Anda di halaman 1dari 47

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN INOBRAINS (INQUIRY

ORIENTED BRAINSTORMING) BERMUATAN INTEGRASI


INTERKONEKSI PADA PEMBELAJARAN FISIKA SMA

DRAFT PROPOSAL DISERTASI

Oleh:
Fuja Novitra
NIM. 18169009

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019

1
DAFTAR ISI

Daftar Isi ………………………………………………………………….. i


BAB I Pendahuluan ………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang ……………………………………………………. 1
B. Identifikasi Masalah ……………………………………………… 8
C. Rumusan Masalah ............................................................................ 9
D. Tujuan ……………………………………………………………... 9
BAB II Kajian Kepustakaan ………………………………………………. 10
A. Pembelajaran Fisika Menurut Kurikulum 2013 …………………... 10
B. Inquiry Learning …………………………………………………... 11
C. Branstorming ……………………………………………………… 15
D. Integrasi-Interkoneksi ……………………………………………... 17
E. Model Pembelajaran ………………………………………………. 19
BAB III Metode Penelitian ………………………………………………... 23
A. Jenis Penelitian ……………………….……………………............ 23
B. Model Pengembangan ...................................................................... 23
C. Prosedur Pengembangan .................................................................. 26
Daftar Pustaka …………………………………………………………….. 32

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar dalam
pembangunan bangsa dan negara, karena melalui pendidikan dapat melahirkan
generasi-generasi yang akan menjadi patriot pembangunan bangsa dan negara.
Pembangunan tersebut memerlukan peran serta warga negara dengan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai. Selain itu, di Abad-21 ini setiap
individu dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir kritis dan pemecahan
masalah (Critical Thinking and Problem Solving Skills), kemampuan
berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and Collaboration Skills),
kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation Skills), literasi
teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communications
Technology Literacy), serta kemampuan memahami dan menggunakan berbagai
media komunikasi untuk menyampaikan beragam gagasan dan melaksanakan
aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan beragam pihak (BNSP, 2010).
Untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta terlibat aktif dalam proses pembangunan, peningkatan kualitas
sumber daya manusia merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan. Jalur yang
tepat untuk dapat menopang peningkatan sumber daya manusia adalah melalui
pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dalam mewujudkan
suatu pembelajaran yang dapat berperan sebagai wahana bagi peserta didik dalam
pembentukan kepribadian dan pengembangan potensi dirinya. Hal tersebut sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam pasal 3 Undang-Undang
No. 20 tahun 2003, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Oleh karena itu, pembelajaran Fisika harus

1
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dapat
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, terintegrasi dengan nilai-nilai
religius, dan mampu memberikan ruang yang cukup bagi pengembangan
kreativitas peserta didik.
Fisika merupakan ilmu yang termasuk rumpun sains. Fisika merupakan
ilmu pengetahuan yang menguraikan dan menjelaskan tentang unsur-unsur dalam
alam serta fenomenanya secara empiris, logis, matematis, dan rasional. Pelajaran
Fisika pada hakikatnya mampu mewadahi peserta didik untuk mempelajari alam
sekitar dan mengetahui bagaimana prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran diyakini mampu
menjadi alat penanaman nilai-nilai religius bagi peserta didik. Melalui
pembelajaran fisika peserta didik diajak untuk mengamati alam dan mengagumi
Sang Pencipta Alam, Allah SWT, sehingga pembelajaran fisika diharapkan dapat
menghasilkan peserta didik yang memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi yang
beriman dan bertaqwa, cerdas, kreatif, dan inovatif.
Hal ini menyatakan bahwa pembelajaran Fisika tidak hanya bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan peserta didik saja, akan tetapi juga bertujuan
untuk meningkatkan sikap dan keterampilan peserta didik. Selain itu, pada
pembelajaran fisika juga terkandung scientific attitudes yang dapat ditanamkan
dalam diri peserta didik. National Research Council (NRC) (1996), menjelaskan
bahwa sesungguhnya hal terpenting dalam mempelajari fisika adalah dapat
mengembangkan kemampuan penalaran dan berpikir ilmiah sebagai alat untuk
memecahkan masalah, sehingga mempelajari fisika beranjak dan berfokus pada
pemahaman pembelajar, penggunaan pengetahuan ilmiah, dan melalui proses
ilmiah (inkuiri). Sementara itu, dalam Permendikbud Nomor 22 tahun 2016
dijelaskan bahwa pembelajaran yang diperlukan adalah pembelajaran yang
berbasis penemuan (discovery/inquiry learning) dan pembelajaran yang
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (Kemendikbud, 2016).

2
Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah untuk menyiapkan
generasi-generasi muda Indonesia yang beriman dan bertaqwa, cerdas, kreatif, dan
inovatif, salah satunya dengan penyusunan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013
merupakan pengembangan dari kurikulum sebelumnya, yaitu KTSP. Berbagai
elemen pada kurikulum lama dikembangkan untuk mendapatkan kurikulum yang
lebih baik, salah satunya pada proses pembelajaran. Standar proses yang semula
terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, pada Kurikulum 2013
disempurnakan dengan Observing (mengamati), Questioning (menanya),
Experimenting (mencoba), Associating (menalar), dan Networking
(mengkomunikasikan) melalui pemanfaatan berbagai sumber-sumber belajar.
Proses pembelajaran juga sepenuhnya diarahkan pada pengembangan
ranah sikap spiritul dan sosial, pengetahuan, dan keterampilan secara utuh, artinya
pengembangan ranah yang satu tidak dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan
demikian Kurikulum 2013 memungkinkan peserta didik secara individual maupun
secara klasikal aktif menggali dan menemukan sendiri konsep dan prinsip-prinsip
secara utuh, bermakna, dan otentik. Kurikulum 2013 beserta pendekatan
saintifiknya diyakini sebagai langkah strategis dalam menyiapkan peserta didik
yang mencerminkan pribadi yang beriman dan bertaqwa, cerdas, kreatif, inovatif,
serta mampu berfikir kreatif dalam memecahkan persoalan-persoalan yang
dihadapi.
Guru sebagai salah satu faktor penentu tinggi rendahnya kualitas
pendidikan juga melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas
pendidikan, salah satunya melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
MGMP merupakan forum profesionalisme guru dan sebagai wadah yang paling
representatif bagi guru untuk mengembangkan profesionalismenya. Melalui
MGMP, guru secara efektif berbagi pengalaman dan solusi untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian
pembelajaran. MGMP juga membantu guru dalam mengimplementasikan atau
mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dan

3
saling berbagi informasi dan pengalaman dari hasil lokakarya, symposium,
seminar, diklat, penelitian tindakan kelas (PTK), dan lain-lain. Hal ini
memperlihatkan bahwa MGMP telah berperan sebagai mediator pengembangan
kompetensi pedagogik guru sekaligus peningkatan kualitas pembelajaran.
Namun pada kenyataannya usaha tersebut belum menunjukkan hasil yang
maksimal. Pembelajaran Fisika yang semestinya mampu membentuk kepribadian
dan mengembangkan potensi peserta didik belum memberikan hasil yang
diharapkan, padahal Fisika merupakan ilmu yang mempunyai peranan penting
dalam meningkatakan sumber daya manusia, terutama dalam menunjang
perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi. Berdasarkan hasil
wawancara dengan guru Fisika kelas XI SMAN 4 Kerinci pada tanggal 2 Februari
2019 (format wawancara dapat dilihat pada Lampiran 1), diketahui bahwa
pembelajaran yang dilakukan oleh guru relatif masih menerapkan metode
pembelajaran konvensional yang berarti bahwa pembelajaran yang dilakukan
belum mendukung siswa untuk mencapai kompetensi yang dipersyaratkan dalam
abad 21, dalam pembelajaran guru menggunakan beberapa buku paket, sedangkan
peserta didik hanya diwajibkan untuk memiliki bahan ajar berupa satu buah LKPD
dan tidak semua peserta didik memiliki buku paket. Buku paket dan LKPD
tersebut berasal dari jasa penerbit belum tentu sesuai dengan karakteristik peserta
didik dan kondisi sekolah, guru juga terbiasa menjelaskan materi yang telah
dipersiapkan sebelum pembelajaran dan kemudian memberikan soal latihan.
Peserta didik tidak dilibatkan secara aktif dalam aktivitas-aktivitas pengembangan
kompetensi yang sesuai dengan kurikulum 2013. Peserta didik hanya dituntut
untuk mencatat dan menghafal materi pelajaran, serta mampu menyelesaikan soal
latihan yang diberikan. Selain itu guru juga tidak pernah menghubungkan materi
pembelajaran fisika dengan nilai-nilai religius. Penerapan Integrasi-Interkoneksi
(nilai-nilai islam) dalam pembelajaran fisika sangat perlu dilaksanakan agar
terwujudnya peserta didik yang berakhlak mulia, beriman, berilmu, dan beramal

4
sholeh seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Hal ini menyebabkan efektifitas belajar peserta didik menjadi kurang
maksimal. Keadaan ini dibuktikan dengan fakta dilapangan yang menunjukkan
masih rendahnya nilai rata-rata kompetensi pengetahuan mata pelajaran fisika
peserta didik kelas XI IPA SMAN 4 Kerinci, seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Rata-Rata Mata Pelajaran Fisika Peserta Didik Kelas XI IPA SMAN
4 Kerinci
Sebaran Nilai Rata-rata
Tahun
Peserta Didik Ketuntasan
Akademik
0-74 75-100
2015/2016 45,29% 54,71% 75
2016/2017 53,33% 46,67% 75
2017/2018 51,23% 48,77% 75
(Sumber: Guru Fisika Kelas XI IPA SMAN 4 Kerinci)

