Anda di halaman 1dari 84

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM NEUROLOGIS

A. Stroke
1. Konsep Medis
a. Pengertian
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan
otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), Stroke adalah defisit
neurologi yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam
sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD). (Fransisca B Batticaca,
2008)
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular. (Arif Muttaqin, 2008)
b. Klasifikasi
Patologi serangan stroke.
1) Stroke Hemoragik
Stroke Hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut
dan disebabkan oleh perdarahan primer subtansi otak yang terjadi
secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oelh
karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan otak
dibagi dua, yaitu ;
a) Perdarahan Intra Cerebri
Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk
massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema
otak.
b) Perdarahan Sub Araknoid
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
meninggal
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

1
Tabel Perbedaan Perdarahan Intraserebri dengan Perdarahan
Subarakhnoid
2) Stroke Non Hemoragik/Iskemik
Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun
tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadii
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder serta kesadaran umumnya baik.
a) Perjalanan penyakit/stadium.
- TIA
Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa
menit sampai dengan beberapa jam dan gejala yang timbul
akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.
- Stroke Involusi
Stroke yang masih terjadi terus sehingga gangguan
neurologis semakin berat/buruk dan berlangsung selama 24
jam/beberapa hari.
- Stroke Komplet
Gangguan neurologis yang timbul sedah menetap, dapat
diawali oleh serangan TIA berulang.
c. Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :
1) Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48
jam sete;ah thrombosis. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak :
a) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
- Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
- Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.

2
- Tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
- Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b) Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c) Arteritis( radang pada arteri )
2) Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli :
a) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease.(RHD)
b) Myokard infark
c) Fibrilasi
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-
waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-
embolus kecil.
d) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3) Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan
ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat
pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah
kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi
infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab
perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a) Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
b) Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c) Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.

3
d) Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk
vena.
e) Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
4) Hypoksia Umum
a) Hipertensi yang parah.
b) Cardiac Pulmonary Arrest
c) Cardiac output turun akibat aritmia
5) Hipoksia setempat
a) Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migraine.
d. Manifestasi Klinik
1) Kehilangan/menurunnya kemampuan motorik.
2) Kehilangan/menurunnya kemampuan komunikasi.
3) Gangguan persepsi.
4) Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik.
5) Disfungsi : 12 syaraf kranial, kemampuan sensorik, refleks otot
kandung kemih.
e. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke
otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap
ortak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat
beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah
terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan ;
1) Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan.
2) Edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau
kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
pasien mulai menunjukan perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya
tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh

4
darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis , atau jika sisa
infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah.
Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma
pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur
arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan
intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi
serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu
4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi
salah satunya cardiac arrest. Ada dua bentuk patofisiologi stroke
hemoragik :
1) Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk
massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat
dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi
otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum.
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding
permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2) Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM.
Aneurisma paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah
besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak
dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam
ventrikel otak dan ruang subarakhnoid.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan
selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan
kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali

5
terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya
hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan
yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan
serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.
Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia dan lain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2
jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang
dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila
kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala
disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
f. Pemeriksaan Diagnostik
1) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara
pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak.
2) MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan
posisi sertaa besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan
infark dari hemoragik.
3) Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik
seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurimsa atau malformasi vaskuler.
4) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis)

6
5) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
6) Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah
yang berlawanan dari massa yang luas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding
aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
7) Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
8) Pemeriksaan Laboratorium
a) Darah rutin
b) Gula darah
c) Urine rutin
d) Cairan serebrospinal
e) Analisa gas darah (AGD)
f) Biokimia darah
g) Elektrollit
g. Komplikasi
1) Hipoksia serebral
2) Penurunan aliran darah serebral
3) Embolisme serebral
4) Pneumonia aspirasi
5) ISK, Inkontinensia
6) Kontraktur
7) Tromboplebitis
8) Abrasi kornea
9) Dekubitus
10) Encephalitis
11) CHF
12) Disritmia, hidrosepalus, vasospasme

7
h. Penatalaksanaan
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis
sebagai berikut:
1) Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
a) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan
pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernafasan.
b) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan
secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan
dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
2. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2) Keluhan utama
Sering menjadi alasan kleien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebalah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi,dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Data riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke berlangsuung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah,bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
b) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat steooke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti kougulan, aspirin,
vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
c) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.

8
4) Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi
meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang
berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam
pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-
hari.
5) Aktivitas sehari-hari
a) Nutrisi
Klien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang
mengandung lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi oleh
pasien, misalnya : masakan yang mengandung garam, santan,
goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus, bagaimana nafsu
makan klien.
b) Minum
Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba, minum
yang mengandung alkohol.
c) Eliminasi
Pada pasien stroke hemoragik biasanya didapatkan pola eliminasi
BAB yaitu konstipasi karena adanya gangguan dalam mobilisasi,
bagaimana eliminasi BAK apakah ada kesulitan, warna, bau,
berapa jumlahnya, karena pada klien stroke mungkn mengalami
inkotinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik
dan postural.
6) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau
riwayat operasi.
b) Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus
optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata
(nervus III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan
gangguan dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI).
c) Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus
olfaktorius (nervus I).
d) Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus
vagus, adanya kesulitan dalam menelan.

9
e) Dada
- Inspeksi : Bentuk simetris
- Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
- Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
- Auskultasi : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara
jantung I dan II murmur atau gallop.
f) Abdomen
- Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
- Auskultasi : Bisisng usus agak lemah.
- Perkusi : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
g) Ekstremitas
Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan
hemiplegi paralisa atau hemiparase, mengalami kelemahan otot
dan perlu juga dilkukan pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
- Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
- Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan
pada sendi.
- Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa
melawan grafitasi.
- Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat
melawan tekanan pemeriksaan.
- Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
kekuatanya berkurang.
- Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan
kekuatan penuh
b. Diagnosa Keperawatan
1) Perubahan perpusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
akumulasi secret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas
fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau
hemiplagia, kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas.
4) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
yang lama.
5) Defisist perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neuromuskuler, menurunya kekuatan dan kesadaran, kehilangan
kontrol otot atau koordinasi di tandai oleh kelemahan untuk ADL,
seperti makan, mandi dll.

10
6) Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubunagn dengan imobilisasi
dan asupan cairan yang tidak adekuat
7) Gangguan eliminasi urin ( inkontinensia urin) berhubungan dengan
lesi pada UMN.
c. Intervensi Keperawatan
1) Perubahan perpusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan ...x24 jam perpusi
jarinagn tercapai secara optimal dengan kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala
- Mual dan kejang
- GCS 4, 5, 6
- Pupil isokor
- Refleks cahaya (+)
- TTV normal.
Intervensi :
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab
peningkatan TAK dan akibatnaya.
Rasional : keluarga lebih berpartisipasi dalam proses
penyembuhan.
b) Baringkan klien ( bed rest ) total dengan posisi tidur telentang
tanpa bantal.
Rasional : monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
c) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum klien.
d) Bantu pasien untuk membtasi muntah, batuk,anjurkan klien
menarik nafas apabila bergerak atau berbalik dari tempat tidur.
Rasional : aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intracranial
dan intraabdoment dan dapat melindungi diri diri dari valsava.
e) Ajarkan klien untuk mengindari batuk dan mengejan berlebihan.
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan
intrkranial dan poteensial terjadi perdarahan ulang.
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : rangsangan aktivitas dapat meningktkan tekanan
intracranial.
g) Kolaborasi : pemberian terapi sesuai intruksi dokter, seperti:
steroid, aminofel, antibiotika.

11
Rasional : tujuan yang di berikan dengan tujuan: menurunkan
premeabilitas kapiler,menurunkan edema serebri,menurunkan
metabolic sel dan kejang.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
akumulasi secret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas
fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam
klien mamapu meningkatkan dan memepertahankan keefektifan jalan
nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi, dengan kriteria hasil :
- Bunyi nafas terdengar bersih
- Ronkhi tidak terdengar
- Trakeal tube bebas sumbatan
- Menunjukan batuk efektif
- Tidak ada penumpukan secret di jalan nafas
Frekuensi pernafasan 16 -20x/menit.
Intervensi :
a) Kaji keadaan jalan nafas,
Rasional : obstruksi munkin dapat di sebabkan oleh akumulasi
secret.
b) Lakukan pengisapan lendir jika d perlukan.
Rasional : pengisapan lendir dapay memebebaskan jalan nafas
dan tidak terus menerus dilakukan dan durasinya dapat di
kurangi untuk mencegah hipoksia.
c) Ajarkan klien batuk efektif.
Rasional : batuk efektif dapat mengeluarkan secret dari jalan
nafas.
d) Lakukan postural drainage perkusi/penepukan.
Rasional : mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran
secret.
e) Kolaborasi : pemberian oksigen 100%.
Rasional : denagn pemberiaan oksigen dapat membantu
pernafasan dan membuat hiperpentilasi mencegah terjadinya
atelaktasisi dan mengurangi terjadinya hipoksia.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau
hemiplagia, kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam
mobilitas fisik teratasi, dengan kriteria hasil : klien dapat
mempertahan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang terkena atau kompensasi.
Intervensi :

12
a) Kaji kemampuan secar fungsional dengan cara yang teratur
klasifikasikan melalui skala 0-4.
Rasional : untuk mengidentifikasikan kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan.
b) Ubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa
lebih sering.
Rasional : menurunkan terjadinya terauma atau iskemia jaringan.
c) Lakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
Rasional : meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi dan
mencegah terjadinya kontraktur.
d) Bantu mengembangkan keseimbangan duduk seoerti
meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di
sisi tempat tidur.
Rasional : membantu melatih kembali jaras saraf,meningkatkan
respon proprioseptik dan motorik.
e) Konsultasi dengan ahli fisiotrapi.
Rasional : program yang khusus dapat di kembangkan untuk
menemukan kebutuhan klien.
4) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
yang lama.
Tujuan : klien mampu memperthankan keutuhan kulit setelah di
lakukan tindakan keperawatan selama ..x24jam
Kriteria hasil : klien mampu perpartisipasi dalam penyembuhan luka,
mengetahui cara dan penyebab luka, tidak ada tanda kemerahan atau
luka
Intervensi :
a) Anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika
munkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
b) Ubah posisi setiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
c) Gunakan bantal air atau bantal yang lunak di bawah area yang
menonjol.
Rasional : mengindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang
menonjol.
d) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru
mengalami tekanan pada waktu berubah posisis.
Rasional : mengindari kerusakan kapiler.

13
e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area
sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap
mengubah posisi.
Rasional : hangan dan pelunakan merupakan tanda kerusakan
jaringan.
f) Jaga kebersihan kulit dan hidari seminimal munkin terauma,panas
terhadap kulit.
Rasional : untuk mempertahankan ke utuhan kulit
5) Defisist perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neuromuskuler, menurunya kekuatan dan kesadaran, kehilangan
kontrol otot atau koordinasi di tandai oleh kelemahan untuk ADL,
seperti makan, mandi dll.
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam
terjadi prilaku peningkatan perawatan diri.
Kriteria hasil : klien menunjukan perubahan gaya hidup untuk
kebutuhan merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatna
diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasikan personal
masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi :
a) Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0 – 4 untuk
melakukan ADL.
Rasional : membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan
pertemuan kebutuhan individu.
b) Hindari apa yang tidak dapat di lakukan oleh klien dan bantu bila
perlu.
Rasional : klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini di
lakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien.
c) Menyadarkan tingkah laku atau sugesti tindakan pada
perlindungan kelemahan. Pertahankan dukungan pola pikir dan
izinkan klien melakukan tugas, beri umpan balik yang positif
untuk usahanya.
Rasional : klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui
perawatan yang konsisten dalam menangani klien, skaligus
meningkatkan harga diri klien, memandirikan klien, dan
menganjurkan klie untuk terus mencoba.
d) Rencanakan tindakan untuk deficit pengelihatan dan seperti
tempatkan makanan dan peralatan dalam suatu tempat, dekatkan
tempat tidur ke dinding.
Rasional : klien mampu melihat dan memakan makanan, akan
mampu melihat kelaurmasuk orang ke ruangan.

14
6) Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubunagn dengan imobilisasi
dan asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selam 2x24 jam
gangguan eliminasi fecal ( konstipasi) tidak terjadi lagi.
Kriteria hasil : klien BAB lancer,konsistensi feces encer, Tidak
terjadi konstipasi lagi.
Intervensi :
a) Kaji pola eliminasi BAB
Rasional : untuk mengetahui frekuensi BAB klien,
mengidentifikasi masalah BAB pada klien .
b) Anjurkan untuk mengosumsi buah dan sayur kaya serat.
Rasional : untuk mempelancar BAB.
c) Anjurkan klien untuk banyak minum air putih, kurang lebih 18
gelas/hari,
Rasional : mengencerkan feces dan mempermudah pengeluaran
feces.
d) Berikan latihan ROM pasif
Rasional : untuk meningkatkan defikasi.
e) Kolaborasi pemberian obat pencahar.
Rasional : untuk membantu pelunakkan dan pengeluaran feces
7) Gangguan eliminasi urin ( inkontinensia urin) berhubungan dengan
lesi pada UMN.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, selama ...x24 jam.
Kriteria hasil : gangguan eliminasi urin tidak terjadi lagi, pola
eliminasi BAK normal.
Intervensi :
a) Kaji pola eliminasi urin.
Rasional : mengetahui masalah dalm pola berkemih.
b) Kaji multifaktoral yang menyebabkan inkontensia.
Rasional : untuk menentukan tindakan yang akan di lakukan.
c) Membatasi intake cairan 2-3 jam sebelum tidur.
Rasional : untuk mengatur supaya tidak terjadi kepenuhan pada
kandung kemih.
d) Batasi intake makanan yang menyebabkan iritasi kandung kemih.
Rasional : untuk menghindari terjadinya infeksi pada kandung
kemih.
e) Kaji kemampuan berkemih.
Rasonal : untuk menentukan piñata laksanaan tindak lanjut jika
klien tidak bisa berkemih.
f) Modifikasi pakaian dan lingkungan.

15
Rasional : untuk mempermudah kebutuhan eliminasi.
g) Kolaborasi pemasangaan kateter.
Rasional : mempermudah klien dalam memenuhi kebutuhan
eliminasi urin.
B. Cedera Kepala
1. Konsep Medis
a. Pengertian
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk
atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi)
dan perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk
dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan
penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan
juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan
(Doenges, 1989). Kasan (2000) mengatakan cidera kepala adalah suatu
gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.
Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma
yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang
terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada
kepala. Sedangkan menurut Satya (1998), cedera kepala adalah keadaan
dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit kepala tulang tengkorak,
durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cidera baik yang
trauma tumpul maupun trauma tembus.
Otak adalah bagian dari system saraf pusat bersama sumsum tulang
belakang dan system sarafperifer yang terbuatdarisaraf, otak atau korteks
adalah bagian terbesar yang kemudian dibagi menjadi empat lobus, lobus
frontal, lobus parietalis, lobus oksipital, dan lobus temporal.
b. Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Berdasarkan Mekanisme
a) Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan
kendaraan bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat
bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b) Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-
benda tajam/runcing.
2) Berdasarkan Beratnya Cidera

16
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian
Glasgow Scala Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :
a) Cedera kepala ringan
- GCS 13 – 15
- Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi
kurang dari 30 menit.
- Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral dan hematoma
b) Cedera kepala sedang
- GCS 9 – 12
- Saturasi oksigen > 90 %
- Tekanan darah systole > 100 mmHg
- Lama kejadian < 8 jam
- Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30 menit tetapi <
24 jam
- Dapat mengalami fraktur tengkorak
c) Cedera kepala berat
- GCS 3 – 8
- Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24 jam
- Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral
3) Berdasarkan Morfologi
a) Cedera kulit kepala
Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala
dapat menjadi pintu masuk infeksi intrakranial.
b) Fraktur Tengkorak
Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii
secara anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis cranii dan
kalvaria yang meliputi pada basis caranii tulangnya lebih tipis
dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih tipis
dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih
melekat erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga
bila terjadi fraktur daerah basis mengakibatkan robekan
durameter klinis ditandai dengan bloody otorrhea, bloody
rhinorrhea, liquorrhea, brill hematom, batle’s sign, lesi nervus
cranialis yang paling sering n i, nvii dan nviii (Kasan, 2000).
Sedangkan penanganan dari fraktur basis cranii meliputi :
- Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak,
misal cegah batuk, mengejan, makanan yang tidak
menyebabkan sembelit.

