dan berefek Graves. Obat
Karbimazol (CMZ à MMI) imunosupresif jangka pendek
Antagonis adrenergic-β (PTU juga prabedah/pra-RAI
menghambat
konversi T4 à T3
B-adrenergic-antagonis Mengurangi Obat tambahan
Propanolol dampak hormone kadang sebagai
Metoprolol tiroid pada obat tunggal pada
Atenolol jaringan tiroiditis
Nadolo

23

Bahan mengandung Iodine Menghambat Persiapan
Kalium iodida keluarnya T4 dan tiroidektomi. Pada
Solusi Lugol T3. krisis tiroid bukan
Natrium Ipodat Menghambat T4 untuk penggunaan
Asam Iopanoat dan T3 serta rutin.
produksi T3
ekstratiroidal
Obat lainnya Menghambat Bukan indikasi
Kalium perklorat transport yodium, rutin pada subakut
Litium karbonat sintesis dan tiroiditis berat, dan
Glukokortikoids keluarnya krisis tiroid.
hormone.
Memperbaiki efek
hormone di
jaringan dan sifat
imunologis
Tabel 5. Efek berbagai obat yang digunakan dalam pengelolahan
tirotoksikosis.15

Pada pasien hamil biasanya diberikan propiltiourasil dengan dosis


serendah mungkin yaitu 200mg/hari atau lebih lagi.
b. Pengobatan dengan yodium radioaktif
Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif diberikan pada:
1) Pasien umur 35 tahun atau lebih.
2) Hipertiroidisme yang kambuh sesudah dioperasi.
3) Gagal mancapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid.
4) Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat anti
tiroid.
5) Adenoma toksis, goiter multinodular toksik.

24

c. Tindakan Operatif
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi operasi adalah:
1) Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat
antitiroid dosis besar.
2) Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons
terhadap obat antitiroid.
3) Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima
yodium radioaktif.
4) Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
5) Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau
lebih.

2.9 Diagnosis Banding

• Hipertiroidsme primer: penyakit Graves, struma multinodosa


toksik, adenoma toksik, metastasis karsinoma tiroid fungsional,
struma oavarii, mutasi reseptor TSH, obat : kelebihan iodium
(fenomena Jod Basedow) 16

• Tiroroksikosis tanpa hipertiroidsme : tiroiditis subakut,


tiroiditis silent, destruksi tiroid (karena amiodarone, radiasi,
infark adenoma), asupan hormon tiroid berlebihan
(tirotoksikosis factitia) 16

• Hipertiroidsime sekunder : adenoma hipofisis yang mensekresi


TSH, sindrom reisistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi
HCG, tirotoksigosis gestasional 16

2.10 Krisis Tiroid

Krisis tiroid adalah toksikosis yang amat membahayakan,


meskipun jarang terjadi. Pada keadaan ini dijumpai dekompensasi satu atau

25

lebih sistem organ. Hingga kini, patogenesisnya belum jelas: free-hormon
meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3 pasca transkripsi,
meningkatnya kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Faktor risiko krisis
tiroid: surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik, belum eutiroid),
medical crisis (stres apapun, fisik serta psikologik, infeksi, dan sebagainya).16
Kecurigaan akan terjadi krisis apabila terdapat triage:
1. Menghebatnya tanda tirotoksikosis
2. Kesadaran menurun
3. Hipertermia
Apabila terdapat triad maka kita dapat meneruskan dengan
menggunakan skor indeks klinis krisis tiroid dari Burch-Wartosky. Skor
menekankan tiga gejala pokok : hipertermia, takikardia dan disfungsi
susunan saraf pusat. Pada kasus toksikosis pilih angka tertinggi, > 45 highly
suggestive, 25-44 suggestive of impending storm, di bawah 25 kemungkinan
kecil.16
Pengobatan harus segera diberikan, kalau mungkin dirawat
dibangsal dengan kontrol baik.
• Umum. Diberikan cairan untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit (NaCL
dan cairan lain) dan kalori (glukosa), vitamin, oksigen, kalau perlu obat
sedasi, kompres es.
• Mengoreksi hipertiroidisme dengan cepat:
a. Memblok sintesis hormon baru : PTU dosis besar (loading dose
600-1000 mg) diikuti dosis 200 mg PTU tiap 4 jam dengan dosis
sehari total 1000-1500 mg),
b. Memblok keluarnya cikal bakal hormon dengan solusio lugol (10
tetes setiap 6-8 jam) atau SSKI (larutan kalium yodium jenuh, 5
tetes setiap 6 jam). Apabila ada, berikan endoyodin (NaI) IV, kalau
tidak solusio lugol/SSKI tidak memadai,
c. Menghambat konversi perifer dari T4 à T3 dengan propanolol,
ipodat, penghambat beta dan/atau kortikosteroid.