Selain itu, salah satu tuntutan keterampilan adab 21, yaitu kreativitas atau
secara operasional dirumuskan sebagai Creative Thinking Skills peserta didik
juga masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil angket analisis peserta didik
(format angket analisis peserta didik dapat dilihat pada Lampiran 2) yang diambil
pada tanggal 23 Februari 2019 dari 30 orang peserta didik kelas XI IPA 1 dan 31
orang peserta didik XI IPA 2 SMAN 4 Kerinci. Hasil angket dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1. Hasil Angket Analisis Creative Thinking Skills Peserta Didik

5
Berdasarkan hasil angket tersebut, diperoleh rata-rata masing-masing indikator
Creative Thinking Skills peserta didik masih dalam kategori rendah dan secara
keseluruhan persentase tingkat Creative Thinking Skills peserta didik hanya 58%.
Atas dasar ini, perlu adanya model pembelajaran inovatif berbasis
konstruktivisme yang dapat menggiring siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan
sendiri dan dapat menemukan pengalaman belajar yang positif serta mampu
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah-masalah kompleks dan nyata
(real world problem). Treagust, Duit, dan Fraser (1996) mengungkapkan bahwa
konstruktivisme merupakan gabungan 2 (dua) pengetahuan dasar yang
membangun suatu konsep pengetahuan, yakni pengetahuan psikologis
(psychological knowledge) dan pengetahuan epistemologis (epistemological
knowledge). Konstruktivisme adalah filosofi pembelajaran yang dibangun dengan
asumsi bahwa “konsep dapat dikonstruksi dengan merefleksikan pengalaman”.
Hal ini bermakna bahwa melalui pembelajaran konstruktivis, siswa dapat
mengembangkan pengetahuan dan pengalaman mereka sendiri selama proses
pembelajaran. Salah satu kemasan pembelajaran berbasis konstruktivis yang
memberikan peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri
adalah melalui pembelajaran yang berbasis Inquiry.
Anderson (Oğuz dan Arabacioğlu, 2011) menyatakan bahwa pembelajaran
berbasis inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang mengacu pada kegiatan
peserta didik di mana mereka mengembangkan pengetahuan dan pemahaman
mereka mengenai ide-ide ilmiah. Begitupula Kyle, et al. dan Rakow (Bybee, 2010)
menyatakan bahwa inkuiri berfokus dalam menghubungkan sains dengan
kemampuan-kemampuan kognitif peserta didik seperti menalar dengan data,
mengkonstruksi dengan argumentasi, dan membuat penjelasan dengan logika yang
logis. Hal ini juga berarti bahwa inkuiri merupakan proses melakukan sains
(process of doing science), sehingga dalam pembelajaran berbasis inkuiri peserta
didik terlibat dalam penyelidikan konsep sains. Menggunakan inkuiri dalam

6
mengajarkan sains berarti membantu peserta didik untuk memahami masalah
kontekstual, berpikir kritis, kreatif, dan bersikap positif terhadap sains.
Namun jika melihat dari fenomena bahwa sebagian besar peserta didik di
Indonesia belum banyak mempunyai pengalaman belajar dengan model inkuiri.
Hal ini terlihat dari kesiapan mental dan kepercayaan diri peserta didik masih
rendah dalam mengemukakan pendapat mereka. Hurlock (2005: 185) menyatakan
bahwa faktor penting kelancaran mengungkapkan pendapat adalah kesiapan
mental. Kesiapan mental dalam berpendapat tergantung pada keberanian dan
kepercayaan diri peserta didik untuk mengemukakannya. Kedua faktor ini sangat
penting agar peserta didik dapat mengungkapkan pendapat dengan lancar. Metode
Brainstorming adalah salah satu metode yang paling penting yang mampu
menyiapkan mental dan kepercayaan diri peserta didik untuk berpendapat dan
mempengaruhi kreativitas dan memecahkan masalah.
Metode brainstorming melibatkan latihan lisan dan menulis untuk
membantu peserta didik untuk mengekspresikan ide-ide mereka. Brainstorming
adalah teknik yang digunakan dengan metode diskusi. Sayed dalam Al-Khatib
(2012) menyatakan bahwa metode brainstorming mampu membantu peserta didik
untuk menyampaikan ide-ide dalam memecahkan masalah dan memberika solusi
yang inovatif. Brainstorming berarti penggunaan otak untuk pemecahan masalah
dan bertujuan untuk mengembangkan solusi kreatif untuk pemecahan masalah
(Jarwan, 2005). Tujuan utama brainstorming sebagai metode pengajaran adalah
untuk menumbuhkan dan meningkatkan keterampilan komunikasi, membantu
mempromosikan keterampilan berpikir dan pengambilan keputusan, serta
menumbuhkan sudut pandang dan pendapat yang berbeda.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dikembangkan pembelajaran fisika
yang dapat memunculkan kepercayaan diri peserta didik dalam membangun
pengetahuannya dan berani mengungkapkan ide atau gagasan pemecahan masalah
yang dihadapkan kepadanya. Salah satunya dengan pengembangan model

7
pembelajaran INOBRAINS (Inquiry Oriented Brainstorming) Bermuatan
Integrasi-Interkoneksi.

B. Identifikasi Masalah
1. Guru relatif masih menerapkan metode pembelajaran konvensional yang
berarti bahwa pembelajaran yang dilakukan belum mendukung peserta didik
untuk mencapai kompetensi yang dipersyaratkan dalam abad 21. Guru juga
terbiasa menjelaskan materi yang telah dipersiapkan sebelum pembelajaran
dan kemudian memberikan soal latihan. Peserta didik hanya dituntut untuk
mencatat dan menghafal materi pelajaran, serta mampu menyelesaikan soal
latihan yang diberikan.
2. Peserta didik tidak dilibatkan secara aktif dalam aktivitas-aktivitas
pengembangan kompetensi yang sesuai dengan kurikulum 2013, yaitu seperti
dalam Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 yang menjelaskan bahwa
pembelajaran yang diperlukan adalah pembelajaran yang berbasis penemuan
(discovery/inquiry learning).
3. Rendahnya Creative Thinking Skills peserta didik.
4. Guru juga tidak pernah menghubungkan materi pembelajaran fisika dengan
nilai-nilai religius.
5. Guru menggunakan beberapa buku paket, sedangkan peserta didik hanya
diwajibkan untuk memiliki bahan ajar berupa satu buah LKPD dan tidak
semua peserta didik memiliki buku paket. Buku paket dan LKPD tersebut
berasal dari jasa penerbit belum tentu sesuai dengan karakteristik peserta didik
dan kondisi sekolah.

8
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana mengembangkan model pembelajaran INOBRAINS (Inquiry
Oriented Brainstorming) Bermuatan Integrasi-Interkoneksi yang valid?
2. Apakah model pembelajaran INOBRAINS (Inquiry Oriented Brainstorming)
Bermuatan Integrasi-Interkoneksi praktis dan efektif untuk meningkatkan
Creative Thinking Skills peserta didik dalam pembelajaran fisika?

D. Tujuan Pengembangan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah:
1. Menghasilkan model pembelajaran INOBRAINS (Inquiry Oriented
Brainstorming) Bermuatan Integrasi-Interkoneksi yang valid.
2. Menguji praktikalitas dan efektifitas model pembelajaran INOBRAINS
(Inquiry Oriented Brainstorming) Bermuatan Integrasi-Interkoneksi yang
valid dalam upaya meningkatkan Creative Thinking Skills peserta didik dalam
pembelajaran fisika.

9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Fisika Menurut Kurikulum 2013


Pembelajaran merupakan suatu aktivitas yang disengaja dalam
memodifikasi berbagai kondisi yang diharapkan untuk tercapainya suatu tujuan,
yaitu tercapainya tujuan kurikulum. Tujuan kurikulum tersebut disesuaikan
dengan tujuan pendidikan nasional yang dinyatakan pada pasal 3 Undang-Undang
No. 20 tahun 2003, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Permendikbud No. 81A tahun 2013 menyatakan bahwa pembelajaran
merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama
semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pembelajaran
seperti ini menggambarkan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, tugas guru
yang paling utama di dalam pembelajaran adalah mengkondisikan lingkungan
pembelajaran agar menunjang kegiatan pembelajaran yang dapat memberdayakan
semua potensi peserta didik menjadi kompetensi yang diharapkan.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pembelajaran fisika harus
berorientasi pada pembelajaran yang menekankan pada peningkatan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Pembelajaran fisika sepenuhnya
diarahkan pada pengembangan ketiga ranah tersebut secara utuh, supaya proses
pembelajaran fisika mampu melahirkan pribadi yang mencerminkan keutuhan
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terintegrasi.

10
Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses
dimensi) yang berbeda. Menurut Permendikbud No. 22 Tahun 2016 pada ranah
sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai,
menghayati, dan mengamalkan. Ranah pengetahuan diperoleh melalui aktivitas
mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
Ranah keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba,
menalar, dan menyaji. Selain itu, Permendikbud No. 22 Tahun 2016 menyatakan
bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi kreativitas dan
kemandirian peserta didik. Aktivitas tersebut diwujudkan melalui pembelajaran
dengan pendekatan saintifik, yaitu proses pembelajaran yang mewadahi peserta
didik secara alami mengalami apa yang dipelajarinya, sehingga peserta didik dapat
secara aktif mengkonstruksi konsep, hukum, ataupun prinsip-prinsip melalui
tahapan-tahapan yang telah dirancang sedemikian rupa.