17
- Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga,
jika perlu dilakukan tampon steril (consul ahli tht) pada
bloody otorrhea/otoliquorrhea.
- Pada penderita dengan tanda-tanda bloody
otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi
terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat (Kasan :
2000).
c) Cedera Otak
- Commotio Cerebri (Gegar Otak)
Commotio Cerebri (Gegar Otak) adalah cidera otak ringan
karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala dimana
terjadi pingsan < 10 menit. Dapat terjadi gangguan yang
timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual,
muntah, dan pusing. Pada waktu sadar kembali, pada
umumnya kejadian cidera tidak diingat (amnezia antegrad),
tetapi biasanya korban/pasien tidak diingatnya pula sebelum
dan sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad).danjika
coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Kalau lebih dari 1
jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi
komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.
- Contusio Cerebri (Memar Otak)
Merupakan perdarahan kecil jaringan akibat pecahnya
pembuluh darah kapiler. Hal ini terjadi bersama-sama dengan
rusaknya jaringan saraf/otak di daerah sekitarnya. Di antara
yang paling sering terjadi adalah kelumpuhan N. Facialis atau
N. Hypoglossus, gangguan bicara, yang tergantung pada
lokalisasi kejadian cidera kepala.
- Perdarahan Intrakranial
 Epiduralis haematoma
 Subduralis haematoma
 Subrachnoidalis Haematoma
 Intracerebralis Haematoma
4) Berdasarkan Patofisiologi
a) Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi
rotasi) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera
primer dapat terjadi gegar kepala ringan, memar otak dan laserasi.
b) Cedera kepala sekunder

18
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi
sistemik, hipoksia, hiperkapnea, edema otak, komplikasi
pernapasan, dan infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain.
c. Etiologi
1) Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa
penyebab cedera kepala adalah karena adanya trauma yang dibedakan
menjadi 2 faktor yaitu :
a) Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi
dan deselerasi)
b) Trauma sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas,
hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi
sistemik.
2) Trauma akibat persalinan
3) Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan
pada saat olahraga.
4) Jatuh
5) Cedera akibat kekerasan.
d. Manifestasi Klinik
1) Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2) Kebingungan
3) Iritabel
4) Pucat
5) Mual dan muntah
6) Pusing
7) Nyeri kepala hebat
8) Terdapat hematoma
9) Kecemasan
10) Sukar untuk dibangunkan
11) Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari
hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang
temporal.
e. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai
cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh

19
kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan
glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga
bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia
atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60
ml/menit/100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output
dan akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,
dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah
arteriol akan berkontraksi. Menurut Long (1996) trauma kepala terjadi
karena cedera kepala, kulit kepala, tulang kepala, jaringan otak. Trauma
langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu berakibat terjadinya
akselerasi, deselerasi dan pembentukan rongga. Trauma langsung juga
menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, kekuatan itu bisa
seketika/menyusul rusaknya otak dan kompresi, goresan/tekanan. Cidera
akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari obyek yang bergerak dan
menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi, kikisan/konstusio pada
lobus oksipital dan frontal batang otak dan cerebellum dapat terjadi.
Sedangkan cidera deselerasi terjadi bila kepala membentur bahan padat
yang tidak bergerak dengan deselerasi yang cepat dari tulang tengkorak.
Pengaruh umum cedera kepala dari tengkorak ringan sampai tingkat berat
ialah edema otak, deficit sensorik dan motorik. Peningkatan TIK terjadi
dalam rongga tengkorak (TIK normal 4-15 mmHg). Kerusakan
selanjutnya timbul masa lesi, pergeseran otot.Cedera primer, yang terjadi
pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak,
laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi
hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera
otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi. Cedera fokal
diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan
hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan
oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak

20
menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan
terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan
otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel
pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena
kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer
serebral, batang otak, atau dua-duanya.
Sedangkan patofisiologi menurut Markum (1999). trauma pada
kepala menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang
terjadi tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin
besar kerusakan yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan
menuju Galia aponeurotika sehingga banyak energi yang diserap oleh
perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek sehingga
akan menyebabkan haematoma epidural, subdural, maupun intracranial,
perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke
otak menurun sehingga suplay oksigen berkurang dan terjadi hipoksia
jaringan akan menyebabkan odemaserebral, Akibat dari haematoma
diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi otak terdorong ke
arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K (Tekanan Intra
Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal sehingga
sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah
dan anaroksia sehingga masukan nutrisi kurang (Satya, 1998).
Cedera kepala penetrasi ( cedera kepala tertutup ) dapat disebabkan
oleh mekanisme trauma yang berbeda. Trauma dapat disebabkan oleh
proyektif yang memiliki kecepatan tinggi atau rendah. Cedera lainnya
dapat meliputi luka tusukan, cedera akibat terkena panah, cedera senjata
di industri dan cedera akibat penggunaan mesin Bor. Pada cedera otak
yang disebabkan oleh objek dengan kecepatan rendah. Kerusakan hanya
terbatas pada adanya disrupsi jaringan secara langsung. Kadang-kadang
tidak terjadi hilangnya kesadaran. Pada cedera yang disebabkan oleh
misil.cavitasi dapat terbentuk di sepanjang jalur misil. Dan tergantung
pada ukuran dan kecepatan misil, maka disrupsi dari jaringan otak
disekitanya kadang-kadang dapat menyebar dan sifantnya berat. Baik
cedera penetrasi dengan kecepatan tinggi maupun rendah dapat
menyebabkan disrupsi dari kulit. Tulang tengkorak. Dan selaput otak.
Shingga dapat memudahkan kontaminasi cairan cerebrospinal atau otak
dengan mikroorganisme infektif.
Mekanisme cedera otak merupakan hal yang bersifat komplex
bervariasi dan belum sepenuhnya dipahami. Trauma mekanik, iskemia,
kerusakan energi seluler, cedera perfusi. Eksitosin edema, cedera
veskuler dan cedera menginduksi kepala. Tinitus dan iritabilitas dengan

21
derajat yng bervariasi tanpa adanya abnormalitas serebral yang
bermakna, tidak disertai adanya kerusakan patologis pada otak.
Kontusi cerebral merupakan area yang mengalami kerusakan pada
parenkim otak dan dapat menimbulkan defisit neurologis bergantung
pada lokasi anatominya. Kontusi umumnya ditemukan paling sering pada
lobus frontal, khususnya pada bagian ujung dan sepanjang permukaan
orbital inferior pada lobus temporal. Khususnya pada kutub anterior dan
pada daerah sambungan frontotemporal bagian anterior dari lobus frontal
dan temporal merupakan bagian yang rawan atau rapuh karena kontur
yang kasar dari tulang tengkorak pada regio ini. Kontusi yang besar dapat
menimbulkan efek masa yang menyebabkan peningkatan tekanan intra
kranial atau hemiasi otak hal ini mengakibatkan perubahan pada fungsi
perhatian memori afek emosi, dan tingkah laku. Pada kasus yang jarang
terjadi kontusi terjadi pada lobus parietal dan oksipital kontusi cerebral
vokal dapat bersifat superfisial dan hanya melibatkan girus otak kontusi
hemoragik dapat berkumpul menjadi hematom intrakranial konfulen
yang luas.
Kontusi biasanya bersifat lokal dan dihubungkan dengan adanya
perdarahan,edema, dan nekrosis. Kontusi dapat dibagi menjadi dua
kelompok. Kontusi coap lebih berat pada jaringan otak dibawah lokasi
benturan dan biasanya berhubungan dengan cedera akselerasi. Kontusi
countrecop berlokasi pada permukaan otak yang berlawanan dengan
lokasi trauma dan dihubungkan dengan cedera deselarasi. Kontusi
traumatik juga dihubungkan dengan kejadian hematom intracerebral
superfisial. Edema yang terjadi pada substansi alba, dan merupakan
akibat dari adanya destruksi.
f. Pemeriksaan Diagnostik
1) CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler,
dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya
infark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2) MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
3) Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan
otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4) EEG (Elektroencepalograf)
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5) X-Ray

22
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6) BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7) PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8) CSF, Lumbal Pungsi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan
untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan
serebrospinal.
9) ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
10) Kadar Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial
11) Screen Toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadaran.
g. Komplikasi
1) Hemorrhagie
2) Infeksi
3) Edema serebraldanherniasi
h. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan cedera kepala
adalah sebagai berikut:
1) Observasi 24 jam
2) Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya
cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
3) Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4) Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.
5) Terapi obat-obatan.
a) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
b) Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
c) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20
% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.

23
d) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
e) Pada trauma berat. karena hari-hari pertama didapat penderita
mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi
natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak
terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa
8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya
bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric
tube (2500 - 3000 TKTP).
6) Pembedahan bila ada indikasi.
2. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah,
pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan,
TB/BB, alamat
2) Identitas Penanggung jawab
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien,
pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
3) Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea /
takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala,
paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari
hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan
dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya.
demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai
penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga
sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat
mempengaruhi prognosa klien.
4) Pengkajian persistem
a) Keadaan umum
b) Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma
c) TTV
d) Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi,
nafas bunyi ronchi.
e) Sistem Kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat,

24
denyut nadi bradikardi kemudian takikardi.
f) Sistem Perkemihan, Inkotenensia, distensi kandung kemih
g) Sistem Gastrointestinal, Usus mengalami gangguan fungsi,
mual/muntah danmengalami perubahan selera
h) SistemMuskuloskeletal, Kelemahan otot, deformasi
i) Sistem Persarafan
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope,
tinitus, kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan,
gangguan pengecapan .
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status
mental, perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang,
kehilangan sensasi sebagian tubuh.
- Nervus cranial
N.I : penurunan daya penciuman
N.II :pada trauma frontalis terjadi penurunan
penglihatan
N.III,N.IV,NVI:penurunanlapang pandang, refleks
cahayamenurun,perubahanukuran pupil, bola mta tidak dapat
mengikuti perintah, anisokor.
N.V : gangguan mengunyah
N.VII, N.XII :lemahnya penutupan kelopak mata,
hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah
N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan
tubuh
N.IX , N.X , N.XI : jarang ditemukan
- Skala Koma glasgow (GCS)
NO KOMPONEN NILAI HASIL
1 VERBAL 1 Tidak berespon
2 Suara tidak dapat dimengerti, rintihan
3 Bicara kacau/kata-kata tidak tepat/tidak
nyambung dengan pertanyaan
4 Bicara membingungkan, jawaban tidak
tepat
5 Orientasi baik
2 MOTORIK 1 Tidak berespon
2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
4 Menarik area nyeri
5 Melokalisasi nyeri
6 Dengan perintah

25
3 Reaksi membuka 1 Tidak berespon
mata (EYE) 2 Rangsang nyeri
3 Dengan perintah (rangsang suara/sentuh)
4 Spontan
- Fungsi motorik
Setiap ekstremitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut
yang digunakan secara internasional :
RESPON SKALA
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Kelemahan berat (antigravity) 3
Kelemahan berat (not antigravity) 2
Gerakan trace 1
Tak ada gerakan 0

b. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola napas b.d gangguan neurologis (mis., trauma
kepala).
2) Kekurangan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi.
3) Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung.
4) Gangguan rasa nyaman nyeri b.d agen cedera fisik.
5) Gangguan eliminasi urine b.d penyebab multipel.
6) Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
c. Intervensi Keperawatan

Diagnose Rencana keperawatan


No
keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan NOC NIC
pola napas b.d Tujuan: Manajemen jalan napas
gangguan Setelah dilakukan tindakan1. O : Observasi TTV
neurologis (mis., keperawatan selama 2x24 2. O : Monitar aliran oksigen
trauma kepala) diharapkan pola napas 3. N : Buka jalan napas
kembali efektif dengan tekhnik chin lift
Dengan KH: atau jaw thrust
1. Kedalaman inspirasi 4. N : Posisikan pasien untuk

26
dalam kisaran normal (RR memaksimalkan ventilasi
: 16-24 x/menit) 5. N : Masukkan alat
2. Kepatenan jalan napas nasoparyngeal airway atau
dalam kisaran normal, oropharyngeal airway
klien tidak merasa 6. E : Informasikan pada
tercekik, tidak ada suara pasien dan keluarga
nafas abnormal tentang teknik relaksasi
3. Frekuensi dan irama untuk memperbaiki pola
pernapasan dalam keadaan nafas
normal 7. C : Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
terapi obat dan pemberian
oksigen
2 Kekurangan Tujuan: Manajemen cairan
volume cairan b.d Setelah dilakukan tindakan1. O : Obsersavi TTV
gangguan keperawatan selama 1x24 2. O : Monitor status hidrasi
mekanisme jam diharapkan (mis., membrane mukosa
regulasi kekurangan volume cairan lembab denyut nadi
teratasi. adekuat, dan tekanan darah
Dengan KH: ortostatik)
1. Mempertahankan urine 3. N : Berikan cairan IV
output sesuai dengan usia 4. N : Pertahankan catatan
dan BB intake dan output yang
2. Tidak ada tanda-tanda akurat
dehidrasi, elastisitas turgor5. E : Dorong pasien dan
kulit baik, membran keluarga untuk menambah
mukosa lembab, tidak rasa intake oral misalnya
haus yang berlebihan minum
3. TTV dalam batas normal 6. C : Kolaborasi pemberian
cairan IV

27
3 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung
jantung b.d keperawatan selama …. 1. O : Monitor EKG, adakah
perubahan diharapkan penurunan perubahan segmen ST
frekuensi jantung curah jantung teratasi 2. O : Monitor TTV
Dengan KH: 3. N : Atur periode latihan
1. Tekanan darah sistol dan dan istirahat untuk
diastol dalam kisaran menghindari kelelahan
normal (110/70-120/80 4. N : Evaluasi adanya nyeri
mmHg) dada
2. Denyut nadi perifer dalam5. O : Anjurkan untuk
kisaran normal (60-100 menurunkan stress
x/menit) 6. C : Kolaborasi untuk
3. Denyut jantung apikal menyediakan terapi
dalam kisaran normal (16- antiaritmia sesuai
24 x/menit) kebijakan unit (mis., obat
4. Tidak ada penurunan antiaritmia, kardioversi,
kesadaran atau defibrilasi)
4 Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
nyaman nyeri b.d keperawatan selama …. 1. O : Lakukan pengkajian
gejala terkait Diharapkan rasa nyaman nyeri secara komprehensif
penyakit kembali 2. N : Tingkatkan istirahat
Dengan KH: 3. N : Kontrol lingkungan
1. Mengontrol nyeri yang dapat mempengaruhi
(mengetahui penyebab nyeri seperti suhu ruangan,
nyeri, mengetahui cara pencahayaan, dan
mengurangi nyeri) kebisingan
2. Rasa nyaman tidak 4. E : Ajarkan tentang teknik
terganggu non farmakologi
3. Mengontrol gejala nyeri 5. C : Kolaborasi dengan
dokter pemberian
analgetik

28
5 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Irigasi kandung kemih
eliminasi urine b.d keperawatan selama …. 1. O : Lakukan penilaian
penyebab multipel diharapkan gangguan kemih yang komprehensif
eliminasi urine teratasi 2. N : Siapkan peralatan
Dengan KH: irigasi yang steril, dan
1. Jumlah urin tidak pertahankan tekhnik steril
terganggu setiap kali tindakan
2. Warna urin tidak 3. N : Bersihkan sambungan
terganggu kateter atau ujung Y
3. Tidak ada darah dalam dengan kapas alcohol
urin 4. N : Catat jumlah cairan
4. Intake cairan dalam yang digunakan,
rentang normal karakteristik cairan,
jumlah cairan yang keluar
5. E : Ajarkan pasien atau
keluarga untuk mencatat
urin
6. C : Kolaborasi dengan
dokter dengan penberian
obat
6 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Terapi aktivitas
b.d keperawatan selama …. 1. O : Monitor respon fisik,
ketidakseimbangan diharapkan intoleransi emosi, social dan spiritual
antara suplai dan aktivitas teratasi 2. N : Bantu klien untuk
kebutuhan oksigen Dengan KH: mengidentifikasi aktivitas
1. Berpartisipasi dalam yang mampu dilakukan
aktivitas fisik tanpa 3. E : Bantu pasien dan
disertai peningkatan ttv keluarga untuk
2. Hemoglobin, hematocrit, mengidentifikasi
glukosa darah, serum kekurangan dalam
elektrolit darah tidak beraktivitas

29
terganggu 4. C : Kolaborasi dengan
3. Mampu melakukan Tenaga Rehabilitasi Medik
aktivitas sehari-hari secara dalam merencanakan
mendiri program terapi yang tepat