26

• Pemberian hidrokortison dosis stres (100 mg tiap 8 jam atau
deksametason 2 mg tiap 6 jam). Rasional pemberiannya ialah karena
defisiensi steroid relatif akibat hipermetabolisme dan menghambat
konversi perifer T4.
• Untuk antipiretik digunakan asetaminofen, jangan aspirin (aspirin akan
melepas ikatan protein-hormon tiroid, hingga free-hormon meningkat).
• Apabila dibutuhkan, propanolol dapat digunakan, sebab disamping
mengurangi takikardia juga menghambat konversi T4 à T3 di perifer.
Dosis 20-40 mg tiap 6 jam.
• Mengobati faktor pencetus (misalnya infeksi). Respon pasien (klinis
dan membaiknya kesadaran) umumnya terlihat dalam 24 jam, meskipun
ada yang berlanjut hingga seminggu.16
Disfungsi pengaturan panas Disfungsi
Suhu 99-99,0 5 Kardiovaskuler
100-100,9 10 Takikardia 99-109 5
101-101,9 15 110-119 10
102-102,9 20 120-129 15
103-103,9 25 130-139 20
>104,0 30 >140 25
Efek pada susunan saraf pusat Gagal jantung
Tidak ada 0 Tidak ada 0
Ringan (agitasi) 10 Ringan (edema kaki) 5
Sedang (delirium, psikosis, letargi berat) 20 Sedang (ronki basah) 10
Berat (koma, kejang) 30 Berat (edema paru) 15
Disfungsi Gastrointestinal-Hepar Fibrilasi atrium
Tidak ada 0 Tidak ada 0
Ringa (diare, nausea/muntah, nyeri perut) 10 Ada 10
Berat (ikterus tanpa sebab yang jelas) 20 Riwayat pencetus
Negatif 0
Positif 10

Tabel 6. Kriteria diagnostik untuk krisis tiroid16

27

BAB III
KESIMPULAN

Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi


hormon tiroid secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif.
Kondisi ini menyebabkan beberapa perubahan baik secara mental maupun
fisik seseorang, yang disebut dengan thyrotoxicosis. Lebih dari 90%
hipertiroid adalah akibat penyakit Graves dan nodul tiroid toksik.
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis
tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada
pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid,
atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Apabila tidak
diobati, kematian Penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves,
dermopati Graves, infeksi.
Hipertiroid yang menyebabkan komplikasi terhadap jantung, termasuk
fibrilasi atrium dan kelainan ventrikel akan sulit terkontrol. Pria dengan
hipertiroid dapat mengalami penurunan libido, impotensi, berkurangnya
jumlah sperma, dan ginekomastia. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit
karena perubahan fisiologis pada kehamilan seperti pembesaran tiroid serta
manifestasi hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis.

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumanggar P. Tirotoksikosis di bagian ilmu penyakit dalam RSUP Palembang.


Dalam: Naskah Lengkap KOPAPDI V, Jilid 1. Bagian ilmu penyakit dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro – Rumah Sakit Kariadi.
Semarang. 2009: 53.
2. Madariaga AG, Palacios SS, Grima FG, Galofré AG. The Incidence and
Prevalence of Thyroid Dysfunction in Europe: A Meta-Analysis. J Clin
Endocrinol Metab. 2014;99(3):923– 931
3. Kemenkes RI. Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid – Pekan Tiroid Sedunia.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset
Kesehatan dasar. 2015. ISSN 2443-7659
4. Jafes. Indonesian Clinical Practice Guidelines for Hyperthyroidism. The
Indonesian Society of Endocrinology Task Force on Thyroid Diseases.
Department of Internal Medicine faculty of medicine university of Indonesia.
2012
5. Sarapura VD, Gordon DF, Samuels MH. Thyroid- stimulating hormone in The
Pituitary. Edisi ke-3. London: Elsevier; 2011. 


6. Hall JE. Introduction to endocrinology in Guyton and Hall Textbook of


Medical Physiology. Philadelphia: Elsevier. 2011. 


7. Lloyd A, Bursell J, Gregory J, Rees D, Ludgate M. TSH receptor activation and


body composition. Journal of Endocrinology. 2010;204:13-20. 


8. Peeters R, van der Deure W, Visser T. Genetic variation in thyroid hormone


pathway genes; polymorphism in the TSH receptor and the iodothyronine
deiodinases. European Journal of Endocrinology. 2006;155:655-62. 


9. Ginsberg, Jody. Diagnosis and management of 
Graves' disease. Canadian


Medical Association 
Journal. 2003;16:575–85. 


10. Hoogendoorn EH, Heijer MD, Van Dijk APJ, Heirmus AR. Subclinical
Hyperthyroidsm: to Treat or Not to Treat. Postgrad Medical Journal.
2004;80:394-8.
11. McGrogan A, Seaman HE, Wright JW, de Vries CS. The Incidence Of
Autoimmune Thyroid Disease: A Systematic Review Of The Literature. Clin
Endocrinol (Oxf). 2008;69(5):687- 96.

12. Lameson JL, Weetman AP. In J Larry Jameson, Harrison’s Endocrinology


second edition halaman 62. US : Mc Graw Hill Companies; 2010. 


13. Djokomoeljanto, R.. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme.


Dalam : Sudoyo A.W. et al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
V. Jakarta Pusat: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009. hlm 1993-2015.

14. Hetzel BS. An Overview of the Prevention and Control of Iodine Deficiency
Disorder. New York : Elsevier Science Publisher; 2005. 


15. Semiardji, Gatut. Penyakit Kelenjar Tiroid: Gejala Diagnosis dan Pengobatan.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. hlm 1-37.
16. Utiger RD. The thyroid: physiology, thyro- toxicosis, hypothyroidism and the
pain- ful thyroid. In: Felig P, Baxter JD, Frohman LA, editors. Endocrinology
and Metabolism. 3rd ed. New York: McGraw Hill; 1995. p. 435-519.


30

Anda mungkin juga menyukai