B. Inquiry Learning
Inquiry merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh
seorang tokoh yang bernama Richard Suchman. Model ini awalnya dikenal dengan
Suchman Inquiry Model. Latar belakang pengembangan model ini ialah karena
terdapat asumsi bahwa pada dasarnya peserta didik merupakan individu yang
penuh rasa ingin tahu akan segala sesuatu. Suchman (1966) menyatakan bahwa
strategi pada model ini menyajikan masalah terkait dengan konsep yang akan
dipecahkan oleh peserta didik. Masalah yang disajikan merupakan masalah yang
kompleks, membutuhkan langkah-langkah khusus untuk menyelesaikannya.
Peserta didik kemudian menginstruksikan atau mengusulkan hipotesis dan ide-ide
yang akan menjelaskan fenomena tersebut.
Inquiry merupakan model pembelajaran yang mengupayakan peserta
didik bebas mengembangkan konsep yang mereka pelajari. Peserta didik diberi

11
kesempatan untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi secara berkelompok,
di dalam kelas mereka diajarkan berinteraksi sosial dengan kawan sebayanya
untuk saling bertukar informasi antar kelompok (Spencer, 2002). Mulyasa (2010:
235) menyatakan bahwa Inquiry pada dasarnya adalah cara menyadari sesuatu
dengan cara mengalami sendiri, oleh karenanya Inquiry menuntut peserta didik
untuk berpikir. Meskipun Inquiry berpusat pada kegiatan peserta didik, namun
guru tetap memegang peran penting sebagai pembuat desain pengalaman belajar.
Guru berkewajiban menggiring peserta didik untuk melakukan kegiatan.
Pembelajaran berbasis Inquiry merupakan pembelajaran yang melibatkan
peserta didik dalam merumuskan pertanyaan yang mengarahkan untuk melakukan
investigasi dalam upaya membangun pengetahuannya. Inquiry adalah investigasi
tentang ide, pertanyaan, atau permasalahan. Menurut Sani (2014) pembelajaran
berbasis Inquiry mencakup proses mengajukan permasalahan, memperoleh
informasi, membuat keputusan, dan membuat kesimpulan. Proses tersebut
digambarkan dengan mengikuti siklus dasar proses Inquiry yang dideskripsikan
seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Siklus Dasar Pembelajaran Inquiry


(Sumber: Sani, 2014)

Dengan kata lain, Inquiry pada hakikatnya merupakan proses yang


bervariasi dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam kegiatan-
kegiatan, seperti mengobservasi, merumuskan pertanyaan atau berhipotesis,

12
mengumpulkan informasi melalui buku dan sumber-sumber informasi lain secara
kritis, merencanakan penyelidikan atau investigasi, mengelaborasi apa yang telah
diketahuinya, melaksanakan percobaan atau eksperimen, menganalisis dan
menginterpretasi data, serta mengkomunikasikan hasil yang diperolehnya.
Inquiry terdiri dari beberapa tingkat berdasarkan kompleksitasnya.
Bonnstetter (1998) menyatakan bahwa tingkatan ini didasari dari komponen-
komponen dalam proses Inquiry yang meliputi topik masalah, sumber masalah
atau pertanyaan, bahan, prosedur atau rancangan kegiatan, pengumpulan dan
analisis data serta pengambilan kesimpulan. Komponen-komponen tersebut
membedakan Inquiry menjadi lima tingkat yaitu praktikum (Traditional Hands-
on), pengalaman sains terstuktur (Structured Science Experiences), inkuiri
terbimbing (Guinded Inquiry), inkuiri siswa mandiri (Student Directed Inquiry),
dan penelitian siswa (Student Research). Selain itu, Martin dan Hansen (2002) juga
menggolongkan inkuiri menjadi beberapa tingkat, yaitu Structured Inquiry,
Guided Inquiry, Open Inquiry, dan Coupled Inquiry.
Dari tingkatan-tingkatan tersebut, Guided Inquiry (inkuiri terbimbing)
diyakni memiliki kompleksitas yang lebih cocok untuk diterapkan pada Sekolah
Menengah. Hal ini dikarenakan Guided Inquiry dapat digunakan pada peserta
didik yang belum mempunyai pengalaman belajar dengan model inkuiri. Dalam
hal ini guru memberikan bimbingan dan pengarahan yang cukup luas, sehingga
dalam pelaksanaannya, peserta didik yang tidak kewalahan di dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu, dalam pengembangan model ini, tingkatan Inquiry
yang digunakan adalah Guided Inquiry.
Tujuan dari Inquiry tingkat Guided menurut Hanson (2007) adalah untuk
membantu peserta didik menguasai disiplin konten dan mengembangkan
keterampilan pembelajaran secara bersamaan. Terdapat tiga komponen utama
Inquiry tingkat Guided dalam pembelajaran, yaitu pembelajaran secara kooperatif,
penelitian terbimbing, dan metakognisi. Inquiry pada tingkat ini merupakan model
pembelajaran yang dibangun dengan basis penelitian. Peserta didik belajar dengan

13
baik dan secara aktif terlibat dalam kegiatan, seperti melakukan percobaan,
menganalisis data, diskusi kelompok untuk memahami konsep dan memecahkan
masalah, merefleksikan apa yang telah dipelajari dan berpikir tentang bagaimana
meningkatkan kinerja peserta didik.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam Inquiry tingkat Guided, kegiatan belajar
dikelola dengan baik oleh guru dan hasil pembelajaran sudah dapat diprediksikan
sejak awal. Orlich, et al (1998) menyatakan ada berberapa karakteristik dari
Inquiry ini yang perlu di perhatikan yaitu:
1. Peserta didik mengembangkan kemampuan berfikir melalui observasi hingga
membuat inferensi atau generalisasi.
2. Sasarannya adalah mempelajari proses mengamati kejadian atau obyek
kemudian menyusun generalisasi yang sesuai.
3. Guru mengontrol bagian tertentu dari pembelajaran, misalnya kejadian, data,
materi, dan berperan sebagai pemimpin kelas.
4. Tiap-tiap peserta didik berusaha untuk membangun pola yang bermakna
berdasarkan hasil observasi di dalam kelas.
5. Kelas diharapkan sebagai laboratorium pembelajaran.
6. Biasanya sejumlah generalisasi tertentu akan diperoleh dari peserta didik.
7. Guru memotivasi semua peserta didik untuk mengkomunikasikan hasil
generalisasinya sehingga dapat dimanfaatkan oleh seluruh peserta didik dalam
kelas.
Inquiry tingkat Guided mempunyai kelebihan dibandingkan model yang
lain menurut Bransford et al (2000), yaitu kegiatan peserta didik lebih terstruktur
karena terdapat panduan yang terstruktur, terkendali dan terarah, tujuan
pembelajaran lebih tercapai, dan pemanfaatan waktu lebih efektif. Namun model
ini juga memiliki kekurangan, menurut Suryosubroto (2009:186) kekurangan
model ini adalah keharusan mempersiapkan mental untuk cara belajar ini, banyak
peserta didik yang tidak percaya diri mengungkapkan pemikiran mereka, selain itu
model ini kurang berhasil dalam kelas besar, misalkan sebagian waktu hilang

14
karena membantu peserta didik menemukan teori-teori, dan peserta didik yang
sudah biasa dengan pembelajaran secara tradisional akan sedikit kesulitan.
Namun kelemahan-kelemahan ini bukanlah hambatan untuk kemudian
tidak menerapkannya. Tidak ada model yang sempurna, yang paling baik adalah
bagaimana menyelesaikan kelemahan tersebut dan berinovasi dalam proses
pembelajaran untuk menjadikannya sebagai modal mencapai keberhasilan
pembelajaran. Oleh karena itu, perlu dilakukan inovasi untuk lebih memotivasi
peserta didik dalam pembelajaran, salah satunya dengan mengitegrasikan metode
Brainstorming dan mengimplementasikan paradigma integrasi-interkoneksi dalam
pembelajaran fisika, agar ilmu fisika mampu tampil menjadi sebuah disiplin ilmu
yang dapat memberikan pencerahan bagi fenomena krisis akhlak pada peserta
didik pada saat ini.

C. Branstorming
Brainstorming adalah memberikan usul atau ide terhadap sebuah
permasalahan. Metode brainstorming adalah metode mengajar yang dilaksanakan
guru dengan cara melontarkan suatu masalah ke kelas oleh guru, kemudian siswa
menjawab, menyatakan pendapat, atau memberi komentar sehingga
memungkinkan masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru. Secara
singkat dapat diartikan sebagai satu cara untuk mendapatkan banyak/berbagai ide
dari sekelompok manusia dalam waktu yang singkat (Roestiyah, 2008: 73).
Dalam metode ini disajikan sebuah soal lalu peserta diajak untuk
mengkaji ide mengenai soal itu tidak peduli seaneh apapun ide itu. Ide-ide yang
aneh tidak ditolak secara apriori, tetapi dianalisis disintesin dan di evalasi juga.
Pemecahan yang tidak terduga akhirnya muncul menurut Morgan (Suprijanto,
2007: 122) brainstorming adalah salah satu bentuk berfikir kreatif sehingga
pertimbangan memberikan jalan untuk berinisiatif kreatif. Peserta didorong untuk
mencurahkan semua ide yang timbul dari pikirannya dalam jangka waktu tertentu
berkenaan dengan berbagai masalah, dan tidak diminta untuk menilainya selama