C. Meningitis
1. Konsep Medis
a. Pengertian
Meningitis adalah radang dari selaput otak yaitu lapisan aracnoid
dan piameter yang disebabkan oleh bakteri dan virus (Judha & Rahil,
2012). Meningitis adalah infeksi akut yang mengenai selaput meningeal
yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dengan ditandai
adanya gejala spesifik dari system saraf pusat yaitu gangguan kesadaran,
gejala rangsang meningkat, gejala peningkatan tekanan intrakranial dan
gejala defisit neurologi (Widagdo, 2011).
b. Klasifikasi
1) Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya :
a) Asepsis Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis
virus atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh
abses otak, ensefalitis, limfoma, leukimia, atau darah di ruang
subarakhnoid.
Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak
terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada
kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks serebri
dan lapisan otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak
terhadap virus bervariasi bergantung pada jenis sel yang terlibat.
b) Sepsis Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang
disebabkan oleh organisme bakteri seperti meningokokus,
stafilokokus, atau basilus influenza. Bakteri paling sering
dijumpai pada meningitis bakteri akut, yaitu Neiserria
meningitdis (meningitis meningokokus), Streptococcus
pneumoniae (pada dewasa), dan Haemophilus influenzae (pada
anakanak dan dewasa muda). Bentuk penularannya melalui
kontak langsung, yang mencakup droplet dan sekret dari hidung
dan tenggorok yang membawa kuman (paling sering) atau infeksi
dari orang lain. Akibatnya, banyak yang tidak berkembang
menjadi infeksi tetapi menjadi pembawa (carrier). Insiden
tertinggi pada meningitis disebabkan oleh bakteri gram negatif
yang terjadi pada lansia sama seperti pada seseorang yang

30
menjalani bedah saraf atau seseorang yang mengalami gangguan
respons imun.
c) Tuberkulosa Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus
tuberkel. Infeksi meningen umumnya dihubungkan dengan satu
atau dua jalan, yaitu melalui salah satu aliran darah sebagai
konsekuensi dari infeksi-infeksi bagian lain, seperti selulitis, atau
melalui penekanan langsung seperti didapat setelah cedera
traumatik tulang wajah. Dalam jumlah kecil pada beberapa kasus
merupakan iatrogenik atau hasil sekunder prosedur invasif seperti
lumbal pungsi) atau alat-alat invasif (seperti alat pemantau TIK)
(Muttaqin, 2008).
2) Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak, yaitu :
a) Meningitis Serosa Adalah radang selaput otak araknoid dan
piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab
terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab
lainnya virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
b) Meningitis Purulenta Adalah radang bernanah arakhnoid dan
piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya
antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokokus), Neisseria
meningitis (meningokokus), Streptococcus haemolyticuss,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia
coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
(Satyanegara, 2010).
c. Etiologi
Penyebab meningitis pada orang dewasa disebabkan oleh bakteri.
bakteri penyebab meningitis tersering pada orang dewasa adalah
diplococus pneumonia dan neiseria meningitidis, stafilococus dan gram
negatif. Pada anak – anak bakteri tersering yang menjadi penyebab
adalah Hemophylus influenza, neiseria meningiditis, dan diplococus
pneumonia (Satyanegara, 2010). Bakteri Merupakan penyebab tersering
dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara umum diketahui
dapat menyebabkan meningitis adalah:
1) Haemophillus influenzae
2) Nesseria meningitides (meningococcal)
3) Diplococcus pneumoniae (pneumococcal)
4) Streptococcus, grup A
5) Staphylococcus aureus
6) Escherichia coli
7) Klebsiella

31
8) Proteus
9) Pseudomonas
d. Manifestasi Klinik
Menifestasi klinik meningitis secara keseluruhan sangat
bergantung pada etiologinya. Tanda dan gejala dari meningitis menurut
Suyono, S (2011) antara lain :
1) Anak
a) Menolak makan
b) Refleks menghisap masih kurang
c) Muntah
d) Diare
e) Tonus otot melemah
f) Menangis lemah
2) Dewasa
a) Demam tinggi ( gejala kardinal)
b) Sakit kepala
c) Muntah
d) Perubahan sensori
e) Kejang
f) Mudah terstimulasi
g) Foto pobia
h) Delirium
i) Halusianasi
j) Maniak
k) Stupor
l) Koma
m) Kaku kuduk
n) Tanda kernig sign dan brudzinki (+)
o) Ptechial ( menunjukan infeksi meningococal)
e. Patofisiologi
Infeksi mikroorganisme terutama bakteri dari golongan kokus
seperti streptokokus, stapilokus, meningokokus, pneumokokus, dan dari
golongan lain seperti tersebut diatas menginfeksi tonsil, bronkus, dan
saluran cerna. Mikroorganisme tersebut mencapai otak mengikuti aliran
darah.
Di otak mikroorganisme berkembangbiak membentuk koloni.
Koloni mikroorganisme itulah yang mampu menginfeksi lapisan otak
(meningen). Mikroorganisme menghasilkan tosik dan merusak
meningen. Kumpulan toksik mikroorgannisme, jaringan meningen yang
rusak, cairan sel terkumpul menjadi satu membentuk cairan yang kental

32
disebut pustula. Karena sifat cairnya tersebut penyakit ini popular
disebut meningitis purulenta.
Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme melalui hematogen
sampai hipotalamus. Hipotalamus kemudian menaikkan suhu sebagai
tanda adanya bahaya. Kenaikkan suhu dihipotalamus akan diikuti
dengan peningkatan mediator kimiawi akibat peradangan seperti
prostaglandin, epinefrin, norepinefrin. Kenaikkan mediator tersebut
dapat merangsang peningkatan metabolisme sehingga dapat terdapat
kenaikkan suhu di seluruh tubuh, rasa sakit kepala, peningkatan
gastrointestinal yang memunculkan rasa mual dan muntah.
Volume pustule yang semakin meningkat dapat mengakibatkan
peningkatan desakan di dalam intracranial. Desakan tersebut dapat
meningkatkan rangsangan di korteks serebri yang terdapat pusat
pengaturan gastrointestinal sehingga merangsang munculnya muntah
dengan cepat, juga dapat terjadi gangguan pusat pernafasan. Peningkatan
tekanan intrakranial tersebut juga dapat menganggu fungsi sensorik
maupun motorik serta fungsi memori yang terdapat pada serebrum
sehingga penderita mengalami penurunan respon kesadaran terhadap
lingkungan (penurunan kesadaran). Penurunan kesadaran ini dapat
menurunkan pengeluaran sekresi trakeobronkial yang berakibat
penumpukan sekret di trakea dan bronkial. Sehingga trakea dan bronkus
menjadi sempit.
Peningkatan tekanan intracranial juga dapat berdampak pada
munculnya fase eksitasi yang terlalu cepat pada neuron sehingga
memunculkan kejang. Respon saraf perifer juga tidak bisa berlangsung
secara kondusif, ini yang secara klinis dapat memunculkan respon
patologis pada jaringan tersebut seperti munculnya tanda kering dan
brudinsky. Kejang yang terjadi pada anak dapat mengakibatkan spasme
pada otot bronkus. Spasme dapat mengakibatkan penyempitan jalan
nafas (Riyadi & Suharsono, 2010).
f. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk pasien dengan
menigoensefalitis (Wijaya Andra, 2013) antara lain :
1) Pemeriksaan neurologis : gangguan kesadaran, hemiparase, tonus
otot meningkat, spastisitas, terdapata refleks patologis, refleks
fisiologis meningkat, gangguan nervus cranialis, ataksia.
2) Pemeriksaan fungsi lumbal
3) Pemeriksaan labolatorium
4) Pemeriksaan penunjang lainnya antara lain
a) CRP darah dan LCS

33
b) Serologi (IgM, Ig G )
c) EEG
d) CT scanm kepala : edema otak, tanpa bercak – bercak hipodens
tubekolosis yang terfokus.
g. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul pada penderita dengan
meningitis dan ensefalitis adalah:
1) Ketidaksesuaian sekresi ADH
2) Pengumpulan cairan subdural
3) Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian
badan
4) Hidrocepalus yang berat dan retardasi mental, tuli, kebutaan karena
atrofi nervus II ( optikus )
5) Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau
luka di mulut, konjungtivitis
6) Epilepsi
7) Pneumonia karena aspirasi
8) Efusi subdural, emfisema subdural
9) Keterlambatan bicara
10) Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (okulomotor), nervus IV
(toklearis ), nervus VI (abdusen).
h. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Rawat Inap
a) Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada
ensefalitis biasanya berat.
b) Perbaiki hemsotastis tubuh
c) Deksametasone 0,5-1,0 mg/KgBB/hari IV
d) Pemberian cairan manitol
e) Antibiotik
f) Fisioterapi dan terapi bicara untuk pasien yang masih sadar
2) Jika penderita tidak sadar lama :
a) Diit TKTP melalui sonde
b) Mencegah dekubitus dan pneumonia
c) Ostostatikdengna merubah posisi setiap dua jam
d) Mencegah kekeringan kornea dengan
e) borwater atau salep antibiotik
2. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang

34
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien . Pengkajian
menurut ( Wijaya A. S, 2013) meliputi :
1) Biodata Klien
Biodata klien meliputi identitas klien (nama, umur, jenis
kelamin, jenis kelamin agama, suku bangsa, agama, status
pendidikan, statsu perkawinann, alamat dan pekerjaan.
2) Riwayat Kesehatan
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk
mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas
tetang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau
bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis biasanya
didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan
peningkatan TIK. Keluhan tersebut diantaranya, sakit kepala dan
demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala berhubungan
dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan
pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang,
stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang
telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama
menjalani perawatan di RS, pernahkah mengalami tindakan invasive
yang memungkinkan masuknya kuman ke meningen terutama
tindakan melalui pembuluh darah.
3) Aktivitas Keseharian
a) Aktivitas / istirahat
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise), keterbatasan yang
ditimbulkan kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan
involunter, kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang
gerak.
b) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis,
beberapa penyakit jantung conginetal ( abses otak ).
Tanda : Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan
nadi berat (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh
dari pusat vasomotor); takikardi, distritmia ( pada fase akut )
seperti distrimia sinus (pada meningitis ).
c) Eliminasi

35
Tanda : Adanya inkotinensia dan retensi.
d) Makanan dan Cairan
Gejala : Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada
periode akut).
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa
kering.
e) Hygiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan
diri ( pada periode akut).
f) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala (mungkin merupan gejala pertama dan
biasanya berat), Pareslisia, terasa kaku pada semua persarafan
yang terkena, kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf cranial).
Hiperalgesia / meningkatnya sensitifitas (minimitis) .Timbul
kejang (minimitis bakteri atau abses otak) gangguan dalam
penglihatan, seperti diplopia (fase awal dari beberapa infeksi).
Fotopobia (pada minimtis). Ketulian (pada minimitis /
encephalitis) atau mungkin hipersensitifitas terhadap kebisingan,
Adanya halusinasi penciuman / sentuhan.
Tanda : Status mental / tingkat kesadaran; letargi sampai
kebingungan yang berat hingga koma, delusi dan
halusinasi/psikosis organic (encephalitis). Kehilangan memori,
sulit mengambil keputusan (dapat merupakan gejala
berkembangnya hidrosephalus komunikan yang mengikuti
meningitis bacterial). Afasia/kesulitan dalam berkomunikasi.
Mata (ukuran/reaksi pupil ): unisokor atau tidak berespon
terhadap cahaya (peningkatan TIK ), nistagmus (bola mata
bergerak terus menerus ).Ptosis (kelopak mata atas jatuh).
Karakteristik fasial (wajah ) ; perubahan pada fungsi motorik dan
sensorik (saraf cranial V dan VII terkena ).Kejang umum atau
lokal (pada abses otak) . Kejang lobus temporal .Otot mengalami
hipotonia/ flaksid paralisis ( pada fase akut meningitis .Spastik
(encephalitis). Hemiparese hemiplegic (meningitis /encephalitis).
Tanda brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan
indikasi adanya iritasi meningeal (fase akut).Regiditas muka (
iritasi meningeal ).Refleks tendon dalam terganggu, brudzinski
positif. Refleks abdominal menurun.
g) Nyeri / Kenyamanan

36
Gejala : Sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin
akan diperburuk oleh ketegangan leher/ punggung kaku,nyeri
pada gerakan ocular, tenggorokan nyeri.
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi/ gelisah
menangis/ mengeluh.
h) Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (tahap awal ), perubahan
mental ( letargi sampai koma ) dan gelisah.
i) Keamanan
Gejala : Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi
lain, meliputi mastoiditis telinga tengah sinus, abses gigi,
abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada
tengkorak / cedera kepala.Imunisasi yang baru saja berlangsung ;
terpajan pada meningitis, terpajan oleh campak, herpes simplek,
gigitan binatang, benda asing yang terbawa.Gangguan
penglihatan atau pendengaran
Tanda : Suhu badan meningkat,diaphoresis, menggigil,
Kelemahan secara umum ; tonus otot flaksid atau plastic,
Gangguan sensoris.
j) Data Psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan
pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
b. Diagnosa Keperawatan
(Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia , 2017)
1) Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D. 0017)
2) Nyeri Akut (D.0077)
3) Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
4) Hipertermia (D.0130)
5) Pola Nafas tidak efektif (D.0005)
6) Bersihan jalan nafas tidak efektif (D. 0001)
7) Defisit nutrisi (D.0019)
c. Intervensi Keperawatan

37
Diagnosa Tujuan Dan Kriteria
No Intervensi (NIC)
Keperawatan Hasil (NOC)
1. Resiko Perfusi NOC : NIC
Serebral Tidak1. Status Sirkulasi
Efektif (D. 0017)2. Status Perfusi Menejemen Sirkulasi
Definisi : jaringan serebral
Kriteria Hasil 1. Pantau nadi perifer
Beresiko 2. Catat warna kulit dan temperatur
mengalami Setelah dilakukan
3. Cek capilery refill
penurunan sirkulasi intervensi selama 4. Monitor status cairan, masukan
darah ke otak dan keluaran yang sesuai
3 x 24 jam nyeri
Monitor lab Hb dan Hmt
- Kondisi klinis berkurang/teratasi.
5. Monitor perdarahan
terkait
a. Stroke NOC / Kriteria Hasil 6.
: Monitor status hemodinamik,
neurologis dan tanda vital
b. Cedera kepala 1. Tekanan darah sis-
c. Hipertensi tolik dan diastolik Terapi Oksigen
d. Dilatasi dalam rentang yang
kardiomiopati diharapkan 1. Bersihkan mulut, hidung dan
e. Infeksi otak 2.( Tidak ada ortostatik secret trakea
meningitis) hipotensi 2. Pertahankan jalan nafas yang
- 3. Tidak ada tanda- tanda paten
- Peningkatan TIK 3. Atur peralatan oksigenasi
4. Klien mampu 4. Monitor aliran oksigen
berkomunikasi dengan 5. Pertahankan posisi pasien
jelas dan 6.
sesuai Observasi adanya tanda tanda
kemampuan hipoventilasi
5. Klien menunjukkan 7. Monitor adanya kecemasan
perhatian, konsentrasi, pasien terhadap oksigenasi
dan orientasi.
6. Klien mampu
Vital sign Monitoring
memproses informasi
7. Klien mampu 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
membuat keputusan 2. Catat adanya fluktuasi tekanan
dengan benar darah
8. Tingkat kesadaran
3. Monitor VS saat pasien
klien membaik berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,

38
selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.

Monitor Status Neurologi

1. Monitor ukuran, bentuk,


kesmetrisan dan reaksi pupil
2. Monitor tingkat kesadaran
3. Monitor tingkat orientasi
4. Monitor GCS
5. Monitor respon pasien terhadap
pengobatan.

2 NOC : NIC
Nyeri Akut
(D.0077 1. Pain Level / Tingkat Pain Managemen
Nyeri (2102)
Definisi 2. Pain 1.
Control/ Lakukan pengkajian secara
Kontrol Nyeri (1605) komprehensif termasuk lokasi,
Pengalaman karateristik, durasi, frekuensi,
sensori dan Kriteria Hasil skala, kualitas, dan faktor
emosional yang prepitasi (otot yang sudah lama
berkaitan dengan Setelah dilakukan tidak digerakan ).
kerusakan jaringan tindakan keperawatan
2. Observasi reaksi nonverbal dari
actual atau selama 3x24 jam klien ketidaknyamanan.
fungsional, dengan mampu 3. Gunakan komunikasi terapeutik
onset mendadak agar klien dapat
atau lambat dan 1. Mengontrol nyeri mengekspresikan nyeri.

