(a) (b)
Gambar 3. Proses maserasi (a) Pencampuran simplisia dengan
pelarutmethanol 70 % (b) Hasil maserasi
Harbone (1987) mengatakan bahwa sebelum ekstraksi, tumbuhan dapat
dikeringkan. Bila ini dilakukan, maka pengeringan tersebut harus dilakukan dalam
keadaan terawasi untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang terlalu
banyak. Bahan harus dikeringkan secepat-cepatnya, tanpa menggunakan suhu
tinggi, lebih baik dengan aliran udara. Setelah kering, sampel ini dapat disimpan
dalam waktu yang lama sebelum digunakan.
Proses ekstraksi menggunakan bahan baku simplisia tanaman serai
Cymbopogon citratus dengan perlarut metanol 70 % dengan perbandingan 1:4
selama 3x24 jam. Simplisia yang telah direndam selama 3x24 jam dilakukan
filtrasi menggunakan kertas saring sehingga mendapatkan hasil fitrasi sebanyak
250 mL, selanjutnya dilakukan evaporasi dengan menggunakan alat rotary
evaporasi untuk memisahkan ekstrak dari pelarut etanol sehingga dapat
menghasilkan ekstrak pekat yang bentuk pasta encer yang akan di oven pada
suhu 60oC selama 3x8 jam yang bertujuan untuk menghasilkan pasta kental
sebagai bahan pengujian selanjutnya.
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet suatu bahan, bahan dengan kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri dan jamur untuk berkembang biak, sehingga
bahan tidak layak lagi untuk digunakan. Kandungan kadar air yang rendah pada
simplisia dan ekstrak sangat baik dikarenakan daya simpan bahan bisa lebih lama
untuk pengujian selanjutnya (Winarno, 2008).
Hasil menunjukkan uji kadar air simplisia kering yaitu 2 % . nilai kadar
air ini sangat baik untuk simplisia dan ekstrak dikarnakan masih dalam kisaran
yang sangat aman yaitu kurang dari 10 %. Kadar air yang melebihi 10 % dapat
mengakibatkan ekstrak akan mudah ditumbuhi jamur (Isnawati dan Arifin, 2006)
80.00 91.67 k1
83.33
75.00 p1
60.00
p2
40.00 50.00
41.67 p3
20.00 p4
0.00
80.00
1
60.00 66.67 2
58.33
3
40.00
4
33.33
20.00 25.00 5
16.67
0.00
Pada tabel . dapat dilihat bahwa ikan mengalami perubahan prilaku pada
saat proses pemingsanan dengan bahan anestesi ekstrak serai pada menit 0-1 ikan
mulai mengalami perubahan prilaku. Menit 5-6 ikan pingsan hingga roboh. Hal
ini disebabkan citronellal, sitronelol, dan geraniol pada ekstrak serai sangat
mempengaruhi system saraf yang ada pada ikan yang ditandai dengan hilangnya
kepekaan, diikuti dengan penurunan pergerakan selanjutnya terjadi keseimbangan
total dan akhirnya mengalami pemingsanan (Pirhonen dan Scheek, 2000).
Pada konsentrasi 5 ppm/l, menyebabkan ikan patin mengalami proses
pingsan pada menit ke 4-5 tepatnya di menit ke 5 gerakan ikan mulai tidak ada
dan tenang pada menit ke 5 ikan mengalami pingsan berat.
Pembiusan dengan konsentrasi 10 ppm/l, pada menit 1-2 ikan mulai
panik. Ikan bergerak cepat, sering timbul kepermukaan dan kehilangan sedikit
keaktifan dari rangsangan luar. Pada menit ke 4-5 ikan mengalami proses pingsan
dan pada menit ke 6 ikan mengalami pingsan berat, ikan berada di dasar, beberapa
ikan bergerak terbalik di dasar.
Pembiusan dengan konsentrasi 15 ppm/l, pada menit ke 1-2 ikan mulai
panik dan pada menit ke 3-4 ikan mengalami pingsa ringan dikarnakan masih
dapat menerima respon dari luar. Pada menit ke 5-6 ikan mengalami pingsan berat
hingga roboh, ditandai dengan posisi ikan berada di dasar dan beberapa ikan
dalam pososi terbalik.
Pembiusan dengan konsentrasi 20 ppm/l pada menit 1-2 ikan mengalami
kepanikan dan pada menit 2-3 ikan bergerak pelan hingga tenang dikarnakan
ekstrak serai mulai mempengaruh sistem saraf ikan. Pada menit ke 4-5 ikan
mengalami proses pemingsanan ringan hingga berat dan menit ke 6 ikan roboh
dan berada di dasar, sebagian ikan dalam posisi terbalik.
Menurut Septiarusli (2012), semakin tinggi konsenstrasi yang digunakan
dalam proses anestesi maka waktu induksinya semakin cepat dan waktu pulih
sadar semakin lama. Senyawa anestesi dengan konsentrasi rendah tidak akan
memberikan efek pingsan bagi ikan uji (Tahe dalam Septiarusli 2012).
Waktu rata-rata pembiusan untuk mencapai fase pingsan dalam penelitian ini
untuk masing-masing perlakuan yaitu di rentang menit ke 4-5. Yanto (2012),
menyatakan bahwa dalam anestesi diharapkan waktu induksi relatif cepat
sehingga mengurangi lamanya stres pada ikan. Karakteristik bahan anestesi yang
baik yaitu memiliki waktu induksi kurang dari 15 menit dan lebih baik apabila
kurang dari 3 menit (Shreck dan Moyle dalam Yanto, 2012)
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa esktrak serai dengan konsentrasi 15 ppm dapat meningkatkan
kelangsungan hidup ikan patin dengan presentase 91,67 % dibandingkan dengan
konsentrasi 5, 10 dan 20 ppm selama transportasi.
5.2. Saran
Sebagiknya perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui citarasa
ikan patin konsumsi yang ditrasnportasikan menggunakan bahan pembius berupa
ekstrak serai.