15
curah pendapat, penilaian akan dilakukan pada periode selanjutnya dimana semua
ide akan dipilih, dievaluasi dan akan diterapkan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa metode brainstorming adalah suatu bentuk diskusi dimana
peserta didorong untuk menyatakan gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan
pengalaman serta ide-ide mengenai suatu masalah tanpa adanya penilaian dari
peserta lain.
Metode brainstorming melibatkan latihan lisan dan menulis untuk
membantu peserta didik untuk mengekspresikan ide-ide mereka. Brainstorming
adalah teknik yang digunakan dengan metode diskusi. Sayed dalam Al-khatib
(2012) menyatakan bahwa metode brainstorming mampu membantu peserta didik
untuk menyampaikan ide-ide dalam memecahkan masalah dan memberika solusi
yang inovatif. Brainstorming berarti penggunaan otak untuk pemecahan masalah
dan bertujuan untuk mengembangkan solusi kreatif untuk pemecahan masalah
(Jarwan, 2005). Tujuan utama brainstorming sebagai metode pengajaran adalah
untuk menumbuhkan dan meningkatkan keterampilan komunikasi, membantu
mempromosikan keterampilan berpikir dan pengambilan keputusan, serta
menumbuhkan sudut pandang dan pendapat yang berbeda.
Tujuan pengguanaan metode brainstorming menurut Subana (2009:106)
ialah menguras habis segala sesuatu yang dipikirkan oleh siswa dalam menanggapi
masalah yang dilontarkan guru kepadanya agar tujuan dalam penerapan metode
brainsroming dapat tercapai maka perlu adanya aturan yang diperhaitikan. Hal ini
dimaksudkan agar metode brainsroming dapat berjalan denga efektif dan efisien
sehingga tujuan yang diharapkan dapat terealisasi.
Menurut Munandar (1985:104) beberapa aturan yang harus diperhatikan
pada metode brainstorming adalah:
1. Kebebasan dalam memberikan gagasan
Anak tidak perlu merasa ragu-ragu untuk mengelarkan gagasan
apapun, yang aneh atau yang lain dari yang lain. Iapun tidak perlu merasa

16
terikat pada apa yang telah berlaku sampai sekarang, pada kebiasaan-
kebiasaan yang lama.
2. Penekanan pada kuantitas
Pada teknik brainstorming diinginkan gagasan-gagasan sebanyak
mungkin karena dengan makin banyaknya gagasan makin besar pula
kemungkinan bahwa diantara gagasan tersebut ada yang sangat baik dan
orisinil.
3. Kritik ditangguhkan
Selama pengungkapan gagasan kritik baik anggota tidak dibenarkan.
Kritik baru dapat dikemukakan setelah tahap pencetusan gagasan selesai.
Sesudah tahap ini ada tahap penilaian gagasan, dimana semua gagasan yang
telah dicatat ditinjau satu persatu kemudian dipilih gagasan yang terbaik.
4. Kombinasi dan peningkatan gagagsan
Siswa dapat meneruskan gagasan-gagasan yang sebelmnya telah
diungkapkan oleh siswa lain. Beberapa gagasan dapat digabung menjadi satu
gagasan yang lebih baik.
5. Mengulang gagasan
Mengulang gagasan yang tampaknya sama tidak menjadi soal karena
dalam kenyataan mungkin gagasan tersebut agak berbeda. Teguran bahwa
gagasan itu telah disampaikan sebelumnya akan menghambat spontanitas
siswa dalam mengungkapkan gagasan. Lagi pula apabila memang ada
gagasan yang sama pada tahap penilaian gagasan dapat dikeluarkan.

D. Integrasi-Interkoneksi
1. Hakikat Integrasi-Interkoneksi
Paradigma Integrasi-Interkoneksi bermula dari fakta bahwa dunia
Islam dewasa ini cenderung membuat dikotomi antara ilmu agama dengan
ilmu umum, padahal Al-Qur’an dan Hadist sesungguhnya tidak membedakan

17
antara ilmu Islam dengan ilmu-ilmu umum. Disamping itu terdapat asumsi
bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari negara-negara barat dianggap
sebagai pengetahuan yang sekuler. Oleh karenanya ilmu tersebut harus ditolak
atau minimal ilmu pengetahuan tersebut harus dimaknai dan diterjemahkan
dengan pemahaman secara islami. Ilmu pengetahuan yang sesungguhnya
merupakan hasil dari pembacaan manusia terhadap ayat-ayat Tuhan.
Integrasi-Interkoneksi merupakan suatu upaya menyandingkan kajian
Islam dengan ilmu pengetahuan umum (Mu’tasim, 2006). Integrasi-
Interkoneksi adalah pengertian umum tentang islamisasi ilmu pengetahuan.
Penerapan Integrasi-Interkoneksi dalam pembelajaran fisika merupakan
upaya agar terwujudnya peserta didik yang berakhlak mulia, beriman,
berilmu, dan beramal sholeh. Islam dan fisika tidak dapat dipisahkan. Di
dalam islam terdapat isyarat-isyarat tentang ilmu fisika yang dijelaskan dalam
Al-Qur’an, banyak sekali fenomena-fenomena fisika yang terdapat di dalam
Al-Qur’an.
2. Implementasi Integrasi-Interkoneksi dalam Pembelajaran
Model pembelajaran hendaknya dapat memberikan suatu inovasi
dalam proses belajar mengajar, sehingga kualitas kelimuan yang dipelajari
akan menjadi lebih spesifik, fokus, serta diharapkan mampu mengantarkan
peserta didik dapat menemukan sendiri konsep yang sesungguhnya. Menurut
Aziz (2011) model pembelajaran fisika dengan paradigma integrasi-
interkoneksi dapat dikembangkan dalam beberapa model kajian, yaitu
pembelajaran Informatif, pembelajaran Konfirmatif (Klarifikatif),
pembelajaran Korektif, pembelajaran Similarisasi, pembelajaran Paralelisasi,
pembelajaran Komplementasi, pembelajaran Komparasi, dan pembelajaran
Induktifikasi.
Pada rencana penelitian ini, kajian yang digunakan dalam
mengimplementasikan paradigma Integrasi-Interkoneksi dalam pembelajaran
adalah pembelajaran Paralelisasi. Pembelajaran Paralelisasi adalah

18
pembelajaran yang dirancang untuk memperkokoh suatu disiplin ilmu
tertentu, dalam hal ini adalah disiplin ilmu fisika. Pada pembelajaran
paralelisasi ini, konsep yang berasal dari Al-Qur’an dengan konsep yang
berasal dari sains dianggap paralel, karena kemiripan konotasinya tanpa
menyamakan keduanya. Pembelajaran seperti ini sangat perlu diterapkan
karena dapat digunakan sebagai penjelasan ilmiah atas kebenaran ayat-ayat
Al-Qur’an. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menyebarkan
syiar Islam.
Dengan menerapkan pembelajaran yang ilmiah (Inquiry Learning) dan
dilandasi Al-Qur’an seperti ini, pembelajaran fisika yang dilaksanakan akan
terasa lebih bermakna dan dapat memberikan wawasan yang luas, karena
digali dari Al- Qur’an. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa penggunaan
pembelajaran yang berparadigma Integratif-Interkonektif mampu
meningkatkan kualitas, efektifitas, dan kreatifitas dalam pembelajaran.

E. Model Pembelajaran
1. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau
pembelajaran dalam toturial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk didalamnya. Joyce dan Weil (2011) berpendapat
bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka
panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing
pembelajaran di kelas atau yang lain.
Model pembelajaran memiliki empat ciri yang tidak dapat ditemukan
pada strategi ataupun prosedur tertentu lainnya, antara lain yaitu: 1) rasional
teoritik yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya. 2) landasan
pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran

19
yang ingin dicapai). 3) tingkah laku pelajar yang diperlukan agar model dapat
dilaksanakan dengan berhasil. 4) lingkungan belajar yang diperlukan agar
tujuan pembelajaran tercapai.
Selain ciri di atas terdapat dua alasan dari penggunaan model
pembalajaran, pertama yaitu istilah model mempunyai makna lebih luas dari
strategi, metode, atau prosedur. Kedua, model dapat juga berfungsi sebagai
sarana komunikasi yang penting dalam proses mengajar dikelas. Model
pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa aspek. Diantaranya
berdasarkan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, sintaks, dan sifat dari
ligkungan belajar sendiri.
Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat memungkinkan
seorang guru mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan Sintaks (pola
urut) dari suatu model pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan alur
langkah yang seharusnya dilakukan oleh guru, siswa, urutan kegiatan-
kegiatan dan tugas-tugas khusus yang harus dilakukan siswa. Sebenarnya dari
banyaknya model pembelajaran tidak ada model yang lebih baik dari model
yang lainnya. Maka dari itu seorang guru harus memiliki banyak
pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang akan
digunakan.Pertimbangan yang dimaksud antara lain : materi pelajaran yang
akan disampaikan, tingkat perkembangan kognitif siswa, maupun sarana dan
fasilitas yang tersedia sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai sesuai yang
ditetapkan.
2. Komponen dalam Model-model pembelajaran
Berbicara lebih jauh tentang model pembelajaran ini, Joyce dan Weil
(2011) mengemukakan beberapa key ideas yang perlu kita pahami sebagai
komponen suatu model pembelajaran:

20
a. Sintaks (Syntax)
Sintaks adalah langkah-langkah, fase-fase, atau urutan kegiatan
pembelajaran. Jadi sintaks itu adalah deskripsi model dalam action. Setiap
model mempunyai sintaks atau struktur model yang berbeda-beda.
b. Prinsip Reaksi (Principle of Reaction)
Prinsip Reaksi adalah reaksi pembelajar atas aktivitas-aktivitas
pebelajar. Jadi prinsip reaksi itu akan membantu memilih reaksi-reaksi
apa yang efektif dilakukan pebelajar.
c. Sistem-Sosial (Social System).
Sistem sosial ini mencakup 3 (tiga) pengertian utama, yaitu:
1) Deskripsi macam-macam peranan pembelajar dan pebelajar
2) Deskripsi hubungan hirarkis/otoritas pembelajar dan pebelajar
3) Deskripsi macam-macam kaidah untuk mendorong pebelajar
d. Sistem Pendukung (Support System)
Sistem pendukung ini sesungguhnya merupakan kondisi yang
dibutuhkan oleh suatu model. Jadi, bukanlah model itu sendiri. Sistem
pendukungnya bertolak dari pertanyaan-pertanyaan dukungan apa yang
dibutuhkan oleh suatu model agar tercipta lingkungan khusus. Dalam
hubungan ini, sistem pendukung itu berupa kemampuan/keterampilan
dan fasilitas-fasilitas teknis. Sistem pendukung diturunkan dari dua
sumber yaitu kekhususan-kekhususan peranan pembelajar dan tuntutan
pebelajar.Dalam proses pembelajaran umumnya membutuhkan transkrip
atau deskripsi peristiwa pembelajaran bagi pengguna model-model
tertentu. Di samping itu dibutuhkan pula analisis kesulitan pelajaran dan
analisis kesulitan-kesulitan khusus penggunaan model. Sebagaimana
telah dikemukakan bahwa setiap model mempunyai kegunaan utama di
samping kegunaan-kegunaan lainnya yang dapat diterima.