39
berintensitas ringga (penyebab nyeri,
4. Lakukan tindakan kenyamanan
hingga berat yang mampu menggunakan untuk meningkatkan relaksasi,
berlangsung kurang tekhnik dengan tekhnik non
dari 3 bulan. nonfarmakologi untuk farmakologis misalnya
mengurangi nyeri, pemijatan, mengatur posisi
Penyebab mencari bantuan)\ klien, tekhnik relaksiasi,
Agens-agens 2. Melaporkan bahwa distraksi.
penyebab cedera nyeri berkurang5. Gunakan tekhnik panas dingin
(misalnya, biologis, dengan menggunakan sesuai anjuran untuk
fisik, kimia, dan manajeman nyeri meminimalkan nyeri.
psikologis) 3. Mampu mengenali6. Monitor penerimaan tentang
Gejala dan tanda nyeri ( skala, manajemen nyeri
mayor : intensitas, frekuensi 7. Evaluasi keefektifan kontrol
Subyektif dan tanda nyeri nyeri
Mengeluh nyeri 4. Menyatakan rasa
8. Kurangi faktor presipitasi
Obyektif nyaman setelah nyeri 9. Berikan analgetik untuk
a. Tampak berkurang mengurangi rasa nyeri.
meringis
b. Bersikap Analgetik Administration
protektif (2210)
c. Gelisah 1. Cek riwayat alergi
d. Frekuensi nadi 2. Cek instruksi dokter tentang
meningkat jenis obat, dosis, dan frekuansi
e. Sulit tidur 3. Tentukan lokasi, kharateristik,
Gejala dan tanda kulitas dan derajat nyeri sebelum
minor : pemberian obat.
Subyektif : 4. Pilih analgetik yang diperlukan
(tidak tersedia) +atau kombinasi dari analgetik
ketika pemberian lebih dari satu.
5. Tentukan pilihan analgetik
Obyektif : tergantung tipe dan bertatnya
a. Tekanan darah nyeri, tentukan rute pemberian
meningkat dan sosis yang optimal (pilih
b. Pola nafas rute pemberian secara IV,IM,
berubah untuk pengobatan nyeri secara
c. Nafsu makan teratur).
berubah 6. Evaluasi efektifitas analgesik
d. Proses berpikir tanda dan gejala (efek
terganggu samping).\
e. Menarik diri Health Education

40
f. diaforesis 7. Anjurkan klien untuk meminum
obat secara berkala, terlebih saat
awitan terjadi sesuai dengan
anjuran
8. Anjurkan klien untuk istirahat
10. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
9. Anjurkan klien untuk
menggunakan aktivitas
pengalihan atau relaksasional
(meninton TV, membaca,
mendengarkan musik dll).
11. Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang.
3 Gangguan NOC NIC
Mobilitas Fisik
(D.0054) 1. Joint Movement : Exercise Terapy : Ambulation
Active
1. Monitoring vital sign sebelum,
Definisi 2. Mobility Level
Keterbatasan pada Sesudah latihan dan lihat respon
3. Self Care : ADLs
pergerakan fisik pasien saat latihan
4. Transfer
tubuh atau satu Performance 2. Konsultasikan dengan terapi
atau lebih fisik tentang rencana ambulasi
ektermitas secara sesuai dengan kebutuhan
mandiri dan terarah Kriteria Hasil : 3. Bantu klien untuk
menggunakan tongkat saat
Penyebab : Setelah dilakukan
Ketiadaan orang tindakan keperawatan berjalan dan cegah terhadap
terdekat cedera
selama 3x 24 jam di 4. Ajarkan pasien atau tenaga
Perubahan konsep harapkan klien
diri kesehatan untuk latihan tekhnik
mampu untuk : ambulasi
Perubahan sistem
saraf pusat 1. Meningkatkan 5. Kaji kemampuan pasien dalam
Defek anatomis aktivitas fisik mobilisasi
Tumor otak 2. Mengerti tujuan dari 6. Latih pasien dalam pemenuhan
HDR Kronik peningkatan mobilitas kebutuhan ADLs secara mandiri
Perubahan Harga 3. Memverbalisasikan sesuai kemampuan.
Diri perasaan dalam7. Dampingi dan bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi

41
Penurunan sirkulasi meningkatkan kebutuhan ADLs pasien.
ke otak kekuatan dan
8. Berikan alat bantu jika klien
Gejala dan tanda kemampuan berpindah memerlukan.
mayor : 4. Memperagakan 9. Ajarkan pasien bagaimana
Subyektif : penggunaan alat merubah posisi dan berikan
Mengeluh sulit
5. Bantu untuk bantuan jika diperlukan.
menggerakkan memobilisasi (walker)
ekstermitas
Obyektif
Kekuatan otot
menururn
Rengtang gerak
menurun (ROM)
Gejala dan tanda
minor
Subyektif :
Nyeri saat bergerak
Enggan melakukan
pergerakan
Merasa cemas saat
bergerak
Obyektif :
Sendi kaku
Gerakan tidak
terkoordinasi
Gerakan terbatas
Fisik lemah
-
4 Hipertermi NOC : NIC
(D.0130) 1. Thermoregulation Fever Treatmen
Definisi 1. Monitor suhu sesering mungkin
Suhu tubuh Kriteria Hasil : 2. Monitor IWL
meningkat di atas Setelah dilakukan3. Monitor warna dan suhu kulit
rentang normal tindakan keperawatan 4. Monitor TD, Nadi, dan RR
tubuh selama 3x24 jam 5. Monitor penurunan tingkat
Faktor Yang diharapkan klien kesadaran
Berhubungan mampu menunjukan :6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
Anastesia 1. Suhu tubuh dalam 7. Monitor intake dan output
Penurunan rentang normal 8. Berikan antipiretik
Respirasi 2. Nadi dan RR dalam 9. Berikan pengobatan demam

42
Dehidrasi rentang normal untuk mengatasi penyebab
Pemejanan 3. Tidak ada perubahan demam
lingkungan yang warna kulit 10. Selimuti klien
panas 4. Tidak Pusing 11. Lakukan tapid sponge
Prose Penyakit 12. Kolaborasi pemberian cairan
(infeksi) intravena
Pemakaian pakaian 13. Kompres klien pada lipat paha
yang tidak sesuai dan aksila
dengan suhu 14. Tingkatkan sirkulasi udara
lingkungan 15. Berikan pengobatan untuk
Peningkatan laju mencegah terjadinya menggigil
metabolisme
Medikasi Temperatur Regulation
Trauma 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Aktivitas 2. Rencanakan monitoring suhu
Berlebihan secara kontinue
3. Monitot TD, Nadi dan RR
Gejala dan tanda 4. Monitor warna dan suhu kulit
mayor : 5. Monitor tanda-tanda hipertermi
Subyektif: dan hipotermi
(tidak tersedia) 6. Tingkatkanh intake cairan dan
Obyektif : nutrisi
Suhu tubuh diatas 7. Selimuti klien untuk mencegah
nilai normal hilangnya kehangatan tubuh
Gejala dan tanda 8. Ajarkan pada klien cara
minor : mencegah keletihan akibat panas
Subyektif : 9. Diskusikan tentang pentingnya
(tidak tersedia) pengaturan suhu tubuh dan
Obyektif : kemungkinan efek negatif dari
a. Kulit merah kedinginan
b. Kejang 10. Beritahukan tentang indikasi
c. Takikardi terjadinya keletihan dan
d. Takipnea penanganan emergensi yang
e. Kulit terasa diperlukan
hangat 11. Ajarkan indikasi dari hipotermi
dan penaganan yang diperlukan
12. Berikan antipiretik jika perlu
Vital Sign Montoring
1. Monitor TD, Nadi, suhu dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan

43
darah
3. Monitor vital sign klien saat
berbaring, duduk atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, Nadi RR sebelum,
selama dan setelah melakukan
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit.
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan
Pola nafas tidak NOC NIC
efektif (D.0005) 1. Ventilation
Respiratory status : Airway Management
2.
Definisi: inspirasi
Airway patency 1. Buka jalan nafas, Gunakan
dan atau ekspirasi
3.
Vital sign status tehnik Chinn lift atau jaw trash
yang tidak
memberikan bila perlu
ventilasi adekuat Kriteria Hasil: 2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Penyebab - Mendemonstrasikan 3. Identifikasi pasien perlunya
batuk efektif dan suara pemasangan alat jalan nafas
- Ansietas
nafas yang bersih, buatan
- Posisi tubuh 4. Pasang mayo bila perlu
tidak ada sianosis dan
- Deformitas tulang 5. Lakukan fisioterapi dada jika
dyspnea (Mampu
- Deformitas dinding perlu
Mengeluarkan
dada 6. keluarkan secret dengan batuk
sputum, Mampu
- Keletihan Bernafas dengan atau section
- Hiperventilasi 7. Auskultasi suara nafas catat
mudah tidak ada
- Sindrom adanya suara tambahan.
pursed lips)

44
hipoventilasi - Menunjukkan 8. Lakukan suction pada mayo
Jalan
- Gangguan nafas yang paten 9. Berikan bronkodilator bila perlu.
musculoskeletal (Klien tidak merasa 10. Berikan pelembab udara kasa
- Kerusakan tercekik, irama nafas, basa NaCl Lembab
neurologis frekuensi pernafasan 11. Atur intake untuk cairan
- Imaturitas dalam rentang normal, mengoptimalkan keseimbangan
neurologis tidak ada suara nafas12. Monitor respirasi dan status O2
- Disfungsi abnormal) oksigen teerapi
neuromuscular - Tanda tanda vital 13. Bersihkan mulut, hidung dan
- Obesitas dalam rentang normal secret trakea
- Nyeri (tekanan Darah, Nadi,14. Pertahankan jalan nafas yang
- Keletihan otot Pernafasan). paten
pernapasan 15. Atur peralatan oksigenasi
- Cedera medulla 16. Monitor aliran oksigen
spinalis 17. Pertahankan posisi pasien
- Gejala dan tanda 18. Observasi adanya tanda
mayor : hipoventilasi
- Subyektif : 19. Monitor adanya kecemasan
- Dispnea pasien terhadap oksigenasi
- Obyektif :
a. Penggunaan
otot bantu Vital sign monitoring
pernafasan 1. Monitor TD, Nadi, Suhu Dan
b. Fase ekspirasi RR
memanjang 2. Catat adanya fluktuasi tekanan
c. Pola nafas darah.
abnormal 3. Monitor VS saat pasien
- Gejala dan tanda berbaring, duduk atau berdiri
minor : 4. Auskultasi TD pada kedua
- Subyektif : lengan dan bandingkan
- Ortopnea 5. Monitor TD, Nadi, RR, sebelum,
- Obyektif : Selama Dan Setelah Aktifitas.
a. Pernafasan 6. Monitor kualitas dari nadi
pursed-lip 7. Monitor frekuensi dan irama
b. Pernafasan pernafasan
cuping hidung 8. Monitor suara paru
c. Kapasitas vital 9. Monitor pola pernafasan
menurun abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit

45
11. Monitor sianosis perifer,
12. Monitor cushing triad * Tekanan
Nadi Yang melebar, Bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
penyebab perubahan vital sign.
Bersihan jalan NOC NIC
nafas tidak efektif 1. Respiratory status :
(D.0001) Ventilation Airway suction
2. Respiratory status :1. Pastikan kebutuhan oral /
Definisi :
airway patency tracheal suctioning
ketidakmampuan
untuk 2. Auskultasi suara nafas sebelum
membersihkan dan sesudah suctioning
Kriteria hasil :
sekresi atau 3. Informasikan pada klien dn
obstruksi dari Setelah dilakukan keluarga tentang suction
saluran pernafasan tindakan keperawatan4. Minta klien nafas dalam sebelum
untuk selama 3x24 jam di suction dilakukan
mempertahankan harapkan klien5. Berikan O2 dengan
kebersihan jalan mampu : menggunakan nasal untuk
nafas tetap paten - memfalitasi suction nasotrakeal
Mendemonstrasikan 6. Gunakan alat yang steril setiap
penyebab: batuk efektif dan suara melakukan tindakan
nafas yang bersih,7. Anjurkan pasien untuk istirahat
 Lingkungan
tidak ada sianosis dan dan napas dalam setelah kateter
- Perokok pasif
dypsneu (mampu dikeluarkan dari nasotrakeal
- Mengisap asap
mengeluarkan sputum,8. Monitor status oksigen pasien
- Merokok
mampu bernafas9. Ajarkan keluarga bagaimana
 Obstruksi jalan
dengan mudah tidak cara melakukan suction
nafas
ada pursed lips) 10. Hentikan suction dan berikan
- Spasme jalan nafas
- Menunjukkan jalan oksigen apabila pasien
- Mucus dalam
nafas yang paten ( menunjukkan bradikardi,
jumlah berlebihan
klien tida merasa peningkatan saturasi O2, dll
- Eksudat dalam
tercekik, irama nafas, Airway Management
jalan alveoli
frekuensi pernafasan
- Materi asing dalam
dalam rentang normal, 11. Buka jalan nafas, gunakan
jalan nafas
tidak ada suara nafas teknik chinlift atau jaw thrust
- Adanya jalan nafas
abnormal) bila perlu
buatan
- Mampu 12. Posisikan pasien untuk
- Sekresi bertahan /
mengidentifikasikan memaksimalkan ventilasi
sisa sekresi
dan mencegah factor 13. Identifikasi pasien perlunya
- Sekresi dalam

46
bronchi yang dpat pemasangan alat jalan nafas
 Fisiologis menghambat jalan buatan
- Jalan napas alergik nafas 14. Pasang mayo bila perlu
- Asma 15. Lakukan fisioterapi dada jika
- Penyakit paru perlu
obstruktif kronik 16. Keluarkan secret dengan batuk
- Hiperplasi dinding atau suction
bronchial 17. Auskultasi suara nafas, catat
- Infeksi adanya suara tambahan
- Disfungsi 18. Lakukan suction pada mayo
neuromuscular 19. Berikan bronkodilator bila perlu
- Gejala dan tanda 20. Berikan pelembab udara kassa
mayor : basah NaCl pelembab
- Subyektif : 21. Atur intake untukn cairan
- (tidak tersedia) mengoptimalkan keseimbangan
- 22. Monitor respirasi atau O2
- Obyektif :
a. Batuk tidak
efektif
b. Tidak mampu
batuk
c. Sputum
berlebih
d. Mengi,
wheezing,
dan/atau ronchi
- Gejala dan tanda
minor :
- Subyektif :
a. Dispnea
b. Sulit bicara
c. Ortopnea
- Obyektif :
a. Gelisah
b. Sianosis
c. Bunyi nafas
menurun
d. Frekuensi nafas
berubah
e. Pola nafas

47
berubah
-
1.

5. Defisit NutrisiNOC NIC


(D.0019) 1.
Status Menelan Terapi Menelan (1860)
Definisi : (1010) 1. Pantau gerakan lidah
Asupan nutrisi
2.
Nutritional status: klien saat
tidak cukup untuk Adequacy of nutrient Makan
memenuhi (1004) 2. Pantau tanda dan gejala aspirasi
kebutuhan Nutritional Status 3.:
3. Pantau adanya penutupan bibir
metabolisme food and Fluid saat makan, minum, dan
Penyebab : Intake(1008) menelan.
 Ketidakmampuan 4. Wheight kontrol4. Kaji mulut adanyya makanan
untuk menelan atau (1612) setelah menelan
mencerna makanan Kriteria Hasil 5. Pantau hidrasi tubuh (misalnya
atau menyerapSetelah dilakukan asupan, haluaran, turgor kulit
nurtien tindakan keperawatan membran mukosa)
 Peningkatan selama 3 x 24 jam 6. Berikan perawatan mulut jika
kebutuhan kebutuhan nutrisi diperlukan
metabolisme klien terpenuhi7. Hindari minum menggunakan
 akibat faktor
dengan kriteria hasil / sedotan
biologi : NOC : 8. Bantu klien untuk mengatur
 Penyakit kronis 1. Menunjukan status posisi kepala fleksi kedepan
 Kesulitan menelan yang untuk menyiapkan menelan.
mengunyah atau
dibuktikan dengan9. Bantu klien untuk mendapatkan
menelan indikator makanan dibelakang mulut dan
 Intoleransi 
Mempertahankan bagian yang tidak sakit.
makanan makanan dalam mulut Monitor Nutrisi (1160)
 hilang nafsu makan [5] 1. Monitor berat badan jika
 Mual/muntah 
Kemampuan menelan memungkinkan
 Gejala dan tanda [5] 2. Monitor adanya gangguan dalam
mayor : 
Pengiriman bolus ke input makanan misalnya adanya
 Subyektif : hipofaring selaras mual muntah, perdarahan,
 (tidak tersedia) dengan refleks bengkan dan sebagainya.
 menelan [5] 3. Monitor respon klien terhadap
 Obyektif :  selaras dengan selaras situasi yang mengharuskan klien
 Berat badan dengan refleks makan
menurun 10 % menelan [5] 4. Monitor intake nutrisi dan kalori
dibawah  Kemampuan
rentang untuk
5. Monitor kadar energi,