21
e. Dampak instuksional (Instructional effects)
Dalam hal ini beberapa model didesain untuk tujuan-tujuan yang
amat spesifik dan beberapa lainnya dapat dipergunakan secara umum.
Penggunaan model manapun harus dapat memberi efek belajar bagi
pebelajar. Efek belajar ini dapat berupa direct atau instructional effects
atau berupa indirect. Instructional effects adalah pencapaian tujuan
sebagai akibat kegiatan-kegiatan instruksional. Biasanya beberapa
pengetahuan Biasanya beberapa pengetahuan/ketrampilan.
f. Dampak Pengiring (nurturant effect).
Nurturant effect adalah efek-efek pengiring yang ditimbulkan
model karena pebelajar menghidupi (living in) sistem lingkungan belajar,
misalnya kemampuan berpikir kreatif, sikap terbuka dan sebagainya.

22
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengembangan
(Research and Development). Menurut Sugiyono (2012: 297) metode penelitian
dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan
produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Sukmadinata (2009:
184) juga menjelaskan bahwa penelitian pengembangan adalah penelitian yang
menghasilkan suatu produk baru atau penyempurnaan produk yang telah ada yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Produk tersebut berupa model pembelajaran INOBRAINS (Inquiry
Oriented Brainstorming) Bermuatan Integrasi-Interkoneksi yang valid, praktis,
dan efektif. Kegiatan Research and Development dimulai dengan research dan
kemudian diteruskan dengan development. Kegiatan research dilakukan untuk
mendapatkan informasi tentang kebutuhan dalam penembangan modul, sedangkan
development dilakukan untuk menghasilkan modul.

B. Model Pengembangan
Proses pengembangan modul ini mengacu pada model pengembangan
yang dikemukakan oleh Prof. Tjeer Plomp dari University of Twente, Eschede,
Belanda atau yang dikenal dengan Plomp Model. Menurut Plomp dan Nieveen
(2013: 30) langkah-langkah model pengembangan ini adalah preliminary
research, prototyping phase, dan assessment phase.
Preliminary research adalah analisis kebutuhan dan konteks, kajian
literatur, mengembangkan kerangka konseptual, dan teoritis untuk penelitian.
Prototyping phase adalah proses perancangan secara siklikal dan berurutan, serta
menggunakan evaluasi formatif untuk meningkatkan dan memperbaiki model
intervensi. Terdapat sejumlah kriteria umum untuk mendapatkan kualitas

23
intervensi yang tinggi, yaitu validitas, praktikalitas, dan efektifitas. Kriteria
tersebut dapat dilihat dari Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Kualitas Intervensi


Kriteria Keterangan
Relevansi (validitas isi) Ada kebutuhan untuk suatu intervensi
dan dirancang berdasarkan pada
pengetahuan.
Konsistensi( validitas konstruk) Intervensi dirancang secara logis.
Praktikalitas Yang diharapkan:
Intervensi yang dirancang dan
dikembangkan diharapkan dapat
digunakan.
Faktanya:
Intervensi yang telah dirancang dan
dikembangkan dapat digunakan.
Efektifitas Yang diharapkan:
Penggunaan intervensi diharapkan
mendapatkan hasil yang diinginkan.
Faktanya:
Penggunaan intervensi mendapatkan
hasil yang sesuai harapan.
(Sumber: Plomp dan Nieveen, 2013)

Jika intervensi memenuhi persyaratan ini, maka dapat model pembelajaran


INOBRAINS (Inquiry Oriented Brainstorming) Bermuatan Integrasi-Interkoneksi
dapat dianggap valid, praktis, dan efektif. Untuk memenuhi kriteria tersebut, maka
dilakukan evaluasi formatif pada seluruh fase dan siklus dalam penelitian
pengembangan (Plomp, 2013: 35). Evaluasi formatif memiliki berbagai lapisan
yang dapat diilustrasikan, lapisan evaluasi formatif tersebut dinyatakan oleh
Tessmer (1993) seperti Gambar 3.

24
Gambar 3. Lapisan-lapisan Evaluasi Formatif (Tessmer, 1993)

Berdasarkan gambar di atas, metode evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Self Evaluation, yaitu memeriksa kembali kesesuaian produk dengan
indikator-indikator validitas (obvious error).
2. Expert Review, yaitu para ahli memvalidasi produk dan memberikan saran-
saran terhadap produk yang dikembangkan.
3. One to one Evaluation, yaitu tiga orang pengguna menggunakan produk dalam
situasi yang normal. Evaluator mengamati dan mewawancarai responden.
4. Small Group, yaitu modul yang telah direvisi dipraktekkan pada sekelompok
peserta didik yang terdiri dari 8-10 orang.
5. Field Test, yaitu sekelompok pengguna menggunakan produk dalam kondisi
yang sebenarnya untuk mengetahui praktikalitas dan efektifitas.
Kemudian pada Assessment phase dilakukan evaluasi sumatif untuk
menyimpulkan apakah solusi atau intervensi sudah sesuai dengan diinginkan. Pada
tahap ini difokuskan kepada kualitas pengembangan produk yang dikembangkan.

25
C. Prosedur Pengembangan
1. Preliminary Research
Tahap ini merupakan langkah awal dalam penelitian pengembangan
ini. Tujuan dari tahap preliminary adalah untuk menetapkan dan
mendefinisikan syarat-syarat yang dibutuhkan dalam pengembangan model
pembelajaran INOBRAINS (Inquiry Oriented Brainstorming) Bermuatan
Integrasi-Interkoneksi. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu
mengidentifikasi suatu perbedaan antara apa yang perlu ada dan apa yang
idealnya atau yang diinginkan. Terdapat banyak kebutuhan pengajaran, maka
perlu diadakan prioritas. Dalam penelitian ini analisis tersebut, yakni analisis
kebutuhan, analisis kurikulum, analisis peserta didik, dan analisis materi.
a. Analisis Kebutuhan
Pada tahap analisis kebutuhan dilakukan pengumpulan informasi
mengenai gambaran permasalahan yang terdapat dalam pembelajaran
Fisika kelas XI di SMAN 4 Kerinci dan penyebabnya, pelaksanaan
pembelajaran serta penggunaan perangkat pembelajaran. Pengumpulan
informasi dilakukan dengan cara mewawancarai guru Fisika dan
observasi pelaksanaan pembelajaran dan penggunaan perangkat
pembelajaran.
Wawancara yang akan dilakukan dengan guru Fisika, berpedoman
pada daftar pertanyaan pedoman wawancara. Informasi yang akan
diungkap melalui wawancara dengan guru antara lain kendala umum
yang ditemui oleh guru dalam pembelajaran, model atau metode
pembelajaran yang biasa digunakan, sumber belajar yang digunakan, dan
penilaiannya. Dari hasil analisis ini diperoleh informasi mengenai bagian-
bagian yang perlu dikembangkan.
b. Analisis Kurikulum
Pada tahap ini dilakukan telaah terhadap kurikulum yang
digunakan di SMAN 4 Kerinci. Pada analisis ini peneliti mempelajari

26
kompetensi inti, kompetensi dasar dan perumusan indikator pembelajaran
berdasarkan silabus. Langkah yang ditempuh pada tahap ini adalah
mendeskripsikan keterkaitan KI, KD, dan materi untuk menentukan
indikator pencapaian kompetensi, hingga diperoleh indikator pencapaian
kompetensi untuk memenuhi tuntutan kurikulum 2013.
c. Analisis Peserta Didik
Menurut Suparman (2004:34), melakukan analisis dengan
mengidentifikasi karakteristik peserta didik adalah sangat penting sekali
sebelum menentukan tujuan pembelajaran, karena heterogennya peserta
didik. Analisis peserta didik berupa telaah karakteristik peserta didik yang
meliputi perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan. Analisis inilah
yang akan dijadikan kerangka acuan dalam menyusun bahan ajar.
Instrumen yang digunakan adalah angket untuk pengungkapan data yang
diperlukan dalam menganalisis masalah pembelajaran yang dialami
peserta didik.
Adapun karakteristik yang menjadi prioritas dalam penelitian ini
adalah Creative Thinking Skills. Tingkat Creative Thinking Skills peserta
didik yang dianalisis terdiri dari empat aspek yaitu fluency, flexibility,
originality, dan elaboration. Adapun uraian dari masing-masing aspek
adalah:
1) Fluency, dengan indikator: (1) Mengajukan pertanyaan seputar
permasalahan, (2) Menjawab lebih dari satu jawaban, (3)
Mengemukakan lebih dari satu gagasan dalam pemecahan masalah,
(4) Lancar dalam mengemukakan ide mengenai pemecahan masalah,
(5) Cepat melihat kesalahan/kekurangan pada suatu objek/situasi.
2) Flexibility, dengan indikator: (1) Memberikan pandangan yang
berbeda dengan orang lain terhadap suatu masalah, (2) Memiliki
pendapat yang berbeda dengan pendapat orang lain, (3) Memberikan
macam-macam penafsiran terhadap masalah.

27
3) Originality, dengan indikator, yaitu memunculkan ide baru yang
merupakan gabungan ide-ide sebelumnya.
4) Elaboration, dengan indikator: (1) Mengembangkan/memperkaya
gagasan orang lain, (2) Mencari arti lebih mendalam terhadap
jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langah
terperinci, (3) Mencoba/menguji detail-detail untuk melihat arah yang
akan ditempuh.
d. Analisis Materi
Analisis materi merupakan identifikasi konsep-konsep utama
yang akan diajarkan dan menyusunnya secara sistematis serta mengaitkan
konsep secara relevan. Analisis materi ditujukan untuk mengidentifikasi,
merinci, dan menyusunnya secara sistematis konsep-konsep utama dari
materi usaha dan energi. Analisis materi sesuai dengan KI dan KD yang
harus dicapai peserta didik. Artinya, materi yang ditentukan untuk
kegiatan pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar menunjang
tercapainya KI dan KD, serta tercapainya indikator.
Analisis ini bertujuan untuk menentukan isi dan materi pelajaran
yang dibutuhkan dalam pengembangan model pembelajaran
INOBRAINS (Inquiry Oriented Brainstorming) Bermuatan Integrasi-
Interkoneksi. Jadi analisis materi meliputi identifikasi, rincian dan
susunan sistematis konsep-konsep untuk menyusun setiap bagian model.
2. Prototyping Phase
Tahap ini bertujuan untuk mendesain pemecahan masalah yang telah
diidentifikasi pada tahap investigai awal. Kegiatan yang dilakukan adalah
menyusun komponen model pembelajaran INOBRAINS (Inquiry Oriented
Brainstorming) Bermuatan Integrasi-Interkoneksi dan instrumen yang
diperlukan.

28
a. Prototype 1
Berdasarkan hasil analisis pada tahap preliminary research,
dirancang model pembelajaran INOBRAINS (Inquiry Oriented
Brainstorming) Bermuatan Integrasi-Interkoneksi. Setelah model
dirancang, hasil perancangan prototype awal dinamakan prototype 1.
Setelah tahap perancangan modul selesai, dilakukan evaluasi sendiri (self
evaluation). Evaluasi sendiri dilakukan untuk memeriksa kesalahan-
kesalahan dalam perancangan. Tujuan evaluasi sendiri adalah untuk
mendapatkan kriteria produk yang relevan dan berdasarkan ilmu
pengetahuan, konsistensi, dan memiliki praktikalitas yang sesuai yang
diharapkan. Setelah itu prototype 1 direvisi untuk mendapatkan prototype
2 dan dilanjutkan pada tahap selanjutnya.
b. Prototype 2
Pada tahap ini, prototype 2 divalidasi oleh para ahli (Expert
Review). Selain itu juga disiapkan instrumen untuk penilaian kualitas
model pembelajaran INOBRAINS (Inquiry Oriented Brainstorming)
Bermuatan Integrasi-Interkoneksi yang dikembangkan.
Validasi ini dilakukan oleh beberapa ahli pendidikan. Validasi
yang dilakukan terhadap model pembelajaran INOBRAINS (Inquiry
Oriented Brainstorming) Bermuatan Integrasi-Interkoneksi, RPP, dan
penilaian ini meliputi tiga validasi, yaitu:
1) Validasi isi, yaitu apakah model, RPP, dan penilaian yang disusun
layak dan sesuai dengan pemilihan kompetensi pokok.
2) Validasi konstruk, yaitu kesesuaian komponen-komponen model,
RPP, dan penilaian dengan unsur-unsur pengembangan yang sudah
ditetapkan.
3) Validasi bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang sesuai dengan EYD.

29
Validasi dilakukan oleh pakar dibidang masing-masing yang
bertujuan untuk mendapatkan masukan terhadap keseluruhan aspek
validitas dalam rancangan prototype 2.
c. Prototype 3
Selanjutnya prototype 3 akan dievaluasi dengan:
1) One to one evaluation, yaitu dengan meminta peserta didik dengan
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah masing-masing 1 orang dan
peserta didik memberikan komentarnya terhadap produk yang
dikembangkan.
2) Small Group, yaitu modul yang telah direvisi dipraktekkan pada
sekelompok peserta didik yang terdiri dari 8-10 orang dan meminta
peserta didik memberikan komentarnya terhadap produk yang
dirancang. Berdasarkan komentar yang diberikan oleh peserta didik,
maka produk direvisi.
Setelah dilakukan evaluasi ini terhadap prototype 3, maka
prototype 3 direvisi untuk memperoleh prototype final yang digunakan
pada field test.
d. Prototype Final
Evaluasi formatif terakhir pada seluruh fase dan siklus dalam
penelitian pengembangan ini adalah field test. Pada tahap ini prototype
final digunakan dalam kondisi yang sebenarnya untuk mengetahui
praktikalitas dan efektifitas model pembelajaran INOBRAINS (Inquiry
Oriented Brainstorming) Bermuatan Integrasi-Interkoneksi.
3. Assessment Phase
Pada tahap assessment phase ini, penilaian akan dilakukan terhadap
produk yang dihasilkan, baik itu dari segi praktikalitas maupun efektifitas.
Praktikalitas adalah tingkat keterpakaian prototype oleh peserta didik dan
guru. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai
praktikalitas modul adalah angket praktikalitas. Instrumen praktikalitas

30
tersebut terdiri dari angket respon guru dan angket respon peserta didik
terhadap praktikalitas produk. Tingkat kepraktisan penggunaan model
pembelajaran INOBRAINS (Inquiry Oriented Brainstorming) Bermuatan
Integrasi-Interkoneksi dapat dilihat dari daya tarik penggunaan, kemudahan
penggunaan, keberfungsian dan kegunaannya dalam proses pembelajaran.\
Selain praktikalitas juga dilihat efektifitas dari model pembelajaran
INOBRAINS (Inquiry Oriented Brainstorming) Bermuatan Integrasi-
Interkoneksi yang dikembangkan. Efektifitas produk artinya suatu ukuran
yang menyatakan ada atau tidaknya efek atau pengaruh dari produk yang
dikembangkan terhadap pengguna. Aspek efektifitas yang diamati dalam
proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran INOBRAINS
(Inquiry Oriented Brainstorming) Bermuatan Integrasi-Interkoneksi adalah
Creative Thinking Skills, sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Instrumen untuk melihat efektifitas modul terdiri dari lembar penilaian
Creative Thinking Skills untuk mengukur Creative Thinking Skills peserta
didik. Tes pengetahuan peserta didik, yaitu tes essay untuk mengukur
pengetahuan peserta didik, lembar penilaian sikap untuk mengukur sikap
peserta didik, dan lembar penilaian keterampilan untuk mengukur
keterampilan peserta didik.

31
DAFTAR PUSTAKA

Al-khatib, Bilal Adel. The Effect of Using Brainstorming Strategy in Developing


Creative Problem Solving Skills among Female Students in Princess Alia
University College. American International Journal of Contemporary
Research. Vol. 2 No.10
Aziz, F. Sulthoni 2011. Implementasi Paradigma Integrasi-Interkoneksi dalam
Pembelajaran Fisika. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan
Penerapan MIPA. Yogyakarta.
Bonnstetter, R. J. 1998. Inquiry: Learning from the Past with an Eye on the Future.
Electronic Journal of Science Education. Vol. 3, No. 1. Diakses pada 24
September 2018 di http://unr.edu/homepage/jcannon/ejse/ bonnstetter.html.
Bransford, J. D., Brown, A. L., Cocking, R. R., Donovan, M. S., Bransford, J. D., &
Pellegrino, J. W. 2000. How people learn: Brain, mind, experience, and school.
Washington, D.C.: National Academy Press.
Bybee, R. 2010. The Teaching of Science: 21st-Century Perspectives. USA: NSTA
Press.
Hanson, David. M. 2007. Designing Process-Oriented Guided-Inquiry. Stony Brook:
Stony Brook University.
Hurlock, Elizabeth B. 2005. Perkembangan Anak. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Jarwan, F. 2005. Teaching Thinking: Definition and applications. Amman: Dar Al-fkir.
Jordan.
Joyce, Bruce & Marsha Weil. 2011. Models of Teaching. Eighth Edition. USA: Allyn
and Bacon.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Permendikud No. 81 A tahun 2013
tentang Implementasi Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
BSNP.
__________________________________2016. Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016
tentang Standar Proses. Jakarta: BSNP.
__________________________________2016. Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016
tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. Jakarta: BSNP.
Lim, B.-R. 2004. Challenges and issues in designing inquiry on the Web. British
Journal of Educational Technology. Vol. 35: 627-643.