48
ideal mengosongkan rongga kelemahan, dan kelelahan.
 Gejala dan tanda mulut [5] 6. Jadwalkan pengobatan dan
minor :  Tersedak, batuk, atau tindakan tidak bersamaan
 Subyektif : muntah [5] dengan waktu klien makan.
a. Kram/nyeri  Kenyamana dalam7. Kolaborasi untuk pemberian
abdomen menelan [5] terapi sesuai order.
b. Nafsu 
makan Peningkatan upaya Manajemen Nutrisi (1100)
menurun menelan [5] 1. Kaji adanya alergi
 Obyektif Keterangan : [1] ; makanan
a. Bising usung gangguan ekstrime,
2. Kaji makanan yang tidak disukai
hiperaktif [2] ; berat [3] ; klien
b. Otot pengunyah sedang, [4] ; ringan3., Yakinkan diet yang dikonsul
lemah [5] ; tidak ada mengandung cukup serat untuk
c. Otot menelan gangguan. mencegah konstipasi
lemah 2. Memperlihatkan 4. Berikan informasi tentang
d. Membrane status nutrisi klien kebutuhan nutris
mukosa pucat normal dengan
5. Sajikan makanan dengan
e. Rambut rontok indikator tampilan yang menarik
berlebihan  Intake nutrian normal 6. Kolaborasi team gizi untuk
f. sariawan [5] penyediaan nutrisi TKTP
 Intake makanan dan 7. Kolaborasi pemberian obat anti-
cairan normal [5] emetik.
 Berat badan Noraml Weight Gain Asistance (1240)
[5] 1. Memantau adanya rasa mual,
 Massa tubuh normal dan adanya muntah
[5] 2. Membicarakan kemungkinan
 Pengukuran biokimia penyebab dari berat badan
normal [5] dibawah normal.
Keterangan : [1] 3.; Menentukan penyebab mual dan
sangat bermasalah, [2] muntah sekaligus perawatannya.
; bermasalah, [3] 4.; Memantau konsumsi kalori
masalah sedang, [4] ; setiap hari
masalah ringan, [5]5.; Memantau tingkat albumin,
tidak bermasalah. limfosit dan eletrolit
3. memperlihatkan Health Education
status gizi ; asupan 1. Anjurkan klien untuk
nutrisi dan cairan yang meningkatkan asupan nutrisi
dibuktikan dengan TKTP
indikator : 2. Ajari keluarga mengenai jenis,
 Klien mampu penyebab dan pengobatan

49
menjelaskan ketidakeimbangan elektrolit.
komponen diet gizi 3. Anjurkan klien untuk
yang adekuat [5] mengkonsumsi kalium sperti
 Klien mentoleransi kacang-kacangan, bayam, pisang
diet yang dianjurkan dan kentang.
[5] 4. Anjurkan pasien untuk
 Klien meiliki nilai meningkatkan intake Fe
labolatorium dalam5. Anjurkan pasien untuk
batas normal [5] meningkatkan protein dan
 Klien melaporkan vitamin C
tingkat energi yang 6. Berikan informasi tentang
adekuat [5] kebutuhan nutrisi
4. Mengerti factor 7. Anjurkan klien untuk makan
yang dapat sedikit namun sering.
meningkatkan berat 8. Ajarkan pemilihan makanan
badan dengan bagi klien
indikator
 Memantau berat
badan
 Memelihara intake
optimal tiap hari
 Menyeimbangi
pemasukan kalori dan
latihan.
 Memilih nutrisi yang
tepat untuk makanan
 Memakai suplemenj
nutrisi bila perlu.
 Makan pada saat lapar
 Memelihara
keseimbangan cairan.

D. Cedera Medulla Spinalis


1. Konsep Medis
a. Pengertian
Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang
terhubung ke susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis
spinalis yang dibentuk oleh tulang vertebra. Ketika terjadi kerusakan
pada medula spinalis, masukan sensoris, gerakan dari bagian tertentu dari

50
tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat terganggu atau
hilang sama sekali. Ketika gangguan sementara ataupun permanen terjadi
akibat dari kerusakan pada medula spinalis, kondisi ini disebut sebagai
cedera medula spinalis.
Cedera Medula spinalis dalah cedera yang biasanya berupa fraktur
atau cedera lain pada tulang vertebra, korda spinalis itu sendiri, yang
terletak didalam kolumna vertebralis, dapat terpotong, tertarik,terpilin
atau tertekan.. kerusakan pada kolumna vertaebralis atau korda dapat
terjadi disetiap tingkatan,kerusakan korda spinalis dapat mengenai
seluruh korda atau hanya separuhnya.
b. Etiologi
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi dua jenis:
1) Cedera medula spinalis traumatik, terjadi ketika benturan fisik
eksternal seperti yang diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor, jatuh atau kekerasan, merusak medula spinalis.
Mendefinisikan cedera medula spinalis traumatik sebagai lesi
traumatik pada medula spinalis dengan beragam defisit motorik dan
sensorik atau paralisis. Sesuai dengan American Board of Physical
Medicine and Rehabilitation Examination Outline for Spinal Cord
Injury Medicine, cedera medula spinalis traumatik mencakup fraktur,
dislokasi dan kontusio dari kolum vertebra.
2) Cedera medula spinalis non traumatik, terjadi ketika kondisi kesehatan
seperti penyakit, infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan pada
medula spinalis, atau kerusakan yang terjadi pada medula spinalis
yang bukan disebabkan oleh gaya fisik eksternal. Faktor penyebab
dari cedera medula spinalis mencakup penyakit motor neuron,
myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan inflamatori, penyakit
neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi toksik dan metabolik dan
gangguan kongenital danperkembangan.
3) Penyebab tersering adalah kecelakaan mobil, kecelakaan motor,
jatuh,cedera olah raga, dan luka akibat tembakan atau pisau.
c. Manifestasi Klinik
Jika dalam keadaan sadar, pasien biasanya mengeluh nyeri akut
pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena.
Pasien sering mengatakan takut kalau leher atau punggungnya patah.
Cedera saraf spinal dapat menyebabkan gambaran paraplegia atau
quadriplegia. Akibat dari cedera kepala bergantung pada tingkat cedera
pada medulla dan tipe cedera. Tingakat neurologik yang berhubungan
dengan tingkat fungsi sensori dan motorik bagian bawah yang normal.
Tingkat neurologik bagian bawah mengalami paralysis sensorik dan

51
motorik otak, kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
(biasanya terjadi retansi urin dan distensi kandung kemih , penurunan
keringat dan tonus vasomotor, dan penurunan tekanan darah diawali
dengan retensi vaskuler perifer. Cedera medulla spinalis dapat
diklasifikasikan sesuai dengan : level,beratnya deficit neurologik, spinal
cord syndrome, dan morfologi.
d. Patofisiologi
Defisit neurologis yang berkaitan dengan cedera medula spinalis
terjadi akibat dari proses cedera primer dan sekunder. Sejalan dengan
kaskade cedera berlanjut, kemungkinan penyembuhan fungsional
semakin menurun. Karena itu, intervensi terapeutik sebaiknya tidak
ditunda, pada kebanyakan kasus, window period untuk intervensi
terapeutik dipercaya berkisar antara 6 sampai 24 jam setelah cedera.
Mekanisme utama yaitu cedera inisial dan mencakup transfer energi
ke korda spinal, deformasi korda spinal dan kompresi korda paska trauma
yang persisten. Mekanisme ini, yang terjadi dalam hitungan detik dan
menit setelah cedera, menyebabkan kematian sel yang segera, disrupsi
aksonal dan perubahan metabolik dan vaskuler yang mempunyai efek
yang berkelanjutan. Proses cedera sekunder yang bermula dalam
hitungan menit dari cedera dan berlangsung selama berminggu-minggu
hingga berbulan-bulan, melibatkan kaskade yang kompleks dari interaksi
biokimia, reaksi seluler dan gangguan serat traktus yang mana
kesemuanya hanya dimengerti sebagian. Sangat jelas bahwa peningkatan
produksi radikal bebas dan opioid endogen, pelepasan yang berlebihan
dari neurotransmitter eksitatori dan reaksi inflamasi sangat berperan
penting. Lebih jauh lagi, profil mRNA (messenger Ribonucleic Acid)
menunjukkan beberapa perubahan ekspresi gen setelah cedera medula
spinalis dan perubahan ini ditujukan sebagai target terapeutik.
Beberapa teori telah diusulkan untuk menjelaskan patofisiologi dari
cedera sekunder. Teori radikal bebas menjelaskan bahwa, akibat dari
penurunan kadar anti-oksidan yang cepat, oksigen radikal bebas
berakumulasi di jaringan sistem saraf pusat yang cedera dan menyerang
membrane lipid, protein dan asam nukleat. Hal ini berakibat pada
dihasilkannya lipid peroxidase yang menyebabkan rusaknya membran
sel. Teori kalsium menjelaskan bahwa terjadinya cedera sekunder
bergantung pada influks dari kalsium ekstraseluler ke dalam sel saraf. Ion
kalsium mengaktivasi phospholipase, protease, dan phosphatase. Aktivasi
dari enzim-enzim ini mengakibatkan interupsi dari aktivitas mitokondria
dan kerusakan membran sel. Teori opiate receptor mengusulkan bahwa
opioid endogen mungkin terlibat dalam proses terjadinya cedera medula

52
spinalis dan bahwa antagonis opiate (contohnya naloxone) mungkin bisa
memperbaiki penyembuhan neurologis. Teori inflamasi berdasarkan pada
hipotesis bahwa zat-zat inflamasi (seperti prostaglandin, leukotrien,
platelet-activating factor, serotonin) berakumulasi pada jaringan medula
spinalis yang cedera dan merupakan mediator dari kerusakan jaringan
sekunder.
Cedera medula spinalis, penyebab utama kematian sel adalah
nekrosis dan apoptosis. Walaupun mekanisme kematian sel yang utama
segera setelah terjadinya cedera primer adalah nekrosis, kematian sel
apoptosis yang terprogram mempunyai efek yang signifikan pada cedera
sekunder sub akut. Kematian sel oligodendrosit yang diinduksi oleh
apoptosis berakibat demyelinasi dan degenerasi aksonal pada lesi dan
sekitarnya. Proses cedera sekunder berujung pada pembentukan jaringan
parut glial, yang diperkirakan sebagai penghalang utama regenerasi
aksonal di dalam sistem saraf pusat. Pembentukan jaringan parut glial
merupakan proses reaktif yang melibatkan peningkatan jumlah astrosit.
Menyusul terjadinya nekrosis dari materi abu-abu dari korda sentral dan
degenerasi kistik, jaringan parut berkembang dan meluas sepanjang
traktus aksonal. Pola dari pembentukan jaringan parut dan infiltrasi sel
inflamatori dipengaruhi oleh jenis dari lesi medula spinalis.
Terdapat tiga jenis lesi : lesi mikro, kontusif dan lesi tusukan yang
luas (large stab) ada lesi mikro, sawar darah otak terganggu sedikit,
astrosit tetap dalam kesejajaran yang normal tetapi menghasilkan
chondroitin sulfate proteoglycans (CSPGs) dan keratan sulfate
proteoglycans (KSPGs) sepanjang traktus yang cedera dan makrofag
menginvasi lesi tersebut. Akson tidak dapat beregenerasi di luar lesi
tersebut. Pada lesi kontusif, sawar darahotak terganggu, tetapi selaput
otak masih utuh. Kavitasi terjadi di episentrum dari lesi tersebut.
Kesejajaran astrosit terganggu pada lesi. Astrosit menghasilkan CSPGs
dan KSPGs pada gradien yang meningkat dari penumbra menuju pusat
lesi. Tidak dijumpai invasi fibroblast pada inti lesi, dan karena itu, tidak
dijumpai inhibitor yang mengekspresikan fibroblast. Makrofag
menginvasi lesi tersebut dan intinya dan akson distrofik mendekati lesi
tersebut sebelum pertumbuhan berhenti. Pada lesi tusukan yang luas,
sawar darah otak rusak, dan kavitasi terjadi pada pusat lesi.
Kerusakan medula spinalis berkisar dari komosio sementara (di
mana pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi, dan kompresi
substabsia medulla (baik salah satu atau dalam kombinasi)sampai
transeksi lengkap medulla ( yang membuat pasiaen paralysis dibawah
tingkat cedera) Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah

53
dapat merembes kekstrakaudal, subdural atau subarakhnoid pada kanal
spinal.segera setelah terjadi kontusion atau robekan akibat cedera,
serabut –serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi drah dan
subtansia grisea medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap
menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera pembuluh darah
medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menimbulkan
kerusakan yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut. Suatu rantai
sekunder kejadian – kejadian yang menimbulkan iskemia,hipoksia,
edema, dan lesi-lesi hemoragik, yang pada gilirannya menyebabkan
kerusakan meilin dan akson. Reaksi ini diyakini menjadi penyebab
prinsip degenarasi medulla spinalis pada tingkat cedera, sekarang
dianggap reversible sampai 6 jam setelah cedera. Untuk itu jika
kerusakan medulla tidak dapat diperbaiki, maka 4 beberapa metode
mengawali pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obat –
obat antiimflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan
sebagian dari perkembangannya, masuk kedalam kerusakan total dan
menetap
e. Kerusakan Yang Terjadi Pada Cedera Medula Spinalis
Secara lebih detail National Spinal Cord Injury Association dan The
Christopher & Dana Reeve Foundation mengkategorikan trauma medulla
spinalis , menjadi :
1) High Cervical Nerves ( C1-C4)
Trauma medulla spinalis pada level ini menyebabkan tetraplegia.
Pasien mungkin tidak mampu untuk bernapas dan batuk dengan
kemampuan sendiri juga kehilangan kemampuan mengontrol
defekasi, berkemih. Terkadang kemampuan untuk berbicara juga
terganggua atau menurun.
2) Low Cervical Nerves (C5 – C8)
Trauma level ini memungkinkan pasien masih mampu bernapas dan
bicara normal seperti sebelumnya.
a) Trauma C5 Pasien mampu menggerakkan tangan meraih siku,
tetapi terjadi paraplegia. Mampu berbicara menggunakan
diafragma, tetapi kemampuan bernapas melemah
b) Trauma C6 Saraf ini berfungsi untuk pergerakan ekstensi siku,
jadi trauma pada level ini menyebabkan gangguan pada
kemampuan ekstensi siku, 13 dan terjadi paraplegia. Mampu
berbicara menggunakan diafragma, tetapi kemampuan bernapas
melemah.
c) Trauma C7 Sebagian besar pasien mampu menggerakkan bahu,
dengan gangguan ekstensi siku dan ekstensi jari – jari tangan.