32
Martin-Hansen, Lisa. 2002. Defining Inquiry. The Science Teacher. Vol. 69, No. 2: 34-
37.
Mu’tasim, Radjasa, Dkk. 2006. Kerangka Dasar Keilmuan dan Pengembangan
Kurikulum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Yogyakarta: Pokja Akademik
UIN Sunan Kalijaga.
Mulyasa, E. 2010. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan
Implementasinya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Munandar. 1985. Mengembangkan Bakat Dan Kreatifitas Anak Sekolah. Jakarta:
Gramedia.
Oğuz-Ünver, Ayşe & Arabacioğlu, Sertaç. 2011. Overviews on Inquiry Based and
Problem Based Learning Methods. Western Anatolia Journal of Educational
Sciences (WAJES). p.303-310.
Orlich DC, Harder JR, Callahan JR, Gibson HW. 1998. Teaching Strategies: A Guide
to Better Instruction. New York: Houghton Mifflin Company.
Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Sani, Ridwan. A . 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013.
Jakarta: Bumi Aksara.
Subana, Sunarti. (2009). Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia Berbagai
Pendekatan, Metode Teknik dan Media Pengajaran. Bandung : CV Pustaka
Setia.
Suchman, J. Richard. 1966. Developing Inquiry. IIlinois-USA: Science Research
Associetes.
Suparman, Alwi. 2004. Design Instructional: Proyek Pengembangan Universitas
Terbuka Ditjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka.
Supriyanto. 2007. Pendidikan Orang Dewasa, Jakarta: Bumi Aksara
Suryosubroto, B. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT Rhineka.
Treagust, D.F., Duit, R. & Fraser, B.J. 1996. Teaching and learning of Science and
Mathematics. New York: Teachers College Press.

33
LAMPIRAN

34
KISI-KISI INSTRUMEN ANALISIS CREATIVE THINKING SKILLS
PESERTA DIDIK

Indikator Sub Indikator Pernyataan


Fluency Mengajukan pertanyaan Saya bertanya kepada guru jika
seputar permasalahan masih ada yang belum dipahami
tentang permasalahan Fisika.
Menjawab lebih dari satu Saya senang menjawab berbagai
jawaban pertanyaan guru mengenai
permasalahan Fisika.
Mengemukakan lebih dari satu Saya senang mengemukakan
gagasan dalam pemecahan banyak gagasan dalam pemecahan
masalah masalah Fisika .
Lancar dalam mengemukakan Saya lancar dalam mengemukaan
ide mengenai pemecahan ide-ide mengenai pemecahan
masalah masalah Fisika .
Cepat melihat Saya cepat melihat
kesalahan/kekurangan pada kesalahan/kekurangan pada suatu
suatu objek/situasi objek/situasi .
Flexibility Memberikan pandangan yang Saya memberikan pandangan yang
berbeda dengan orang lain berbeda dengan teman yang lain
terhadap suatu masalah terhadap suatu permasalahan Fisika.
Memiliki pendapat yang Saya memiliki pendapat yang
berbeda dengan pendapat berbeda dengan pendapat dengan
orang lain teman yang lain terhadap suatu
permasalahan Fisika .
Memberikan macam-macam Saya memberikan bermacam-
penafsiran terhadap masalah macam penafsiran terhadap suatu
permasalahan Fisika.
Originality Memunculkan ide baru yang Saya senang memikirkan cara-cara
merupakan gabungan ide-ide baru untuk melakukan sesuatu
sebelumnya daripada menggunakan cara-cara
lama dengn memodifikasi ide-ide
sebelumnya.
Setiap mendapatkan pengalaman
baru saya memikirkan
penerapannya dengan cara yang
baru.
Elaboration Mengembangkan/memperkaya Saya menguatkan gagasan teman
gagasan orang lain yang lain atau memberikan masukan
tentang gagasannya dengan

35
mengeluarkan pengetahuan yang
saya ketahui.
Mencari arti lebih mendalam Saya menggali informasi dari
terhadap jawaban atau berbagai sumber sebagai referensi
pemecahan masalah dengan saya untuk memecahkan masalah
melakukan dengan melakukan langkah-langkah
yang terperenci.
Mencoba/menguji detail-detail Ketika dihadapkan pada
untuk melihat arah yang akan permasalahan Fisika saya terlebih
ditempuh dahulu mencari data yang relevan
dan bukti-bukti untuk
menggambarkan permasalahan
tersebut dan menentukan langkah
yang akan ditempuh.

36
Wawancara Terhadap Metode, Perangkat, Proses dan Hasil Pembelajaran
Fisika di SMAN 4 Kerinci

Wawancara dilakukan pada 2 Februari 2019 dengan guru mata pelajaran Fisika
kelas XI, yaitu Bapak Angel Gustina Kencana, S.Pd, berikut hasil wawancara:
No. Pertanyaan Jawaban
1. Apakah sarana dan prasarana yang Iya, namun masih ada beberapa hal
ada saat ini mendukung dalam yang menjadi masalah, seperti alat
pembelajaran Fisika? labor yang rusak dan buku Fisika di
perpustakaan masih sedikit
2. Apakah dalam proses pembelajaran Tidak
Fisika di kelas Bapak mengunakaan
langkah-langkah dengan Saintifik?
3. Apa metode yang telah Bapak Di dalam pembelajaran Fisika Saya
gunakan dalam pembelajaran menggunakan metode ceramah dan
Fisika? kadang-kadang diskusi. Biasanya
Saya menjelaskan apa-apa yang
telah Saya persiapkan sebelum
pembelajaran dan memberikan
contoh soal, kemudian memberikan
soal latihan.
4. Bagaimana pendapat Bapak tentang Bahan ajar yang digunakan sudah
bahan ajar yang sudah digunakan menggunakan bahan ajar yang
dalam pembelajaran Fisika? mengacu pada Kurikulum 2013.
Bahan ajar yang Kami gunakan di
sekolah berupa buku paket dan
LKPD, tetapi Kami hanya
mewajibkan peserta didik untuk
memiliki bahan ajar berupa satu
buah LKPD, dan ada juga sebagian
peserta didik yang memiliki buku
paket. Buku paket dan LKPD
tersebut pun berasal dari jasa
penerbit
5. Apakah bahan ajar yang digunakan Menurut Saya sudah sesuai, namun
sesuai dengan kebutuhan dan masih ada juga yang tidak sesuai
karakteristik peserta didik dan dengan kebutuhan dan karakteristik
mencakup semua indikator peserta didik.
pembelajaran.

37
No. Pertanyaan Jawaban
6. Apakah Bapak pernah merancang Tidak
sendiri bahan ajar untuk digunakan
dalam pembelajaran Fisika?
7. Dalam pembelajaran sudahkah Kadang-kadang, namun ada
berjalan proses interaktif, saatnya Saya harus menjelaskan
komunikatif, dan motivatif? materi dengan cara ceramah. Disaat
diskusi, ada juga beberapa peserta
didik bertanya dan saat berdiskusi,
Saya juga terbiasa memberikan
motivasi kepada peserta didik,
seperti mengaitkan pembelajaran
Fisika dengan teknologi-teknologi
dalam kehidupan sehari-hari,
namun masih ada juga peserta didik
yang terlihat pasif dan malu-malu
untuk berbicara saat pembelajaran.
8. Kondisi seperti apa yang sering Kondisinya seperti biasa, proses
Bapak temukan dalam proses pembelajaran berjalan seperti
pembelajaran? biasanya, pada saat menggunakan
metode ceramah, Saya menyajikan
materi, peserta didik mencatat dan
menghafal rumus-rumus,
mengerjakan soal-soal. Pada saat
diskusi, Saya memberikan pengatar
materi, kemudian peserta didik
mendiskusikannya secara
berkelompok.
9. Kendala apa yang sering Bapak  Minat belajar peserta didik pada
alami dalam pembelajaran Fisika? saat ini sangat rendah.
 Materi yang disajikan pada
Buku Paket dan LKPD ada yang
susah dipahami oleh peserta
didik, dan terkadang ada juga
beberapa konsep dan yang
disajikan tidak sesuai dengan
konsep yang sesungguhnya.
 Adanya peserta didik yang
terlihat tidak memiliki semangat
untuk belajar Fisika.
 Masih ada peserta didik yang
belum paham dengan materi

38
No. Pertanyaan Jawaban
yang sedang di pelajari,
meskipun sudah Saya jelaskan
berulang kali.
 Selain itu, di saat diskusi ada
peserta didik yang hanya
berdiam diri.
10. Bagaimana dengan penilaian yang Penilaian yang Saya gunakan
Bapak lakukan? sesuai dengan penilaian hasil
belajar yang tertera pada RRP yang
saya buat, yaitu tes tertulis, tes
unjuk kerja, dan penugasan
11. Apakah hasil yang dicapai peserta Tidak, hanya sebagian peserta didik
didik sudah memenuhi tujuan yang dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang hendak dicapai? pembelajaran, hanya sedikit peserta
didik yang mencapai KKM. Ini
merupakan rahasia umum bahwa di
setiap tahun hasil UTS dan UAS
mata pelajaran Fisika selalu tidak
sesuai dengan yang diharapkan
12. Apakah Bapak menghubungkan Tidak
materi pelajaran fisika dengan nilai-
nilai religius?
13. Apakah Bapak pernah mendesain Tidak
pembelajaran untuk meningkatkan
HOTS Peserta didik.

Identifikasi Masalah:
1. Proses pembelajaran belum saintifik.
2. Metode yang digunakan hanya ceramah dan kadang-kadang diskusi dan masih
banyak peserta didik yang pasif dan malu-malu untuk berbicara saat
pembelajaran.
3. Pembelajaran tidak berjalan proses interaktif, komunikatif, dan motivatif
4. LKPD berasal dari jasa penerbit yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan.
5. Minat belajar peserta didik pada mata pelajaran fisika masih rendah.
6. Instrument penilaian hanya tes tertulis, tes unjuk kerja, dan penugasan.
7. Hanya sedikit peserta didik yang mencapai KKM.
8. Tidak pernah menghubungkan materi pelajaran fisika dengan nilai-nilai
religious.
9. Tidak pernah mendesain pembelajaran untuk meningkatkan HOTS Peserta
didik.

39
INSTRUMEN OBSERVASI ANALISIS CREATIVE THINKING SKILLS
PESERTA DIDIK

A. Pengantar
Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa selalu melimpahkan
berkah rahmat dan hidayahNya. Shalawat dan salam tidak luput kepada
junjungan umat, yaitu Nabi Muhammad SWA selaku uswatun hasanah bagi
umat manusia yang senantiasa diharapkan Syafa’atnya di akhirat kelak.
Saya mendo’akan semoga Ananda berada dalam keadaan sehat
wal’afiat, serta senantiasa dalam lingdungan Allah SWT. Aamiin. Disela-sela
kesibukan dalam menjalankan aktivitas di Sekolah, Saya mohon kiranya
Ananda berkenan meluangkan waktu untuk mengisi angket ini. Tujuan dari
angket ini adalah untuk mengumpulkan informasi mengenai karakteristik
ananda dalam pembelajaran Fisika yang dilaksanakan.
Dalam menjawab instrumen ini diharapkan Ananda mengisi sesuai
dengan apa yang dialami dan dilakukan sehari-hari. Ananda tidak perlu cemas,
khawatir, serta malu untuk menyatakan jawaban yang sebenarnya, karena
segala data dan informasi yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya. Atas
kejujuran, kesediaan, dan partisipasi yang Ananda berikan dalam pengisian
angket ini, Sya ucapkan terima kasih.

Kerinci, Februari 2019

Fuja Novitra, M.Pd

40
B. Petunjuk Penggunaan
Pada lembaran berikut ini, Ananda akan menemukan 13 pernyataan. Untuk
setiap butir pernyataan disediakan 4 (empat) alternatif jawaban. Ananda
diharapkan memilih salah satu alternatif jawaban sesuai dengan apa yang
dirasakan dan dialami dengan memberikan tanda ceklis (√) pada tempat yang
disediakan.
Untuk memudahkan memberikan jawaban, dapat digunakan kriteria
sebagai berikut:
Penilaian Kategori Jawaban Persentase (%)
1 Tidak Pernah (TP) 0-25
2 Kadang-kadang (KD) 26-50
3 Sering (SR) 51-75
4 Selalu (SL) 76-100
Contoh:
No Pernyataan TP KD SR SL
1 Saya senang belajar mata pelajaran Fisika √

Jika Ananda merasa perlu memberikan catatan khusus demi jelasnya mengenai diri
pribadi Ananda, Ananda dipersilahkan untuk menulisnya pada bagian catatan
khusus.

Identitas Ananda mohon diisi dengan lengkap.


Nama : ___________________________
Kelas : ___________________________

41
C. Angket Analisis Karakteristik Peserta Didik
Bacalah pernyataan-pernyataan dibawah ini dengan cermat dan jawablah
seluruh pernyataan yang sesuai dengan kondisi Ananda sesungguhnya!
Alternatif Jawaban
No Pernyataan 1 2 3 4
TP KD SR SL
Saya bertanya kepada guru jika masih ada
1 yang belum dipahami tentang permasalahan
Fisika.
Saya senang menjawab berbagai pertanyaan
2
guru mengenai permasalahan Fisika.
Saya senang mengemukakan banyak gagasan
3
dalam pemecahan masalah Fisika .
Saya lancar dalam mengemukaan ide-ide
4
mengenai pemecahan masalah Fisika .
Saya cepat melihat kesalahan/kekurangan
5
pada suatu objek/situasi .
Saya memberikan pandangan yang berbeda
6 dengan teman yang lain terhadap suatu
permasalahan Fisika.
Saya memiliki pendapat yang berbeda
7 dengan pendapat dengan teman yang lain
terhadap suatu permasalahan Fisika .
Saya memberikan bermacam-macam
8 penafsiran terhadap suatu permasalahan
Fisika.
Saya senang memikirkan cara-cara baru
untuk melakukan sesuatu daripada
9
menggunakan cara-cara lama dengn
memodifikasi ide-ide sebelumnya.
Setiap mendapatkan pengalaman baru saya
10 memikirkan penerapannya dengan cara yang
baru.
Saya menguatkan gagasan teman yang lain
atau memberikan masukan tentang
11
gagasannya dengan mengeluarkan
pengetahuan yang saya ketahui.
Saya menggali informasi dari berbagai
12
sumber sebagai referensi saya untuk

42
memecahkan masalah dengan melakukan
langkah-langkah yang terperenci.
Ketika dihadapkan pada permasalahan Fisika
saya terlebih dahulu mencari data yang
13 relevan dan bukti-bukti untuk
menggambarkan permasalahan tersebut dan
menentukan langkah yang akan ditempuh.

Catatan khusus
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………

43
HASIL ANALISIS CREATIVE THINKING SKILLS PESERTA DIDIK
Kelas: XI IPA 1
No Urut Butir Pertanyaan
Peserta
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Didik
1 3 1 2 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2
2 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1
3 2 2 2 1 1 2 2 2 1 1 1 2 2
4 3 3 2 2 2 1 2 1 2 3 3 2 2
5 4 4 2 2 1 1 2 1 2 2 4 4 2
6 4 4 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3
7 4 4 3 3 3 3 2 2 3 4 4 4 3
8 1 1 1 1 2 3 3 3 2 2 3 2 2
9 3 2 2 3 3 2 2 2 3 3 2 3 3
10 4 3 3 3 3 3 2 2 3 4 4 4 3
11 1 2 1 2 3 2 2 1 1 2 2 2 1
12 3 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 3 2
13 1 1 1 1 2 3 3 3 2 3 3 2 2
14 4 3 2 2 1 1 3 3 1 2 3 3 2
15 2 1 1 1 1 2 2 2 1 1 2 2 2
16 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3
17 3 2 2 2 4 1 3 3 2 1 2 4 2
18 4 2 2 2 1 1 4 3 2 2 2 3 2
19 2 2 1 1 2 2 2 2 1 2 1 1 2
20 4 3 2 2 1 2 1 1 2 3 4 2 3
21 4 3 2 2 2 2 2 2 1 2 4 4 3
22 3 4 4 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3
23 2 2 1 1 2 2 1 1 1 2 2 2 1
24 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3
25 2 2 2 1 2 2 3 1 2 2 3 2 2
26 4 4 3 4 2 3 2 4 4 2 4 4 4
27 4 2 3 1 1 2 4 4 2 2 3 3 2
28 3 2 2 1 2 3 3 2 4 4 2 2 3
29 4 4 2 2 2 1 1 1 2 2 3 2 2
30 3 3 4 3 2 3 3 2 4 3 3 3 3
Jumlah 89 76 63 57 58 63 69 61 64 71 82 80 70
Rata-rata 3 2,5 2,1 1,9 1,9 2,1 2,3 2 2,1 2,4 2,73 2,67 2,33
Rata-rata
Tiap
2,3 2,1 2,3 2,58
Indikator
CTS
Persentase 57% 54% 56% 64,4%

44
Kelas: XI IPA 2
No Urut Butir Pertanyaan
Peserta
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Didik
1 4 3 3 2 1 3 2 2 2 3 4 4 4
2 2 2 1 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2
3 4 2 2 3 2 2 2 2 3 3 3 3 4
4 3 2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2
5 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 2 3 1
6 2 1 3 2 1 4 2 1 1 3 1 2 3
7 4 4 3 2 2 3 3 2 3 4 2 2 3
8 4 1 2 1 2 1 3 2 3 1 2 1 3
9 2 1 1 1 2 4 3 1 1 1 2 1 1
10 1 1 1 1 2 2 3 2 1 1 1 1 1
11 4 2 1 1 2 2 2 2 1 2 3 2 4
12 3 1 1 1 2 3 2 1 2 1 1 2 1
13 4 2 2 3 2 2 2 2 3 3 3 3 4
14 2 1 2 2 2 2 3 2 3 4 3 2 1
15 3 1 1 1 2 3 2 1 2 1 1 2 1
16 4 3 1 4 3 1 2 3 2 4 2 4 4
17 1 1 1 1 1 2 1 2 1 3 2 1 1
18 4 3 1 4 3 1 2 3 2 4 2 4 4
19 4 4 3 3 1 2 2 2 1 2 3 2 2
20 4 2 2 3 2 2 2 2 3 3 3 3 4
21 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 4
22 1 2 2 2 2 3 2 2 1 3 2 2 2
23 3 2 2 3 3 2 3 4 2 1 3 2 4
24 1 2 2 2 2 3 2 2 1 3 2 2 2
25 4 3 2 2 1 2 3 2 3 3 4 4 4
26 4 4 2 1 1 3 3 2 1 2 3 4 2
27 3 2 3 4 3 2 4 2 2 4 2 4 2
28 4 4 4 3 3 2 3 4 3 4 3 4 2
29 4 3 1 2 2 2 3 2 3 4 4 4 4
30 2 1 1 1 2 1 1 1 2 2 3 4 1
31 3 2 2 2 3 2 1 2 3 2 3 2 3
Jumlah 93 68 61 66 64 71 71 62 63 79 76 81 80
Rata-rata 2,2 2 2,1 2,1 2,3 2,3 2 2 2,5 2,45 2,61 2,58 2,2
Rata-rata
Tiap
2,3 2,2 2,3 2,55
Indikator
CTS
Persentase 57% 55% 57% 63,7%

45

Anda mungkin juga menyukai