54
Tidak terdapat gangguan kontrol atau terdapat sedikit kontrol
terhadap fungsi berkemih atau defekasi tetapi pasien dapat
mengatur fungsi tersebut sesuai dengan keinginan dengan bantuan
alat.
d) Trauma C8 Pasien masih mampu menggenggam dan melepaskan
objek yang digenggam. Tidak terdapat gangguan kontrol atau
terdapat sedikit kontrol terhadap fungsi berkemih atau defekasi
tetapi pasien dapat mengatur fungsi tersebut sesuai dengan
keinginan dengan bantuan alat.
3) Thoracic Nerves (T1-T5)
Saraf pada level ini mempengaruhi otot dada atas, otot
abdominal, dan otot punggung atas. Trauma medulla spinalis level ini
jarang menyebabkan gangguan ekstremitas atas.
4) Thoracic Nerves (T6 – T12)
Saraf pada level ini, mempengaruhi otot perut dan punggung
tergantung dari level trauma medulla spinalis. Biasanya trauma
menyebabkan keluhana paraplegia dengan kekuatan ekstremitas atas
dalam kondisi normal. Pasien masih mampu mengendalikan
kemampuan dan keseimbangan tubuh untuk duduk dan mampu batuk
produktif selama otot abdominal masih intak. Biasanya tidak terdapat
gangguan berkemih ataupun defekasi.
5) Lumbar Nerves (L1-L5)
Secara umum trauma ini menyebabkan gangguan fungsi panggul
dan kaki. Tidak terdapat kontrol atau tedapat sedikit kontrol terhadap
fungsi berkemih atau defekasi tetapi pasien dapat mengatur fungsi
tersebut sesuai dengan keinginan dengan bantuan alat. Tergantung
kekuatan kaki, pasien mungkin memerlukan alat bantu untuk
berjalan.
6) Sacral Nerves ( S1-S5)
Trauma menyebabkan kehilangan beberapa fungsi dari panggul
dan kaki. Tidak terdapat gangguan kontrol atau terdapat sedikit
kontrol terhadap fungsi berkemih atau defekasi tetapi pasien dapat
mengatur fungsi tersebut sesuai dengan keinginan dengan bantuan
alat. Pasien mampu berjalan cukup baik.
f. Pemeriksaan Diagnostik
1) Rontgen
Pemeriksaan posisi AP, lateral dan obliq dilakukan untuk menilai:
a) Diameter anterior posterior kanal spinal
b) Kontur, bentuk, dan kesejajaran vertebra
c) Pergerakan fragmen tulang dalam kanal spinal

55
d) Keadaa simtris dari pedikel dalam prosesus spinosus
e) Ketinggian ruanga diskus intervertebralis
2) CT Scan dan MRI
CT Scan dan MRI bermanfaat untuk menunjukkan tingkat
penyembuhan kanalis spinalis. Pada fraktur dislokasi cedera paling
terjadi pada sambungan torako lumbal dan biasanya disertai dengan
kerusakan pada bagian terbawah korda. Klien harus diperiksa dengan
hati-hati agar tidak membahayakan korda atau akar syaraf lebih jauh.
3) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap meliputi hemoglobin
b) Pemeriksaan kimia darah
4) Angiogram
Dilakukan bila kerusakan vesikuler dicurigai elektromyogram (EM)
untuk mengukur kontraksi otot sebagai respon terhadap stimulus
listrik
g. Komplikasi
1) Syok neurogenik dan syok spinal
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang
desending pada medulla spinalis. Kondisi mengakibatkan kehilangan
tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung.
Keadaan ini menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta
ektremitas bawah, terjadi penumpukan darah dan sebagai
konsekuensinya terjadi hipotensi. Sebagai akibat kehilangan cardiac
sympatik tone. Penderita akan mengalami bradikardia atau setida
gagal untuk menjadi takhikardia sebagai respon dari hipovolemia.
Pada keadaan ini tekanan darah tidak akan membaik hanya dengan
impus saja dan usaha untuk menormalisasi tekanan darah akan
menyebabkan kelebihan cairan dan edema paru. Tekanan darah
biasanya dapat diperbaiki dengan penggunaan vasopresor, tetapi
perfusi yang adekuat akan dapat dipertahankan walaupun tekanan
darah belum normal. Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya
repleks, terlihat setelah terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok
spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit, walaupun tidak
seluruh bagian rusak
2) Trombosis vena profunda adalah komplikasi umum pada cedera
medulla spinalis. Pasien PVT berisiko mengalami embolisme
pulmonal.
Komplikasi lain adalah hiperfleksia autonomic (dikarakteristikkan
oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak,kongesti

56
nasal,piloereksi, bradikardi dan hipertensi), komplikasi lain yaitu
berupa dekubitus dan infeksi(infeksi urinarius,dan tempat pin ).
h. Penatalaksanaan
Penilaian Dan Pengelolaan Cedera Medulla Spinalis ( Fase Akut )
a) Primari survey resusitasi – penilaian cedera tulang belakang
b) Survey sekunder – penilaian neurologist
c) Prinsip terapi bagi penderita cedera medulla spinalis
d) Prinsip melakukan imobilisasi tulang belakang dan log roll
e) Long spine board dengan tali pengikat dipasang pada sisi penderita
f) Dilakukan in line immobilisasi kepala dan leher secara manual,
kemudian dipasang kolar servikal semirigid.
g) Lengan penderita diluruskan dan diletakkan disamping badan
h) Tungkai bawah penderita diluruskan secara hati – hati dan diletakkan
dalam posisi kesegarisan netral sesuai dengan tulang belakang, ke2
pergelangan kaki diikat satu sama lainnya dengan plester.
i) Pertahankan kesegarisan kepala dan leher penderita sewaktu orang
kedua memegang penderita pada daerah bahu dan pergelangan tangan
j) Dengan komando dari penolong yang mempertahankan kepala dan
leher, dilakukanlog roll sebagai satu unit kearah kedua penolong yang
berada pada sisis penderita, hanya memerlukan spine board dibawah
penderita.
k) 14 Spine board terletak dibawah penderita, dan dilakukan log roll
kearah spine board. Demi mencegah terjadinya hiperekstensi leher dan
kenyamanan penderita maka diperlukan bantalan yang diletakkan
dibawah leher penderita.
l) Bantalan, selimut yang dibulatkan diletakkan atau alat penyangga
lainnya diletakkan disebelah kiri dan kanan kepala dan leher
penderitadan kepala diikat dengan spine board.
2. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
1) Aktivitas isterahat
Tanda : kelumpuhan otot ( terjadi kelemahan selama syok spinal )
pada/ dibawah lesi. Kelemahan umum/kelemahan otot ( trauma dan
adanya kompresi saraf)
2) Sirkulasi
Gejala: Berdebar –Debar, pusing saat melakukan perubahan posisi
atau bergerak.
Tanda : hipotensi, hipotensi postural, bradikardi, ektremias dingin
dan pucat. Hilangnya keringat pada daerah yang terkena
3) Eliminasi

57
Tanda : inkontinensia defekasi dan berkemih. Retensi urine. Distensi
abdomen, peristaltic usus hilang. Melena, emesis berwarna seperti
kopi tanah/hematemesis
4) Integritas Ego
Gejala : Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah. Tanda : takut,
cemas, gelisah , menarik diri.
5) Integritas Ego
Gejala : Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda : takut, cemas, gelisah , menarik diri.
6) Makanan/ Cairan
Tanda : mengalami distensi abdomen, peristaltic usus hilang ( ileus
paralitik)
7) Higyene
Tanda : sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari
8) Neurosensori
Gejala : kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan /kaki. Paralysis
flaksid/spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi tergantung
pada area spinal yang sakit.
Tanda : Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat
terjadi perubahan pada syok spinal. Kehilangan sensasi, kehilangan
tonus otot/ vasomotor, kehilangan refleks/ refleks asimetris termasuk
tendon dalam. Perubahan reaksi pupil,ptosis, kehilangan keringat
dari bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
9) Nyeri/kenyamanan
Gejala ; Nyeri tekan otot, hiperestesia tepat diatas daerah trauma.
Tanda : Mengalami deformitas, postur,nyeritekan vertebral.
10) Pernapasan
Gejala : napas pendek, “ lapar udara” sulit bernapas. tergantung pada
area spinal yang sakit.
Tanda : pernapasan dangkal/labored, periode apnea, penurunan
bunyi napas, ronki,pucat, sianosis.
11) Keamanan
gejala : suhu yang berfluktuasi
12) Seksualitas
gejala : keinginan untuk kembali seperti fungsi normal.
Tanda : Ereksi tidak terkendali (pripisme), menstruasi tidak teratur.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

58
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal dan neuromuskuler
3) Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan sensori
motorik
4) Inkontinensia usus berhubungan dengan kerusakan saraf motorik
bawah
5) Resiko kerusakan integritas kulit, faktor resiko perubahan sensasi
c. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
Nyeri akut b.d agen NOC label: Mengelola analgetik (2210)
cedera : fisik Kontrol nyeri (1605) Tentukan lokasi, karakteristik,
Batasan karakteristik: Tujuan: kualitas nyeri sebelum pemberian
Setelah dilakukan obat pada pasien
tindakan keperawatan Cek jenis obat, dosis, dan
selama … x 24 jam frekuensi pemberian
pasien dapat Cek adanya riwayat alergi pada
melakukan kontrol pasien
nyeri , dengan criteria Evaluasi kemampuan pasien
: untuk menggunakan rute
analgesic (oral, IM, IV,
Kontrol Nyeri (1605) suppositoria)
Klien mengetahui pe- Monitor vital sign sebelum dan
nyebab nyeri (160501) sesudah pemberian analgetik jenis
Klien mengetahui narkotik
wak-tu timbulnya Evaluasi efektifitas dan efek
nyeri (160502) samping yang ditimbulkan akibat
Klien mengenal gejala pemakaian analgetik.
timbulnya nyeri Kolaborasi dengan dokter jika ada
(160509) perubahan advis dalam pemakaian
Klien menggunakan analgetik
analgetik jika diper-
lukan (160505) Distraksi (5900)
1. Tentukan jenis distraksi yang
sesuai dengan pasien (musik,
televisi, membaca, dll)
2. Ajarkan teknik buka-tutup
mata dengan focus pada satu
obyek, jika memungkinkan

59
3. Ajarkan teknik irama (ketukan
jari, bernafas teratur) jika
memungkinkan
4. Evaluasi dan catat teknik yang
efektif untuk menurunkan nyeri
pasien

Terapi Oksigen (3320)


1 Bersihkan jalan nafas dari
secret
2 Pertahankan jalan nafas tetap
efektif
3 Berikan oksigen sesuai
instruksi
4 Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
5 Beri penjelasan kepada klien
tentang pentingnya pemberian
oksigen
6 Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7 Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8 Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama aktivitas
dan tidurr

Mengatur Posisi (0840)


1. Atur posisi yang nyaman untuk
pasien

Kerusakan mobilitas NOC label: Tindakan Keperawatan:


fisik b.d kerusakan Perawatan diri
1. Makan-minum (030001)
muskuloskelettal dan (Activity Dailya. Bantu pasien makan dan minum
neuromuskuler Living) (0300) (menyuapi, mendekatkan alat-alat
Batasan Tujuan: dan makanan/minuman)
karakteristik : Setelah dilakukanb. Pertahankan kesehatan dan
tindakan keperawatan kebersihan mulut pasien
selama … x 24 jam 2. Berpakaian (030002)

60
perawatan diri kliena. Bantu pasien mamakai
(ADL) terpenuhi pakaiannya
Indikator: b. Libatkan keluarga dan ajarkan
1. Makan dan minum cara memakaikan pakaian pada
adekuat dengan pasien
bantuan/mandiri 3. Kebersihan diri (030006)
(030001). a. Memandikan pasien
2. Berpakaian dg b. Libatkan keluarga untuk
dibantu/mandiri membantu memandikan pasien
(030002). c. Lakukan perawatan mata,
3. Kebersihan diri rambut, kaki, mulut, kuku dan
terpenuhi dg perineum
bantuan/mandiri 4. Bak/bab (030003)
(030006) a. Bantu pasien bak/bab
4. Buang air b. Lakukan perawatan
kecil/besar dg inkontinensia usus
bantuan/mandiri c. Manajemen nutrisi
(030003) d. Libatkan keluarga dalam
perawatan

Kerusakan eliminasi NOC label: Lakukan manajemen eliminasi


urin b.d dengan Eliminasi urine urin (0590)
kerusakan sensori (05030 1. Monitor eliminasi urine
motorik Tujuan: (frekuensi, konsistensi, bau,
Batasan Setelah dilakukan volume, warna)
karakteristik : tindakan keperawatan 2. Monitor tanda dan gejala
selama … x 24 jam retensi urine
kebutuhan eliminasi 3. Ajarkan pada pasien tanda dan
urine pasien terpenuhi gejala ISK
Indikator: 4. Catat waktu urinal terakhir jika
1. Pengosongan diperlukan
kandung kemih5. Libatkan pasien/keluarga
komplit (050313) untuk mencatat urine output jika
2. Mampu diperlukan
menahan/mengontrol 6. Masukkan suppositoria uretral
urine (050312) jika diperlukan
3. Terbebas dari ISK 7. Siapkan specimen urine
(050328) midstream untuk analisa jika
perlu
8. Laporkan ke dokter jika

61
ditemukan tanda dan gejala ISK
9. Anjurkan pasien minum 8
gelas sehari saat makan, anatara
makan dan saat pagi hari
10. Bantu pasien mengatur toileting
rutin kalau perlu
11. Anjurkan pasien untuk
memeonitor tanda dan gejala ISK

Perawatan Retensi Urin (0620)


1. Berikan prifasi untuk eliminasi
urin
2. Gunakan kekuatan sugesti
dengan aliran air untuk
memancing eliminasi
3. Stimulasi reflek kandung
kencing dengan pemberian
kompres dingan pada abdomen
atau dengan mengalirkan air
4. Berikan waktu yang cukup
untuk me-ngosongkan kandung
kencing (10 menit)
5. Gunakan manuver Crede jika
diperlukan
6. Masukkan kateter urin jika
diperlukan
7. Monitor intake dan output
cairan
8. Monitor adanya distensi
kandung kencing dengan palpasi
atau perkusi
9. Bantu toileting dengan jarak
teratur jika memungkinkan
10. Lakukan kateterisasi untuk
residu, jika perlu
11. Lakukan kateterisasi secara
intermiten jika perlu
12. Rujuk ke ahli urinary
Continance jika perlu

62
Bladder Training

Inkontinensia usus b.d Setelah dilakukan Manajemen Usus (0430)


dengan kerusakan tindakan keperawatan 1. Catat tanggal terakhir pasien
saraf motorik bawah selama .. x 24 jam b.a.b
Batasan saluran 2. Monitor b.a.b pasien
Karakteristik gantrointestinal pasien (frekuensi, konsistensi, volume,
mampu membentuk warna)
massa feses dan
3. Monitor suara usus
mengevakuasi secara 4. Catat adanya peningkatan
efektif , dengan frekuensi bising usus
criteria : 5. Monitor terhadap tanda dan
gejala diare
Eliminasi usus (0501)6. Evaluasi terhadap
- Mampu incontinensia
mengontrol b.a.b.
7. Ajarkan pasien tentang
(050102) makanan yang dianjurkan
- Tidak terjadi diare
8. Evaluasi jenis obat yang
(050111) menimbulkan efek samping pada
fungsi gastrointestinal

Bowel Training (0440)


1. Rencanakan program latihan
dengan pasien
2. Konsul dengan dokter dalam
pemakaian suppositoria/laksatif
3. Ajarkan pasien dan keluarga
prinsip-prinsip bowel training
4. Anjurkan pasien tentang jemis
makanan yang harus diperbanyak
5. Berikan diit yang cukup sesuai
jenis yang diperlukan
6. Pertahankan intake cairan yang
adekuat
7. Pertahankan latihan fisik yang
cukup
8. Jaga posisi pasien
9. Evaluasi status bowel secara
teratur
10. Modifikasi program usus jika

63
diperlukan
Resiko kerusakan Setelah dilakukan Circulatory Care (4060)
integri-tas kulit tindakan keperawatan 1. Kaji secara komprehensif
,Faktor resiko : selama … x 24 jam sirkulasi perifer (cek pulsasi
- Perubahan sensasi perfusi jaringan perifer, adanya udema, pengisian
perifer pasien adekuat kapiler, warna kulit dan suhu
, dengan criteria : ekstrimitas)
2. Amati kulit dari munculnya
Perfusi jaringan : perlukaan atau memar akibat
perifer (0407) tekanan
- Pengisian kapiler 3. Kaji adanya ketidaknyamanan
perifer adekuat datau nyeri local
(040701) 4. Rendahkan ekstrimitas untuk
- Pulsasi perifer meningkatkan sirkulasi arteri, jika
distal kuat (040702) tidak ada kontra indikasi
- Pulsasi proximal 5. Pasang stocking anti emboli,
perifer kuat (040703) dilakukan perubahan 15-20 menit
- Tingkat sensasi setiap 8 jam
normal (040706) 6. Naikkan anggota badan 20
- Warna kulit normal derajat di atas level jantung untuk
(040707) meningkatkan aliran balik vena
- Fungsi otot-otot jika tidak ada kontra indikasi
intack (040708) 7. Rubah posisi pasien minimal
- Kulit intack tiap 2 jam jika tidak ada kontra
(040709) indikasi
- Suhu ekstrimitas 8. Gunakan matras/bed terapetik
hangat (040710) jika tersedia
- Udema perifer
9. Lakukan aktif/pasif ROM
tidak terjadi (040712) selama bedrest
- Nyeri local
10. Lakukan latihan pada pasien
ekstrimitas tidak sesuai dengan kemampuan
terjadi (040714) 11. Anjurkan pasien untuk
pencegahan vena stasis (tidak
menyilangkan lengan,
meninggikan kaki tanpa
menyangga lutut, dan latihan
12. Pertahankan hidrasi yang
adekuat untuk membuat naiknya
viskositas darah
13. Monitor status cairan tubuh

64
(intake-output)

Terapi Oksigen (3320)


1. Bersihkan jalan nafas dari
secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap
efektif
3. Berikan oksigen sesuai
instruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien
tentang pentingnya pemberian
oksigen
6. Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama aktivitas
dan tidurr

Mengatur Posisi (0840)


1. Atur posisi yang nyaman untuk
pasien
Perawatan Kaki (1660)
Perawatan Kulit (3584)
Pressure Management (3500)

E. Tumor Otak
1. Konsep Medis
a. Pengertian
Tumor Otak adalah tumbuhnya sel abnormal pada otak. Banyak jenis
tumor yang berbeda-beda. Beberapa tumor otak bukan merupakan kanker
(jinak) dan beberapa tumor otak lainnya adalah kanker (ganas). Tumor
otak dapat berasal dari otak (tumor otak primer) atau kanker yang berasal
dari bagian tubuh lain dan merambat ke otak (tumor otak sekunder /
metastatik).

65
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada
desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen,
dan tengkorak. (Sylvia.A, 1995: 1030). Tumor otak adalah suatu lesi
ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna)
membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di
sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan
otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase.
Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor
otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti
kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak
sekunder. (Mayer. SA,2002).
Central Brain Tumor Registry for the United States (CBTRUS)
memperkirakan bahwa akan terdapat 190.600 tumor otak yang akan
terdiagnosis pada 2005. Dari jumlah tersebut 43.800 diperkirakan adalah
tumor otak primer dan sisanya adalah sekunder atau metastasis. Insiden
umum untuk tumor otak primer dan CNS adalah 14 kasus per 100.000
orang/tahun. Insiden tumor otak tampaknya makin meningkat, tetapi ini
mungkin mencerminkan diagnosis yang lebih cepat dan lebih akurat.
CBTRUS mencatat bahwa, pada tahun 2000, sekitar 359.00 orang di
Amerika Serikat hidup dengan tumor otak primer dengan 75% memiliki
tumor jinak dan 23% memiliki tumor ganas.
b. Klasifikasi
1) Klasifikasi stadium (Klasifikasi lesi primer susunan saraf pusat
dilakukan berdasarkan grading) :
a) WHO grade I : tumor dengan potensi proliferasi rendah,
kurabilitas pasca reseksi cukup baik.
b) WHO grade II : tumor bersifat infiltratif , aktivitas mitosis rendah,
namun sering timbul rekurensi. Jenis tertentu cenderung untuk
bersifat progresif ke arah derajat keganasan yang lebih tinggi.
c) WHO grade III : gambaran aktivitas mitosis jelas, kemampuan
infiltrasi tinggi, dan terdapat anaplasia.
d) WHO grade IV : mitosis aktif, cenderung nekrosis, pada
umumnya berhubungan dengan progresivitas penyakit yang cepat
pada pre/post operasi
2) Jenis – jenis Tumor otak berdasarkan WHO 2000, tumor otak dibagi
menjadi :
a) Tumors of the Neuroepithelial tissue
b) Ependymal tumors
c) Choroid plexus tumors
d) Pineal Parenchymal tumors

66
e) Embryonal tumors :
f) Meningeal tumors :Meningioma
g) Primary CNS Lymphoma
h) Germs cell tumors
i) Tumors of the sellar region
j) Brain metastase of the systemic cancers.

Tabel skema untuk mengklasifikasi Tumor Otak


Tipe Tumor Kriteria
Astrositoma Peningkatan jumlah astrosit;astrosit matang; astrosit yang
berkembang dengan normal.
Astrositoma Peningkatan jumlah astrosit yang kurang matur; kemungkinan
anaplastik ada gambaran mitotic (gambaran mitotic menunjukkan
peningkatan pembelahan sel dan perubahan keganasan).
Glioblastoma Peningkatan jumlah sel astrotis;astrotis imatur;adanya
multiformis gambaran mitosis;perdarahan;nekrosis, pembengkakan dan
batas tumor yang tidak jelas.

3) Berdasarkan Jenis Tumor


a) Jinak
Pertumbuhan tumor jinak lambat dan biasanya berkapsul
sehingga mudah dibedakan dengan jarinngan sekitarnya karena
berbatas tegas. Pembesaran tumor akan menekan jaringan di
dekatnya dan dapat menyebabkan obstruksi atau atrofi.
- Acoustic Neuroma
Tumor jinak dan sebaiknya disebut sebagai schwannoma,
tumbuh dari sel selubung saraf pada kompleks nervus VIII
pada region meatus auditorius internus. Manifestasi awal yang
khas adalah gangguan pendengaran sensorineural unilateral,
yang disebabkan oleh kerusakan nervus delapan dalam meatus
(lesi intrakanalikular). Ekspansi tumor lebih lanjut ke sudut
serebelopontin melibatkan nervus kranialis yang berdekatan
(nervus V dan VII). Pertumbuhan tumor lebih lanjut
menyebabkan ataksia ipsilateral akibat kompresi batang otak-
serebelum dan palsi nervus kranialis bagian bawah (bulbar).
Akhirnya, terjadi gambaran peningkatan tekanan intracranial,
terutama jika terjadi hidrosefalus akibat ostruksi pada tingkat
ventrikel keempat. tumor lain yang dapat mengenai sudut
serebelopontin termasuk meningioma dan metastasis.
- Meningioma

67
Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak
menginfiltrasi jaringan sekitarnya tetapi menekan struktur yang
berada di bawahnya. Pasien usia tua sering terkena dan
perempuan lebih sering terkena dari pada laki-laki. Tumor ini
sering kali memiliki banyak pembuluh darah sehingga mampu
menyerap isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT
scan otak.
- Pitiutary Adenoma
Jika terjadi ekspansi tumor hipofisis, maka tumor dapat
mengenai struktur di atas maupun di sekeliling fosa hipofisis
(ekstensi suprasela dan parasela). Manifestasi neurologis klasik
dari lesi ini adalah hemianopia bitemporal yang disebabkan
oleh kompresi kiasma optikum oleh ekstensi suprasela suatu
adenoma. Keadaan patologis lainnya yang dapat menyebabkan
kompresi kiasma, sehingga menyerupai adenoma hipofisis
adalah aneurisma karotis, meningioma suprasela, dan
kraniofaringioma (tumor yang berasal dari sel perkembangan
epitel bukan yang secara embriologis dekat dengan tangkai
hipofisis).
Adenoma hipofisis dapat menyebabkan gangguan endokrin
bersamaan dengan atau tanpa gangguan lapang pandang. sel
tumor dapat bersifat fungsional, yaitu mensekresi hormone
hipofisis anterior (akromgeali yang disebabkan oleh kelebihan
hormone, prolaktinoma, penyakit Cushing akibat tumor yang
mensekresi kortikortropin). selain itu, dapat terjadi
hipopituitarisme akibat supresi sel normal kelenjar oleh tumor.
Terkadang adenoma hipofisis dapat mengalami infark akut.
pasien menunjukkan gejala nyeri kepala akut dan muntah-
muntah (menyerupai perdarahan subarachnoid) dan
hipopituitarisme akut (aplopeksi hipofisis). Pembengkakan
jaringan tumor nekrotik menyebabkan hemianopia bitemporal
yang berkemebang cepat dengan oftalmoplegia bilateral akibat
ekstensi paraselar ke sinus kavernosus.
- Astrocytoma (Grade 1)
b) Malignan
Tumor ganas sering disebut juga kanker, tumbuh dengan
cepat dan cenderung berinvasi ke jaringan sekitarnya sehingga
batasnya tidak tegas dan jarang berkapsul. Pada umumnya, tumor
ganas diberi nama sesuai dengan asal jaringan saat embrio.
Tumor ganas yang berasal dari ectoderm dan endoderm disebut

68
karsinoma, dan yang berasal dari mesoderm disebut sebagai
sarcoma. Jika jaringan tumor ganas sangat menyerupai jaringan
embrio, tumor ini disebut sebagai blastoma, sepertipada
neuroblastoma. Jika tumor tersebut berasal dari dua lapis jaringan
embrio, disebut karsinosarkoma. Jika berasal dari tiga lapis
jaringan embrio disebut sebagai teratoma.
- Astrocytoma (Grade 2,3,4)
- Oligodendroglioma
Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial
yang dapat muncul hingga 10 tahun. Secara klinis bersifat
agresif dan menyebabkan simptomatologi bermakna akibat
peningkatan tekanan intrakranial dan merupakan keganasan
pada manusia yang paling bersifat kemosensitif.
- Apendymoma
Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan
erat pada ependim yang menutup ventrikel. Pada fosa posterior
paling sering terjadi tetapi dapat terjadi di setiap bagian fosa
ventrikularis. Dua faktor utama yang mempengaruhi
keberhasilan reseksi tumor dan kemampuan bertahan hidup
jangka panjang adalah usia dan letak anatomi tumor. Makin
muda usia pasien maka makin buruk progmosisnya.
- Metastase Tumor Otak
Tumor dengan lokasi utama di luar otak.Kanker paru,
payudara, dan ginjal, serta melanoma ganas adalah sumber
utama kanker otak metastasis.Tumor metastasis pada otak
umumnya multiple yang membuatnya lebih sulit
ditangani.Lokasi tumor dapat terletak di dalam otak itu sendiri
atau di meningen yang melapisi otak itu sendiri atau di
meningen yang melapisi otak.
4) Berdasarkan Lokasi Tumor
a) Tumor Supratentorial
- Glioma :
 Glioblastoma multiforme
Tumor ini dapat timbul dimana saja tetapi paling sering
terjadi di hemisfer otak dan sering menyebar kesisi kontra
lateral melalui korpus kolosum. Tumor di dalam otak
berkembang dari sel otak, disebut sel glial. Sel ini adalah
beberapa dari yang disebut sel pendukung yang tidak
mengirimkan impuls saraf, tapi melaksanakan tugas-tugas
yang berarti bagi otak, misalnya membersihkan zat kimia

69
yang berlebihan. Terkadang tumor glial tumbuh sangat
lambat dan orangnya bisa hidup normal selama bertahun-
tahun sebelum masalah muncul. tumor sel glial lainnya
tumbuh dengan cepat sekali dan berisi sel yang membagi
dengan sangat cepat. Obat belum menjadi alat efektif untuk
mengobati tumor yang tumbuh dengan cepat semacam itu.
Jenis tumor yang merupakan masalah pengobatan terbesar
dalam bentuk tumor glial, glioblastoma.
 Astroscytoma
Neoplasma pada sistem saraf pusat dimana sel
predominan diturunkan pada astrosit (neuroglia bentuk
seperti bintang).Pada orang dewasa tumbuh di hemisfer
serebri. Pada anak-anak dan dewasa muda di serebelum, dan
pada umumnya berisi cairan atau kistik.
 Oligodendroglioma
Merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai
astrositoma tetapi terdiri dari sel sel oligodendroglia. Tumor
relative avaskuler dan cenderung mengalami klasifikasi
biasanya di jumpai pada hemisfer otak orang dewasa muda.
- Meningioma
Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal
dari meningen, sel sel mesotel, dan sel sel jaringan
penyambung araknoid. Tumor ini umumnya berbentuk bulat
atau oval dengan perlekatan duramater yang lebar (broad base)
berbatas tegas karena adanya psedokapsul dari membran
araknoid. Pada kompartemen supratentorium tumbuh sekitar
90%, terletak dekat dengan tulang dan kadang disertai reaksi
tulang berupa hiperostosis. Karena merupakan massa
ekstraaksial lokasi meningioma disebut sesuai dengan tempat
perlekatannya pada duramater, seperti Falk (25%), Sphenoid
ridge (20%), Konveksitas (20%), Olfactory groove (10%),
Tuberculum sellae (10%), Konveksitas serebellum (5%), dan
Cerebello-Pontine angle. Karena tumbuh lambat defisit
neurologik yang terjadi juga berkembang lambat (disebabkan
oleh pendesakan struktur otak di sekitar tumor atau letak
timbulnya tumor). Pada meningioma konveksitas 70% ada di
regio frontalis dan asimptomatik sampai berukuran besar
sekali. Sedangkan di basis kranii sekitar sella turcika
(tuberkulum sellae, planum sphenoidalis, sisi medial sphenoid
ridge) tumor akan segera mendesak saraf optik dan

70
menyebabkan gangguan visus yang progresif. Secara
mikroskopis, sel tumor terlihat bundar, oligonal, oval, atau
bentuk spindle. intinya teratur, bundar atau oval,
leptokromatik. Sitoplasmanya berwarna eosinofilik pucat.
tumor ini vaskularisasinya banyak, shingga untuk pendekatan
tindakan operatif mutlak dilakukan angiografi. CT-scan non
kontras terlihat hiperdens. post kontras enhancemennya
homogen, kecuali bila terjadi nekrotik, kistik, dan hemoragis.
b) Tumor Infratentorial
- Schwanoma akustikus
Biasanya lambat pertumbuhannyadan paling sering
berkembang pada saraf akustikus sehingga muncul gejala
gangguan pendengaran.
- Tumor metastasis
Lesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5 % – 10 % dari
seluruh tumor otak dan dapat berasal dari setiap tempat primer.
Tumor primer paling sering berasal dari paru-paru dan
payudara. Namun neoplasma dari saluran kemih kelamin,
saluran cerna, tulang dan tiroid dapat juga bermetastasis ke
otak. Organ tubuh seperti tulang, paru, dan otak mempunyai
kecenderungan lebih besar sebagai tempat metastasis jika
dibandingkan dengan organ tubuh lain, sebaliknya limpa,
ginjal, dan hari merupakan organ yang paling jarang terkena.
- Meningioma
Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari
meningen, sel-sel mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung
araknoid dan dural.
- Hemangioblastoma
Neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskuler
embriologis yang paling sering dijumpai dalam serebelum.
c. Etiologi
Tidak ada faktor etiologi jelas yang telah ditemukan untuk tumor
otak primer. Walaupun tipe sel yang berkembang menjadi tumor sering
kali dapat diidentifikasi, mekanisme yang menyebabkan sel bertindak
abnormal tetap belum diketahui. Kecenderungan keluarga, imunosupresi,
dan faktor-faktor lingkungan sedang diteliti. Waktu puncak untuk
kejadian tumor otak adalah decade kelima dan ketujuh. Selain itu, pria
terkena lebih sering dari pada wanita.
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti.
Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :

71
1) Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang
ditemukan kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma
dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Dibawah 5%
penderita glioma mempunyai sejarah keluarga yang menderita brain
tumor. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat
dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan
faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak
ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor
hereditas yang kuat pada neoplasma.
2) Sisa-Sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-
bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi
dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional
tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di
sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada
kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3) Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan
dapat mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti
radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan
bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
4) Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil
dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran
infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat
ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan
perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
5) Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas
dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik
seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan
percobaan yang dilakukan pada hewan.
6) Trauma kepala
Trauma kepala yang dapat menyebabkan hematoma sehingga
mendesak massa otak akhirnya terjadi tumor otak.
d. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinis mungkin tidak spesifik yang dapat disebabkan
oleh edema dan peningkatan TIK atau spesifik yang disebabkan oleh
lokasi anatomi tertentu.

72
1) Perubahan Status Mental
Seperti pada gangguan neurologis atau bedah syaraf, perubahan
tingkat kesadaran atau sensoris dapat ditemukan. Perubahan status
emosional dan mental, seperti letargi dan mengantuk, kebingungan,
disorientasi, serta perubahan kepribadian dapat ditemukan.
2) Sakit kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak
yang kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan
intermitten. Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan
posisi, batuk, maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah
ditemukan bersama nyeri kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala
ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 % dan terutama
pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri
alih ke oksiput dan leher.
Sakit kepala dapat terbatas atau keseluruhan. Biasanya intermiten
dengan durasi meningkat dan dapat diperparah dengan perubahan
posisi atau mengejan. Sakit kepala parah dan berulang pada klien
yang sebelumnya bebas sakit kepala atau sakit kepala berulang di
pagi hari yang frekuensi dan keparahannya meningkat dapat
menandakan suatu tumor intrakranial dan membutuhkan pengkajian
lebih lanjut.
3) Mual dan Muntah
Manifestasi klinis mual dan muntah dipercaya terjadi karena
tekanan pada medula, yang terletak pusat muntah. Klien sering
mengeluhkan sakit kepala parah setelah berbaring di ranjang. Saat
sakit kepala makin nyeri, klien juga dapat mengalami mual atau
muntah yang spontan. Selama episode muntah biasanya nyeri kepala
akan berkurang.
4) Papiledema
Kompresi pada nervus kranialis kedua, nervus optik, dapat
menyebabkan papiledema. Mekanisme patofisiologis yang mendasari
hal ini masih belum diapahami. Peningkatan tekanan intrakranial
mengganggu aliran balik vena dari mata dan menumpuk darah di
vena retina sentralis. Juga dikenal sebagai “Choked disc”, papiledema
umum pada klien dengan tumor intrakranial dan mungkin merupakan
manifestasi awal dari peningkatan tekanan intrakranial. Papiledema
awal tidak menyebabkan perubahan ketajaman penglihatan dan hanya
dapat dideteksi dengan pemeriksaan oftalmologis. Papiledema parah
dapat bermanifestasi sebagai penurunan tajam penglihatan.
5) Kejang

73
Kejang, fokal atau umum, sering ditemui pada klien dengan
tumor intrakranial, terutama tumor hemisfer serebral. Kejang dapat
parsial atau menyeluruh. Kejang parsial biasanya membantu
membatasi lokasi tumor.
e. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progresif yang
disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor dan
kenaikan tekanan intracranial (TIK).Gangguan fokal terjadi apabila
terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung
pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak.Akibatnya terjadi
kehilangan fungsi secara akut dan dapat dikacaukan dengan gangguan
serebrovaskular primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron
akibat kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke dalam jaringan
otak.
Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti
bertambahnya massa dalam tengkorak, edema sekitar tumor, dan
perubahan sirkulasi CSS. Tumor ganas menyebabkan edema dalam
jaringan otak yang diduga disebabkan oleh perbedaan tekanan osmosis
yang menyebabkan penyerapan cairan tumor.Obstruksi vena dan edema
yang disebabkan oleh kerusakan sawar di otak, menimbulkan
peningkatan volume intracranial dan meningkatkan TIK.
Peningkatan TIK membahayakan jiwa jika terjadi dengan
cepat.Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau
berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna
apabila tekanan intracranial timbul cepat.Mekanisme kompensasi ini
meliputi volume darah intrakranial, volum CSS, kandungan cairan
intrasel, dan mengurangi sel-sel parenkim otak. Kenaikan tekanan yang
tidak diatasi akan mengakibatkan herniasi untuk serebellum.
Herniasi unkus timbul jika girus medialis lobus temporalis bergeser
ke inferior melalui insisura tentorial karena adanya massa dalam hemisfer
otak. Herniasi menekan mesensefalon, menyebabkan hilangnya
kesadaran dan menekan saraf otak ke-3. Pada herniasi serebellum, tonsil
serebellum tergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa
posterior.
Kompresi medulla oblongata dan terhentinya pernapasan terjadi
dengan cepat. Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan

74
intrakranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik,
dan gangguan pernapasan.
f. Pemeriksaan Diagnostik
1) CT Scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur
investigasi awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif
atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu
tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit
membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya.
2) Foto Polos Dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu
metastasis yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun
multiple pada otak.
3) Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker
tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada
pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis
histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai
cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses
infeksi (abses cerebri)
4) Biopsi Stereostatik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang
dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi
prognosis.
5) Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor
serebral.
6) Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang
ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus
temporal pada waktu kejang.
g. Komplikasi
Menurut beberapa sumber salah satunya menurut
Ginsberg(2008) komplikasi yang dapat terjadi pada tumor otak antara
lain:
1) Peningkatan Tekanan Intrakraial
Peningkatan tekanana intrakranial terjadi saat salah satu maupun
semua faktor yang terdiri dari massa otak, aliran darah ke otak serta
jumlah cairan serebrospinal mengalami peningkatan. Peningkatan
dari salah satu faktor diatas akan memicu:

75
a) Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih terakumulasi disekitar lesi
sehingga menambah efek masa yang mendesak.
b) Hidrosefalus
Hidrosefalus terjadi akibat peningkatan produksi CSS ataupun
karena adanya gangguan sirkulasi dan absorbsi CSS. Pada tumor
otak, massa tumor akan mengobstruksi aliran dan absorbsi CSS
sehingga memicu terjadinya hidrosefalus.
c) Herniasi Otak
Peningkatan tekanan intracranial dapat mengakibatkan herniasi
sentra, unkus, dan singuli. Herniasi serebellum akan menekan
mesensefalon sehingga menyebabkan hilangnya kesadaran dan
menekan saraf otak ketiga (okulomotor) (Fransisca, 2008).
2) Epilepsi
Epilepsi diakibatkan oleh adanya perangsangan atau gangguan di
dalam selaput otak (serebral cortex) yang disebabkan oleh adanya
massa tumor (Yustinus, 2006).
3) Berkurangnya fungsi neurologis
Gejala berkurangnya fungsi neurologis karena hilangnya jaringan
otak adalah khas bagi suatu tumor ganas (Wim, 2002). Penurunan
fungsi neurologis ini tergantung pada bagian otak yang terkena
tumor.
4) Ensefalopati radiasi
5) Metastase ke tempat lain
6) Kematian
h. Penatalaksanaan
Faktor –faktor prognostik sebagai pertimbangan penatalaksanaan:
1) Usia
2) General Health
3) Ukuran Tumor
4) Lokasi Tumor
5) Jenis Tumor
Langkah pertama pada pengobatan tumor otak ialah pemberian
kortikostreoid yang bertujuan untuk memberantas edema otak. Pengaruh
kortikostreoid terutama dapat dilihat pada keadaan-keadaan seperti nyeri
kepala yang hebat, deficit motorik, afasia dan kesadaran yang menurun.
Beberapa hipotesis yang dikemukakan: meningkatkan transportasi dan
reasirbsi cairan serta memperbaiki permeabilitas pembuluh darah. Jenis
kortikostreoid yang dipilih yaitu glukokortikoid; yang paling banyak
dipakai ialah deksametason, selain itu dapat diberikan prednisone atau

76
prednisolon. Dosis deksametason biasa diberikan 4-20 mg intravena
setiap 6 jam untuk mengatasi edema vasogenik (akibat tumor) yang
menyebabkan tekanan tinggi intracranial (Greenberg et al., 1999). Selain
itu terapi suportif yang dapat dilakukan yaitu IVFD RL XX tetes/menit
(makro), ceftriaxon vial 1 gram/12 jam, ranitidine ampul 1 gram/12 jam,
dexamethason 1 ampul/6 jam.
Untuk tumor otak metode utama yang digunakan dalam
penatalaksaannya, yaitu :
1) Pembedahan
Tumor jinak sering kali dapat ditangani dengan eksisi komplet
dan pembedahan merupakan tindakan yang berpotensi kuratif, untuk
tumor primer maligna, atau sekunder biasanya sulit disembuhkan.
Pembedahan tumor biasanya harus melalui diagnosis yang histologis
terlebih dahulu.
2) Terapi Medikamentosa
a) Antikonvulsan untuk epilepsy
b) Kortikosteroid (dekstrametason) untuk peningkatan tekanan
intrakranial. Steroid juga dapat memperbaiki defisit neurologis
fokal sementara dengan mengobati edema otak
c) Kemoterapi diindikasikan pada beberapa kasus glioma, sebagai
ajuvan pembedahan dan radioterapi dengan pengawasan unit
spesialistik neuro onkologi.
3) Terapi Radiasi
Radioterapi konvensional menghantarkan radiasi menggunakan
akselerator linier. Dosis standar untuk tumor otak primer kurang lebih
6.000 Gy yang diberikan lima kali seminggu selama 6 minggu. Untuk
klien dengan tumor metastasis, dosis standar radiasi kurang lebih
3.000 Gy. Dosis pasti akan bergantung pada karakteristik tumor,
volume jaringan yang harus diradiasi biasanya diberikan dalam
periode yang lebih pendek untuk melindungi jaringan normal di
sekitarnya. Bentuk lain dari terapi radiasi, walaupun tidak dianggap
konvensional dan belum tersedia luas, adalah terapi radiasi partikel
berat, radioterapi neutron cepat, terapi fotodinamik, dan terapi
tangkapan neutron boron.Walaupun penggunaannya luas, terapi
radiasi bukan tanpa konsekuensi.
2. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
1) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan dan kesehatan
a) Riwayat keluarga denga tumor
b) Terpapar radiasi berlebih.

77
c) Adanya riwayat masalah visual-hilang ketajaman penglihatan dan
diplopia
d) Kecanduan Alkohol, perokok berat
e) Terjadi perasaan abnormal
f) Gangguan kepribadian / halusinasi
2) Pola nutrisi metabolic
a) Riwayat epilepsy
b) Nafsu makan hilang
c) Adanya mual, muntah selama fase akut
d) Kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan
e) Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan
Faringeal)
3) Pola eliminasi
a) Perubahan pola berkemih dan buang air besar (Inkontinensia)
b) Bising usus negative
4) Pola aktifitas dan latihan
a) Gangguan tonus otot terjadinya kelemahan otot, gangguan tingkat
kesadaran
b) Resiko trauma karena epilepsy
c) Hamiparase, ataksia
d) Gangguan penglihatan
e) Merasa mudah lelah, kehilangan sensasi (Hemiplefia)
5) Pola tidur dan istirahat
a) Susah untuk beristirahat dan atau mudah tertidur
6) Pola persepsi kognitif dan sensori
a) Pusing
b) Sakit kepala
c) Kelemahan
d) Tinitus
e) Afasia motorik
f) Hilangnya rangsangan sensorik kontralateral
g) Gangguan rasa pengecapan, penciuman dan penglihatan
h) Penurunan memori, pemecahan masalah
i) kehilangan kemampuan masuknya rangsang visual
j) Penurunan kesadaran sampai dengan koma.
k) Tidak mampu merekam gambar
l) Tidak mampu membedakan kanan/kiri
7) Pola persepsi dan konsep diri
a) Perasaan tidak berdaya dan putus asa
b) Emosi labil dan kesulitan untuk mengekspresikan

78
8) Pola peran dan hubungan dengan sesame
a) Masalah bicara
b) Ketidakmampuan dalam berkomunikasi ( kehilangan komunikasi
verbal/ bicara pelo )
9) Reproduksi dan seksualitas
a) Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas
b) Pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas
10) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
a) Adanya perasaan cemas,takut,tidak sabar ataupun marah
b) Mekanisme koping yang biasa digunakan
c) Perasaan tidak berdaya, putus asa
d) Respon emosional klien terhadap status saat ini
e) Orang yang membantu dalam pemecahan masalah
f) Mudah tersinggung
11) Sistem kepercayaan
a) Agama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu
b. Diagnosa Keperawatan
DP Pre-Operasi
1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah dan tidak nafsu makan / pertumbuhan sel-sel kanker
2) Nyeri kepala berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker
pada otak/mendesak otak.
3) Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan
pergerakan dan kelemahan.
4) Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kerusakan
sirkulasi serebral.
5) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan
peran, perubahan citra diri
6) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan penyakit
berhubungan dengan kurangnya informasi
7) Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan
DP Post-Operasi
8) Nyeri yang berhubungan dengan efek dari pembedahan
9) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan
peran, perubahan citra diri.
10) Kurang pengetahuan tentang tumor otak yang berhubungan dengan
ketidaktahuan tentang sumber informasi
11) Kecemasan yang berhubungan dengan penyakit kronis dan masa
depan yang tidak pasti.
c. Intervensi Keperawatan.

79
Pre-Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker
Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Hasil yang diharapkan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang
Rencana Tindakan:
a) Kaji karakteristik nyeri, lokasi, frekfensi
b) Kaji faktor penyebab timbul nyeri (takut , marah, cemas)
c) Ajarkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam
d) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah dan tidak nafsu makan.
Tujuan : Kebutuhsn nutrisi dapat terpenuhi setelah dilakukan
keperawatan
Hasil yang diharapkan:
- Nutrisi klien terpenuhi
- Mual berkurang sampai dengan hilang.
Rencana tindakan :
a) Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.
b) Kaji kebiasaan makan klien.
c) Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.
mual.
d) Timbang berat badan bila memungkinkan.
e) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin
3) Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan
pergerakan dan kelemahan.
Tujuan : Gangguan mobilitas fisik teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria Hasil : Pasien mendemonstrasikan tehnik / prilaku yang
memungkinkan dilakukannya kembali aktifitas.
Rencana tindakan :
a) Kaji derajat mobilisasi pasien dengan menggunakan skala
ketergantungan
b) Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari
kerusakan karena tekanan.
c) Bantu untuk melakukan rentang gerak
d) Tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri
sesuai kemampuan
e) Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan
pelembab.

80
4) Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kerusakan
sirkulasi serebral.
Tujuan : Klien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan
dapat di ekspresikan
Kriteria Hasil : Mengindikasikan pemahaman tentang masalah
komunikasi, Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat
diekspresikan, Menggunakan sumber-sumber dengan tepat.
Intervensi :
a) Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami
kata atau mangalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian
sendiri
b) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik
c) Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana
d) Katakan secara langsung pada pasien, bicara perlahan dan tenang
5) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan
peran, perubahan citra diri.
Tujuan : Gangguan harga diri teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria Hasil : Klien dapat percaya diri dengan keadaan penyakitnya.
Intervensi:
a) Kaji respon, reaksi keluarga dan pasien terhadap penyakit dan
penanganannya.
b) Kaji hubungan antara pasien dan anggota keluarga dekat.
c) Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan
perencanaan perawatan di rumah.
d) Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan.
6) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan penyakit
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah mengenai kondisi dan
penanganan penyakit setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : Pasien mengerti penyebab ginjal dan komplikasinya.
Rencana Keperawatan :
a) Kaji pemahaman pasien, keluarga mengenai penyebab gagal
ginjal dan penanganannya.
b) Jelaskan fungsi renal dan konsekuensinya sesuai dengan tingkat
pemahaman klien.
c) Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara memahami
perubahan akibat penyakit.
7) Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan
Tujuan : Kecemasan dapat diminimalkan setelah dilakukan tindakan

81
keperawatan
Hasil yang diharapkan : Kecemasan pasien berkurang
Rencana Tindakan:
a) Jelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
b) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan
akan ketakutannya
c) Evaluasi tingkat pemahaman pasien / orang terdekat tentang
diagnosa medic
d) Akui rasatakut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan
perasaan
DP Post Operai
8) Nyeri yang berhubungan dengan efek dari pembedahan.
Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria Hasil : Pasien dapat menjalani aktivitas tanpa merasa nyeri,
Ekspresi wajah rileks, Klien mendemonstrasikan ketidaknyamananya
hilang
Rencana Keperawatan :
a) Kaji tingkat nyeri (lokasi, durasi, intensitas, kualitas) tiap 4 – 6
jam
b) Kaji keadaan umum pasien dan TTV
c) Beri posisi yang menyenangkan bagi pasien
d) Beri waktu istrahat yang banyak dan kurangi pengunjung sesuai
keinginan pasien
e) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
9) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan
peran, perubahan citra diri.
Tujuan : Gangguan harga diri teratasi setelah dilakuakn tindakan
keperawatan
Kriteria Hasil : Klien dapat percaya diri dengan keadaan penyakitnya.
Rencana keperawatan :
a) Kaji respon, reaksi keluarga dan pasien terhadap penyakit dan
penanganannya.
b) Kaji hubungan antara pasien dan anggota keluarga dekat.
c) Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan
perencanaan perawatan di rumah.
d) Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan.
10) Kurang pengetahuan tentang tumor otak yang berhubungan dengan
ketidaktahuan tentang sumber informasi

82
Tujuan : Informasi tentang perawatan diri dan status nutrisi dipahami
setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
Sasaran :
- Klien menyatakan pemahaman tentang informasi yang diberikan
- Klien menyatakan kesadaran dan merencanakan perubahan pola
perawatan diri
Intervensi :
a) Kaji tingkat pengetahuan pasien
b) Diskusikan hubungan tentang agen penyebab terhadap penyakit
Ca. Paru
c) Jelaskan tanda dan gejala perforasi
d) Jelaskan pentingnya lingkungan tanpa stress
e) Diskusikan tentang metode pelaksanaan stress
11) Kecemasan yang berhubungan dengan penyakit kronis dan masa
depan yang tidak pasti.
Tujuan : Kecemaskan dapat diminimalkan setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria Hasil : Kecemasan berkurang.
Intervensi :
a) Mendengarkan keluhan klien dengan sabar.
b) Menjawab pertanyaan klien dan keluarga dengan ramah.
c) Mendorong klien dan keluarga mencurahkan isi hati.
d) Menggunakan teknik komunikasi terapeutik.
e) Berikan kenyamanan fisik pasien.

83
DAFTAR PUSTAKA

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Jakarta : DPP PPNI

Iskandar. 2004. Cedera Kepala. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Jakarta : DPP PPNI

Hurlbert RJ.2006. Strategies of Medical in Intervention In the management of


acute spinial cort injury. The journal of spinal cord medicine. 3(1) ;16-21

Perhimpunan dokter spesialis syaraf Indonesia (PERDOSSI) 2006. Konsesus


Nasional Penenganan Trauma Kapitis dan Trauma spinal. Jakarta:
PERDOSSI.hlm 19-22

Mardjono M, Sidharta P. 2003. Neorologi klinis dasar, Jakarta: Media-media hlm


35-36

Sidharta P. 2005. Tata laksana Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Jakarta: Dian
rakyat. Hlm 115-116

Nurarif, H.A & Kusuma, A. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis & Nanda NIC-NOC Jilid 3. Yokyakarta : MediAction

Riyadi S. Suharsono. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit. yokyakarta :


Gosyen Publishing

Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Syaraf edisi IV. Tangerang : Gramedia Pustaka
Utama

Suyono, Salamet. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam Edisi 3 Jilid 1, 2. Jakarta
: Balai Penerbit FKUI

Misbach, Jusuf. 2011. STROKE ASPEK DIAGNOSTIK, PATOFISIOLOGI,


MANAJEMEN. Jakarta : Badan Penerbit FKUI

84

Anda mungkin juga menyukai